Home / Rumah Tangga / DITOLAK OM-OM / Bermula Dari Kutukan

Share

DITOLAK OM-OM
DITOLAK OM-OM
Author: Lyra Vega

Bermula Dari Kutukan

Author: Lyra Vega
last update Last Updated: 2022-06-17 19:29:24

"Kok, Om gak mau sentuh aku? Kita kan udah nikah." Aku menoel punggung lelaki yang terbaring di sampingku.

"Kecil-kecil me*um."

"Tua-tua gak normal."

"Geli aja kalau ingat waktu kamu masih ingusan dulu."

"Itu, kan, waktu aku masih umur 10 tahun."

"Pokoknya masih kebayang sampai sekarang."

Om Bas bergidik merinding lalu bebaring memunggungiku. Pilih peluk guling daripada aku--gadis yang sudah dinikahinya sebulan lalu. Istri yang masih berstatus perawan ting-ting, bukan permen bukan biskuit. Aku bisa maklum kalau Om Bas memiliki kelemahan tertentu. Masalahnya, alasan dia gak banget.

Masa iya gara-gara teringat caraku ngelap ingus dulu. Pakai punggung tangan hingga terseret ke pipi. Kadang ada gelembung keluar dari salah satu lubang hidung. Bukankah itu lucu dan menggemaskan?

"Terus kalau gak mau pegang, kenapa Om mau nikah sama aku?" Aku tahu lelaki jangkung itu hanya pura-pura merem.

"Ini semua gara-gara kutukan gak masuk akalmu itu."

==

"Mau jadi apa kamu, Sisy? Disuruh kuliah gak mau, kerja maunya yang enak dapet gaji gede. Bangun dari mimpimu! Ya Allah, punya anak perawan begini amat. Kepingin ibuk masukin ke perut lagi rasanya."

Posisi wenakku terganggu omelan Ibuk. Bikin telinga pengang tiap hari dengerin lagu yang itu-itu melulu.

Aku gak mau kuliah karena males mikir. Toh pemerintah cuma mewajibkan belajar 9 tahun. Lah ini sudah kulebihkan 3 tahun, jadi totalnya genap 12 tahun. Kurang baik apa coba?

Soal kerja enak gaji gede, ya wajarlah. Mana ada orang bermimpi dapat kerjaan susah gaji dikit. Namanya juga mimpi, kan bebas.

"Sudah, Mbak. Mending cepet-cepet kawinin aja, daripada nyusahin." Om Jatmiko yang kemarin sore baru datang dari Surabaya ikut nyeletuk.

Adik bungsu Ibuk ini memang begitu hobinya, suka menyerobot. Jangankan serobot omongan orang, punya bini aja hasil main serobot pacar teman. Gak ada akhlak memang.

"Boleh juga Om, idenya. Tinggal rebahan doang, udah ada yang cariin nafkah. Mau, mau, mau!"

Selain punya mimpi kerja enak bergaji gede, aku juga pernah bercita-cita menikah muda dengan CEO. Kedengaran ngelunjak, ya! Kan sudah kubilang kalau mimpi jangan tanggung-tanggung.

"Memangnya kamu ada kenalan, Jat? Duda tua juga gak papa, yang penting kaya. Dengan begitu bebanku berkurang, tensi darahku bisa kembali normal."

Luar biasa wanita berdaster kedodoran itu. Seolah lupa kalau ucapan seorang ibu bisa jadi doa.

"Ya gak duda tua juga kali, Buk!" Protesku, yang lain ketawa ngakak. Termasuk Bapak yang lagi mandiin burungnya di teras. Burung love bird, Pemirsa! Awas otaknya travelling.

"Kebetulan banget ini, Mbak. Aku punya teman yang kasihan sekali hidupnya. Umur cukup, kerjaan mapan, tapi apes masalah jodoh. Katanya gara-gara kutukan," terang Om Jatmiko.

"Kutukan!" Aku dan ibuk kompak mengernyit.

"Kutukan!" Bapak telat menyahut.

