Keberadaan Sabrina di kantor setiap hari sangat menggangu konsentrasi Adam. Karena itulah, selama ini, Adam tak pernah sekali pun menginginkan Sabrina menjadi sekretarisnya. Apalagi, Sabrina tak sebagus Maya dalam bekerja. Adam harus bekerja keras bahkan untuk menyusun file dan mengatur semua jadwal meeting yang kadang tumpang tindih. Sesuatu yang tak perlu dia lakukan bila Maya yang menjadi sekretarisnya.
Namun, Adam bertekad untuk menjalani semua ini demi keberhasilan dalam cinta dan tahta. Bukankah untuk meraih suatu tujuan memang diperlukan kerja lebih keras?
"Astaga! Lagi-lagi ada dua meeting dalam satu waktu," gumam Adam kebingungan. Namun, kesalahan seperti ini tak bisa membuatnya memarahi Sabrina. Dia harus memperlakukan Sabrina dengan kesabaran tingkat tinggi agar wanita itu tak kabur dari pelukannya.
"Sayang, kamu bisa beresin jadwal yang dobel ini?" pinta Adam dengan halus agar Sabrina tidak tersinggung.
Sabrina yang sudah merasa bekerja dengan serius merasa ditegur. "Ada yang begitulah? Bukankah sudah aku atur deng—"
Sabrina menutup mulutnya yang membuka. Dia meminta maaf pada atasannya dan segera menelepon salah satu rekan bisnis yang menurut Adam akan bersedia mengganti jadwalnya. "Tuan Aiden saja karena beliau lebih longgar jadwalnya. Tolong, ya!" ujar Adam sambil mengingat-ingat informasi yang dia dapatkan dari Maya.
Jauh dalam lubuk hati, Adam merindukan keadaan seperti dulu. Saat Maya masih menjadi sekretarisnya dan saat dia masih pacaran dengan Sabrina. Keadaan sangat santai dan tidak menuntut. Pekerjaan juga lebih teratur.
Namun, tentu saja, ada nilai plus saat Adam bersama Sabrina di kantor. Saat jadwalnya sedikit luang, Adam bisa mengisinya dengan bermesraan dengan wanitanya. Hal ini tentu tak akan bisa dia lakukan bila Sabrina tidak menjadi sekretarisnya. Waktu yang seperti saat inilah yang Adam dambakan. Waktu istirahat yang menyenangkan di sela-sela kepenatan di kantor.
Hal baru bagi Adam tentunya yang selama ini selalu bersikap profesional. Dia tak pernah mencampurkan antara bisnis dengan kesenangannya. Dulunya, Adam mengira hanya pria tak tahu diri yang melakukan hal tersebut di kantor bersama karyawannya. Namun, Adam tahu, kondisi mereka mungkin mirip dengan kondisinya saat ini. Dipaksa menikahi wanita yang tak dicintainya, dan ingin dekat dengan cintanya sehingga mereka memilih kantor sebagai salah satu sarang cinta.
"Adam, aku ...."
"Ssst! Ini di kantor, Sayangku! Jangan berisik!" Adam mengingatkan Sabrina agar tak bersuara keras karena takut ada yang mendengar. Walaupun ruangan telah dikunci, tetapi Adam tak yakin bahwa ruang kantor kedap suara. Dia pun membungkam mulut Sabrina dengan mulutnya saat wanita itu hampir mencapai titik rasa tertinggi.
Mereka menyeru dalam mulut masing-masing. Suaranya hanya bisa terdengar oleh orang yang memang berniat menguping saja. Untunglah, kebiasaan Adam sebagai bos profesional tidak akan mengundang karyawan mana pun untuk melakukan hal itu. Dia bos dengan reputasi yang sangat baik di mata pegawainya.
Terkadang, Adam sengaja lembur agar bisa lebih lama dengan Sabrina. Seperti malam ini. Dia menambah jam kerja di kantor saat semua karyawan sudah pulang. Tentu saja, hanya ada tiga puluh menit lembur untuk pekerjaan kantor. Satu jam sisanya hanya dia lakukan di atas sofa bersama Sabrina. Membuat kekasihnya itu merasa senang dan puas. Dia merasa hampir semua waktu Adam adalah miliknya.
