Keesokan harinya, Maya bangun sendirian, tidak mendapati ada jejak Adam pulang. Dia mendesah pelan. Sebaiknya dia fokus terhadap apa yang sedang dia hadapi saat ini.
Setelah menjalani rutinitas pagi, Maya segera menelepon pengacara untuk menyiapkan dokumen perceraian. Namun, betapa terkejutnya dia saat mendapati banyak pesan masuk yang menyatakan ucapan selamat atas kehamilannya.
Tentu saja Maya terkejut dengan hal ini. Tak hanya inbox, bahkan dia kebanjiran ucapan selamat di media sosial yang menyatakan kegembiraan atas kehamilannya. Siapa yang membocorkan rahasianya? Bukankah hanya Leo yang tahu? Tidak mungkin dokter yang memeriksanya melakukan hal ini, bukan?
Maya menelan ludah. Dia tak akan bisa menyembunyikan kehamilannya dari siapa pun sekarang. Apakah Adam akan melepaskannya setelah mengetahui kehamilannya? Ataukah bahkan Adam akan berubah dan berjanji untuk menjadi suami yang baik setelah mengetahui ini semua?
Gelisah membayangi Maya. Dia mengurun
Suasana ruang meeting sangat menegangkan. Adam menelan ludah. Kiamat sudah baginya. Kehancuran rencana yang telah dia pikir matang-matang sudah menyambut di ambang pintu.Ini semua karena dia terlalu serakah. Tak mungkin ada manusia yang bisa berdiri di atas dua kursi. Seharusnya, sejak awal dia memilih salah satu saja. Warisan atau Sabrina. Karena tak bisa menjatuhkan keputusan yang tepat, Adam mencoba memperjuangkan keduanya yang justru berujung sengsara.Sementara itu, Sabrina lebih tercengang dengan apa yang tersaji di hadapannya. Selama ini, dia mengira Leo adalah pria miskin yang tak memiliki pekerjaan tetap. Pertama bertemu, Leo bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan. Tak lama karena dirinya dipecat setelah memukul seorang customer yang melecehkan Sabrina. Sejak saat itulah mereka berkencan.Beberapa bulan kemudian, Leo mendapatkan pekerjaan sebagai seorang bartender di salah satu kelab malam elit. Cukup lama Leo bertahan di sana. Sampai akhirnya dipe
Adam tak ingin membuang waktu lagi. Ayahnya sangat ketat soal deadline. Namun, Adam bingung. Siapakah yang akan dia temui terlebih dahulu untuk diajak bernegosiasi. Maya ataukah Sabrina?Bila ingin menentukan pilihan, Adam harus menentukan prioritas terlebih dahulu. Memilih Maya, berarti mendapatkan hartanya dan meninggalkan Sabrina. Ini sangatlah tidak Adam inginkan.Sedangkan memilih Sabrina, dia pasti akan bahagia karena cintanya dan Sabrina tak akan ada lagi yang menghalangi. Sabrina pasti akan menyukai hal ini juga. Namun, bagaimana dengan kehidupan mereka selanjutnya? Akan bekerja seperti apa dia nanti bila sang ayah tak memberi bantuan sedikit pun? Bahkan dia tak mungkin bisa melamar CEO di perusahaan lain, bukan?Hati Adam dipenuhi kebimbangan. Tak adakah cara untuk mendapatkan keduanya? Tak adakah yang bisa dia lakukan untuk mengatasi krisis ini? Hatinya tak sanggup melepaskan harta maupun Sabrina. Dia tak ingin hidup miskin dengan Sabrina. Dia be
"Beraninya kamu!" Maya membentak murka. Tega sekali Adam mengancamnya dengan menggunakan calon bayi tak bersalah yang ada di kandungannya."Aku memiliki pekerjaan dan latar ekonomi yang baik. Tak seperti dirimu yang pasti akan jadi pengangguran dan miskin. Siapa pula yang hendak mempekerjakan wanita hamil?" ucap Adam seraya menelan ludah.Maya tak menyangka, Adam menyerang titik kelemahan yang paling membuatnya tak bisa berkutik. Dia pun terdiam seribu bahasa, memikirkan ancaman Adam dan cara membalasnya."Namun, kalau kau bekerja sama dengan baik, aku akan memberikan hak asuh anak itu sepenuhnya padamu dan memberikan tunjangan bulanan yang sangat cukup untukmu dan anak itu hidup. Kau tak perlu bekerja, tinggal menikmati waktu bersama anakmu." Suara Adam terdengar dingin di telinga Maya. Tentu saja itu tawaran yang menggiurkan baginya.Maya tahu, Adam pasti tak terlalu menginginkan anak mereka. Lelaki memang begitu, bukan? Namun, dia sebagai ibu, ak
