Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.😍😍😍 Thanks, I ❤️u. Kalian ada di hati author Sunny.
Dafandra dikejutkan oleh ucapan ratu. Pangeran itu dihadapkan pada pilihan yang sulit. Di satu sisi jelas Dafandra tidak ingin mengecewakan ratu. Di sisi lain, pangeran itu tidak ingin memaksa Alisya untuk bercinta. "Tenanglah, Ibunda. Aku hanya butuh lebih banyak waktu untuk bersama dengan Alisya. Aku belum punya keinginan untuk menikah lagi dalam waktu dekat." Tentu saja, pernikahan kedua hanya akan memperkeruh keadaan di saat hubungannya dengan Alisya tidak berjalan dengan baik. "Anakku, wanita itu sangat licik dan sekarang dia mengandung. Kita harus tetap waspada dan memanfaatkan momentum ini dengan baik.""Tentu, Ibunda." Dengan menyimpan sedikit kegelisahan, Dafandra pergi dari ruangan ibunya. Pangeran itu telah membuat janji untuk bertemu Alisya. Meskipun bukan janji bercinta, tetapi kesempatan ini sangat berarti bagi Dafandra. Pangeran itu berencana membangun hubungan yang baik dengan putri dari kerajaan Crysozh. Malam itu Dafandra berjanji akan menemui Alisya di paviliunn
"Kim, apa yang kamu lakukan? Berdirilah!" "Hamba tidak akan berdiri sampai Putri berjanji untuk menemui pangeran mahkota." Kim berkata seraya menundukkan kepala."Baiklah, aku bersedia, tetapi aku mempunyai syarat.""Apa itu, Putri?" Kim mulai terlihat bersemangat."Kawal aku dari awal sampai akhir.""Tentu saja, Putri. Itu sudah tugas hamba untuk menjamin keselamatan Putri." Setelah bersepakat dengan Kim, secara sembunyi-sembunyi Alisya pergi bersama Kim. Putri itu mengenakan sebuah mantel berwarna biru tua sehingga orang-orang tidak bisa dengan jelas melihat wajahnya. "Sudah sampai, Putri. Silahkan masuk." Kim membungkukkan badannya dan mempersilahkan Alisya untuk masuk ke dalam ruangan Fasya."Masuklah bersamaku!""Tidak, Putri. Pangeran Mahkota hanya ingin berbicara secara pribadi dengan Putri." Alisya menghela napas panjang. Putri itu sadar, jika sampai ketahuan tindakannya bukan hanya akan memancing kecemburuan Selena, tetapi juga kemarahan Dafandra. Akan tetapi, sang putri s
"Yang Mulia, aku akan meresepkan obat untukmu." "Baiklah." Alisya mengambil secarik kertas di meja dan menuliskan resep obat untuk diminum dan untuk dibalurkan di kulit. Saat menulis sekilas Alisya mencuri pandang ke arah pangeran mahkota. Wajahnya terlihat murung. Tentu saja, fakta seperti ini pasti akan mengejutkan siapa pun. "Ini, Yang Mulia." Alisya mengulurkan resep obatnya kepada Fasya."Alisya ... kumohon bantu aku untuk mengakhiri ini semua." Alisya tertegun mendengar ucapan Fasya. "Maksud Yang Mulia?""Jika raja sampai mendengar tentang fakta ini, pasti hatinya akan sangat sedih dan menganggu kesehatannya. Akan tetapi, sejujurnya ini sangat menyakitkan untukku." Fasya menghela napas panjang sembari menahan air matanya. Kisah hidupnya sejak awal sudah sangat menyedihkan, ditambah lagi fakta baru yang membuat Fasya ingin mengakhiri hiduyp sekarang juga. "Aku akan memberikan pengakuan kepadamu. Sejujurnya, setelah mendengar fakta ini aku merasa sedikit lebih lega karena bu
Berhari-hari sejak pertemuan Selena dengan ratu dan Alisya membuat hidupnya menjadi tidak tenang. Meski belum ada satu pun hal buruk yang menimpa Selena, Putri dari Samargdyzh itu merasa terancam. "Apa yang sebenarnya terjadi kepadamu Selena, beberapa hari ini kamu terlihat tidak nyaman?" ucap Fasya sebelum beranjak tidur."Benarkah? Apakah seburuk itu ekspresi wajahku?" Selena menjawab dengan murung."Ada apa, Istriku? Katakanlah!""Tidak ada apa-apa. Aku hanya sedikit rindu dengan ayahanda dan Ibunda.""Jika kamu rindu, cobalah mengirim surat kepada mereka.""Tentu, terima kasih atas perhatiannya, Suamiku." Tidak lama setelah itu Fasya tertidur sedangkan Selena belum bisa memejamkan matanya barang sesaat. Putri berambut pirang itu dipenuhi kebencian kepada Alisya. Ingatannya membawa kembali pada kejadian dua pekan yang lalu saat dirinya melihat Alisya keluar dari ruangan Fasya bersama dengan Kim. Tingkat rasa ingin tahu Selena berada pada titik maksimal. Juga ucapan memojokan Alisy