"Iya. Gara-gara dulu pernah nolak cinta seseorang. Gadis yang gak terima cintanya ditolak, berteriak lantang sumpahin temanku jadi perjaka tua. Sumpah wanita tersakiti ternyata manjur dan ngeri."

"Ya, sudah. Bawa saja temanmu itu ke mari, Jat. Kasihan kalau sampai jadi bujang karatan." Bapak berucap santai, sesantai ibuk yang gak merasa berdosa kasih dua jempol pertanda setuju karena sebentar lagi beban hidupnya akan segera berkurang.

Dua Minggu kemudian, teman Om Jatmiko datang beneran. Dia gak sendirian, ditemani dua malaikat pencatat amal baik dan buruk. Eh, Astaghfirullah! Maksudku ditemani kedua orang tuanya.

Setelah bertatap muka dari jarak yang benar-benar dekat, sumpah! Aku kaget setengah hidup. Begitupun dengan dia yang sepertinya juga terpesona denganku. Kelihatan dari mulutnya yang ternganga, sampai-sampai ditutup paksa emaknya gara-gara hampir dimasuki dua lalat nakal.

Aku kaget bukan karena takjub akan ketampanan pria yang akan dijodohkan denganku itu. Namun, sosoknya mengingatkanku pada cinta pertama waktu masih kelas 5 SD dulu.

"Ini Om Baskara, kan!"

Tentu saja aku masih mengingat wajahnya, orang masih awet ganteng seperti 10 tahun lalu. Pria hensem yang sering diajak Om Jatmiko menginap di rumah eyang tiap akhir pekan. Rumah yang bersebelahan memudahkanku curi-curi pandang. Kadang sok-sokan main loncat tali karet atau bola bekel di teras rumah eyang demi mencuri perhatian. Ya, pernah segabut itu.

"Kamu mengenal saya?" Yaelah tanya balik.

Semudah itu dirimu melupakanku, Kisanak?

Setelah apa yang kamu lakukan padaku dulu. Dengan entengnya menertawakan surat cinta yang kurangkai sehari semalam. Kusematkan nama Sisy dan Baskara di ujung gambar panah dan simbol hati. Berharap cintaku dan cintamu menyatu seperti tusukan sate dan potongan ayam dadu. Namun tanpa perikemanusiaan, kamu menolakku mentah-mentah.

"Ngelap ingus aja masih belepotan, sok-sokan main surat cinta. Cuci tangan, cuci kaki terus bobo sana! Om gak tertarik pacaran sama bocah."

Itulah kalimat penolakan paling menyakitkan sepanjang sejarah. Sebagai bocah, aku merasa sangat tersolimi. Tega-teganya dia mengabaikan ketulusan cintaku.

Atas nama sakit hati, aku bersumpah ....

"Om jahat! Sisy sumpahin Om gak bakalan nikah sampai tua kecuali sama Sisy!" teriakku waktu itu.

Tiba-tiba kilat menyambar, diikuti gelegar petir menakutkan seakan merestui ucapan sumpahku. Lantas ....

Jreng jreng ... sakti juga kutukan bocah kecil yang tersakiti. Seampuh kutukan emaknya Malin Kundang. Bedanya, si Malin jadi batu, kalau Om Baskara bakalan jadi calon suamiku.

"Om Bas udah lupa sama aku? Aku Sisy. Masa gak inget?"

Seisi ruang tamu saling pandang dan angkat bahu, bingung dan gak tahu.

"Sisy! Sisy ingus?" Lelaki berkulit sawo matang itu memicingkan mata mengingat-ingat sesuatu.

Amsyooong! Kenapa malah ingusnya yang diingat?

"Iya!" jawabku ketus.

"Serius?"

Yaelah, masih gak percaya.

"Iya."

Om Bas menepuk-nepuk jidat kelihatan frustasi. Pasti kaget dan nyesel bocah yang dulu diolok-olok sekarang sudah dewasa dan secantik bidadari. Yah, sebelas lima belas lah sama Natasha Wilona. Fix, no debat!