Adam berjalan menuju sebuah ruang VVIP Ophelia Night Club, sebuah klub malam terkenal di kotanya. Di dalam, sudah menunggu sosok berambut pirang yang dia sangat kenal sebagai malapetaka. Bila dia muncul, malapetaka akan hadir dalam hidup Adam."Ah, Brother! Silakan duduk!" sambut Leo dengan suka cita. Dia lalu meminta semua wanita di sekitarnya untuk pergi karena Leo ingin berdua saja dengan Adam.Adam tersenyum sinis mendapati dirinya dipanggil brother oleh Leo. Pria itu jelas-jelas tidak menyukainya. Mengapa masih harus berpura-pura?"Ada urusan apa?" tanya Adam datar."Aku tak menyangka, kamu akan datang," jawab Leo dengan senyuman jenaka. "Kukira kau tak akan pernah mau datang.""....""Aku hanya ingin memastikan bahwa kau akan memilih dengan benar kali ini," lanjut Leo dengan senyuman yang cukup manis. Lalu, senyuman manis itu perlahan menghilang dari wajahnya. "Tahukah kau, bahwa kedua istrimu sangat menderita karena kelakuanmu yang ti
Leo keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk yang dibelitkan terlalu rendah di bagian pinggang. Badannya yang atletis memang akan memaksa setiap kaum hawa untuk memujanya. Pemandangan itu semakin indah dilihat tatkala dia tampil dalam keadaan masih segar dan basah setelah badannya terguyur shower.Leo meraih ponsel dari nakas yang dari tadi berbunyi. "Elise, kau pikir ini jam berapa? Tak bisakah kau menelepon lebih siang?" sapa Leo tanpa menggunakan kata sapaan. Begitulah gaya bicaranya ke kakak perempuan semata wayangnya."Ayah menanyakan kapan kau akan pulang. Bukankah semua keinginanmu sudah kami penuhi?" tanya suara wanita di ujung telepon."....""Hei, jawablah! Aku sudah tak tahan dengan omelan ayah!" desak Elise tak sabar."Kau tahu, bukan? Aku masih belum memastikan apakah dia benar-benar Imogen atau bukan." Leo menjawab dengan malas permintaan kakaknya yang sangat cerewet."Leo! Imogen sudah meninggal dan kau tak mungkin men
"Maya? Leo? Kalian juga datang untuk memeriksakan kandungan?" tanya Sabrina menyapa. Sekarang, Sabrina memang merasa sedang di atas angin karena Adam menjadi miliknya sepenuhnya.Sementara itu, Adam yang merasa tak enak hati, terpaksa menyunggingkan senyum juga. Dia merasa sedikit bersalah karena mengecup anak di perut Sabrina dan mengabaikan anak yang berada di perut Maya.Apalagi saat ini ekspresi Maya yang terlihat sekali bahwa dia tak bahagia. Membuat Adam semakin merasa tak nyaman. Dalam hati, dia sangat menyesali kehamilan Maya. Bila tahu hasilnya akan seperti ini, seharusnya dak tak menghamili Maya agar dia bisa memulai hidup baru dengan pria lain yang mencintainya."Kandungan kamu baik-baik saja, 'kan? Apa dia sehat?" tanya Adam pada akhirnya. Dalam hati, dia sangat ingin memberikan kecupan juga di perut Maya. Walaupun dia tidak mencintai Maya, tetapi anak yang dikandung Maya tetap saja anaknya juga. "Kau sudah tahu jenis kelaminnya?"Pertanyaan A
