Sudah satu bulan lamanya sejak Sabrina menggantikan Maya menjadi sekretaris. Selama satu bulan tersebut, Adam bekerja sangat keras. Namun, pekerjaan banyak yang tak terselesaikan dengan baik, tak peduli bagaimanapun juga Adam telah berusaha dengan sangat gigih membanting tulang.
Di depan Adam, kini sang ayah memasang wajah seram seolah akan memakan anak semata wayangnya hidup-hidup. Beliau terlihat sama sekali tak puas dengan kinerja sang anak.
"Apa saja yang kamu lakukan di kantor? Aku tanya ke Maya, kamu bahkan sering lembur. Mengapa aku menerima laporan kinerja yang begitu buruk darimu?" ujar Tuan Paul dengan nada tinggi. Beliau duduk di kursi kerja Adam dengan menyilangkan kaki, membiarkan putranya berdiri mematung dan menunduk karena merasa bersalah dan tak bisa memberikan pembelaan diri yang memadai.
"Kudengar, kamu sering sekali membatalkan janji dengan klien secara mendadak. Tiga orang investor bahkan membatalkan niat kerja samanya dengan perusahaan kita. Hanya dalam waktu satu bulan! Dan itulah prestasimu yang luar biasa," bentak Tuan Paul sambil menggebrak meja. Matanya merah mendelik seakan hendak lepas. Gigi-giginya menggertak disertai geraman sangat keras hingga Adam bisa mendengarnya. "Keledai sekalipun tak akan pernah melakukan hal bodoh seperti ini!"
Adam gemetar. Dia tak sanggup menatap kemarahan sang ayah bila saat ini yang beliau ucapkan semuanya adalah kenyataan. Yang dia tidak pahami, mengapa ayahnya semakin keras dalam mengambil tindakan. Beberapa tahun sebelum ini, ayahnya tak bersikap demikian padanya. Apakah karena penyakitnya? Ataukah karena ada hal lain?
Bila semarah ini, Adam bahkan tidak berani meminta maaf. Sedikit kata pun pasti akan terdengar seperti kesalahan di telinga ayahnya. Semua yang dia katakan akan seperti membela diri.
"Katakan sesuatu!" bentak sang ayah lagi karena beliau saat ini benar-benar tak bisa mengampuni kesalahan Adam. Sejak Tuan Paul memutuskan untuk pensiun, ini adalah kesalahan terbesar yang Adam lakukan. Beliau tak mungkin meninggalkan perusahaan dengan cara memimpin Adam yang seperti menjaga warung.
"Lakukan perbaikan selama sebulan! Kau akan kuampuni bila semua kembali seperti sedia kala!" ujar Tuan Paul. Beliau lalu beranjak dan pergi dari kantor Adam tanpa menoleh lagi, meninggalkan Adam dalam ketakutan yang sangat.
Ini adalah bencana besar bagi Adam. Dia tahu bahwa diam-diam ayahnya memperhatikan bagaimana perusahaan sangat terbantu akan kehadiran Maya dan segera kehilangan keseimbangan saat Maya pergi. Bila Adam tak segera mengatasi hal ini, ayahnya tak akan segan-segan mengancam akan membiarkan Maya menggantikan kedudukannya di sini.
Bila sampai hal itu terjadi, tamatlah semua rencana Adam. Menikahi Maya pun tak akan ada gunanya bila semua akhirnya jatuh ke tangan wanita itu. Karena itulah, Adam merasa harus berusaha menganalisis semua permasalahan ini segera. Dia harus segera menemukan biang kerusakan kinerjanya.
Tak perlu lama berpikir. Kesalahan pertama adalah ketidakbecusan Sabrina dalam menghandle pekerjaan. Yang kedua, dia menghabiskan terlalu banyak waktu untuk kedua istrinya. Apa boleh buat, dia harus segera mengambil tindakan.
Karena tak ingin memecat Sabrina tiba-tiba dan agar Sabrina tak marah padanya, Adam menugaskan seorang sekretaris lagi yang paling senior dari departemen administrasi untuk membantu pekerjaan Sabrina. Namun, hal ini tentu akan membuat waktu pribadinya bersama Sabrina berkurang. Karena itu, sepertinya dia harus memilih salah satu saja dari istrinya untuk ditangani bulan ini.