"Ma, Pa ... ini bocah yang Bas maksud. Bocah yang kasih kutukan laknat sampai Bas gak laku-laku." Jiah, setua itu masih doyan ngadu. Lagipula, siapa suruh nolak cintaku? Sukurin kena kutukan.

"Kamu yakin, Bas? Tapi menurut Mama, Sisy ini cantik dan baik, loh, Bas." Asyeeek, ada yang belain. Kibas rambut, ah!

"Sudahlah, Bas. Teruskan saja lamaran ini. Mungkin Tuhan memang sengaja menangguhkan jodoh kamu karena maksud tertentu, yakni menunggu sampai Sisy dewasa," imbuh sang Papa.

Om Bas terlihat pucat dan pasrah. Ciyeee ... ada yang terima nasib.

Sebulan kemudian, terjadilah pernikahan itu.

==

"Tidur! Ngapain bengong?"

Jiah! Apaan? Pura-pura tutup kepala pakai bantal, ujung-ujungnya ngintip juga. Muna banget jadi lelaki, masa iya gak doyan yang gurih-gurih gini. Berasa murahan banget aku nunggu moment yang kebanyakan orang bilang indah, yaitu malam pertama.

Bukan, ini malam ke-30 aku dianggurin. Jangan-jangan Om Bas penganut paham belok. Harus dibuktikan!

Mumpung dia masih ngintip, aku sengaja melepas tali baju tidur model kimono yang melilit pinggang. Sontak Om Bas melotot.

"Eh! Kamu mau ngapain?"

Lanjut gak? Lanjut gak?

Bersambung

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Jusnah Tohar
ketemu disini... ngakak abis .........️
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Akhirnya aku menemukanmu di sini om Bas
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Hahahaha lucu bgt masa lalu Sisy...anakku kls 4 SD aja kelakuannya ga kaya Sisy ya jelas lah om Bas keinget trs
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DITOLAK OM-OM    Seunyu Apa, Sih?

    Mendadak Om Bas gemetaran lihat aku beraksi menyingkap kimono pelan-pelan. Pokoknya pakai gerakan slow motion ala brand ambassador sabun mandi. Biar memacu adrenalin dan menciptakan sensasi gurih-gurih gimana gitu. "Hentikan!" Om Bas sampai berjingkat turun dari ranjang. Tetap bawa bantal buat tutupin muka, padahal ngintip juga. Ck! Muna-waroh memang. Aku menjulurkan kaki ke lantai, duduk berpose elegan dengan mencondongkan tubuh ke belakang. Pilin-pilin anak rambut dan kedipin sebelah mata, menggoda. Betewe, udah kaya pelakor belum? "Sini, dong, Om!" Kugerakkan jari telunjuk isyarat supaya lelaki mature itu mau mendekat. "Dasar bocah genit!" Bukannya maju, si dia malah mundur teratur. Syalan! Habis sudah kesabaran Sisy. Eh, belum, ding. Masih ada sisa sekian persen, bisalah untuk melanjutkan aksi nackal ini. Sebagai istri yang sebulan belum terjamah sama sekali, wajib hukumnya buat demo meminta hak buka segel. Dengan sejuta keanggunan yang kupunya, aku melangkah mendekati pria

    Last Updated : 2022-06-18
  • DITOLAK OM-OM    Sebuah Tantangan

    "Unboxing apaan? Jangan macam-macam kamu!" Uwuw, Om Bas gumushin kalau lagi panik. Takut yang dipegang bakalan lepas kalau nekat kuapa-apain. Lelaki berambut setengah basah itu melipir nempel-nempel di dinding. Jalan ke samping selangkah demi selangkah saat aku berjalan mendekatinya sampai mentok ke meja rias. Langkahku makin dekat dan teramat dekat dengan mata tak beralih menatap area bawah. "Dari luar aja udah lucu gitu bentuknya, apalagi dalamnya." Aku mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di bibir lalu menipiskan jarak dengan Om Bas. "Sisy! Jangan kurang ajar sama suami." Aku menyambar kotak kado merah muda dengan hiasan pita yang teronggok di meja rias, tepat di bawah pinggang Om Bas. Hadiah pernikahan yang telat dikirim salah satu teman yang kerja di luar kota. "Wleee, ge'er!" Kujulurkan lidah pada pemilik wajah tegang-tegang menggemaskan itu saat berjalan melewatinya. Sedikit menahan malu, Om Bas menyembunyikan wajah di balik pintu lemari. Pura-pura sibuk cari baju. "Wah! Baju