"Aku pulang dulu. Sudah janji ke Maya akan makan malam di rumah," ujar Adam setelah dia dan kekasihnya yang melakukan hubungan rahasia itu merasa puas.
Saat seperti inilah, cemburu tetap membakar hati Sabrina yang tak pernah puas. Dia hanya menipiskan bibir tanpa tersenyum. Apalagi, kalimat Adam selanjutnya tidak dia sukai.
"Oh, ya. Aku sangat kelelahan hari ini. Kurasa aku akan tertidur lebih dulu dari Maya. Bolehkah aku tak mengunjungi kamu malam ini?" tanya Adam lagi. Berharap Sabrina akan mengatakan hal yang positif.
Namun, reaksi diam Sabrina tak menjelaskan apa pun selain perasaan tak sukanya akan permintaan Adam hari ini. Adam tak mengerti. Mengapa Sabrina berubah menjadi sangat penuntut seperti ini? Bukankah dia sudah seharian bersamanya? Bukankah hari ini mereka sudah melakukan hal ini di kantor dua kali? Apa yang membuat Sabrina merasa tak puas?
"Baiklah. Baiklah. Aku akan ke tempatmu malam ini walaupun mungkin agak terlambat. Okay?"
Senyuman mengembang di bibir Sabrina. Tentu saja hal ini lebih baik daripada tidak sama sekali. Walaupun sebenarnya, Sabrina menginginkan Adam memilihnya di atas Maya, tetapi dia harus cukup puas dengan perhatian semacam ini. Bagi Sabrina, semua akan sempurna bila Adam memutuskan untuk tidak pulang ke unit Maya dan beristirahat saja di tempatnya.
'Ya, Tuhan! Berilah aku kekuatan untuk berbagi suami dengan wanita itu,' gumam Sabrina menangis dalam hati.
***
Sampai di rumah, Adam melihat Maya tertidur di lantai menyandarkan kepala di atas meja kaca di depan sofa. Tampaknya, Maya tertidur setelah membaca majalah yang baru datang tadi pagi.
"Majalah ibu dan anak?" gumam Adam pelan seraya mengerutkan kening, mencoba membaca halaman yang dibaca Maya dengan baik. "Apakah Maya hamil?"
Hati Adam bergemuruh antara senang dan tak senang. Adam membutuhkan anak dari Maya untuk mendapatkan warisan ayahnya. Untuk itulah dia memperlakukan Maya dengan perlakuan normal sebagai istri.
Tadinya, dia berencana menunda kehamilan Maya dan menunggu ayahnya meninggal untuk mendapatkan warisan tanpa harus mendapatkan anak dari Maya. Namun, ayahnya tentu tak sebodoh itu. Bila Adam tak memiliki anak dari Maya sampai beliau meninggal, semua harta akan jatuh ke tangan Maya. Adam tak akan mendapatkan bagian sepeser pun.
Karena itulah, sejak malam pertama, Adam bertekad untuk membuat Maya hamil secepatnya. Namun, bayangan akan kelakuan Sabrina yang sekarang, membuat Adam menjadi cemas. Bisakah Sabrina menerima kehamilan Maya dengan tenang dan lapang dada?
Adam menyentuh istrinya, hendak menggendongnya ke kamar agar tidur lebih nyaman. Namun, Maya terbangun ketika Adam menyentuhnya.
"Maaf! Aku ketiduran. Kau sudah makan?" tanya Maya sambil mengusap matanya yang masih merah. "Ah, aku sepertinya harus cuci muka dulu."
Maya beranjak menuju wastafel dan mencuci tangan. Ditampungnya air dingin dengan kedua tangan untuk mencuci muka beberapa kali agar pikirannya segar kembali. Kepalanya agak pusing karena tiba-tiba terbangun dari posisi tidur yang sama sekali jauh dari kata nyaman. Dia lalu meminum beberapa teguk air mineral dari lemari pendingin.
"Kau sudah makan, Sayang?" tanya Maya pada Adam yang masih terpaku di ruang tengah mengamati majalah yang dibaca Maya.
"Belum. Aku lapar sekali," jawab Adam setengah berbohong. Yang benar, dia telah makan malam bersama Sabrina di luar. Namun, dia memang kelaparan karena telah menghabiskan tenaga untuk bermain bersama istri gelapnya. Begitulah trik Adam untuk bisa makan malam dengan kedua istrinya. "Bukankah aku sudah berjanji akan selalu makan malam di rumah walaupun lembur?"
