Apa yang ingin Bunga tanyakan?
🏵️🏵️🏵️“Mau nanya apa, Sayang?” tanya Mas Ezza sembari mengusap pipiku.“Apa dulu kamu dekat dengan Dara?” “Dari dulu, aku sering cerita ke kamu kalau aku nggak pernah dekat dengan cewek. Tapi mereka selalu berusaha dekatin aku.”“Tapi kenapa dia menghindari kamu, Mas? Sikapnya aneh, seolah-olah masih memiliki perasaan lebih padamu.”“Kamu cemburu, Sayang?” Dia kembali dengan sikap yang membuatku kesal.“Apaan, sih. Aku cuma nanya.”“Masih aja nggak mau jujur. Kenapa harus malu kalau kamu memang cemburu?” “Aku nggak cemburu.”“Yang benar?”“Malas, ah, ngomong sama kamu. Tahunya nuduh mulu.” Aku mengangkat kepala lalu mendaratkannya ke bantal, kemudian membelakangi Mas Ezza.“Ngambek, nih, ceritanya.” Dia memelukku dari belakang. Terus terang, aku menikmati dekapannya.“Lagi kesal aja.”“Tadi pagi nggak berani memandang wajah suami sendiri, sekarang malah membelakangi.”“Aku mau tidur.”“Kalau aku nggak ngizinin, gimana?”“Kenapa harus minta izin? Tinggal tidur aja.”“Tapi aku masi
🏵️🏵️🏵️“Halo.” Aku kembali mengucapkan salam, tetapi tetap tidak ada jawaban.“Telepon dari siapa, Sayang?” Mas Ezza mengagetkanku.“Nggak tahu, Mas. Nggak ada namanya, tapi aku angkat, takutnya ada yang penting. Eh, ternyata nggak ada suara.” Aku akhirnya memberikan ponsel tersebut kepada Mas Ezza.“Halo.” Sekarang Mas Ezza yang menjawab panggilan tersebut. Dia terdiam sebentar lalu kembali membuka suara dan berkata, “Dara?”Tidak tahu kenapa, aku tiba-tiba kesal setelah Mas Ezza menyebutkan nama itu. Kenapa wanita yang aku lihat di toko perhiasan itu diam, saat aku mengangkat panggilan masuk tersebut? Namun, setelah Mas Ezza yang berbicara, langsung ada respons.Apa maksud dan tujuan wanita itu sebenarnya? Kenapa saat bertemu langsung, dia justru menghindar? Namun, sekarang dirinya berani menghubungi Mas Ezza. Jika memang tujuannya hanya ingin bersilaturahim, tidak mungkin dia menggunakan cara seperti ini. Perempuan itu telah membuatku berpikiran tidak baik.🏵️🏵️🏵️Aku kesal me
🏵️🏵️🏵️Seminggu pun berlalu, Dara hampir tiap hari menghubungi Mas Ezza. Namun, Mas Ezza telah berjanji untuk tidak menerima panggilan dari perempuan tersebut. Hubunganku dan Mas Ezza kembali membaik karena dia selalu meyakinkan besarnya cinta yang dia miliki untukku seorang.Akan tetapi, masih ada masalah yang belum kunjung selesai hingga saat ini. Dika tetap tidak terima kalau aku istri Mas Ezza. Dia bahkan berkata akan selalu mencintaiku karena ternyata dia sudah lama memendam rasa untukku. Dia menceritakan sebuah kenyataan yang membingungkan.“Aku tidak peduli meski kamu sudah menikah dengan siapa pun itu. Kamu pikir aku baru mengenalmu? Kamu salah, Bunga.” Aku tidak mengerti apa maksud ucapan Dika.“Maksud kamu apa?”“Aku kenal kamu saat kita masih SMP.” Aku tidak percaya dengan apa yang Dia katakan.“Itu nggak mungkin karena sebelumnya aku tidak pernah melihatmu.”“Mungkin kamu lupa dengan kejadian yang sudah lama berlalu. Aku pernah menolongmu, Bunga. Sejak saat itu, aku sela
🏵️🏵️🏵️Setelah makan malam, aku dan Mas Ezza bersantai di ruang TV untuk menyaksikan acara kesukaan kami. Tiba-tiba terdengar suara getaran dari ponselku menandakan adanya pesan masuk. Aku segera meraih benda tersebut dari meja lalu membuka layar.Aku sangat terkejut melihat nama pengirim pesan, siapa lagi kalau bukan Dika. Saat awal berkenalan dengannya, dia meminta nomor ponselku. Sebagai seorang teman, aku bersedia memberikannya. Sebelumnya, dia jarang menghubungiku karena mengaku lebih puas bertatap muka.[Kamu udah ingat aku?] Isi pesan dari Dika.Aku bingung dengan pertanyaannya. Apa maksud Dika sebenarnya? Kenapa tadi saat di kampus, dia mengatakan sudah lama mengenalku? Dia juga mengaku pernah menolongku. Seandainya aku tahu siapa nama laki-laki yang telah memberikan pertolongan kala itu, mungkin sekarang hati ini lebih tenang.[Maksud kamu apa?] Aku membalas pesannya. Sementara Mas Ezza melirik ke arahku.[Kamu lupa dengan laki-laki yang telah melepaskanmu dari perbuatan be
