Home / Rumah Tangga / DITOLAK OM-OM / Sebuah Tantangan

Share

Sebuah Tantangan

Author: Lyra Vega
last update Last Updated: 2022-06-18 20:57:16

"Unboxing apaan? Jangan macam-macam kamu!" Uwuw, Om Bas gumushin kalau lagi panik. Takut yang dipegang bakalan lepas kalau nekat kuapa-apain.

Lelaki berambut setengah basah itu melipir nempel-nempel di dinding. Jalan ke samping selangkah demi selangkah saat aku berjalan mendekatinya sampai mentok ke meja rias. Langkahku makin dekat dan teramat dekat dengan mata tak beralih menatap area bawah.

"Dari luar aja udah lucu gitu bentuknya, apalagi dalamnya." Aku mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di bibir lalu menipiskan jarak dengan Om Bas.

"Sisy! Jangan kurang ajar sama suami."

Aku menyambar kotak kado merah muda dengan hiasan pita yang teronggok di meja rias, tepat di bawah pinggang Om Bas. Hadiah pernikahan yang telat dikirim salah satu teman yang kerja di luar kota.

"Wleee, ge'er!" Kujulurkan lidah pada pemilik wajah tegang-tegang menggemaskan itu saat berjalan melewatinya.

Sedikit menahan malu, Om Bas menyembunyikan wajah di balik pintu lemari. Pura-pura sibuk cari baju.

"Wah! Bajunya lucu banget, ya, Om. Pasti cocok dan pas di badan aku." Kutunjukkan isi kado pada pria berjenggot tipis yang sudah rapi pakai kaos oblong.

Satu kali menoleh, dia cuek. Pas noleh kedua kali, doi membelalak sampai bola matanya nyaris keluar.

"Baju model apa itu? Tipis kaya saringan tahu."

"Kata temenku ini mahal loh, Om. Namanya baju dinas di depan suami. Aku cobain, ya!"

"Eh, eh ... jangan coba-coba pakai itu di depan saya! Baru sembuh masuk angin sudah berani pecicilan."

Wastagaaah! Bukannya laki-laki normal itu malah suka dipancing-pancing begini. Kok ini kebalikannya, benar-benar ada yang gak beres.

"Kumat ngelamun, saru anak kecil membayangkan yang enggak-enggak. Mending kamu packing dari sekarang, besok pagi kita berangkat ke Surabaya."

Pasti kalian berpikir, kok ada suami yang betah membiarkan istrinya masih tersegel dengan rapat sampai sebulan lamanya? Ya ada, Om Bas orangnya. Terlepas dari cinta atau enggak, masa iya gak tergoda buat melepas keperjakaannya? Namun, sejauh ini memang banyak kendala.

Tepat di hari pernikahan, tamu bulananku datang. Otomatis absen semingguan. Minggu berikutnya Om Bas harus balik ke Surabaya karena banyak pekerjaan yang gak bisa diwakilkan. Selain itu mengurus rumah baru yang masih dalam proses finishing. Aku gak boleh ikut, nanti saja sekalian pindahan. Biar gak repot bolak balik sana sini. Terpaksa harus LDR dulu.

Barulah kemarin Om Bas datang lagi ke Malang sekaligus jemput aku. Mungkin karena masih malu tinggal bareng mertua. Jadi, ya, terpaksa anuan itu harus ditunda dulu. Padahal harusnya ada kangen-kangenan gitu, kan? Yang ada cuma bisa gigit jari setulang-tulangnya. Hiks, sakit.

Baiklah, Sisy akan bersabar. Masih bisa ditoleransi. Jangan memikirkan yang iya-iya dulu.

***

"Bapak dan Ibuk kelihatan seneng banget pisah sama aku."

Habis Subuh barang-barangku sudah masuk bagasi mobil semua. Tinggal pamitan, tapi heran aja sama pasangan paling uwuw dari era 90-an itu. Bukannya sedih melepas anak gadis semata wayang, ini malah semringah kaya Mak-emak yang baru gajian.

"Ooh jelas, dengan begini suasana rumah akan jauh lebih tenang. Tensi darah bapak dan ibumu akan menurun, dan tentunya bisa pacaran tanpa kamu isengin." Ibuk mengedipkan sebelah mata pada pujaan hatinya. Pantesan, bibit genitnya diwariskan sama aku.