Maya tersenyum dan menghangatkan makanan yang telah dia siapkan dari tadi di microwave. Makanan segar yang baru matang tentu lebih sedap. Namun, apa boleh buat. Dia tak ingin memprotes jam pulang Adam yang akhir-akhir ini telat dan tak menentu.
"Hmm ... ini sedap sekali, Maya! Semakin hari, kamu semakin pintar memasak!" puji Adam karena masakan yang Maya masak kebetulan sama dengan masakan yang tadi dia makan bersama Sabrina. Ajaibnya, masakan Maya lebih sedap daripada masakan di restoran. Adam sampai menambahkan beberapa porsi sup kepiting dan tumis pokcoy yang biasanya dia tak suka.
"Aku memang sedang merencanakan kehamilan. Masakan yang kubuat harus sehat dan lezat agar semangat memakannya," jawab Maya senang. Adam terlihat benar-benar menyukai masakannya. Bukan sekadar basa-basi.
"Merencanakan? Jadi, kamu belum hamil?" tanya Adam tak percaya. Dia sendiri tak tahu mengapa, gelengan Maya membuatnya sedikit kecewa. Rasanya sangat bertentangan dengan kekhawatirannya akan reaksi Sabrina jika mengetahui Maya hamil. Apa yang salah dengannya? Harus berapa kali lagi dia melakukan hingga Maya hamil?
"Maya! Makanlah yang banyak! Kita akan mencoba lagi malam ini!" ujar Adam bersemangat sambil menambahkan tumis udang dan sayuran ke piring Maya. Sementara Maya hanya bisa menelan ludah melihat aksi Adam yang tiba-tiba sangat antusias. Apa yang akan Adam lakukan padanya malam ini?
Sudah satu bulan lamanya sejak Sabrina menggantikan Maya menjadi sekretaris. Selama satu bulan tersebut, Adam bekerja sangat keras. Namun, pekerjaan banyak yang tak terselesaikan dengan baik, tak peduli bagaimanapun juga Adam telah berusaha dengan sangat gigih membanting tulang.Di depan Adam, kini sang ayah memasang wajah seram seolah akan memakan anak semata wayangnya hidup-hidup. Beliau terlihat sama sekali tak puas dengan kinerja sang anak."Apa saja yang kamu lakukan di kantor? Aku tanya ke Maya, kamu bahkan sering lembur. Mengapa aku menerima laporan kinerja yang begitu buruk darimu?" ujar Tuan Paul dengan nada tinggi. Beliau duduk di kursi kerja Adam dengan menyilangkan kaki, membiarkan putranya berdiri mematung dan menunduk karena merasa bersalah dan tak bisa memberikan pembelaan diri yang memadai."Kudengar, kamu sering sekali membatalkan janji dengan klien secara mendadak. Tiga orang investor bahkan membatalkan niat kerja samanya dengan perusahaan kita
Tak terasa, sudah sepuluh hari berlangsung misi Adam untuk mengatur kesibukannya di kantor dan di rumah. Sabrina tak terlihat marah karena Elena, sekretaris senior yang diperbantukan menghandle lebih banyak pekerjaan sekaligus memeriksa kembali pekerjaannya.Sedangkan Maya yang hanya memiliki pikiran positif kepada Adam, justru merasa prihatin dengan kondisi suaminya yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Badan Adam akhir-akhir ini terlihat lebih kurus. Wajahnya tak terlihat segar."Apakah kamu terlalu sibuk dan tidak makan dengan baik?" bisik Maya pelan. Dia lalu mengecup kening suaminya dan memikirkan apa yang sebaiknya dia lakukan untuk membantu kesibukan Adam. "Ah, mungkin aku akan membuatkan bekal saja untuknya. Akhir-akhir ini dia berangkat terlalu pagi sebelum aku bangun dan tidak sarapan sampai di kantor!"Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Maya sengaja bangun lebih awal kali ini agar bisa menyapa Adam sekaligus membuatkannya sar