Keesokan hari setelah pemeriksaan kehamilan, Leo membawa seorang perawat wanita untuk menemani dan mengontrol kondisi Maya. Leo pun lebih sering mengunjungi Maya saat dia selesai dengan urusannya."Mengapa kau repot-repot membawa perawat kemari? Kurasa, aku tak akan mampu membayar gajinya." Maya memprotes tindakan Leo yang menurutnya berlebihan. "Aku masih bisa sendirian. Jangan khawatir!""Maya, izinkan aku melakukan sesuatu untuk kamu. Bila tak ada yang menemanimu, aku sendiri yang akan menemanimu selama 24 jam. Apa kau mau?" Leo bersikukuh agar Maya mau menerima bantuannya.Maya memukul pelan dada Leo yang berotot karena baginya candaan Leo sama sekali tak lucu. Dia kemudian tersenyum dan mempersilakan Leo masuk untuk minum kopi dan makan snack buatannya."Aku membuat oat cookies! Kau mau coba?""Dengan senang hati," jawab Leo yang memang menyukai apa pun yang Maya pernah sajikan untuknya.Leo belum mengatakan apa yang Dokter William jela
Adam merasa sangat terluka. Mengapa sang ayah memperlakukan dia seperti anak buangan. Namun, dia ingat kata-kata sang ayah tentang uangnya. Bila ingin uang darinya, Adam harus menuruti kemauan sang ayah. Bila tidak, maka dia harus mencari uang sendiri."Sudahlah! Ayah hanya menepati janjinya untuk tidak memberiku sepeser pun dari hartanya." Adam menenangkan Sabrina yang terlihat sangat dendam.Wajah Sabrina yang tersulut kemarahan memang membuat Adam khawatir. Takut akan terjadi hal yang buruk dengan kandungannya.Dari luar, kehidupan Adam dan Sabrina mungkin terlihat baik-baik saja. Namun, sebenarnya, hari-hari mereka begitu berat. Sehari-hari, mereka menjalani semua pekerjaan kasar mereka di restoran dan pulang dalam keadaan sangat lelah.Awalnya, Sabrina berusaha tabah menjalani. Namun, kehamilan memberatkannya. Apalagi saat dia memikirkan bayinya yang akan segera lahir. Pasti akan m
Lima tahun telah berlalu sejak kepergian Maya. Kini, si kembar telah tumbuh menjadi anak yang sehat dan lincah. "Paul, Freya! Ayo cepat turun dan habiskan sarapan kalian!" seru Adam dari bawah memanggil kedua anaknya yang terdengar ribut di atas saat berganti pakaian. "Ayah, Paul menyembunyikan bonekaku! Padahal aku ingin mengajaknya jalan-jalan saat menjemput Paman Leo di bandara!" jawab Freya dengan suara hampir menangis. Gadis kecil berambut gelap bergelombang itu semakin tampak mirip dengan ibunya seiring dengan bertambahnya usianya. "Bohong! Kamu sendiri yang lupa meletakkan di mana boneka kelinci jelekmu itu. Jangan menuduh sembarangan!" sanggah Paul dengan suara melengking. Mata gelap miniatur Adam itu memandang tajam saudarinya yang berukuran lebih mungil darinya. Dengan tubuhnya yang lebih kuat dan besar, dia memang kerap mengusili Freya. Sekalipun dia berkali-kali dihukum, mengusili kembarannya sudah bagaikan candu yang akan tetap dia lakukan tak peduli apa pun konsekuen
Adam memandangi kedua makhluk kecil yang ada di hadapannya dengan linangan air mata. Begitu kecil dan rapuh. Mereka membutuhkan selang-selang bantuan untuk hidup."Anak-anakku ...." Kata-kata yang Adam bisikkan dengan penuh perasaan, membuat Leo merasa keputusan Maya untuk menyerahkan bayi-bayinya kepada ayah kandungnya adalah pilihan yang tepat.Darah lebih kental daripada air. Begitulah. Adam pun menyayangi kedua anaknya karena mereka adalah darah dagingnya sendiri."Dia begitu bahagia saat mendengar bahwa dia mengandung anak kembar. Aku pun begitu. Sampai-sampai aku mengumpat betapa beruntungnya dirimu," jelas Leo mengenang saat-saat Maya bersorak mengetahui jenis kelamin bayinya. "Seandainya saat itu dia hamil dengan pria yang tulus mencintainya, pasti akan sangat membahagiakan. Tahukah kau perasaan Maya saat melihat kau dan Sabrina bergembira saat tahu jenis kelamin bayi kalian?"Ada