Aku memang suka jail kalau lihat mereka mesra nonton TV berdua sambil suap-suapan kerupuk. Kan, itu gak adil buat anaknya yang jomlo. Ya, sudah, nyempil aja duduk di tengah-tengah mereka. Itu baru adil namanya.

"Pak, Buk ... saya dan Sisy pamit dulu." Suami siapa sih, itu? Dia mencium punggung tangan Bapak dan Ibuk bergantian. Sopan banget perilakunya di depan mertua. Sumpah! Jadi kepingin pukul-pukul dadanya, gumush.

"Iya, Nak Bas. Tolong jaga Sisy baik-baik, ya! Kalau bandel dan menyusahkan, gethok saja kepalanya!" Jiah. Pesan macam apa pula itu?

"Pak, Buk ... Sisy pasti bakalan kangen banget jailin kalian. Hiks!"

Pletak! Bukannya dielus-elus, kepalaku malah kena satu jitakan.

"Halah! Simpan saja air mata buaya betina kamu itu. Kaya Surabaya-Malang itu jauh saja. Kalau gak macet, dua jam juga sampai. Sudah berangkat sana! Gak usah banyak drama. Baik-baik di sana, jangan bikin susah suami."

Duh, ini yang anak kandung siapa sih, di sini? Kenapa diperlakukan berbeda? Pada tega.

***

Jalur utama non tol masih lengang, sisa-sisa gelap masih tampak di sepanjang jalan yang dilewati. Mau tidur lagi gak bisa, sudah terlanjur mandi dan dandan rapi. Apa pura-pura merem aja kali, ya! Siapa tahu diem-diem Om Bas apa-apain aku kaya di drama-drama gitu. Ah, otak-otak! Kenapa jadi gesrek gini sejak dimasukkan ke genk jaman SMA kemarin.

Jadi, aku punya tiga sahabat yang bisa dibilang satu frekuensi. Pokoknya habis lulus sekolah, resolusi kita gak cuma dapat ijazah, tapi ijab sah juga. Alasannya kaya yang kusebutkan kemarin. Males mikir, pinginnya dipikirin. Males kerja, pinginnya dikerjain.

Novi, Ratna dan Amel enak, dapat jodohnya hampir barengan. Paling telat ya, aku ini. Makanya sering jadi obat nyamuk atau bahan bully di grup W* teman se-genk. Paling ngenes kalau mereka pada bahas tema 21 plus, aku cuma bisa nyengir. Jangankan 21, umur aja baru genap 20 tahun. Cuma, ada untungnya juga, sih. Dari obrolan mereka itu ternyata bisa kuterapkan sekarang. Gak sia-sia pernah nimbrung.

"Kamu gak berubah, ya!" Om Bas membuka obrolan setelah satu jam kaya orang gak saling kenal.

"Dari kapan gak berubah?"

"Dari sepuluh tahun lalu."

"Pakai kaca pembesar dulu, Om. Sepuluh tahun lalu, Sisy masih kecil. Sekarang Om gak lihat, aku tumbuh dewasa dan cantik begini?" Kalau awet imut memang iya.

"Maksud saya tetap genit."

"Genit sama suami sendiri gak papa kali."

"Sebelum ini pernah pacaran?"

"Pernah lah, masa enggak."

"Pernah ngapain aja?"

"Maksud, Om?"

Wah-wah, ngelunjak ini Om-om. Apa coba maksudnya tanya-tanya kaya gitu? Pas ditanya balik malah gak bisa jawab.

"Oh, Sisy tau. Jadi Om meragukan kegadisanku?"

"Mmm---" Dia tetap gak bisa jawab.

"Oke, fix! Begitu sampai Surabaya, ayo kita buktiin!"

Bersambung

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Heylel Fosforus
Judulnya di ganti ya...???
goodnovel comment avatar
Elda Basri
huhui om bas pasti obrak-abrik sisy sampai disurabaya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DITOLAK OM-OM    Masih Menunggu