"Apa yang kamu lakukan kepada menantuku?" selidik ratu."Hamba tidak melakukan apa pun," jawab Belen apa adanya. Kecurigaan ratu langsung tertuju kepada Belen. "Kenapa dia bisa terluka?" "Hamba tidak tahu, Ratu. Saat hamba melintas tidak sengaja mendengar suara gaduh di koridor. Sesampainya di sana putri telah terluka." Ratu menghela napas panjang. Kecurigaan ratu bukan tanpa alasan. Meski Dafandra dan Belen telah berteman sejak lama, tetapi kematian Maulvi bisa jadi pemicu retaknya hubungan persahabatan mereka. Bukankah darah lebih kental dari pada air? "Benarkah?""Benar, Ratu. Jika Ratu tidak percaya, Anda bisa menanyakan langsung kepada putri saat dia tersadar." Dafandra yang baru saja pulang dari pangkalan militer terkejut mendengar cerita pelayan Alisya. Serta-merta hati pangeran berambut pirang itu dipenuhi kecemasan. Tanpa membuang waktu, Pangeran kedua berlari menuju ruangan dokter. Sesampainya di sana dia bertemu dengan ratu dan Belen yang tengah menunggu Alisya di luar
Baik Alisya ataupun Dafandra keduanya hanya saling diam. Bukankah mereka tidak pernah sedekat ini sebelumnya? Meski begitu, sebenarnya hati mereka saling terpaut. Tidak ada kata maaf dari Dafandra. Alisya pun tidak terlihat kesal seperti sebelumnya. "Tinggal sedikit obatnya," kata Dafandra memecah keheningan."Aku tidak ingin lagi." Alisya menjawab dengan canggung. Tiba-tiba terdengar suara Arys dari balik pintu. Sepertinya ada hal serius yang akan dia sampaikan. Dafandra segera memerintahkan pengawal pribadinya untuk masuk. "Ada apa Arys? Bukankah aku telah memerintahkanmu untuk memata-matai Selena?""Lapor, Yang Mulia. Putri mahkota kehilangan bayinya.""Apa maksudmu?""Setelah beberapa hari tidak terlihat baru saja hamba mencuri dengar dari pembicaraan dokter yang merawat putri mahkota.""Apa yang terjadi Kepadanya? Apakah dia terjatuh?" tanya Alisya dengan suara lirih."Hamba dengar itu karena racun.""Racun? Apakah dia memakan sesuatu?""Tidak, Putri. Racun itu berasal dari seb
Dikarenakan keadaan Alisya yang memerlukan perawatan ekstra, Dafandra memutuskan untuk terus bersama Alisya hingga Festival Nikiniki. Festifal itu akan dilakukan awal bulan depan untuk memperingati kemenangan kerajaan Kosmimazh atas kelompok penyihir jahat. Pangeran itu berharap kondisi Alisya telah membaik dan dapat mengikuti festival tahunan kerajaan Kosmimazh. Selain dari itu, Dafandra juga berencana akan menyatakan cintanya kepada Alisya pada malam Festival Nikiniki. Dia sangat berharap, hubungannya dengan Alisya akan semakin membaik. Juga sandiwara pernikahannya akan berakhir. "Yang Mulia waktunya mengganti perban." Seorang dokter wanita berambut hitam terikat di belakang memasuki ruangan. Senyumnya ramah juga tingkahnya sopan. Dafandra membantu Alisya untuk duduk. "Maaf, Putri. Mohon izin untuk melepas baju." Dokter wanita itu duduk di samping Alisya."Biar aku yang melakukannya," kata Dafandra tiba-tiba. Spontan pandangan mata Alisya dan dokter wanita itu tertuju kepada Da
Seorang wanita berambut pirang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Wajahnya terlihat gelisah. Tangan kanannya mengepal menghantam telapak tangan kiri. Berkali-kali dia menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan, juga mengatur napas, tetapi tidak membuatnya tenang sedikit pun. Tidak lama kemudian pengawal di luar pintu mengabarkan kedatangan suami wanita itu, pangeran mahkota kerajaan Kosmimazh. Buru-buru wanita berambut pirang duduk dengan tenang di sofa panjang yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Hormat kepada Pangeran Mahkota." Wanita itu kembali berdiri dan menyambut kedatangan suaminya. Seolah-olah dia telah menunggu dengan tidak sabar. Para penandu Fasya membawanya mendekati Selena. Kini keduanya duduk berhadapan. Setelah itu Fasya memberikan isyarat dengan lambaian tangan kepada para penandu untuk menunggunya di luar ruangan. "Yang Mulia ...." Selena menunjukkan wajah sedihnya tanpa malu-malu. Dari pelupuk matanya mengalir cairan bening penuh kepedihan. "Saya