    Last Updated : 2022-06-18
  • DITOLAK OM-OM    Masih Menunggu

    Rumah itu gak terlalu besar, tapi bersihnya minta ampun. Benar-benar sudah siap huni karena semua perabotan telah tertata rapi. Pokoknya Sisy tinggal bawa badan sama baju doang. Gak salah aku jadi Om-om lover. Selain matang secara usia, Om Bas juga prepare banget tentang kewajibannya sebagai suami, yakni sandang, pangan, papan. Tinggal satu kewajiban anuan aja yang belum. Nah, kan! Ke sana lagi, ke sana lagi. "Ini kamar kita, bereskan sendiri baju-baju kamu di lemari." Om Bas menarik koperku, masuk ke sebuah ruangan yang lumayan lega kalau dipakai buat anuan. Buat guling-guling maksudnya. Kamar kita katanya. Berarti boboknya bareng-bareng kan, ya! Haseeek. Ada ranjang berukuran nomor satu dengan seprei dan bed cover warna pastel di sana. Gak sabar kepingin rebahan, apalagi sudah dilengkapi AC yang bisa diatur temperaturnya. Pasti gak bakalan bikin masuk angin kaya kipas di rumah Ibuk. "Sisy boleh tiduran di situ kan, Om?" "Ya, bolehlah." Yes! Otewe rebahan. Mana nyaman banget lag

    Last Updated : 2022-06-18
  • DITOLAK OM-OM    Hampir Saja

    Jadi gitu ceritanya, Om Bas belum mau apa-apain aku gara-gara masih kebayang terus sama masa kecilku. Kalau sepuluh tahun lalu tahu, bahwa dia akan jadi suami di masa mendatang, pasti aku bakalan rajin mandi, gak mainan tanah dan petakilan. Biar yang diingat adalah Sisy yang cantik, manis, imut dan menggoda. Intinya, dia masih kesulitan menganggapku sebagai istri. Di matanya, aku tetaplah bocah ingusan yang belum tumbuh dewasa. Padahal sebagai wanita, fisikku sudah ideal, kok. Gak kalah sama supermodel atau finalis kontes kecantikan. Masa iya gak ada keinginan buat nyicipin dikit gitu. Belum juga tahu gimana rasanya. "Astaga, Bas. Jadi selama ini kamu belum--" Mama menyatukan dua jari telunjuk kanan dan kiri isyarat anu. "Iya, Ma. Gimana cara mengatasinya ya, Ma?" Om Bas menghela napas sambil mikir. Apa selama ini dia juga tersiksa gak bisa mengatasi sugestinya sendiri? Secara kasat mata aku cukup dewasa dan menarik. Namun, bagi Om Bas berbeda, yang dilihatnya adalah sosok Sisy ke

    Last Updated : 2022-06-18
  • DITOLAK OM-OM    Permintaan Maaf

    "Diem, ah. Berisik! Nanti kalau tetangga denger, dikiranya saya KDRT." Aku ditarik ke sofa, suruh duduk anteng kaya anak TK. sedang Om Bas jongkok sambil ngelap pipiku pakai tisu. Cuma pipi, hidungku disuruh ngelap sendiri. Segitu bencinya sama ingus. "Makanya jangan jaad." "Siapa yang jahat? Yakin, kamu dandan seperti ini hanya untuk menarik perhatian saya? Bukan laki-laki lain di luar sana? Coba ingat-ingat, sepanjang perjalanan dari mall ke rumah, ada berapa pasang mata laki-laki yang bebas menguliti penampilan kamu?" Kali ini Om Bas ambil tisu basah di rak bawah meja kaca. Gak cuma air mata, polesan wajah juga dihapus sampai bersih. Ada yang polosan tapi bukan anu. Iya juga, sih. Begitu wajah Sisy yang innocent disulap jadi cantik. Tiba-tiba banyak kaum pria yang nengok pas aku lagi jalan selesai pemotretan. Dari mulai mas-mas cleaning service, pramuniaga dan pengunjung. Kayaknya terlihat takjub gitu, persis kaya Jaka Tarub waktu ketemu bidadari. Di mana, Sy? Di drama musikal