    Rumah itu gak terlalu besar, tapi bersihnya minta ampun. Benar-benar sudah siap huni karena semua perabotan telah tertata rapi. Pokoknya Sisy tinggal bawa badan sama baju doang. Gak salah aku jadi Om-om lover. Selain matang secara usia, Om Bas juga prepare banget tentang kewajibannya sebagai suami, yakni sandang, pangan, papan. Tinggal satu kewajiban anuan aja yang belum. Nah, kan! Ke sana lagi, ke sana lagi. "Ini kamar kita, bereskan sendiri baju-baju kamu di lemari." Om Bas menarik koperku, masuk ke sebuah ruangan yang lumayan lega kalau dipakai buat anuan. Buat guling-guling maksudnya. Kamar kita katanya. Berarti boboknya bareng-bareng kan, ya! Haseeek. Ada ranjang berukuran nomor satu dengan seprei dan bed cover warna pastel di sana. Gak sabar kepingin rebahan, apalagi sudah dilengkapi AC yang bisa diatur temperaturnya. Pasti gak bakalan bikin masuk angin kaya kipas di rumah Ibuk. "Sisy boleh tiduran di situ kan, Om?" "Ya, bolehlah." Yes! Otewe rebahan. Mana nyaman banget lag

    Last Updated : 2022-06-18
  • DITOLAK OM-OM    Hampir Saja

    Jadi gitu ceritanya, Om Bas belum mau apa-apain aku gara-gara masih kebayang terus sama masa kecilku. Kalau sepuluh tahun lalu tahu, bahwa dia akan jadi suami di masa mendatang, pasti aku bakalan rajin mandi, gak mainan tanah dan petakilan. Biar yang diingat adalah Sisy yang cantik, manis, imut dan menggoda. Intinya, dia masih kesulitan menganggapku sebagai istri. Di matanya, aku tetaplah bocah ingusan yang belum tumbuh dewasa. Padahal sebagai wanita, fisikku sudah ideal, kok. Gak kalah sama supermodel atau finalis kontes kecantikan. Masa iya gak ada keinginan buat nyicipin dikit gitu. Belum juga tahu gimana rasanya. "Astaga, Bas. Jadi selama ini kamu belum--" Mama menyatukan dua jari telunjuk kanan dan kiri isyarat anu. "Iya, Ma. Gimana cara mengatasinya ya, Ma?" Om Bas menghela napas sambil mikir. Apa selama ini dia juga tersiksa gak bisa mengatasi sugestinya sendiri? Secara kasat mata aku cukup dewasa dan menarik. Namun, bagi Om Bas berbeda, yang dilihatnya adalah sosok Sisy ke

    Last Updated : 2022-06-18
  • DITOLAK OM-OM    Permintaan Maaf

    "Diem, ah. Berisik! Nanti kalau tetangga denger, dikiranya saya KDRT." Aku ditarik ke sofa, suruh duduk anteng kaya anak TK. sedang Om Bas jongkok sambil ngelap pipiku pakai tisu. Cuma pipi, hidungku disuruh ngelap sendiri. Segitu bencinya sama ingus. "Makanya jangan jaad." "Siapa yang jahat? Yakin, kamu dandan seperti ini hanya untuk menarik perhatian saya? Bukan laki-laki lain di luar sana? Coba ingat-ingat, sepanjang perjalanan dari mall ke rumah, ada berapa pasang mata laki-laki yang bebas menguliti penampilan kamu?" Kali ini Om Bas ambil tisu basah di rak bawah meja kaca. Gak cuma air mata, polesan wajah juga dihapus sampai bersih. Ada yang polosan tapi bukan anu. Iya juga, sih. Begitu wajah Sisy yang innocent disulap jadi cantik. Tiba-tiba banyak kaum pria yang nengok pas aku lagi jalan selesai pemotretan. Dari mulai mas-mas cleaning service, pramuniaga dan pengunjung. Kayaknya terlihat takjub gitu, persis kaya Jaka Tarub waktu ketemu bidadari. Di mana, Sy? Di drama musikal

    Last Updated : 2022-06-23
  • DITOLAK OM-OM    Pelan-pelan Saja

    Untung aja waktu itu belum sempat mewek aku udah keburu tidur. Jadi paginya pikiran udah fresh lagi, gak sempat sedih berlebihan dan larut bayangin yang iya-iya.Penjelasan Om Bas tentang tugas seorang manajer kemarin ada yang nyangkut di otakku. Di mana dirinya dituntut untuk pandai berstrategi. Berarti bisa diterapkan juga, dong, untuk istri yang tersolimi karena belum pernah mencicipi yang emak-emak KBM bilang bernama nafkah batin.Ya, Sisy harus pintar berstrategi buat taklukin Om Bas. Setelah beberapa kali gagal dengan sistem bar-bar, gimana kalau sekarang dijungkirbalik jadi kalem. Meskipun itu bukan aku banget, tapi demi urusan anuan aku gak boleh menyerah gitu aja.Aku masih ingat alasan Om Bas yang pernah disampaikan ke mama. Dia gak tega sentuh aku karena selalu terbayang-bayang tingkah absurd waktu kecilku dulu. Nah, berarti sekarang aku harus bikin dia amnesia. Caranya? Jedotin aja kepalanya ke tembok. Hihihi ... sinetron banget, cuma kepentok batu aja bisa hilang ingatan.