Paling aman, dia akan memilih Maya saja. Namun, Sabrina pasti tak akan terima dengan hal ini. Karena itulah, dia harus meminta kompromi dari Sabrina.
"Bulan ini aku akan sangat sibuk. Tak mungkin mendatangi kamu dan Maya dalam satu malam seperti biasa," ujar Adam siang itu saat mereka makan di restoran dekat dengan kantor.
Sabrina hanya terdiam tak menjawab. Dia tahu Adam akan meminta persetujuan untuk mendatangi Maya saja. Atau minimal menggilir mereka bergantian setiap harinya. Semalam untuk Maya, semalam untuknya. Sabrina tak suka akan hal ini. Jadi, dia memilih untuk tidak menjawab. Sebagai gantinya, dia hanya berpura-pura memakan pastanya dengan lahap tanpa menatap Adam sedikit pun.
Namun, pilihan Adam sangat mengejutkan bagi Sabrina. Tak sesuai dengan dugaannya.
"Aku akan bilang ke Maya, bulan ini aku lembur setiap hari. Jadi, aku akan pulang ke tempatmu lebih dulu, lalu pulang ke rumah saat Maya sudah tidur." Adam menjelaskan dengan penuh harap agar Sabrina mengerti betapa dirinya masih mengutamakan kekasihnya di atas Maya.
Sabrina tercenung. Matanya beralih perlahan melirik Adam. Dia tahu, Adam sudah melakukan yang terbaik. Dengan begini, akan banyak hal positif yang Sabrina dapatkan. Adam tak perlu menyentuh Maya yang telah tertidur pulas saat dini hari. Apalagi bila Adam berangkat sangat pagi, pastilah keduanya bahkan tak sempat bertemu atau bahkan sekadar saling sapa.
Senyuman lebar perlahan mengembang di bibir Sabrina. Dia kemudian mengatakan setuju atas keputusan Adam. Pria yang sedang kebingungan mengatur jadwal kedua istrinya itu pun merasa sangat lega atas persetujuan Sabrina. Dengan begini, dia bisa lebih fokus pada pekerjaannya.
"Tambahan. Kamu harus berangkat ke kantor sebelum Maya bangun. Bagaimana?" tanya Sabrina menggunakan kesempatan ini untuk memaksakan semua keberuntungannya. Dengan tatapan intens, wanita berwajah bulat itu tak memalingkan pandangan dari Adam.
Adam pun, tak punya pilihan lain selain menjawab dengan kesanggupan. "Baiklah! Aku setuju!"
***
Adam masuk ke rumah dengan mengendap-endap karena saat ini sudah pukul satu dini hari. Dia tak ingin membangunkan Maya.
Namun, alangkah terkejutnya Adam tatkala lampu rumah masih menyala. Dia mendapati Maya yang tertidur di meja di atas sebuah buku. Kali ini sepertinya novel komedi romantis.
Adam menelan ludah. Tak seharusnya Maya melakukan hal ini. Bukankah seharusnya dia segera tidur saja agar tak terlalu lelah?
Karena merasa kasihan, dia pun membopong Maya untuk menidurkan istrinya di ranjang. Dalam hati, Adam tiba-tiba merasa kasihan kepada Maya. Seharusnya, keadaan Maya bisa lebih baik daripada saat ini. Andaikan dia bukan anak sahabat ayahnya, pasti Maya tak akan bernasib demikian. Menikah dengan pria yang tak mencintainya, berada dalam rumah tangga penuh kepalsuan.
'Sudahlah!'
Adam menepis kerisauan dalam hati agar tetap bisa menjalankan misi dengan baik dan sempurna. Yang penting, dia harus mendapatkan warisan sang ayah. Dia akan memberikan alimoni yang banyak untuk Maya sebagai ganti rugi perceraian. Agar Maya tak hidup menderita nantinya selepas mereka bercerai.
