“Apa kamu tidak perlu ke rumah sakit?” sepertinya dia masih khawatir. Aku gegas menggeleng.“Tidak, kakiku sudah membaik.”“Ok, aku akan berikan kamarku buat kamu. Aku diberikan kamar paling bagus, semoga membuatmu lebih baik,” katanya.“Tidak usah Kak Jeff. Aku bukan tamu di sini. Mungkin aku akan pulang saja.” Aku memotong kalimatnya. Namun, Kak Jeff menggeleng kuat.“No, no. kamu harus istirahat malam ini. Aku bisa tidur di sini. Aku sudah terbiasa jika menginap di shelter. Kamu yang lebih membutuhkannya. Ayo, aku antar.” Dia mengulurkan tangannya.“Aku sangat merepotkan,” ucapku tak enak hati.“No, of course not. Aku berikan itu sebagai hadian pertemuan kita. Ayo,” ajaknya lagi. Aku mencoba bangkit dan KAk Jeff gegas membantuku. Dr.Radit juga gegas mendekat tapi aku tak menghiraukannya.Hatiku sudah terlanjur kebas dengan semua sikap dinginnya selama ini. bukan hanya dia, akupun bisa berlaku sama.“Biar aku saja,” kata dr.Radit.Kak Jeff melempar tatapan heran pada lelaki itu.“Ak
“Bisakah kamu ceritakan bagaimana kamu memutuskan untuk menikah?” tanya Jeff. Kini dia duduk di kursi samping ranjang di mana Yasmin berbaring. Wajahnya tampak begitu penasaran. Gerakan tangannya bahkan terbaca jika dia ingin menggenggam jemari sang wanita.“Ini cerita yang panjang dan lucu,” jawab Yasmin menerawang. “Sebelumnya aku menikah dengan lelaki yang buruk. Mas Agus namanya. Bahkan di hari pertama pernikahanku, aku diceraikannya hanya karena make up.”“What the hell?” pekik Jeff marah mendengar wanita pujannya disakiti. “Kalian bahkan belum?” Jeff membentuk tanda kutip dengan jarinya.Yasmin tertawa kecil sambil menggeleng. “Oh, thanks God,!” ucap Jeff.“Lalu dengan dr.Radit, bagaimana ceritanya kalian menikah dan lalu kamu bilang jika pernikahan kalian hanya pura-pura?” telisik Jeff lagi.“Dia yang menyelamatkan aku dari kejahatan Mas Agus. Dia menikah hanya untuk melindungiku. Dengan kata lain, kami menikah tanpa cinta.” Bola mata Yasmin bergerak dan menatap Jeff yang seda
“Aku tahu jika kamu masih mencintaiku, Adit. Jujur saja,” tebak Vira dengan kekehan mengejek.“Jangan terlalu percaya diri, Vir. Aku bahkan sudah melupakanmu. Aku hanya ingin tahu, bayi siapa yang kemarin kamu kandung?” tanyanya sinis.Bayi itu sudah tidak ada di perut Vira sekarang, karena dia sudah menggugurkannya seminggu ya lalu.Vira tertawa nyaring dan diam-diam difoto oleh Lina dari jarak yang cukup jauh. Foto yang seolah menunjukan jika kedua orang itu sedang mengobrol dengan akrab. Lalu dia mengirimkannya pada Yasmin.“Apa pedulimu?” tanya Vira angkuh.“Kau hampir menjebakku dengan bayi itu, Vir. Kau berpura-pura ingin menikah denganku, padahal kamu sedang hamil saat itu. Tega sekali kamu. kenapa kamu ingin aku yang tanggungjawab? Ke mana ayahnya?” cecar Radit.Vira tersenyum miris tanpa menjawab.“Jangan bilang kalau kamu terjebak cinta semalam dan membuatmu hamil,” lanjut Radit.Vira tersenyum malas kemudian duduk di kursi rotan tak jauh darinya.“Aku kalut setelah benar-b
“Kamu mau ikut jalan-jalan ke gunung?” tanya Radit di pagi hari. Yasmin masih saja malas-malasan di kasur karena sedang tidak salat.“Ngapain?” tanya Yasmin malas.“Ya jalan, biar sehat,” balas Radit yang sudah siap dengan celana PDL dan jaket tebal. Sebuah ransel dengan peralatan camping teronggok di sudut kamar. Mereka akhirnya tidur di kamar Radit, sedangkan kamar sebelumnya Yasmin serahkan kembali pada Jeff.“Aku nggak bawa peralatan camping,” sahut Yasmin ketika melihat peralatan yang dibawa sang suami.“Nggak apa-apa. Kita nggak akan camping, kok. Hanya jalan aja.” Radit kembali jelaskan.Yasmin menggeliat lalu turun dari ranjang. “Ya sudah, aku mandi dulu,” katanya.Di luar sudah ramai orang-orang berkumpul. Jeff juga sudah siap dengan stelan yang membuatnya semakin gagah. Kacamata hitamnya bertengger di atas kepala, sementara dia asik mengotak-atik ponselnya.Radit bergegas menggenggam tangan Yasmin ketika melihat Jeff mengalihkan pandangannya dari ponsel ke Yasmin.“Hai, goo