    Last Updated : 2022-06-25
  • DITOLAK OM-OM    Kemajuan Berikutnya

    Beberapa pasang mata lihatin aku sama Om Bas gandengan tangan. Aku bisa menangkap ada jiwa-jiwa jomblo di sana. Kasihan ... semoga aja gak sampai berliuran kepingin kaya kita ini--pasangan paling uwuw dan dicintai emak-emak."Om, mau itu, dong!"Aku menunjuk mas-mas penjual aneka pentol alias bakso tanpa kuah. Namun, khusus jajanan satu ini campuran tepungnya lebih dominan ketimbang daging sapi atau ayamnya. Gak kaya yang di bakso-bakso kuah pada umumnya."Ya sudah beli sana, saya tunggu di sini." Om Bas duduk di bangku berkapasitas dua orang."Uangnya mana?" Aku menengadahkan telapak tangan.Om Bas menoleh kanan kiri, mungkin malu dengan tingkahku yang kaya anak kecil minta duit jajan sama bapaknya. Oh iya, aku kan lagi belajar jadi dewasa. Belum ada sehari sudah lupa. Buru-buru kutarik lagi tangan yang terlanjur terulur."Nih!" Om Bas menarik selembar uang berwarna biru dari dompetnya.Gerobak Mas Pentol mulai sepi antrean karena matahari sudah mulai meninggi. Aku lebih leluasa memil

    Last Updated : 2022-06-25
  • DITOLAK OM-OM    Malam Yang uwuw

    Aku meraba-raba kening sendiri, kening yang semalam jadi tempat landing-nya kecupan Om Bas. Terus senyum-senyum sambil topang dagu. Stop Sisy! Simpan kebahagiaanmu dulu. Jangan sampai udah diterbangin tinggi-tinggi, eh gak tahunya diterjunin lagi. Kan, sakit. Pura-pura polos aja dulu seakan gak terjadi apa-apa. Cuma gak bisa dimungkiri kalau perkembangan Om Bas lumayan pesat. Sekarang, pikirin caranya dulu gimana biar dia bisa jatuh cinta. Kalau cinta itu udah tertanam di hati Om Bas, bukankah urusan yang lain jadi lebih mudah? Sayangnya, saat ini aku gak bisa melancarkan aksi frontal. Dari kemarin emosi naik turun gak jelas gara-gara mens. Mana nyeri banget ini perut dan pinggang. Gak bebas ngapa-ngapain, rebahan aja sampai miring sana sini nahan perut yang terasa melilit. Gimana gak kepingin marah-marah kalau kaya gini caranya. "Ini jamu titipan Mama, barusan diantar sama kurir." Om Bas menaruh botol plastik berisi cairan berwarna kuning-kining oranye. Belum dibuka saja, sudah te

    Last Updated : 2022-06-27
  • DITOLAK OM-OM    Tentang Sisy(Pov Baskara)

    "Permisi, Om!" Terhitung sudah empat kali bocah perempuan kelas 5 Sekolah Dasar itu mondar mandir di depanku. "Ya." Keempat kali pula aku menjawab dengan ucapan sama. Dia tidak akan beralih memandangiku sebelum respons diterima. Setelah mendengar jawaban yang diinginkan, pasti senyuman khas bocahnya keluar. Senyuman yang sulit kuartikan untuk bocah berusia 10 tahun. Namanya Sisy, keponakan Jatmiko--rekan kerja di salah satu perusahaan di Surabaya. Entah ini pertemuan ke berapa, aku lupa. Tiap aku bertandang ke rumah Jatmiko, selang beberapa menit kemudian pasti gadis cilik dan dekil itu langsung muncul entah dari mana datangnya. Tahu-tahu sudah mondar-mandir, entah bawa karet, bola bekel, atau sekadar panjat-panjat pohon jambu dan bergelantungan di sana. Kali ini dia tidak sendirian, tapi bersama dua bocah yang sepertinya berusia sepantaran. Sekilas kulihat dari balik jendela, mereka tengah bermain masak-masakan. Pantas Sisy sibuk mengambil air, gayung, sendok dan entah apa lagi