Sabrina tersenyum puas melihat Adam mendatanginya di restoran tanpa terlihat semburat kecewa di wajah. Dia tahu Adam membawa kotak makanan hari ini. Dia memang dengan sengaja meminta Adam untuk makan di luar bersamanya demi menguji Adam mengenai siapa yang dia prioritaskan saat ini.Bila Adam datang, Sabrina akan sangat senang karena dia masih diutamakan. Bila Adam memilih makan bekal yang dibuatkan Maya, tentu Sabrina akan merasa dirinya sudah tergeser oleh Maya. Sekretaris cantik itu sangat khawatir kalau-kalau Adam terpesona dengan kepribadian Maya. Karena itulah, dia tak boleh terang-terangan berlaku buruk di hadapan Adam.Sabrina menyambut Adam dengan senyuman sangat manis yang membuai hati Adam. Pria itu senang Sabrina sudah tak marah. Mereka berdua lalu memesan makanan dan membicarakan hal-hal ringan yang tidak berhubungan dengan pertengkaran mereka tadi pagi.Damai menyelimuti perasaan Adam. Kepuasan membuncah dalam hati Sabrina. Sangat berkebalikan deng
Maya sama sekali tak ingin percaya apa yang dia lihat saat ini adalah kenyataan. Tetapi semuanya begitu nyata. Suami yang selama ini sangat baik padanya, melakukan perbuatan yang tak seharusnya dia lakukan bersama wanita lain.Sesuatu yang hanya haknya, yang seharusnya hanya untuknya, kini Adam lakukan bersama wanita lain. Keduanya tampak begitu larut hingga tak mempedulikan sekitar, tak menyadari kehadiran orang lain yang menyaksikan perbuatan yang begitu menyakitkan bagi Maya."Adam ... I love–you!" seru wanita yang menguasai Adam tatkala punggungnya melengkung ke belakang."I love–you–more, Baby! Kamu satu-satunya ...." Adam membalas dengan suara berat tertahan sebelum bibirnya mengklaim bibir wanita yang sedang bersamanya. "Cuma kamu di hatiku, Sayang!"Tentu saja, kalimat terakhir Adam membuat dunia Maya hancur berkeping-keping. Ternyata, suami yang dia kira selama ini adalah pria yang ditakdirkan untuknya, ternyata mencintai wanita
Sabrina mengantar makanan ke ruangan Adam dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi, dia senang karena Maya telah mengetahui apa yang selama ini tersembunyi. Di sisi lain, dia khawatir akan posisi Adam di mata ayahnya.Bagaimana bila Maya mengadu kepada mertuanya? Apakah Adam akan dihukum oleh ayahnya? Bila benar demikian, siapa yang akan Adam pilih?"Adam, kalau misalkan semua nggak berjalan seperti yang kamu mau ...." Sabrina berhenti sejenak, berusaha memilih kata-kata yang tidak merusak suasana. "Kalau misalkan kita ketahuan, kamu bakal pilih aku atau warisan ayah kamu?"Adam tertegun mendengar pertanyaan Sabrina yang bernada pesimis. Dia berhenti mengunyah burgernya sejenak dan berkata, "Aku bermain dengan bersih. Segalanya sudah kuperhitungkan dengan baik. Tak mungkin ketahuan!"Adam lalu melanjutkan makannya dengan cepat. Direguknya cola dari gelas langsung agar lebih puas minum. Dia tak ingin membuang waktu dengan pertanyaan Sabrina yang hany
Leo memukul Adam bertubi-tubi tanpa ampun. Kini dia sudah berada di atas Adam, menduduki pahanya, dan mencengkeram kerah Adam. Wajahnya yang beringas tak bisa menampakkan ekspresi lain selain kemarahan. Kemudian, sekali lagi, dia memukul Adam hingga hidung dan bibirnya mengeluarkan darah segar.Sementara itu, Sabrina hanya bisa menjerit-jerit meminta Leo menghentikan perbuatannya. "Leo! Hentikan! Atau aku akan memanggil polisi.""Panggil saja dan aku akan mengumumkan kebejatan kalian kepada dunia!" tantang Leo tak peduli. Dia kemudian melayangkan lagi pukulannya ke muka Adam.Adam yang memang tak mempunyai kemampuan bela diri yang baik seperti Adam, hanya menjadi bulan-bulanan saja. Apalagi kondisi tubuh yang kelelahan, membuat dia tak mampu memberikan perlawanan sedikit pun kepada Leo. Dia hanya mengerang tanpa tahu mengapa dia dipukuli dengan sadis."Leo! Hentikan! Adam bisa mati!" seru Sabrina tak bisa lagi menahan kecemasan. Kondisi Adam terliha