    Last Updated : 2022-06-23
  • DITOLAK OM-OM    Pelan-pelan Saja

    Untung aja waktu itu belum sempat mewek aku udah keburu tidur. Jadi paginya pikiran udah fresh lagi, gak sempat sedih berlebihan dan larut bayangin yang iya-iya.Penjelasan Om Bas tentang tugas seorang manajer kemarin ada yang nyangkut di otakku. Di mana dirinya dituntut untuk pandai berstrategi. Berarti bisa diterapkan juga, dong, untuk istri yang tersolimi karena belum pernah mencicipi yang emak-emak KBM bilang bernama nafkah batin.Ya, Sisy harus pintar berstrategi buat taklukin Om Bas. Setelah beberapa kali gagal dengan sistem bar-bar, gimana kalau sekarang dijungkirbalik jadi kalem. Meskipun itu bukan aku banget, tapi demi urusan anuan aku gak boleh menyerah gitu aja.Aku masih ingat alasan Om Bas yang pernah disampaikan ke mama. Dia gak tega sentuh aku karena selalu terbayang-bayang tingkah absurd waktu kecilku dulu. Nah, berarti sekarang aku harus bikin dia amnesia. Caranya? Jedotin aja kepalanya ke tembok. Hihihi ... sinetron banget, cuma kepentok batu aja bisa hilang ingatan.

    Last Updated : 2022-06-25
  • DITOLAK OM-OM    Kemajuan Berikutnya

    Beberapa pasang mata lihatin aku sama Om Bas gandengan tangan. Aku bisa menangkap ada jiwa-jiwa jomblo di sana. Kasihan ... semoga aja gak sampai berliuran kepingin kaya kita ini--pasangan paling uwuw dan dicintai emak-emak."Om, mau itu, dong!"Aku menunjuk mas-mas penjual aneka pentol alias bakso tanpa kuah. Namun, khusus jajanan satu ini campuran tepungnya lebih dominan ketimbang daging sapi atau ayamnya. Gak kaya yang di bakso-bakso kuah pada umumnya."Ya sudah beli sana, saya tunggu di sini." Om Bas duduk di bangku berkapasitas dua orang."Uangnya mana?" Aku menengadahkan telapak tangan.Om Bas menoleh kanan kiri, mungkin malu dengan tingkahku yang kaya anak kecil minta duit jajan sama bapaknya. Oh iya, aku kan lagi belajar jadi dewasa. Belum ada sehari sudah lupa. Buru-buru kutarik lagi tangan yang terlanjur terulur."Nih!" Om Bas menarik selembar uang berwarna biru dari dompetnya.Gerobak Mas Pentol mulai sepi antrean karena matahari sudah mulai meninggi. Aku lebih leluasa memil

    Last Updated : 2022-06-25
  • DITOLAK OM-OM    Malam Yang uwuw

    Aku meraba-raba kening sendiri, kening yang semalam jadi tempat landing-nya kecupan Om Bas. Terus senyum-senyum sambil topang dagu. Stop Sisy! Simpan kebahagiaanmu dulu. Jangan sampai udah diterbangin tinggi-tinggi, eh gak tahunya diterjunin lagi. Kan, sakit. Pura-pura polos aja dulu seakan gak terjadi apa-apa. Cuma gak bisa dimungkiri kalau perkembangan Om Bas lumayan pesat. Sekarang, pikirin caranya dulu gimana biar dia bisa jatuh cinta. Kalau cinta itu udah tertanam di hati Om Bas, bukankah urusan yang lain jadi lebih mudah? Sayangnya, saat ini aku gak bisa melancarkan aksi frontal. Dari kemarin emosi naik turun gak jelas gara-gara mens. Mana nyeri banget ini perut dan pinggang. Gak bebas ngapa-ngapain, rebahan aja sampai miring sana sini nahan perut yang terasa melilit. Gimana gak kepingin marah-marah kalau kaya gini caranya. "Ini jamu titipan Mama, barusan diantar sama kurir." Om Bas menaruh botol plastik berisi cairan berwarna kuning-kining oranye. Belum dibuka saja, sudah te