    Last Updated : 2022-06-27
  • DITOLAK OM-OM    Penyelidikan Sisy

    "Aduh!" Plastik tahu Sumedang di tangan sampai terjatuh saat Om Bas mengerem mendadak. "Maaf! Lampu merahnya nyala." Om Bas mengarahkan jari telunjuk ke tiang lampu pengatur lalu lintas di sudut pertigaan. "Om bikin jantungan aja." Aku menunduk mencari plastik makanan yang terjatuh di bawah kabin mobil. Untung masih bisa diselamatkan. "Maaf. Sekarang jadi tahu, kan, pentingnya pakai sabuk pengaman?" Kadang aku memang suka bandel, malas pakai sabuk pengaman. Lagi-lagi aku bersyukur kepala ini gak sampai terantuk kabin. Eh, tapi masa iya gara-gara lampu merah? Orang mobil Om Bas gak terlalu mepet juga dengan mobil di depannya. "Terus, soal burung tadi gimana, Om? Kok bisa kliniknya buka praktik untuk penyakit manusia sekaligus hewan?" Jujur, aku masih penasaran dengan penyakit aneh yang baru kudengar ini. "Mmm ... soal itu, mungkin Bapak lebih paham." Tumben gak bisa jawab, biasanya Om Bas kaya mesin pencarian google, tahu segalanya. Namun benar juga, Bapak mungkin lebih tahu kar

    Last Updated : 2022-06-28

Latest chapter

  • DITOLAK OM-OM    Bab 62

    "Mama sama Papa pulang, ya! Kalau Evan macem-macem bilang sama Mama." Ibu mertua memelukku penuh sayang. "Iya, Ma." "Jaga istrimu baik-baik! Sekarang kamu sudah jadi suami, tanggung jawabmu makin besar, jangan petakilan dan main-main gak jelas lagi." Tetap Evan yang diwanti-wanti, dikasih wejangan dengan nada penuh ancaman baik dari sang Mama maupun Papa. "Siap, Komandan!" Masih saja cengengesan di saat yang lain tenggelam dalam haru. "Pak, Bu, kami pamit pulang. Jangan segan-segan menegur anak kami jika dia salah langkah dan arah. Bimbing dia supaya bisa menjadi suami dan calon ayah yang baik." Kedua mertuaku menyalami sang besan. "Insya Allah, Pak, Bu. Terima kasih telah menyempatkan diri mampir ke sini," ucap Papa mewakili keluargaku. "Cici, kamu gak tinggal di Surabaya aja?" Gadis yang sekarang resmi jadi adik ipar masih menggelendot manja di lenganku, lebih manja ke aku daripada kakak kandungnya sendiri. Kami hanya beberapa kali bertemu sebelum acara pernikahan. Namun, akt

  • DITOLAK OM-OM    Bab 61

    Pagiku kini berbeda, biasanya akan terbangun dengan bunyi alarm, atau memang otakku telah tersetting sedemikian rupa oleh kebiasaan sehingga tanpa adanya alarm pun aku pasti terbangun di jam yang sama. Gak peduli tidur larut atau enggak, tetap gak ada pengaruhnya. Aku gak langsung berolahraga atau gegas mandi, tapi hari ini aku seperti mendapatkan dispensasi atas apa yang terjadi semalam. Masih ingin bermalas-malasan dengannya, memanfaatkan cuti yang gak seberapa lama dengan bercengkerama. Evan masih terpejam, mendengkur halus dengan napas teratur. Tanganku terulur menjangkau wajah tampan itu kemudian mengusapnya perlahan. Semalam pasti melelahkan untuk kami, terutama untuknya. Gejolak muda telah terlampiaskan dengan begitu indah bermandikan peluh. Kelopak mata yang tersentuh oleh tanganku mengerjap. Lengkungan di kedua sudut bibirnya begitu hangat hingga merasuk ke dada ini. "Dicium juga boleh," ujar lelaki yang telah memiliki jiwa dan ragaku seutuhnya. Aku tersadar jika jemarik