'Maafkan aku, Maya! Semoga nanti kau bisa bertemu pria yang baik dan menyayangimu setelah kita berpisah!' gumam Adam dalam hati sambil mengamati wajah polos Maya yang sedang tertidur pulas dalam gendongannya.
Adam lalu membaringkan Maya perlahan di ranjang. Tanpa sadar, dia pun memberi kecupan lembut di kening istrinya.
Entah ada hubungannya atau tidak. Namun, saat ini Maya tersenyum dalam tidurnya. Dengan memejamkan mata, dia pun mengigau, "Adam, berjanjilah padaku ... jangan pernah tinggalkan aku ...."
Tak terasa, sudah sepuluh hari berlangsung misi Adam untuk mengatur kesibukannya di kantor dan di rumah. Sabrina tak terlihat marah karena Elena, sekretaris senior yang diperbantukan menghandle lebih banyak pekerjaan sekaligus memeriksa kembali pekerjaannya.Sedangkan Maya yang hanya memiliki pikiran positif kepada Adam, justru merasa prihatin dengan kondisi suaminya yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Badan Adam akhir-akhir ini terlihat lebih kurus. Wajahnya tak terlihat segar."Apakah kamu terlalu sibuk dan tidak makan dengan baik?" bisik Maya pelan. Dia lalu mengecup kening suaminya dan memikirkan apa yang sebaiknya dia lakukan untuk membantu kesibukan Adam. "Ah, mungkin aku akan membuatkan bekal saja untuknya. Akhir-akhir ini dia berangkat terlalu pagi sebelum aku bangun dan tidak sarapan sampai di kantor!"Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Maya sengaja bangun lebih awal kali ini agar bisa menyapa Adam sekaligus membuatkannya sar
Sabrina tersenyum puas melihat Adam mendatanginya di restoran tanpa terlihat semburat kecewa di wajah. Dia tahu Adam membawa kotak makanan hari ini. Dia memang dengan sengaja meminta Adam untuk makan di luar bersamanya demi menguji Adam mengenai siapa yang dia prioritaskan saat ini.Bila Adam datang, Sabrina akan sangat senang karena dia masih diutamakan. Bila Adam memilih makan bekal yang dibuatkan Maya, tentu Sabrina akan merasa dirinya sudah tergeser oleh Maya. Sekretaris cantik itu sangat khawatir kalau-kalau Adam terpesona dengan kepribadian Maya. Karena itulah, dia tak boleh terang-terangan berlaku buruk di hadapan Adam.Sabrina menyambut Adam dengan senyuman sangat manis yang membuai hati Adam. Pria itu senang Sabrina sudah tak marah. Mereka berdua lalu memesan makanan dan membicarakan hal-hal ringan yang tidak berhubungan dengan pertengkaran mereka tadi pagi.Damai menyelimuti perasaan Adam. Kepuasan membuncah dalam hati Sabrina. Sangat berkebalikan deng
Maya sama sekali tak ingin percaya apa yang dia lihat saat ini adalah kenyataan. Tetapi semuanya begitu nyata. Suami yang selama ini sangat baik padanya, melakukan perbuatan yang tak seharusnya dia lakukan bersama wanita lain.Sesuatu yang hanya haknya, yang seharusnya hanya untuknya, kini Adam lakukan bersama wanita lain. Keduanya tampak begitu larut hingga tak mempedulikan sekitar, tak menyadari kehadiran orang lain yang menyaksikan perbuatan yang begitu menyakitkan bagi Maya."Adam ... I love–you!" seru wanita yang menguasai Adam tatkala punggungnya melengkung ke belakang."I love–you–more, Baby! Kamu satu-satunya ...." Adam membalas dengan suara berat tertahan sebelum bibirnya mengklaim bibir wanita yang sedang bersamanya. "Cuma kamu di hatiku, Sayang!"Tentu saja, kalimat terakhir Adam membuat dunia Maya hancur berkeping-keping. Ternyata, suami yang dia kira selama ini adalah pria yang ditakdirkan untuknya, ternyata mencintai wanita