Radit mandi duluan untuk mengejar salat berjamaah dengan yang lain. Saking capenya dia tanpa sadar tertidur setelah membuka bergonya.Radit yang kembali ke kamar selesai melaksanakan salat dzuhur, tersenyum ketika melihat Yasmin yang terlelap tanpa penutup kepala. Wanita itu tampak sangat cantik tanpa jilbabnya. Rambutnya yang hitam legam, terurai sebagian ke pipinya. Radit menyibak lembaran hitam itu hingga wajah Yasmin terpampang jelas.Memang kali ini bukan kali pertama dia melihat Yasmin tanpa jilbab, tetapi entah kenapa kali ini terlihat semakin cantik. Apakah karena rasa takut kehilangan? Apakah karena rasa cemburu yang menggebu? Ataukah memang cinta itu kini telah mekar sempurna?Perlahan Radit mendekatkan wajahnya pada Yasmin. Tercium bau keringat yang sudah mengering, namun baginya tak masalah. Sebuah kecupan mendarat di kening Yasmin hingga wanita itu terbangun dari tidurnya.Dia tersentak kaget saat melihat Radit yang begitu dekat dengannya. Yasmin gegas bangkit dan mencari
“Katanya si Yasmin sama si Adit lagi ga ada di kampung ini,Bu.” Agus yang baru saja kembali ke rumahnya tampak begitu tak terawat. Kumis dan cambang membuatnya terlihat lebih tua.“Iya, katanya mereka lagi ke Garut. Kata si Sri yang sekarang bantu-bantu di rumah si Adit. Pokoknya, sekarang dia jadi mata-mata Ibu buat tahu soal mereka,” ujar Maemunah.“Bersihin kumis kamu, Agus. Kayak kakek-kakek aja. Mana ada perempuan yang bakalan mau. Ibu pengen, kamu nyari perempuan buat dijadiin istri. kita hajatan lagi. Kita kalahin hajatannya si Adit itu. Ibu nggak rela orang-orang terus saja muji-muji si Adit sama si Yasmin.” Biji mata Maemunah seakan mau lompat ke luar.“Halah, aku nggak mikirin itu sekarang, Bu. Aku pengen si Yasmin cerai dari si Adit. Aku mau ambil lagi dia jadi istriku.” Agus bangkit dengan tangan mengusap-usap jambangnya yang sudah lebat.“Kayak gak ada perempuan lain saja kamu ini, Gus! Sudah, Ibu jodohin saja kamu sama si Lilis anak juragan Kardun. Walaupun cuman juragan
“Iya, kamu kan, dulu cinta mati sama Agus. Eh, dianya malah dipelet sama si Yasmin. Mumpung sekarang peletnya udah gak mempan, makanya si Agus sadar kalau nggak ada yang lebih baik daripada Lilis. Cuman, dia malu buat bilangnya. Agus nyuruh saya buat sampein salam ke kamu, Lis.” Mae nyerocos seperti beo.“Masa, iya, Bu Mae? Beneran Mas Agus titip salam buat saya?” mata Lilis berbinar. “Etapi … sekarang Lilis cintanya sama dokter Radit,” ucapnya sambil cemberut.“Halah, si Adit, kan, udah kawin. Mending sama Agus. Dia itu manajer di Jakarta. Gajinya gede. Rumahnya bagus,” cerocosnya lagi.“Lah, kata orang-orang Mas Agus kemarin pulang naik ojek ke sini. Emang ke mana mobilnya, Bu Mae?” tanya Lilis.“Oh, itu. Lagi diservis. Biasa, ganti cat, biar tambah bagus,” jawab Maemunah terdengar gugup.“Ooh,” sahut Lilis juga Yani berbarengan.“Nggak taulah, Bu Mae. Lilis udah ilang rasa sama Mas Agus. Soalnya Dokter Radit lebih menggoda. Dia udah buktiin bisa bangun rumah segede aula. Mana mobil
POV Maemunah Sial. Kenapa si Yasmin datang ke sini segala sih? Pas banget lagi, saat aku bilang soal dia tukang teluh.“Siapa yang bilang tukang teluh? Aku bilang kamu tukang ngeluh. Kuping kamu aja yang budeg,” kataku sambil melihat tentengan tangannya. Sepertinya dia mau ngasih sesuatu sama Bu Kardun. Bu Kardun melirik padaku dengan sinis. Semoga saja dia tidak bongkar rahasia. Kalau tidak, bisa runyam dunia persilatan. Kebohonganku bisa terbongkar. “Waalaikumsalam, Neng Yasmin? Ada apa, Neng?” jawab Bu Kardun sambil nyamperin mantan menantuku itu. Selamat, selamaat. Aku mengusap dada yang masih berdebar. Si Yasmin masih menatapku dengan wajah penasaran, sepertinya tadi dia mendengar dengan jelas apa yang aku katakan. Masa bodo, lah. “Ah, ini ada sedikit oleh-oleh buat Ibu,” katanya. Aku langsung menajamkan pandangan, menilik dari jauh, apa yang dikasihin si Yasmin sama Bu Kardun. “Wah, dodol. Kayaknya enak, nih. Emang dapet dari mana dodol sebanyak ini?” ujar Bu Kardun, sok