Dua bayi, lelaki dan perempuan yang berpelukan di ruang NICU itu berukuran sangat kecil. Yang lelaki beratnya 656 gram, sedangkan lainnya 533 gram. Banyak selang menempel di tubuh kecil mereka demi memperjuangkan detak jantung keduanya.Kulit mereka begitu keriput. Begitu kurus seperti hanya tulang dan kulit tanpa selapis daging pun. Bila orang berkata bahwa bayi sangat lucu, pemandangan yang disaksikan mata hijau pria kekar yang mengamatinya dari kaca luar ruangan tidak demikian. Mereka berdua jauh dari kata lucu. Seperti alien. Seperti bukan manusia.Kesedihan masih belum bisa lepas dari hati Leo. Melihat mereka berdua membuat Leo teringat akan sang ibu yang telah berjuang mempertahankan nyawa mereka. Usaha telah dilakukan sebaik mungkin walau hasilnya tak sempurna, seperti yang diinginkan oleh semua pihak."Maya, mereka akan berterima kasih padamu suatu hari nanti," bisik Leo dengan suara yang bergetar hebat karena menahan air mata."Paul, Freya .... J
Dapur kecil sebuah di sebuah apartemen mungil milik lelaki menawan berbadan atletis, kini dipenuhi dengan aroma butter yang menggoda. Tak hanya aroma makanan yang membuat air liur menetes, tapi ada pemandangan lain yang tak kalah menggiurkan. Celana training pria yang sedang beraksi di dapur tersebut menggantung terlalu rendah di bagian pinggang, membuat wanita mana pun yang memandang tak akan bisa melewati harinya tanpa merasa kepanasan karena terbayang pemandangan indah itu sepanjang hari. Andai saja ada seorang wanita di sana, pasti kelima indranya akan dimanjakan dengan kenikmatan duniawi karena suara pria yang sedang memegang wajan dan tongs itu pun akan membuat hati semua kaum hawa berdesir bila sedang berbicara. Jangan tanya bagaimana sensasi yang dirasa bila suara merdu itu berbisik di telinga, sudah bisa dipastikan para bidadari dunia akan melayang walaupun tak ada sayap yang menempel di punggungnya. Namun, di saat yang sama, siapa pun yang melihat waj
Pukulan Adam yang pertama mengenai wajah Leo. Namun, yang kedua tentu berhasil ditangkis oleh lawannya."Adam! Hentikan! Mengapa kau tiba-tiba memukul Leo!" jerit Maya berusaha menghentikan amukan Adam.Adam tak peduli. Dia masih berusaha menghajar Leo. Sementara Leo yang sebenarnya dapat dengan mudah menghabisi lawannya, hanya sibuk menangkis dan menahan serangan Adam. Tak sampai hati dia memukul Adam karena ada Maya di sampingnya."Hei! Mengapa kau berbuat sembarangan seperti ini? Ingatlah kita sedang di rumah sakit!" bisik Leo pelan tapi tegas."Kau apakan Sabrina, huh? Seorang saksi mengatakan istriku jatuh setelah pria berambut pirang dengan tubuh besar membuatnya ketakutan!" balas Adam dengan geram. "Siapa lagi kalau bukan kau!"Leo pun mengernyit. Dia bingung dengan pertanyaan Adam. Dia memang sempat bersitegang dengan Sabrina. Namun, apakah semengerikan itu sampai-sampai membuat kondisi Sabrina dalam keadaan kritis?"Kamu! Kamu pasti