Sabrina mengantar makanan ke ruangan Adam dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi, dia senang karena Maya telah mengetahui apa yang selama ini tersembunyi. Di sisi lain, dia khawatir akan posisi Adam di mata ayahnya.Bagaimana bila Maya mengadu kepada mertuanya? Apakah Adam akan dihukum oleh ayahnya? Bila benar demikian, siapa yang akan Adam pilih?"Adam, kalau misalkan semua nggak berjalan seperti yang kamu mau ...." Sabrina berhenti sejenak, berusaha memilih kata-kata yang tidak merusak suasana. "Kalau misalkan kita ketahuan, kamu bakal pilih aku atau warisan ayah kamu?"Adam tertegun mendengar pertanyaan Sabrina yang bernada pesimis. Dia berhenti mengunyah burgernya sejenak dan berkata, "Aku bermain dengan bersih. Segalanya sudah kuperhitungkan dengan baik. Tak mungkin ketahuan!"Adam lalu melanjutkan makannya dengan cepat. Direguknya cola dari gelas langsung agar lebih puas minum. Dia tak ingin membuang waktu dengan pertanyaan Sabrina yang hany
Leo memukul Adam bertubi-tubi tanpa ampun. Kini dia sudah berada di atas Adam, menduduki pahanya, dan mencengkeram kerah Adam. Wajahnya yang beringas tak bisa menampakkan ekspresi lain selain kemarahan. Kemudian, sekali lagi, dia memukul Adam hingga hidung dan bibirnya mengeluarkan darah segar.Sementara itu, Sabrina hanya bisa menjerit-jerit meminta Leo menghentikan perbuatannya. "Leo! Hentikan! Atau aku akan memanggil polisi.""Panggil saja dan aku akan mengumumkan kebejatan kalian kepada dunia!" tantang Leo tak peduli. Dia kemudian melayangkan lagi pukulannya ke muka Adam.Adam yang memang tak mempunyai kemampuan bela diri yang baik seperti Adam, hanya menjadi bulan-bulanan saja. Apalagi kondisi tubuh yang kelelahan, membuat dia tak mampu memberikan perlawanan sedikit pun kepada Leo. Dia hanya mengerang tanpa tahu mengapa dia dipukuli dengan sadis."Leo! Hentikan! Adam bisa mati!" seru Sabrina tak bisa lagi menahan kecemasan. Kondisi Adam terliha
Keesokan harinya, Maya bangun sendirian, tidak mendapati ada jejak Adam pulang. Dia mendesah pelan. Sebaiknya dia fokus terhadap apa yang sedang dia hadapi saat ini.Setelah menjalani rutinitas pagi, Maya segera menelepon pengacara untuk menyiapkan dokumen perceraian. Namun, betapa terkejutnya dia saat mendapati banyak pesan masuk yang menyatakan ucapan selamat atas kehamilannya.Tentu saja Maya terkejut dengan hal ini. Tak hanya inbox, bahkan dia kebanjiran ucapan selamat di media sosial yang menyatakan kegembiraan atas kehamilannya. Siapa yang membocorkan rahasianya? Bukankah hanya Leo yang tahu? Tidak mungkin dokter yang memeriksanya melakukan hal ini, bukan?Maya menelan ludah. Dia tak akan bisa menyembunyikan kehamilannya dari siapa pun sekarang. Apakah Adam akan melepaskannya setelah mengetahui kehamilannya? Ataukah bahkan Adam akan berubah dan berjanji untuk menjadi suami yang baik setelah mengetahui ini semua?Gelisah membayangi Maya. Dia mengurun