    Last Updated : 2022-06-27

Latest chapter

  • DITOLAK OM-OM    Bab 62

    "Mama sama Papa pulang, ya! Kalau Evan macem-macem bilang sama Mama." Ibu mertua memelukku penuh sayang. "Iya, Ma." "Jaga istrimu baik-baik! Sekarang kamu sudah jadi suami, tanggung jawabmu makin besar, jangan petakilan dan main-main gak jelas lagi." Tetap Evan yang diwanti-wanti, dikasih wejangan dengan nada penuh ancaman baik dari sang Mama maupun Papa. "Siap, Komandan!" Masih saja cengengesan di saat yang lain tenggelam dalam haru. "Pak, Bu, kami pamit pulang. Jangan segan-segan menegur anak kami jika dia salah langkah dan arah. Bimbing dia supaya bisa menjadi suami dan calon ayah yang baik." Kedua mertuaku menyalami sang besan. "Insya Allah, Pak, Bu. Terima kasih telah menyempatkan diri mampir ke sini," ucap Papa mewakili keluargaku. "Cici, kamu gak tinggal di Surabaya aja?" Gadis yang sekarang resmi jadi adik ipar masih menggelendot manja di lenganku, lebih manja ke aku daripada kakak kandungnya sendiri. Kami hanya beberapa kali bertemu sebelum acara pernikahan. Namun, akt

  • DITOLAK OM-OM    Bab 61

    Pagiku kini berbeda, biasanya akan terbangun dengan bunyi alarm, atau memang otakku telah tersetting sedemikian rupa oleh kebiasaan sehingga tanpa adanya alarm pun aku pasti terbangun di jam yang sama. Gak peduli tidur larut atau enggak, tetap gak ada pengaruhnya. Aku gak langsung berolahraga atau gegas mandi, tapi hari ini aku seperti mendapatkan dispensasi atas apa yang terjadi semalam. Masih ingin bermalas-malasan dengannya, memanfaatkan cuti yang gak seberapa lama dengan bercengkerama. Evan masih terpejam, mendengkur halus dengan napas teratur. Tanganku terulur menjangkau wajah tampan itu kemudian mengusapnya perlahan. Semalam pasti melelahkan untuk kami, terutama untuknya. Gejolak muda telah terlampiaskan dengan begitu indah bermandikan peluh. Kelopak mata yang tersentuh oleh tanganku mengerjap. Lengkungan di kedua sudut bibirnya begitu hangat hingga merasuk ke dada ini. "Dicium juga boleh," ujar lelaki yang telah memiliki jiwa dan ragaku seutuhnya. Aku tersadar jika jemarik

  • DITOLAK OM-OM    Bab 60

    "Gimana? Sudah sesuai dengan ekspektasi kamu?" Evan menemaniku melihat-lihat interior ruko hasil rancangannya setelah diisi lengkap dengan furniture. Proses finishing mundur satu bulan dari target karena beberapa kendala. Di lantai dua, aku memindai tiap sudut ruangan yang sebagian kecil adalah request-ku sendiri termasuk pemilihan cat dan wallpaper dinding kamar. "Oke, aku suka, kok." Puas menjelajah tiap sudut lantai dua, lanjut ke lantai tiga yang sengaja dikhususkan untuk bersantai. Ada kolam renang kecil, tempat gym dan juga taman minimalis yang difungsikan sebagai area hijau roof top. "This is you're dream, right?" Lelaki berstatus calon suami itu merentangkan tangan seperti mempersembahkan sebuah pertunjukan. "Hmmm." Aku menepi ke tembok pembatas setinggi dada orang dewasa, berdiri menghadap langit barat Surabaya. Sekarang benar-benar terwujud bersamaan dengan view keemasan kala senja. Juga dengan dia--pria tampan yang nantinya akan jadi sandaran kepalaku ketika sama-sa