  • DITOLAK OM-OM    Bab 60

    "Gimana? Sudah sesuai dengan ekspektasi kamu?" Evan menemaniku melihat-lihat interior ruko hasil rancangannya setelah diisi lengkap dengan furniture. Proses finishing mundur satu bulan dari target karena beberapa kendala. Di lantai dua, aku memindai tiap sudut ruangan yang sebagian kecil adalah request-ku sendiri termasuk pemilihan cat dan wallpaper dinding kamar. "Oke, aku suka, kok." Puas menjelajah tiap sudut lantai dua, lanjut ke lantai tiga yang sengaja dikhususkan untuk bersantai. Ada kolam renang kecil, tempat gym dan juga taman minimalis yang difungsikan sebagai area hijau roof top. "This is you're dream, right?" Lelaki berstatus calon suami itu merentangkan tangan seperti mempersembahkan sebuah pertunjukan. "Hmmm." Aku menepi ke tembok pembatas setinggi dada orang dewasa, berdiri menghadap langit barat Surabaya. Sekarang benar-benar terwujud bersamaan dengan view keemasan kala senja. Juga dengan dia--pria tampan yang nantinya akan jadi sandaran kepalaku ketika sama-sa

  • DITOLAK OM-OM    Bab 59

    "Sudah, Mbak. Aku gak mau denger lagi pertanyaan yang selalu kamu ulang-ulang. Kamu yakin, gak? Kamu benar-benar yakin? Aku bosen, sumpah. Ini terakhir kalinya aku menjawab kalau aku sangat-sangat yakin ingin menikahimu ... segera. Paham!" Aku gak bisa lari ketika Evan mengunciku dengan tatapan tegasnya. Celah mana yang ingin kamu jadikan alasan, Erin? Kurang keras kah usahanya mencairkan bekunya rasamu? Bukti apa lagi yang kamu inginkan agar dia bisa leluasa memasuki singgasana hatimu kemudian mengizinkannya menetap di sana? "Kenapa harus segera, Van? Kaya married by accident aja." "Akan terjadi accident beneran kalau kamu sengaja mengulur-ulur waktu." Evan mencondongkan wajah, aku mundur hingga punggungku terdesak ke pintu mobil. Teringat ciuman spontan waktu di Malang, refleks kudorong dadanya hingga kepala pemuda itu terantuk jendela kaca samping pengemudi. Aku puas dia meringis dan mengelus-elus belakang kepala. "Masih berani ngancam?" "Ngeri kamu, Mbak. Mau dikasih enak ma

  • DITOLAK OM-OM    Bab 58

    "Mbak suka yang mana?" tanya Evan. Ada puluhan model cincin tunangan yang berjajar di kaca etalase toko perhiasan bernama Sofia's Jewelry. Bocah gemblung itu memang anti basa-basi. Jika memiliki keinginan tertentu pokoknya harus terlaksana segera. "Bahkan kamu belum bilang apa-apa sama Papa, Van. Apa ini gak lucu?" Gak tahu apa yang ada di kepala bocah ini. Bagiku semuanya serba instan, pertemuan kami, ketertarikan Evan, caranya mendekatiku hingga luluh. Lalu sekarang tahu-tahu sudah mengajak berburu cincin tunangan. "Aku yakin papamu pasti setuju, Mbak. Nanti begitu sampai Surabaya, aku pasti langsung ngobrolin ini sama keluarga besar Mbak." "Van--""Udah, jangan kebanyakan mikir. Buruan pilih yang mana." "Terserah kamu aja, Van." Ada model emas polosan, berhias permata, batu safir dan masih banyak model lainnya. "Enggak bisa, pokoknya harus pilih sendiri and follow your heart. Aku gak suka kata 'terserah'. Takut ngedumel di belakang." "Serius, Van. Pilih aja sesuai feeling d

  • DITOLAK OM-OM    Bab 57

    "Coba ulangi, Mbak!" Evan memiringkan kepala, sengaja mendekatkan telinganya ke bibirku. Ngelunjak memang. "Iya, Van, iya. Puas?" Gak peduli Cici akan terbangun atau enggak. Aku berteriak dan mungkin gendang telinga Evan pecah kali ini. Dia menggosok-gosok daun telinganya dan ngedumel gak jelas. Rasakan! Siapa suruh iseng. Namun itu gak berlangsung lama, aku menyaksikan sebuah selebrasi menggelikan setelahnya. Laki-laki yang baru saja kuterima cintanya melompat-lompat sambil mengepalkan tangan. Berkali-kali mengucap yes-yes. "Tapi aku belum puas kalau belum sah, Mbak," ucapnya, di sela mengatur napas yang ngos-ngosan sehabis jejingkrakan. "Tapi awas ya, kalau sampai kamu sebarluaskan berita ini. Termasuk ke Vanya. Dan jangan sekali-kali posting status apapun di sosmed tentang ini." "Kenapa?" "Kamu udah tahu jawabannya." Pancaran tegas dan kadang meneduhkan itu sedikit meredup. Kedua tangannya mencengkeram besi pembatas balkon. Bukannya aku gak mau mengakuinya, tapi aku takut j