🏵️🏵️🏵️“Doakan secepatnya, Mah, Pah.” Mas Ezza memberikan jawaban atas pertanyaan mamanya.“Dua hari yang lalu Papa mimpi gendong anak kecil. Dia tampan dan mirip kamu, Za. Papa merasa kalau itu nyata, tapi setelah terbangun ternyata hanya mimpi.” Aku benar-benar terharu mendengar cerita papa mertua.“Minta doanya, ya, Pah … semoga mimpi itu jadi kenyataan.” Aku berusaha meyakinkan papa Mas Ezza.“Iya, Nak. Papa selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua.”“Papa tenang aja, Ezza dan Bunga juga lagi berusaha, kok.” Ucapan Mas Ezza membuat pipiku terasa panas. Aku malu.“Papa percaya sama kamu, Za. Kamu pasti hebat seperti Papa.” Aku tidak mengerti apa arti hebat dari ucapan papa mertua. Beliau dan Mas Ezza pun tertawa, sedangkan aku dan mama mertua terdiam sambil berpandangan.“Oh, yah … kami ke kamar dulu, ya. Bunga belum pernah masuk kamar Ezza semenjak berstatus jadi istri. Dulu dia nggak mau diajak masuk, tapi sekarang harus mau.” Mas Ezza kembali membuat pipi ini kian mem
🏵️🏵️🏵️Waktu terus berlalu, tidak terasa sudah tiga bulan lamanya, Dara tidak memghubungi Mas Ezza karena nomor kontaknya telah diblokir. Aku kembali merasakan cinta yang makin bersemi untuk Mas Ezza. Dia juga tetap bersikap seperti sediakala, menunjukkan rasa peduli dan cinta yang begitu besar terhadapku.Satu masalah selesai, tetapi masih ada yang membuatku bingung. Dika makin berani menunjukkan apa yang dia rasakan kepadaku. Dia tidak peduli dengan statusku yang jelas-jelas sudah dia ketahui. Dirinya bahkan selalu mengungkit tentang pertolongan yang pernah dia lakukan di masa lalu.Aku tidak tahu pasti apakah Dika adalah sosok yang dulu memberikan bantuan bahkan menyelamatkan diriku dari kehancuran itu. Dia seolah-olah ingin memberikan teka-teki dan tidak ingin menjelaskan secara terbuka. Hari ini, Dika kembali membuatku kesal. Dia menghentikan langkahku saat ingin memasuki toilet. Alasanku ke ruangan tersebut bukan karena ingin membuang air, tetapi karena rasa mual yang tiba-ti
🏵️🏵️🏵️Aku tidak sanggup menyaksikan wanita lain berada dalam dekapan Mas Ezza. Kenapa dia tidak berusaha mengelak, tetapi justru tetap diam? Aku akhirnya langsung menghampiri mereka dengan perasaan kesal dan kecewa. Segera kutarik tangan wanita tidak tahu diri itu.“Sadar diri, dong. Ngapain peluk suami orang? Kurang dapat pelukan dari suami sendiri?” Mas Ezza tampak terkejut melihat keberadaanku.“Sayang, ini bukan seperti yang kamu pikirkan.” Mas Ezza meraih tanganku.“Ya, Mas, aku percaya sama kamu.” Aku berusaha menghargai suamiku di depan wanita itu.“Kita pulang sekarang, ya, Sayang.” Aku dan Mas Ezza segera memasuki mobil lalu meninggalkan Dara di tempat tersebut.Mobil segera meluncur dan aku tetap terdiam. Jika melihat pemandangan tadi, hati ini masih sangat sakit. Mas Ezza seolah-olah menikmati dekapan sahabatnya. Aku tidak pernah menyangka kalau dia mampu berbuat seperti itu. Selama ini, aku selalu percaya kalau dia sangat menghargai istrinya.“Terima kasih, Sayang, kare
🏵️🏵️🏵️Sebelum dokter datang, mama mertua mengusap-usap punggung dan leher belakangku. Bahagia rasanya memiliki mama mertua seperti beliau, seperti mama kandung sendiri. Sentuham lembut tangannya mampu membuatku terbuai dan merasakan kantuk.Dokter akhirnya tiba dan asisten rumah tangga langsung mengantarnya ke ruang keluarga. Aku diminta berbaring di kasur depan TV. Rasanya sudah tidak sabar untuk mengetahui apa yang terjadi terhadapku. Kenapa akhir-akhir ini badan terasa lemah?“Kapan terakhir datang bulan?” tanya dokter itu setelah memeriksa keadaanku.Aku baru sadar ternyata sudah tiga bulan lamanya tidak kedatangan tamu istimewa. Kenapa hal sepenting itu sampai terlupakan? Apa mungkin karena akhir-akhir ini, aku disibukkan dengan tugas-tugas kampus atau terlalu menikmati masa-masa indah bersama Mas Ezza?“Kalau nggak salah, tiga bulan, Dok.” “Setelah saya periksa, ternyata ada kabar bahagia. Selamat, ya, Mbak lagi hamil sekarang. Usia kandungannya memasuki sembilan minggu.” Ak