Chery menatap gaun pengantin yang telah di rancang oleh Stella. Sebuah gaun pengantin yang sangat indah dengan hiasan berlian di sana. Ya, Stella merancangkan dua gaun indah untuknya. Pertama adalah gaun berwarna putih dengan hiasan batu berlian di gaun itu. Dan yang kedua adalah kebaya gaun berwarna cream yang sangat indah. Sungguh, Chery tidak menyangka kalau Stella akan mampu membuat gaun sebagus ini. Meski Chery juga adalah seorang calon fashion designer tetap saja, dia merasa tidak bisa merancang gaun pengantin sehebat Stella. Salah satu kelebihan Stella yaitu teman baiknya itu pintar penjahit. Dan tidak semua seorang fashion designer mampu menjahit.“Stella memang sangat berbakat,” gumam Chery dengan senyuman di wajahnya.“Ehm.” Suara berat seorang pria berdeham membuat Chery langsung mengalihkan pada sumber suara itu.“Ken?” Chery terkejut kala melihat Ken berdiri di ambang pintu. Namun keterkejutannya hanya sesaat. Tergantikan dengan rasa bahagia melihat kehadiran Ken. Didetik
Sean duduk di kursi kebesarannya seraya menyandarkan punggung dan jemari yang mengetuk pelan meja kerjanya. Sorot mata Sean lurus ke depan dan tampak tengah memikirkan sesuatu. Didetik selanjutnya, Sean mengambil gelas sloki yang ada di atas meja. Lalu disesapnya perlahan. Dalam benak Sean kini hanya memikirkan pria misterius yang mencari Stella. Bagai ditelan bumi, informasi pria itu tak dapat ditemukan oleh Tomy dengan mudah.Sean mengenal baik Tomy. Asistennya itu selalu cepat dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Namun, jika sampai asistennya itu tidak bisa menemukan artinya pria itu memang bukan pria yang sembarangan. Bahkan salah satu staff-nya yang bekerja di perusahaan cabangnya yang ada di Filipina saja tetap tidak bisa menemukan keberadaan pria yang bernama ‘Xian Lim’ nama asing yang Sean belum pernah dengar. Biasanya Sean cukup mengenal beberapa nama kaki tangan dari rekan bisnisnya. Geovan Group memiliki nama yang baik di pasar Eropa. Tentunya Sean pun cukup banyak
Mobil yang membawa Sean mulai memasuki lobby perusahaanya. Sean langsung turun dari mobil—lalu memberikan kunci mobilnya apda security agar memarkirkan mobilnya. Kini Sean melangkah masuk ke dalam perusahaan, menuju lift pribadinya. Sesaat Sean melirik arloji—waktu menununjukan pukul dua siang. Ya, hari ini Sean memiliki meeting di luar kantor. Itu kenapa Sean baru tiba di kantor siang hari seperti ini.Ting.Pintu lift terbuka. Sean melangkah keluar dari lift. Namun, langkah Sean terhenti kala melihat sang sekretaris melnghapirinya dan menundukan kepala kala tiba di hadpannya.“Tuan Sean,” sang sekretaris menyapa dengan sopan.“Di mana Tomy?” tanya Sean dengan nada dingin dan raut wajah tanpa ekspresi pada sekretarisnya itu.“Tuan Tomy masih mengurus beberapa pekerjaan di luar, Tuan. Beliau mengatakan akan kembali keperusahaan sekitar dua atau tiga jam lagi,” jawab sang sekretaris memberitahu.Sean mengangguk singkat. Dia tahu Tomy memang banyak pekerjaan yang harus diurus. Itu kenap
Saat pagi menyapa, Stella tampak begitu bersemangat dan riang. Bagaimana tidak? Kemarin malam Stella sudah mendapatkan kabar dari salah satu pengawal sang suami yang memberitahunya kalau pagi ini Jenniver dan Theo sudah tiba di Jakarta. Itu kenapa raut wajah Stella sangat bahagia dan bersemangat.“Sean … Jam berapa kita bertemu dengan Jenniver dan Theo?” Suara Stella bertanya pada Sean yang baru saja melangkah dari walk-in closet.Ya, beruntung hari ini adalah weekend. Jadi Stella tidak perlu untuk izin tidak kuliah. Pun Sean tidak ke kantor. Stella memang sengaja meminta pada Sean untuk mengatur kedatangan Jenniver dan Theo saat weekend tiba. Bukan tanpa alasan, tapi karena Stella ingin dirinya dan Sean memiliki banyak waktu untuk Jenniver dan Theo.“Di bawah ada Tomy, aku harus bicara sebentar dengannya. Kau tunggu sekitar lima belas menit lagi nanti kita akan ke hotel yang ditempati oleh Jenniver dan Theo.” Sean mendekat pada Stella dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku
Menjelang pernikahan, Chery sudah tidak lagi kuliah. Awalnya Chery ingin tetap berkuliah paling tidak sampai tiga atau empat hari menuju hari pernikahannya. Akan tetapi, kedua orang tua Chery melarang Chery untuk kuliah menjelang hari pernikahannya ini. Pun sama halnya dengan Ken yang meminta Chery untuk tidak banyak aktivitas di luar. Well, mau tidak mau Chery pun harus menuruti keinginan kedua orang tuanya serta keinginan Ken.Bisa dibilang ini tidak adil bagi Chery. Karena yang tidak boleh melakukan banyak aktivitas di luar hanya dirinya. Sedangkan Ken masih tetap berkutat pada pekerjaannya. Bahkan Ken masih tetap sering pulang larut malam. Hanya saja perbedaanya, menjelang pernikahan; Ken tidak diperbolehkan oleh keluarga besarnya melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri mau pun ke luar kota.Kini Chery tengah duduk di sofa kamar seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya. Dalam benak Chery memikirkan sebentar lagi kamar ini akan kosong. Dia akan pindah menempati rum
“Nyonya Stella … Anda benar-benar sangat cantik. Kebaya yang Anda design ini sangat luar biasa indah.” Sang make-up artist tak henti-henti melihat penampilan Stella. Kebaya berwarna gold dipadukan dengan sentuhkan make up flawless membuat Stella sangat mengagumkan. Untuk rambut, sang perias memilih untuk menggerai rambut hitam dan tebal Stella. Menyempurnakan penampilan Stella hari ini.Hal yang membuat Stella semakin cantik adalah tubuhnya jauh lebih berisi dari sebelumnya. Orang bilang kehamilan kerap kali merusak bentuk tubuh wanita, tapi itu tidak berlaku untuk Stella. Nyatanya, meski memiliki tubuh berisi tapi Stella tetap terlihat mempesona. Beberapa bagian tubuhnya memiliki ukuran yang semakin indah. Stella memang tidak memiliki tubuh yang terlalu tinggi tapi Stella memiliki tubuh yang ramping. Kulit putih pucatnya sangat mulus dan terawat. Bahkan tidak ada satu pun noda di kulit Stella.Senyum di wajah Stella terlukis begitu tulus. “Terima kasih. Tapi kau sangat berlebihan.”“
Hotel Indonesia Kempinski Jakarta adalah tempat di mana yang dipilih Ken dan Chery melangsungkan pernikahan mereka. Chery melangkah mamasuki ballroom hotel dengan tangan yang terus memeluk lengan Bara—ayahnya. Tampak wajah Chery begitu gugup. Terutama ketika kilat kamera yang terus tersorot padanya. Beberapa kali Chery meremas pelan lengan sang ayah berusaha mengatasi kegugupannnya. Namun, Bara segera menguatkan pegangan tangan putrinya agar Chery tidak lagi gugup.Dari altar, Ken begitu tampan dengan tuxedo berwarna putih menatap kagum penampilan Chery yang memukau. Bahkan sejak tadi Ken tak berkedip sedikit pun. Dia begitu menganggumi penampilan Chery. Tampak pancaran mata Ken begitu memuja penampilan Chery. Ya, Ken sangat terlihat begitu bangga memiliki Chery di hidupnya.Sejenak, Ken dan Chery saling menatap satu sama lain. Mata Chery sudah nyaris berembun melihat Ken menunggunya di altar. Pun sama halnya dengan Ken yang mengeluarkan air mata di sudut matanya. Kedua pasangan itu b
“Maaf, apa kita saling mengenal, Nyonya?”Suara Stella bertanya dengan nada lembut dan sopan pada sosok wanita paruh baya yang ada di hadapannya itu. Stella menatap wanita paruh baya yang sama sekali tidak henti menatapnya.“Nyonya?” panggil Stella kala wanita paruh baya itu hanya diam di hadapannya.“Maaf, Nyonya Stella. Tadi aku tidak melihat jalan.” Wanita paruh baya itu tersenyum penuh arti. Nada bicaranya terdengar anggun. Namun terlihat jelas wanita itu seolah menunjukan wajah yang seolah tenang.Stella tersenyum. “Nyonya Anda tidak salah. Aku yang menabrakmu, Nyonya. Maafkanaku.”“Tidak apa-apa, Nyonya Stella. Lupakan saja,” balas wanita paruh baya itu.“Hm, Nyonya … apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Stella hati-hati. Pasalnya Stella bingung wanita paruh baya yang ada di hadapannya ini mengenal dirinya.“Kau adalah istri Sean Geovan. Tidak mungkin aku tidak mengenalmu, Nyonya Stella,” ujar wanita paruh baya itu.“Ah,” Stella menganggukan kepalanya dan mengulas senyuman