Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.😍😍😍 Thanks, I ❤️ U. Dukungan kalian sangat berarti buat author Sunny 😍
Berdiri di paviliun menatap danu kerajaan, raut wajah Alisya terlihat gelisah. Meski raja telah memberikan izin untuk berkunjung ke kerajaan Crysozh, nyatanya waktu satu pekan terasa begitu lama. "Yang Mulia ...." sapa Efim. "Ada apa, Efim?" jawab Alisya dengan balik bertanya. "Maaf Yang Mulia ... hamba hanya penasaran, apakah raja menyetuju rencana putri untuk berkunjung ke kerajaan Crysozh?" Pria berkulit pucat yang kini menjadi pengawal pribadi Alisya bertanya dengan kepala menunduk. "Setuju. Raja telah menyetujuinya. Hanya saja ... raja masih akan menahanku di sini selama satu pekan." Kedua alis Alisya melengkung ke atas, sementara Efim mengangguk-anggukkan kepala. "Menurut hamba, sebaiknya Yang Mulia mempergunakan waktu itu untuk bersantai." Meski masih dengan menundukkan kepala, Alisya menyadari pria berbaju serha hitam tengah tersenyum. "Apa katamu? Bersantai? Tidak ada waktu bagiku untuk bersantai? Dadaku selalu bergemuruh setiap waktu!" Alisya keheranan mendengar ucapan
"Guru ...." sapa Alisya kepada seorang pria tua berambut dan berjenggot putih. Setelah dua hari beristirahat, akhirnya Alisya bertemu dengan kepala dokter kerajaan Crysozh. Memasuki ruang kerja Iason membuat Alisya merasa nyaman. "Putri Alisya ...." Mata tua pria yang disebut guru berbinar cerah menyaksikan kehadiran murid kesayangannya. "Akhirnya kamu datang kemari ... Duduklah! Aku senang melihat kedatanganmu!" Pria tua mempersilahkan Alisya duduk di kursi yang ada di depannya. "Hormat kepada Kepala Dokter Kerajaan Iason!" Sebelum duduk, Alisya memberikan penghormatan kepada sang guru. Jarak antara Alisya dan Iason hanya terhalang sebuah meja kerja. Di atas meja hanya ada beberapa tumpukan dokumen, tempat tinta dan pena bulu angsa. "Aku sempat tidak percaya dengan kabar yang tersebar mengenai kedatanganmu kemari. Apa lagi ditambah dengan berita pengembalian pula Lionysozh, itu terdengar seperti mimpi!" Iason tersenyum lebar memperjelas kerutan di wajah. "Benar, Guru. Aku juga me
Berita menghilangnya mayat selir Neelam menggemparkan istana. Orang-orang mulai bergosip tentang kemungkinan yang terjadi dibalik menghilangnya jasad seorang selir. Dengan sok tahu, orang-orang segera mengaitkan hilangnya mayat selir Neelam dengan sikap cemburu ratu kepadanya. Sebaliknya, bagi mantan wanita nomor satu di kerajaan Crysozh, gosip itu hanya angin lalu. Tidak ada satu pun dari mulut penggosip yang bisa membuktikan keterlibatan Ibu Suri dalam kasus menghilangnya jasad Selir Neelam, atau kematian misterius selir-selir mendiang Raja Nandri. Ibu Suri yang berhati dingin tidak segan untuk menghukum mati orang-orang yang kedapatan menggosipkanya. Meski cara ini ampuh untuk membungkam mulut penggosip, tetapi dimata orang-orang yang tidak menyukainya, sikap Ibu Suri justru menjadi pertanda keterlibatan Ibu Suri dalam meninggalnya para selir. "Sulit dipercaya, mayat Selir Neelam menghilang!" Raja Rifian memukulkan tangannya pada meja. Menghela napas panja
"Boleh bergabung?" Raja kerajaan Crysozh duduk di hadapan Alisya saat menikmati minum teh lavender di sore hari. Sebuah pemandangan yang langka, mengingat Alisya telah lama tidak melakukan kebiasaan ini di kerajaan Crysozh. "Silahkan." Alisya menjawab singkat setelah meletakkan cangkirnya di atas meja. Aroma bunga lavender menguar bersama kepulan uap yang melarikan diri dari dalam cangkir bermotif kupu-kupu. Sudah lama putra pertama mendiang Raja Nandri tidak menikmati teh lavender sejak kepergian Alisya dari kerajaan Crysozh. Sebagai kakak kandung Alisya, Raja Rifian sangat mengerti adiknya tidak bisa tidur selama berhari-hari. Meski begitu, sepulang dari kerajaan Kosmimazh untuk pertama kali Alisya terlihat berbeda. Usia Alisya memang baru menginjak dua puluh dua tahun, tetapi kini putri kerajaan Crysozh telah menjadi seorang ratu di negeri tetangga. Tidak bisa dipungkiri, wanita berambut merah di hadapan Raja Rifian terlihat lebih dewasa. "Kamu masih kesal kepada ibu?" Rifian m