  • DITOLAK OM-OM    Bab 59

    "Sudah, Mbak. Aku gak mau denger lagi pertanyaan yang selalu kamu ulang-ulang. Kamu yakin, gak? Kamu benar-benar yakin? Aku bosen, sumpah. Ini terakhir kalinya aku menjawab kalau aku sangat-sangat yakin ingin menikahimu ... segera. Paham!" Aku gak bisa lari ketika Evan mengunciku dengan tatapan tegasnya. Celah mana yang ingin kamu jadikan alasan, Erin? Kurang keras kah usahanya mencairkan bekunya rasamu? Bukti apa lagi yang kamu inginkan agar dia bisa leluasa memasuki singgasana hatimu kemudian mengizinkannya menetap di sana? "Kenapa harus segera, Van? Kaya married by accident aja." "Akan terjadi accident beneran kalau kamu sengaja mengulur-ulur waktu." Evan mencondongkan wajah, aku mundur hingga punggungku terdesak ke pintu mobil. Teringat ciuman spontan waktu di Malang, refleks kudorong dadanya hingga kepala pemuda itu terantuk jendela kaca samping pengemudi. Aku puas dia meringis dan mengelus-elus belakang kepala. "Masih berani ngancam?" "Ngeri kamu, Mbak. Mau dikasih enak ma

  • DITOLAK OM-OM    Bab 58

    "Mbak suka yang mana?" tanya Evan. Ada puluhan model cincin tunangan yang berjajar di kaca etalase toko perhiasan bernama Sofia's Jewelry. Bocah gemblung itu memang anti basa-basi. Jika memiliki keinginan tertentu pokoknya harus terlaksana segera. "Bahkan kamu belum bilang apa-apa sama Papa, Van. Apa ini gak lucu?" Gak tahu apa yang ada di kepala bocah ini. Bagiku semuanya serba instan, pertemuan kami, ketertarikan Evan, caranya mendekatiku hingga luluh. Lalu sekarang tahu-tahu sudah mengajak berburu cincin tunangan. "Aku yakin papamu pasti setuju, Mbak. Nanti begitu sampai Surabaya, aku pasti langsung ngobrolin ini sama keluarga besar Mbak." "Van--""Udah, jangan kebanyakan mikir. Buruan pilih yang mana." "Terserah kamu aja, Van." Ada model emas polosan, berhias permata, batu safir dan masih banyak model lainnya. "Enggak bisa, pokoknya harus pilih sendiri and follow your heart. Aku gak suka kata 'terserah'. Takut ngedumel di belakang." "Serius, Van. Pilih aja sesuai feeling d

  • DITOLAK OM-OM    Bab 57

    "Coba ulangi, Mbak!" Evan memiringkan kepala, sengaja mendekatkan telinganya ke bibirku. Ngelunjak memang. "Iya, Van, iya. Puas?" Gak peduli Cici akan terbangun atau enggak. Aku berteriak dan mungkin gendang telinga Evan pecah kali ini. Dia menggosok-gosok daun telinganya dan ngedumel gak jelas. Rasakan! Siapa suruh iseng. Namun itu gak berlangsung lama, aku menyaksikan sebuah selebrasi menggelikan setelahnya. Laki-laki yang baru saja kuterima cintanya melompat-lompat sambil mengepalkan tangan. Berkali-kali mengucap yes-yes. "Tapi aku belum puas kalau belum sah, Mbak," ucapnya, di sela mengatur napas yang ngos-ngosan sehabis jejingkrakan. "Tapi awas ya, kalau sampai kamu sebarluaskan berita ini. Termasuk ke Vanya. Dan jangan sekali-kali posting status apapun di sosmed tentang ini." "Kenapa?" "Kamu udah tahu jawabannya." Pancaran tegas dan kadang meneduhkan itu sedikit meredup. Kedua tangannya mencengkeram besi pembatas balkon. Bukannya aku gak mau mengakuinya, tapi aku takut j