  • DITOLAK OM-OM    Bab 56

    "Santai aja, Mbak. Gak usah tegang." Evan menutup pintu mobilnya, lalu menarik tanganku ke sebuah bangunan modern klasik berlantai dua. "Kamu yang santai, Van. Aku enggak bakalan ilang." Kulepas genggamannya yang hangat, seketika detak jantungku kembali normal. Dia gak tahu irama menyebalkan itu cukup mengganggu. "Evan!" seru seseorang, setelah daun pintu ditarik ke dalam. Wanita berambut keriting sebahu memeluk erat pemuda itu. Erat sekali seperti seakan semua rindu tumpah di sana. Seolah dia pernah bepergian ke suatu tempat, lalu kembali setelah bertahun-tahun. "Kangen banget ya, Ma?" Evan lebih erat membalas. "Iyalah. Biasanya seminggu sekali pulang, ini enggak. Mentang-mentang sudah nemu--" "Oh, ya, Ma. Kenalin, ini wanita cantik yang pernah Evan ceritain ke Mama." Pelukan terurai dan dengan lancangnya tangan Evan merangkul leherku. Cerita apa saja dia ke ibunya? "Oh, jadi kamu yang namanya Erin? Cantik sekali. Real pict seperti di foto-foto yang sering dikirim Evan." "I

  • DITOLAK OM-OM    Bab 55

    "Semudah itu papa kasih izin Evan?" Terpaksa aku prepare juga pagi ini. Aku kalah telak dengan pendukung cowok cute itu. Papa, Mama dan Vanya bersekongkol meluluhkanku dengan sejuta cara. "Dia meminta izin dan bicara baik-baik sama papa. Papa cuma bisa kasih semangat, sekalian ingin melihat bagaimana cara dia berjuang mendapatkan cinta Erin yang kerasa kepala. Berani juga anak itu." Lelaki itu duduk di tepi ranjang, menungguku bersiap-siap karena sebentar lagi Evan menjemput. "Sekarang papa pasrah, ya?" Aku tertawa kecil menggodanya, mengingat pria-pria rekomendasi papa yang pernah kutolak sebelum ini. Dari kesemua lelaki tersebut, aku tahu papa sudah menyelidiki dulu latar belakang masing-masing. Gak mungkin asal walaupun bisa dikatakan aku begitu terlambat menemukan pasangan. "Bukan pasrah, tapi ingin mengikuti apa yang terbaik menurut kamu karena yang akan menjalani adalah kamu. Soal Evan ... menurut papa, dia memiliki daya tarik kuat. Bisa kamu lihat dari niat baiknya, keber

  • DITOLAK OM-OM    Bab 54

    Aku tertawa, tepatnya menertawakan diri sendiri. Menyedihkan, bukan! Bahkan sekarang aku sedang dihibur oleh lelaki muda dengan gombalannya. Gombalan yang sering kulihat di acara komedi talk show atau cuplikan video singkat di sosmed. Evan berhasil, melebur sakitku, kecewaku juga sedihku dengan caranya meski di balik semua itu batinku meronta-ronta. "Ada yang lucu, Mbak?" Pertanyaan yang membuatku menghentikan tawa ini. Bukankah dia pencipta mood booster itu? Lawakan khas anak muda ketika iseng merayu wanita-wanita di sekitarnya. Kenapa dia malah datar saja? "Maaf, Van. Aku terbawa suasana dan gak bisa nahan tawa." "Jadi, Mbak pikir aku sedang becanda?" "Loh, terus?" Apa ini sebuah kode tertentu, kode lelaki terhadap perempuan yang memiliki kepekaan tinggi. Masa depan Mbak sudah ada di sini katanya. Apa itu artinya dia sudah berani melangkah lebih jauh? "Mungkin terlalu cepat dan begitu konyol di mata Mbak. Tapi jujur, apa yang sedang kurasakan ini gak salah. Serius!" Pramusaj

DMCA.com Protection Status