Keesokan harinya, Maya bangun sendirian, tidak mendapati ada jejak Adam pulang. Dia mendesah pelan. Sebaiknya dia fokus terhadap apa yang sedang dia hadapi saat ini.Setelah menjalani rutinitas pagi, Maya segera menelepon pengacara untuk menyiapkan dokumen perceraian. Namun, betapa terkejutnya dia saat mendapati banyak pesan masuk yang menyatakan ucapan selamat atas kehamilannya.Tentu saja Maya terkejut dengan hal ini. Tak hanya inbox, bahkan dia kebanjiran ucapan selamat di media sosial yang menyatakan kegembiraan atas kehamilannya. Siapa yang membocorkan rahasianya? Bukankah hanya Leo yang tahu? Tidak mungkin dokter yang memeriksanya melakukan hal ini, bukan?Maya menelan ludah. Dia tak akan bisa menyembunyikan kehamilannya dari siapa pun sekarang. Apakah Adam akan melepaskannya setelah mengetahui kehamilannya? Ataukah bahkan Adam akan berubah dan berjanji untuk menjadi suami yang baik setelah mengetahui ini semua?Gelisah membayangi Maya. Dia mengurun
Suasana ruang meeting sangat menegangkan. Adam menelan ludah. Kiamat sudah baginya. Kehancuran rencana yang telah dia pikir matang-matang sudah menyambut di ambang pintu.Ini semua karena dia terlalu serakah. Tak mungkin ada manusia yang bisa berdiri di atas dua kursi. Seharusnya, sejak awal dia memilih salah satu saja. Warisan atau Sabrina. Karena tak bisa menjatuhkan keputusan yang tepat, Adam mencoba memperjuangkan keduanya yang justru berujung sengsara.Sementara itu, Sabrina lebih tercengang dengan apa yang tersaji di hadapannya. Selama ini, dia mengira Leo adalah pria miskin yang tak memiliki pekerjaan tetap. Pertama bertemu, Leo bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan. Tak lama karena dirinya dipecat setelah memukul seorang customer yang melecehkan Sabrina. Sejak saat itulah mereka berkencan.Beberapa bulan kemudian, Leo mendapatkan pekerjaan sebagai seorang bartender di salah satu kelab malam elit. Cukup lama Leo bertahan di sana. Sampai akhirnya dipe
Lima tahun telah berlalu sejak kepergian Maya. Kini, si kembar telah tumbuh menjadi anak yang sehat dan lincah. "Paul, Freya! Ayo cepat turun dan habiskan sarapan kalian!" seru Adam dari bawah memanggil kedua anaknya yang terdengar ribut di atas saat berganti pakaian. "Ayah, Paul menyembunyikan bonekaku! Padahal aku ingin mengajaknya jalan-jalan saat menjemput Paman Leo di bandara!" jawab Freya dengan suara hampir menangis. Gadis kecil berambut gelap bergelombang itu semakin tampak mirip dengan ibunya seiring dengan bertambahnya usianya. "Bohong! Kamu sendiri yang lupa meletakkan di mana boneka kelinci jelekmu itu. Jangan menuduh sembarangan!" sanggah Paul dengan suara melengking. Mata gelap miniatur Adam itu memandang tajam saudarinya yang berukuran lebih mungil darinya. Dengan tubuhnya yang lebih kuat dan besar, dia memang kerap mengusili Freya. Sekalipun dia berkali-kali dihukum, mengusili kembarannya sudah bagaikan candu yang akan tetap dia lakukan tak peduli apa pun konsekuen