Suasana ruang meeting sangat menegangkan. Adam menelan ludah. Kiamat sudah baginya. Kehancuran rencana yang telah dia pikir matang-matang sudah menyambut di ambang pintu.Ini semua karena dia terlalu serakah. Tak mungkin ada manusia yang bisa berdiri di atas dua kursi. Seharusnya, sejak awal dia memilih salah satu saja. Warisan atau Sabrina. Karena tak bisa menjatuhkan keputusan yang tepat, Adam mencoba memperjuangkan keduanya yang justru berujung sengsara.Sementara itu, Sabrina lebih tercengang dengan apa yang tersaji di hadapannya. Selama ini, dia mengira Leo adalah pria miskin yang tak memiliki pekerjaan tetap. Pertama bertemu, Leo bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan. Tak lama karena dirinya dipecat setelah memukul seorang customer yang melecehkan Sabrina. Sejak saat itulah mereka berkencan.Beberapa bulan kemudian, Leo mendapatkan pekerjaan sebagai seorang bartender di salah satu kelab malam elit. Cukup lama Leo bertahan di sana. Sampai akhirnya dipe
Adam tak ingin membuang waktu lagi. Ayahnya sangat ketat soal deadline. Namun, Adam bingung. Siapakah yang akan dia temui terlebih dahulu untuk diajak bernegosiasi. Maya ataukah Sabrina?Bila ingin menentukan pilihan, Adam harus menentukan prioritas terlebih dahulu. Memilih Maya, berarti mendapatkan hartanya dan meninggalkan Sabrina. Ini sangatlah tidak Adam inginkan.Sedangkan memilih Sabrina, dia pasti akan bahagia karena cintanya dan Sabrina tak akan ada lagi yang menghalangi. Sabrina pasti akan menyukai hal ini juga. Namun, bagaimana dengan kehidupan mereka selanjutnya? Akan bekerja seperti apa dia nanti bila sang ayah tak memberi bantuan sedikit pun? Bahkan dia tak mungkin bisa melamar CEO di perusahaan lain, bukan?Hati Adam dipenuhi kebimbangan. Tak adakah cara untuk mendapatkan keduanya? Tak adakah yang bisa dia lakukan untuk mengatasi krisis ini? Hatinya tak sanggup melepaskan harta maupun Sabrina. Dia tak ingin hidup miskin dengan Sabrina. Dia be
Lima tahun telah berlalu sejak kepergian Maya. Kini, si kembar telah tumbuh menjadi anak yang sehat dan lincah. "Paul, Freya! Ayo cepat turun dan habiskan sarapan kalian!" seru Adam dari bawah memanggil kedua anaknya yang terdengar ribut di atas saat berganti pakaian. "Ayah, Paul menyembunyikan bonekaku! Padahal aku ingin mengajaknya jalan-jalan saat menjemput Paman Leo di bandara!" jawab Freya dengan suara hampir menangis. Gadis kecil berambut gelap bergelombang itu semakin tampak mirip dengan ibunya seiring dengan bertambahnya usianya. "Bohong! Kamu sendiri yang lupa meletakkan di mana boneka kelinci jelekmu itu. Jangan menuduh sembarangan!" sanggah Paul dengan suara melengking. Mata gelap miniatur Adam itu memandang tajam saudarinya yang berukuran lebih mungil darinya. Dengan tubuhnya yang lebih kuat dan besar, dia memang kerap mengusili Freya. Sekalipun dia berkali-kali dihukum, mengusili kembarannya sudah bagaikan candu yang akan tetap dia lakukan tak peduli apa pun konsekuen
Adam memandangi kedua makhluk kecil yang ada di hadapannya dengan linangan air mata. Begitu kecil dan rapuh. Mereka membutuhkan selang-selang bantuan untuk hidup."Anak-anakku ...." Kata-kata yang Adam bisikkan dengan penuh perasaan, membuat Leo merasa keputusan Maya untuk menyerahkan bayi-bayinya kepada ayah kandungnya adalah pilihan yang tepat.Darah lebih kental daripada air. Begitulah. Adam pun menyayangi kedua anaknya karena mereka adalah darah dagingnya sendiri."Dia begitu bahagia saat mendengar bahwa dia mengandung anak kembar. Aku pun begitu. Sampai-sampai aku mengumpat betapa beruntungnya dirimu," jelas Leo mengenang saat-saat Maya bersorak mengetahui jenis kelamin bayinya. "Seandainya saat itu dia hamil dengan pria yang tulus mencintainya, pasti akan sangat membahagiakan. Tahukah kau perasaan Maya saat melihat kau dan Sabrina bergembira saat tahu jenis kelamin bayi kalian?"Ada