  • DITOLAK OM-OM    Bab 56

    "Santai aja, Mbak. Gak usah tegang." Evan menutup pintu mobilnya, lalu menarik tanganku ke sebuah bangunan modern klasik berlantai dua. "Kamu yang santai, Van. Aku enggak bakalan ilang." Kulepas genggamannya yang hangat, seketika detak jantungku kembali normal. Dia gak tahu irama menyebalkan itu cukup mengganggu. "Evan!" seru seseorang, setelah daun pintu ditarik ke dalam. Wanita berambut keriting sebahu memeluk erat pemuda itu. Erat sekali seperti seakan semua rindu tumpah di sana. Seolah dia pernah bepergian ke suatu tempat, lalu kembali setelah bertahun-tahun. "Kangen banget ya, Ma?" Evan lebih erat membalas. "Iyalah. Biasanya seminggu sekali pulang, ini enggak. Mentang-mentang sudah nemu--" "Oh, ya, Ma. Kenalin, ini wanita cantik yang pernah Evan ceritain ke Mama." Pelukan terurai dan dengan lancangnya tangan Evan merangkul leherku. Cerita apa saja dia ke ibunya? "Oh, jadi kamu yang namanya Erin? Cantik sekali. Real pict seperti di foto-foto yang sering dikirim Evan." "I

  • DITOLAK OM-OM    Bab 55

    "Semudah itu papa kasih izin Evan?" Terpaksa aku prepare juga pagi ini. Aku kalah telak dengan pendukung cowok cute itu. Papa, Mama dan Vanya bersekongkol meluluhkanku dengan sejuta cara. "Dia meminta izin dan bicara baik-baik sama papa. Papa cuma bisa kasih semangat, sekalian ingin melihat bagaimana cara dia berjuang mendapatkan cinta Erin yang kerasa kepala. Berani juga anak itu." Lelaki itu duduk di tepi ranjang, menungguku bersiap-siap karena sebentar lagi Evan menjemput. "Sekarang papa pasrah, ya?" Aku tertawa kecil menggodanya, mengingat pria-pria rekomendasi papa yang pernah kutolak sebelum ini. Dari kesemua lelaki tersebut, aku tahu papa sudah menyelidiki dulu latar belakang masing-masing. Gak mungkin asal walaupun bisa dikatakan aku begitu terlambat menemukan pasangan. "Bukan pasrah, tapi ingin mengikuti apa yang terbaik menurut kamu karena yang akan menjalani adalah kamu. Soal Evan ... menurut papa, dia memiliki daya tarik kuat. Bisa kamu lihat dari niat baiknya, keber

  • DITOLAK OM-OM    Bab 54

    Aku tertawa, tepatnya menertawakan diri sendiri. Menyedihkan, bukan! Bahkan sekarang aku sedang dihibur oleh lelaki muda dengan gombalannya. Gombalan yang sering kulihat di acara komedi talk show atau cuplikan video singkat di sosmed. Evan berhasil, melebur sakitku, kecewaku juga sedihku dengan caranya meski di balik semua itu batinku meronta-ronta. "Ada yang lucu, Mbak?" Pertanyaan yang membuatku menghentikan tawa ini. Bukankah dia pencipta mood booster itu? Lawakan khas anak muda ketika iseng merayu wanita-wanita di sekitarnya. Kenapa dia malah datar saja? "Maaf, Van. Aku terbawa suasana dan gak bisa nahan tawa." "Jadi, Mbak pikir aku sedang becanda?" "Loh, terus?" Apa ini sebuah kode tertentu, kode lelaki terhadap perempuan yang memiliki kepekaan tinggi. Masa depan Mbak sudah ada di sini katanya. Apa itu artinya dia sudah berani melangkah lebih jauh? "Mungkin terlalu cepat dan begitu konyol di mata Mbak. Tapi jujur, apa yang sedang kurasakan ini gak salah. Serius!" Pramusaj

DMCA.com Protection Status