“Sean, hari ini aku ada kelas siang tidak masuk pagi.”Stella berucap lembut seraya membantu Sean memasangkan dasi. Ya, seperti biasa Stella bangun lebih awal dan mempersiapkan segala kebutuhan sang suami. Menjadi seorang istri dan juga calon ibu tentunya membuat hidup Stella kini jauh lebih berwarna. Terkadang memang Stella bangun terlambat namun Sean tidak pernah mempermasalahkan itu.“Kau masuk siang hari ini?” tanya Sean seraya menatap manik mata abu-abu sang istri.Stella mengangguk pelan. “Iya, Sean. Hari ini aku masuk siang.”Sean membelai lembut pipi Stella. “Pagi ini aku memiliki meeting penting dengan rekan bisnisku dari Toronto. Dia datang ke sini karena hingga detik ini aku belum bisa kembali ke Toronto.”Sean sebenarnya berat meninggalkan Stella sendirian di rumah. Biasanya jika Stella masuk siang maka Sean pun akan memilih bekerja di siang hari.Stella kembali mengangguk pelan. “Yasudah tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti. Lagi pula aku juga bisa pergi bersama dengan sop
Stella tersenyum bahagia kala mendengar penjelasan dari Dokter Falisa yang mengatakan kandungannya baik-baik saja. Bahkan ketiga janin yang ada di kandungan Stella sangat bertumbuh dengan sehat. Ya, tentu setiap hari Stella selalu mengkonsumsi makanan yang bergizi. Selama ini memang Stella selalu mengkonsumsi vitamin untuk ibu hamil tanpa terlewat satu kali pun. Lebih tepatnya terlewat adalah hal yang tidak mungkin. Tentu karena Sean selalu meminta pelayan untuk tidak boleh lupa memberikan vitamin untuk Stella.Dan penjelasan dari sang dokter itu mengartikan Stella diperbolehkan untuk terbang ke Milan. Sean yang mendengar semua penjelasan dari Dokter Falisa—dia pun akhirnya menyetujui Stella ikut dengannya ke Milan. Namun, Sean meminta Dokter Falisa untuk terbang dengannya ke Milan. Sean tidak mau mengambil resiko. Dia tidak ingin sampai terjadi sesuatu pada anak-anaknya dan istrinya. Pun Stella tidak membantah. Stella menuruti perkataan sang suami.Keberangkatan kali ini, Sean memint
Milan – Italia. “Ah, welcome Milan. Aku sudah lama sekali tidak ke Milan, Sayang.” Alika berujar seraya memeluk lengan Kelvin. Tampak wajah Alika begitu bahagia. Pun Kelvin mengecup kening Alika dengan lembut.Ya, kini Sean, Stella, Ken, Chery, Kelvin, dan Alika telah tiba di Milan. Jika Alika dan Chery memeluk pasangan mereka masing-masing, lain halnya dengan Stella yang duduk di kursi roda. Well… Tentu saja Sean begitu overprotective. Perjalanan Jakarta ke Milan sangat jauh membuat Sean meminta dokter memberikan kursi roda. Sebelumnya, Sean memang meminta petugas medis menyiapkan segalanya yang dibutuhkan sang istri untuk pertolongan pertama jika terjadi sesuatu pada istrinya itu. Termasuk menyiapkan kursi roda.“Sean, apa kita akan langsung ke rumah sakit?” tanya Stella seraya melihat sang suami.“Ya, kita akan langsung ke rumah sakit. Tadi aku sudah mendapatkan pesan dari ibuku Miracle sudah melahirkan. Bayinya perempuan,” jawab Sean sambil terus mendorong kursi roda sang istri.