Sabrina berjalan menyusuri koridor perlahan karena merasakan sakit di perutnya. Dia tak menyangka bahwa kegiatan hari ini membuatnya kelelahan. Bagaimanapun juga, berjalan kaki sejauh dua kilometer dari apartemennya ke rumah sakit bukan tugas mudah untuk wanita hamil sepertinya.Dering ponsel yang lembut pun membuat Sabrina terkaget. Dia lalu mengangkat telepon yang berasal dari suaminya. Dalam hati, Sabrina sangat cemas. Dia takut Adam sudah sampai di rumah lebih dulu dan mendapati apartemen mereka kosong."Sabrina, kamu di mana?" tanya Adam dari ujung telepon dengan suara cemas."Aku ... aku keluar sebentar. Suplemen penambah darahku habis." Sabrina menjawab dengan sedikit tergagap karena dia tak meminta izin kepada Adam bahwa dia akan menemui Maya hari ini. Jika suaminya tahu, pastilah akan menentang aksi frontalnya kali ini. Bagaimanapun juga, Adam akan menganggap dirinya mengemis kepada Maya untuk memperbaiki kondis
Maya memutuskan untuk mempertahankan kandungan. Dokter hanya bisa berbuat yang terbaik untuk menjaga kondisi Maya. Sudah sebulan lebih Maya tinggal di rumah sakit. Kondisi Maya naik dan turun tanpa bisa diprediksi.Leo mengunjungi Maya setiap hari setelah dia membantu menangani urusan Wilson Group karena Maya menanyakan laporan setiap hari. Pria yang terlihat atraktif itu kini terlihat lebih layu. Bukan karena kelelahan, tetapi karena setiap hari dia mengkhawatirkan kondisi Maya."Leo, aku tiba-tiba ingin makan jeruk," bisik Maya lemah. Tidak biasanya dia ingin merepotkan Leo, tetapi kali ini dia benar-benar ingin makan jeruk."Aku keluar sebentar. Kamu tunggu, ya?" Leo tersenyum lemah. Dia mengusap rambut Maya dengan penuh rasa sayang sekaligus iba. Hati Leo terasa sakit setiap mengingat penderitaan Maya yang berusaha mempertahankan bayinya walau kondisinya memburuk.Beberapa menit setelah Leo keluar, seseorang memasuki kamar Maya. Wanita lemah itu sampa
Kondisi Maya tiap hari semakin buruk. Walaupun segala upaya telah dilakukan, baik dengan diet mengurangi garam dan olahraga ringan secara teratur, tetapi kondisinya semakin turun.Saat mendapatkan berita ini dari perawat yang menjaga Maya, Leo yang terlanjur kembali ke Washington DC untuk memenuhi janji ke ayahnya, segera kembali dan meminta izin kepada sang ayah untuk diberi waktu tambahan. Walaupun sepertinya tidak mungkin akan dikabulkan."Aku tak percaya padamu. Kau pasti akan menggunakan kesempatan ini untuk kabur lagi dariku." Sang ayah tak mau lagi tertipu oleh Leo. Beliau tak mau memberi izin kepada Leo."Ayah, kumohon beri aku waktu empat bulan lagi." Leo memohon dengan sangat. "Setelahnya aku akan benar-benar kembali dan tak akan pernah pergi lagi darimu."Namun, memohon kepada Tuan William Warren sama saja memohon kepada batu. Tak akan pernah hatinya tergerak oleh keinginan Leo yang tulus
Adam merasa sangat terluka. Mengapa sang ayah memperlakukan dia seperti anak buangan. Namun, dia ingat kata-kata sang ayah tentang uangnya. Bila ingin uang darinya, Adam harus menuruti kemauan sang ayah. Bila tidak, maka dia harus mencari uang sendiri."Sudahlah! Ayah hanya menepati janjinya untuk tidak memberiku sepeser pun dari hartanya." Adam menenangkan Sabrina yang terlihat sangat dendam.Wajah Sabrina yang tersulut kemarahan memang membuat Adam khawatir. Takut akan terjadi hal yang buruk dengan kandungannya.Dari luar, kehidupan Adam dan Sabrina mungkin terlihat baik-baik saja. Namun, sebenarnya, hari-hari mereka begitu berat. Sehari-hari, mereka menjalani semua pekerjaan kasar mereka di restoran dan pulang dalam keadaan sangat lelah.Awalnya, Sabrina berusaha tabah menjalani. Namun, kehamilan memberatkannya. Apalagi saat dia memikirkan bayinya yang akan segera lahir. Pasti akan m