Adam memandangi kedua makhluk kecil yang ada di hadapannya dengan linangan air mata. Begitu kecil dan rapuh. Mereka membutuhkan selang-selang bantuan untuk hidup."Anak-anakku ...." Kata-kata yang Adam bisikkan dengan penuh perasaan, membuat Leo merasa keputusan Maya untuk menyerahkan bayi-bayinya kepada ayah kandungnya adalah pilihan yang tepat.Darah lebih kental daripada air. Begitulah. Adam pun menyayangi kedua anaknya karena mereka adalah darah dagingnya sendiri."Dia begitu bahagia saat mendengar bahwa dia mengandung anak kembar. Aku pun begitu. Sampai-sampai aku mengumpat betapa beruntungnya dirimu," jelas Leo mengenang saat-saat Maya bersorak mengetahui jenis kelamin bayinya. "Seandainya saat itu dia hamil dengan pria yang tulus mencintainya, pasti akan sangat membahagiakan. Tahukah kau perasaan Maya saat melihat kau dan Sabrina bergembira saat tahu jenis kelamin bayi kalian?"Ada
Dua bayi, lelaki dan perempuan yang berpelukan di ruang NICU itu berukuran sangat kecil. Yang lelaki beratnya 656 gram, sedangkan lainnya 533 gram. Banyak selang menempel di tubuh kecil mereka demi memperjuangkan detak jantung keduanya.Kulit mereka begitu keriput. Begitu kurus seperti hanya tulang dan kulit tanpa selapis daging pun. Bila orang berkata bahwa bayi sangat lucu, pemandangan yang disaksikan mata hijau pria kekar yang mengamatinya dari kaca luar ruangan tidak demikian. Mereka berdua jauh dari kata lucu. Seperti alien. Seperti bukan manusia.Kesedihan masih belum bisa lepas dari hati Leo. Melihat mereka berdua membuat Leo teringat akan sang ibu yang telah berjuang mempertahankan nyawa mereka. Usaha telah dilakukan sebaik mungkin walau hasilnya tak sempurna, seperti yang diinginkan oleh semua pihak."Maya, mereka akan berterima kasih padamu suatu hari nanti," bisik Leo dengan suara yang bergetar hebat karena menahan air mata."Paul, Freya .... J
Dapur kecil sebuah di sebuah apartemen mungil milik lelaki menawan berbadan atletis, kini dipenuhi dengan aroma butter yang menggoda. Tak hanya aroma makanan yang membuat air liur menetes, tapi ada pemandangan lain yang tak kalah menggiurkan. Celana training pria yang sedang beraksi di dapur tersebut menggantung terlalu rendah di bagian pinggang, membuat wanita mana pun yang memandang tak akan bisa melewati harinya tanpa merasa kepanasan karena terbayang pemandangan indah itu sepanjang hari. Andai saja ada seorang wanita di sana, pasti kelima indranya akan dimanjakan dengan kenikmatan duniawi karena suara pria yang sedang memegang wajan dan tongs itu pun akan membuat hati semua kaum hawa berdesir bila sedang berbicara. Jangan tanya bagaimana sensasi yang dirasa bila suara merdu itu berbisik di telinga, sudah bisa dipastikan para bidadari dunia akan melayang walaupun tak ada sayap yang menempel di punggungnya. Namun, di saat yang sama, siapa pun yang melihat waj
Pukulan Adam yang pertama mengenai wajah Leo. Namun, yang kedua tentu berhasil ditangkis oleh lawannya."Adam! Hentikan! Mengapa kau tiba-tiba memukul Leo!" jerit Maya berusaha menghentikan amukan Adam.Adam tak peduli. Dia masih berusaha menghajar Leo. Sementara Leo yang sebenarnya dapat dengan mudah menghabisi lawannya, hanya sibuk menangkis dan menahan serangan Adam. Tak sampai hati dia memukul Adam karena ada Maya di sampingnya."Hei! Mengapa kau berbuat sembarangan seperti ini? Ingatlah kita sedang di rumah sakit!" bisik Leo pelan tapi tegas."Kau apakan Sabrina, huh? Seorang saksi mengatakan istriku jatuh setelah pria berambut pirang dengan tubuh besar membuatnya ketakutan!" balas Adam dengan geram. "Siapa lagi kalau bukan kau!"Leo pun mengernyit. Dia bingung dengan pertanyaan Adam. Dia memang sempat bersitegang dengan Sabrina. Namun, apakah semengerikan itu sampai-sampai membuat kondisi Sabrina dalam keadaan kritis?"Kamu! Kamu pasti