Dua bayi, lelaki dan perempuan yang berpelukan di ruang NICU itu berukuran sangat kecil. Yang lelaki beratnya 656 gram, sedangkan lainnya 533 gram. Banyak selang menempel di tubuh kecil mereka demi memperjuangkan detak jantung keduanya.Kulit mereka begitu keriput. Begitu kurus seperti hanya tulang dan kulit tanpa selapis daging pun. Bila orang berkata bahwa bayi sangat lucu, pemandangan yang disaksikan mata hijau pria kekar yang mengamatinya dari kaca luar ruangan tidak demikian. Mereka berdua jauh dari kata lucu. Seperti alien. Seperti bukan manusia.Kesedihan masih belum bisa lepas dari hati Leo. Melihat mereka berdua membuat Leo teringat akan sang ibu yang telah berjuang mempertahankan nyawa mereka. Usaha telah dilakukan sebaik mungkin walau hasilnya tak sempurna, seperti yang diinginkan oleh semua pihak."Maya, mereka akan berterima kasih padamu suatu hari nanti," bisik Leo dengan suara yang bergetar hebat karena menahan air mata."Paul, Freya .... J
Dapur kecil sebuah di sebuah apartemen mungil milik lelaki menawan berbadan atletis, kini dipenuhi dengan aroma butter yang menggoda. Tak hanya aroma makanan yang membuat air liur menetes, tapi ada pemandangan lain yang tak kalah menggiurkan. Celana training pria yang sedang beraksi di dapur tersebut menggantung terlalu rendah di bagian pinggang, membuat wanita mana pun yang memandang tak akan bisa melewati harinya tanpa merasa kepanasan karena terbayang pemandangan indah itu sepanjang hari. Andai saja ada seorang wanita di sana, pasti kelima indranya akan dimanjakan dengan kenikmatan duniawi karena suara pria yang sedang memegang wajan dan tongs itu pun akan membuat hati semua kaum hawa berdesir bila sedang berbicara. Jangan tanya bagaimana sensasi yang dirasa bila suara merdu itu berbisik di telinga, sudah bisa dipastikan para bidadari dunia akan melayang walaupun tak ada sayap yang menempel di punggungnya. Namun, di saat yang sama, siapa pun yang melihat waj
Pukulan Adam yang pertama mengenai wajah Leo. Namun, yang kedua tentu berhasil ditangkis oleh lawannya."Adam! Hentikan! Mengapa kau tiba-tiba memukul Leo!" jerit Maya berusaha menghentikan amukan Adam.Adam tak peduli. Dia masih berusaha menghajar Leo. Sementara Leo yang sebenarnya dapat dengan mudah menghabisi lawannya, hanya sibuk menangkis dan menahan serangan Adam. Tak sampai hati dia memukul Adam karena ada Maya di sampingnya."Hei! Mengapa kau berbuat sembarangan seperti ini? Ingatlah kita sedang di rumah sakit!" bisik Leo pelan tapi tegas."Kau apakan Sabrina, huh? Seorang saksi mengatakan istriku jatuh setelah pria berambut pirang dengan tubuh besar membuatnya ketakutan!" balas Adam dengan geram. "Siapa lagi kalau bukan kau!"Leo pun mengernyit. Dia bingung dengan pertanyaan Adam. Dia memang sempat bersitegang dengan Sabrina. Namun, apakah semengerikan itu sampai-sampai membuat kondisi Sabrina dalam keadaan kritis?"Kamu! Kamu pasti