Sepulang dari rumah sakit, Sean langsung mengajak Stella pulang ke mansion-nya. Sama halnya dengan Ken dan Kelvin yang juga memiliki mansion pribadi mereka di Milan. Hanya saja jarak mansion milik Sean, Ken, dan Kelvin tidaklah berdekatan. Dan tidak bisa juga dibilang terlalu jauh. Chery dan Alika tentu ikut dengan Ken dan Kelvin. Ya, hari sudah gelap tentu Sean tidak mungkin membiarkan Stella berlama-lama di luar. Mengingat kondisi Stella saat ini sedang mengandung.Kini Stella baru saja membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan dress berbahan kaus nyaman khusus ibu hamil. Semakin hari kandungan Stella semakin bertumbuh besar. Tentu saja, perut Stella mudah membuncit. Usia kandungan masih memasuki bulan ketiga tapi perut sudah membuncit layaknya hamil lima bulan.“Nyonya Stella.” Seorang pelayan melangkah mendekat pada Stella seraya membawakan nampan yang berisikan jus apel.“Ya?” Stella mengalihkan pandangannya pada pelayan yang berdiri di hadapannya. Dia pun memberikan seny
Chery menatap cermin dengan raut wajah yang gugup dan cemas. Ya, hari ini Ken akan membawanya pada kedua orang tua kekasihnya itu. Meski bukan pertama kali bertemu dengan orang tua Ken, tapi ini pertama kali bagi Chery untuk berbicara dengan kedua orang tua Ken sebagai kekasih Ken. Jujur saja, banyak ketakutan dalam diri Chery. Selama ini Chery tahu keluarga Ken sangat baik. Bahkan beberapa kali bertegur sapa dengan kedua orang tua Ken—mereka terlihat begitu ramah dan sangat hangat. Namun, tak dipungkiri kalau ketakutan itu akan tetap ada. Mengingat status keluarga Ken yang tinggi. Sedangkan dirinya tetap jauh di bawah keluarga Ken.“Sayang? Apa kau sudah siap?” Ken melangkah mendekat pada Chery seraya memakai arloji di tangannya. Sesaat Ken melihat Chery yang tampak memikirkan sesuatu. Kini Ken langsung memeluk Chery dari belakang dan sontak membuat Chery terkejut.“Ken! Kenapa kau mengejutkanku seperti itu?” seru Chery sambil mendengkus sebal.Ken tersenyum. Kemudian membalikan tubu
Desahan merdu lolos di bibir ranun nan indah Stella kala sang suami menjelajahkan tangannya pada tubuhnya. Sean mengecupi setiap inchi tubuh polos Stella. Ya, kandungan Stella sudah tiga bulan. Memasuki tahap ‘Aman’ untuk Sean dan Stella melakukan pergulatan panas seperti biasa. Pagi ini kala Stella baru saja membuka mata dan sudah langsung mendapatkan serangan dari sang suami.“Sean…” Stella memejamkan matanya kala Sean memberikan hujaman dengan tempo yang keras. Dia memeluk erat sang suami. Menikmati setiap hujaman yang diberikan sang suaminya itu. Inti bagian tubuh bagian bawah Stella berkedut.“Katakan jika aku menyakitimu,” bisik Sean di telinga sang istri.Stella mengangguk pelan, tatapannya menatap sang suami dengan tatapan penuh hasrat dan mendamba. Stella terus mendesah. Sean bermain dengan luar biasa. Sang suami terus mengujamnya dengan liar. Namun Sean tetap berhati-hati tak ingin melukai kandungan istrinya itu.Hingga kemudian, keduanya mencapai puncaknya. Sean menyemburka
“Sayang, kau ingin membawaku ke mana? Tadi Chery mengajakku ke mansion Sean dan Stella, tapi kerena kau bilang ingin mengajakku ke suatu tempat jadi aku mengatakan pada Chery, tidak bisa ikut menemui Sean dan Stella.”Alika berujar seraya menatap sang tunangan yang tengah memakai arloji. Ya, sejak tadi Alika bingung ke mana Kelvin akan membawanya. Dia bertanya berkali-kali tetapi kekasihnya itu tidak juga menjawab. Hanya mengatakan ‘Nanti kau akan tahu’ Well… jawaban yang bosan sekali Alika dengar. Tentu saja nanti dia akan tahu. Tapi Alika menginginkan jawabannya sekarang.Kelvin melangkah mendekat pada Alika yang tengah menatap dirinya—dia membelai lembut pipi Alika sambil berkata, “Kalau aku memberitahumu sekarang, sama saja aku tidak memberikan kejutan untukmu.”Alika mendesah pelan. “Kau ini ingin memberi kejutan apa? Apa kau berniat memberikanku berita buruk? Atau jangan-jangan kau ingin meninggalkanku? Iya? Katakan, Kelvin!” cercanya dengan nada satu oktaf lebih tinggi. Bayanga
Stella duduk di sofa kamar seraya membalas email Dina—asistennya serta Ayu dan Suri yang telah dia percayakan mengurus konveksinya yang ada di Yogyakarta. Ya, sejak di mana Chery menyetujui dirinya yang merancang gaun pengantin, Stella segera mendesign gaun untuk Chery. Meski belum selesai, tapi Stella sudah meminta Dina membelikan bahan-bahan yang dibutuhkan. Karena paling lambat besok atau lusa, Stella sudah harus selesai merancang gaun pengantin untuk Chery dan juga tuxedo untuk Ken. Tak hanya itu, tapi Stella pun yang menyediakan seragam untuk keluarganya dan keluarga Chery.“Selesai,” ucap Stella dengan riang kala sudah membalas email. Kini Stella mengambil orange juice dan langsung menyesapnya perlahan. Didetik selanjutnya, Stella meletakan gelasnya ke atas meja—lalu mengalihkan pandangan ke jam dinding, waktu menunjukan pukul sepuluh pagi.“Sean ke mana, ya? Kenapa belum kembali?” gumam Stella seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling mencari keberadaan sang suami. Sebelumn