Sabrina berjalan menyusuri koridor perlahan karena merasakan sakit di perutnya. Dia tak menyangka bahwa kegiatan hari ini membuatnya kelelahan. Bagaimanapun juga, berjalan kaki sejauh dua kilometer dari apartemennya ke rumah sakit bukan tugas mudah untuk wanita hamil sepertinya.Dering ponsel yang lembut pun membuat Sabrina terkaget. Dia lalu mengangkat telepon yang berasal dari suaminya. Dalam hati, Sabrina sangat cemas. Dia takut Adam sudah sampai di rumah lebih dulu dan mendapati apartemen mereka kosong."Sabrina, kamu di mana?" tanya Adam dari ujung telepon dengan suara cemas."Aku ... aku keluar sebentar. Suplemen penambah darahku habis." Sabrina menjawab dengan sedikit tergagap karena dia tak meminta izin kepada Adam bahwa dia akan menemui Maya hari ini. Jika suaminya tahu, pastilah akan menentang aksi frontalnya kali ini. Bagaimanapun juga, Adam akan menganggap dirinya mengemis kepada Maya untuk memperbaiki kondis
Maya memutuskan untuk mempertahankan kandungan. Dokter hanya bisa berbuat yang terbaik untuk menjaga kondisi Maya. Sudah sebulan lebih Maya tinggal di rumah sakit. Kondisi Maya naik dan turun tanpa bisa diprediksi.Leo mengunjungi Maya setiap hari setelah dia membantu menangani urusan Wilson Group karena Maya menanyakan laporan setiap hari. Pria yang terlihat atraktif itu kini terlihat lebih layu. Bukan karena kelelahan, tetapi karena setiap hari dia mengkhawatirkan kondisi Maya."Leo, aku tiba-tiba ingin makan jeruk," bisik Maya lemah. Tidak biasanya dia ingin merepotkan Leo, tetapi kali ini dia benar-benar ingin makan jeruk."Aku keluar sebentar. Kamu tunggu, ya?" Leo tersenyum lemah. Dia mengusap rambut Maya dengan penuh rasa sayang sekaligus iba. Hati Leo terasa sakit setiap mengingat penderitaan Maya yang berusaha mempertahankan bayinya walau kondisinya memburuk.Beberapa menit setelah Leo keluar, seseorang memasuki kamar Maya. Wanita lemah itu sampa
Kondisi Maya tiap hari semakin buruk. Walaupun segala upaya telah dilakukan, baik dengan diet mengurangi garam dan olahraga ringan secara teratur, tetapi kondisinya semakin turun.Saat mendapatkan berita ini dari perawat yang menjaga Maya, Leo yang terlanjur kembali ke Washington DC untuk memenuhi janji ke ayahnya, segera kembali dan meminta izin kepada sang ayah untuk diberi waktu tambahan. Walaupun sepertinya tidak mungkin akan dikabulkan."Aku tak percaya padamu. Kau pasti akan menggunakan kesempatan ini untuk kabur lagi dariku." Sang ayah tak mau lagi tertipu oleh Leo. Beliau tak mau memberi izin kepada Leo."Ayah, kumohon beri aku waktu empat bulan lagi." Leo memohon dengan sangat. "Setelahnya aku akan benar-benar kembali dan tak akan pernah pergi lagi darimu."Namun, memohon kepada Tuan William Warren sama saja memohon kepada batu. Tak akan pernah hatinya tergerak oleh keinginan Leo yang tulus
Adam merasa sangat terluka. Mengapa sang ayah memperlakukan dia seperti anak buangan. Namun, dia ingat kata-kata sang ayah tentang uangnya. Bila ingin uang darinya, Adam harus menuruti kemauan sang ayah. Bila tidak, maka dia harus mencari uang sendiri."Sudahlah! Ayah hanya menepati janjinya untuk tidak memberiku sepeser pun dari hartanya." Adam menenangkan Sabrina yang terlihat sangat dendam.Wajah Sabrina yang tersulut kemarahan memang membuat Adam khawatir. Takut akan terjadi hal yang buruk dengan kandungannya.Dari luar, kehidupan Adam dan Sabrina mungkin terlihat baik-baik saja. Namun, sebenarnya, hari-hari mereka begitu berat. Sehari-hari, mereka menjalani semua pekerjaan kasar mereka di restoran dan pulang dalam keadaan sangat lelah.Awalnya, Sabrina berusaha tabah menjalani. Namun, kehamilan memberatkannya. Apalagi saat dia memikirkan bayinya yang akan segera lahir. Pasti akan m