Sabrina berjalan menyusuri koridor perlahan karena merasakan sakit di perutnya. Dia tak menyangka bahwa kegiatan hari ini membuatnya kelelahan. Bagaimanapun juga, berjalan kaki sejauh dua kilometer dari apartemennya ke rumah sakit bukan tugas mudah untuk wanita hamil sepertinya.Dering ponsel yang lembut pun membuat Sabrina terkaget. Dia lalu mengangkat telepon yang berasal dari suaminya. Dalam hati, Sabrina sangat cemas. Dia takut Adam sudah sampai di rumah lebih dulu dan mendapati apartemen mereka kosong."Sabrina, kamu di mana?" tanya Adam dari ujung telepon dengan suara cemas."Aku ... aku keluar sebentar. Suplemen penambah darahku habis." Sabrina menjawab dengan sedikit tergagap karena dia tak meminta izin kepada Adam bahwa dia akan menemui Maya hari ini. Jika suaminya tahu, pastilah akan menentang aksi frontalnya kali ini. Bagaimanapun juga, Adam akan menganggap dirinya mengemis kepada Maya untuk memperbaiki kondis
Maya memutuskan untuk mempertahankan kandungan. Dokter hanya bisa berbuat yang terbaik untuk menjaga kondisi Maya. Sudah sebulan lebih Maya tinggal di rumah sakit. Kondisi Maya naik dan turun tanpa bisa diprediksi.Leo mengunjungi Maya setiap hari setelah dia membantu menangani urusan Wilson Group karena Maya menanyakan laporan setiap hari. Pria yang terlihat atraktif itu kini terlihat lebih layu. Bukan karena kelelahan, tetapi karena setiap hari dia mengkhawatirkan kondisi Maya."Leo, aku tiba-tiba ingin makan jeruk," bisik Maya lemah. Tidak biasanya dia ingin merepotkan Leo, tetapi kali ini dia benar-benar ingin makan jeruk."Aku keluar sebentar. Kamu tunggu, ya?" Leo tersenyum lemah. Dia mengusap rambut Maya dengan penuh rasa sayang sekaligus iba. Hati Leo terasa sakit setiap mengingat penderitaan Maya yang berusaha mempertahankan bayinya walau kondisinya memburuk.Beberapa menit setelah Leo keluar, seseorang memasuki kamar Maya. Wanita lemah itu sampa
Kondisi Maya tiap hari semakin buruk. Walaupun segala upaya telah dilakukan, baik dengan diet mengurangi garam dan olahraga ringan secara teratur, tetapi kondisinya semakin turun.Saat mendapatkan berita ini dari perawat yang menjaga Maya, Leo yang terlanjur kembali ke Washington DC untuk memenuhi janji ke ayahnya, segera kembali dan meminta izin kepada sang ayah untuk diberi waktu tambahan. Walaupun sepertinya tidak mungkin akan dikabulkan."Aku tak percaya padamu. Kau pasti akan menggunakan kesempatan ini untuk kabur lagi dariku." Sang ayah tak mau lagi tertipu oleh Leo. Beliau tak mau memberi izin kepada Leo."Ayah, kumohon beri aku waktu empat bulan lagi." Leo memohon dengan sangat. "Setelahnya aku akan benar-benar kembali dan tak akan pernah pergi lagi darimu."Namun, memohon kepada Tuan William Warren sama saja memohon kepada batu. Tak akan pernah hatinya tergerak oleh keinginan Leo yang tulus
Adam merasa sangat terluka. Mengapa sang ayah memperlakukan dia seperti anak buangan. Namun, dia ingat kata-kata sang ayah tentang uangnya. Bila ingin uang darinya, Adam harus menuruti kemauan sang ayah. Bila tidak, maka dia harus mencari uang sendiri."Sudahlah! Ayah hanya menepati janjinya untuk tidak memberiku sepeser pun dari hartanya." Adam menenangkan Sabrina yang terlihat sangat dendam.Wajah Sabrina yang tersulut kemarahan memang membuat Adam khawatir. Takut akan terjadi hal yang buruk dengan kandungannya.Dari luar, kehidupan Adam dan Sabrina mungkin terlihat baik-baik saja. Namun, sebenarnya, hari-hari mereka begitu berat. Sehari-hari, mereka menjalani semua pekerjaan kasar mereka di restoran dan pulang dalam keadaan sangat lelah.Awalnya, Sabrina berusaha tabah menjalani. Namun, kehamilan memberatkannya. Apalagi saat dia memikirkan bayinya yang akan segera lahir. Pasti akan m