Meski masalah kepercayaan rakyat kepada Raja Rifian telah bisa diatasi, Alisya tidak bisa tenang selagi misteri konspirasi penyihir belum terpecahkan. Kegelisahan Ratu Kosmimazh membawanya melangkah menuju ruangan kepala dokter kerajaan Crysozh, Iason. Di dalam ruangan yang nyaman dengan beberapa pot bunga di dalam, Alisya kembali berhadapan dengan sang guru. Keperluannya kali ini masih tidak jauh dari permasalahan Selir Neelam. "Guru ... apakah kematian selir-selir ayahku benar-benar tidak diketahui penyebabnya?" tanya Alisya dengan raut wajah serius. Iason memejamkan mata sesaat seolah mengorek informasi dari kerak dalam ingatannya. Pria tua itu berkata, "Selir Halina, wanita itu sebenarnya seorang penyendiri. Dia memang terlihat pendiam, tetapi sebenarnya ramah. Akan tetapi, selir itu mengidap depresi akut dan kerap kali berhalusinasi. Akhirnya, Selir Halina diasingkan karena dianggap sering membuat kekacauan. Apa kamu ingat?" tanya Iason. Semua selir mendiang Raja Nandri datang
Seorang wanita dengan perut bulat duduk di tepi ranjang. Raut wajah wanita berambut merah dengan bibir merah delima terlihat gelisah. "Yang Mulia ... aroma ini ...." Hidung mancung Amaira menghirup aroma wangi yang tidak biasa dari tubuh suaminya. bukan merasa nyaman, bagi Amaira aroma itu justru membuat kepalanya seakan berputar. Lebih parah lagi, aroma itu membuatnya memuntahkan isi perutnya berkali-kali. "Kamu akan muntah lagi?" tanya seorang pria berbadan besar di depan Amaira dengan sedikit membungkukkan badan. Tanpa menjawb, Amaira berlari meninggalkan pria itu sambil menutup mulut. Tidak lama kemudian, terdengar suara Amaira memuntahkan isi perutnya. Setelah memuntahkan isi perut, Amaira kembali ke kamar dengan raut wajah pucat. Sudah lebih dari lima kali dama sehari Amaira memuntahkan isi perut. Tubuh Amaira terasa lemas karena kekurangan asupan, padahal dia sedang mengandung. "Kamu tidak apa-apa?" tanya pria bertubuh besar lagi dengan kedua tangan mencengkeram lengan Ama
Seorang gadis berambut cokelat berjalan bersama dua orang dayang di kiri kanannya. Memandag interior mewah istana kebanggaan kerajaan Crysozh, mata biru Neelam seakan dibuat tidak berhenti untuk melihat setiap sisi istana. "Nona, ke arah sini!" ujar seorang dayang mengejutkan ketika mata Neelam nyaris tidak berkedip menyaksikan ornamen dan lukisan di langit-langit istana. "Ah ... iya." Neelam segera mengikuti langkah kedua dayang. "Neelam?" tegur seorang pria membuat langkah kaki gadis berponi cokelat terhenti. Spontan kepalanya berputar mencari asal suara, membuat rambut coklat lurus bergerak bagaikan tirai tertiup angin. "Tuan Ega!" Sepasang mata Neelam melebar. Tiba-tiba lidah Neelam tercekat. Tanpa sadar lidahnya mendorong ludah memasuki kerongkongan. Penasehat kerajaan Crysozh diam sejenak memikirkan kemungkinan yang terjadi pada Neelam. 'Kenapa gadis ini di sini bersama dayang istana?' "Kenapa ...." ucap Neelam dan Pangeran Ega bersamaan. Kemudian keduanya segera terdiam. S
Rombongan dayang mengikuti langkah gusar ratu menuju ruang kerja raja. Dengan tangan memegang perutnya yang buncit, Amaira berusaha berjalan cepat. Dua orang dayang di sisi kiri-kanan sang ratu, juga melangkah dengan kecepatan yang sama. Dua orang prajurit berdiri di samping pintu berwarna merah dengan motif cahaya matahari di kedua daun pintu. Tidak menghiraukan kedua prajurit yang memberikan penghormatan, ratu menerobos masuk ke dalam ruang kerja raja. Suara pintu terbuka mengejutkan dua orang yang ada di dalam. "Ratu ..." sapa pria berambut cokelat dengan sedikit menundukkan kepala. Mata ratu segera tertuju kepada pria berambut merah di belakang meja. Meski raut wajah ratu terlihat buruk, pria nomor satu di kerajaan Crysozh menyambut istrinya dengan tenang dan senyuman. "Yang Mulia! Apa maksud Yang Mulia mengambil selir tanpa persetujuanku?" Amaira mengetatkan rahang sedangkan tangannya mengepal erat. Raja Nandri memberikan isyarat wajah ke