Share

Diikuti Preman

Author: DV Dandelion
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Sabrina berangkat dari rumah ketika matahari belum seberapa tinggi. Cahayanya bersinar hangat, memancarkan warna kuning keemasan bak disiram langsung dari langit. Semilir angin meniupkan kesejukan. Keindahan pagi itu makin lengkap dengan iringan cicit suara burung yang hinggap dari satu pohon ke pohon berikutnya.

Dahi Sabrina basah. Tangan kanan dan kirinya sibuk menenteng dua tas besar berisi jilbab pesanan Annisa. Dari rumahnya, Sabrina harus berjalan kaki sekitar lima menit untuk sampai ke pemberhentian angkot. Tidak adanya kendaraan membuat dirinya sulit bepergian, termasuk ketika harus mengantar pesanan.

Melewati jembatan kecil sebelum berbelok ke jalan raya, bulu kuduk Sabrina meremang. Dia merasa ada yang mengikuti langkahnya. Namun, setiap kali menoleh, dia tidak menemukan siapa-siapa selain jalanan lengang.

Sabrina mengembuskan napas lega ketika sampai di jalan raya.

"Syukurlah, semua aman. Mungkin tadi cuma perasaanku saja," ucap Sabrina dalam hati.

Wanita itu mematung di tep
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Empat Mata dengan Sofia

    "Bu Sabrina?" Pertanyaan Sofia lebih terdengar seperti monolog.Dia tidak menyangka akan bertemu wanita yang pernah mengisi hati Adam itu di PAUD milik Annisa. Mungkin saja, sampai sekarang nama Sabrina masih lekat di hati Adam sebab lelaki itu masih bersikap dingin kepadanya. Kali terakhir mereka bertemu, Sabrina juga buru-buru pamit seakan sengaja menghindarinya."Loh, tamu yang mau mendistribusikan buku sumbangan di sini itu Mbak Sofia?"Annisa memandang keduanya dengan tak kalah kaget. "Jadi, kalian saling kenal? Kok, bisa?"Sabrina tersenyum canggung. Bagaimana dia akan menjelaskan perkenalannya dengan Sofia? Tidak mungkin, kan, dia mengaku bahwa pernah ada lelaki bernama Adam yang pernah mengajaknya taaruf dan dia kini tengah dekat dengan Sofia?Sofia lebih dulu menguasai keadaan. "Kebetulan pernah ketemu di TPA, Bu."Sabrina mengiakan perkataan Sofia. Annisa justru terlihat semringah karena dua orang itu tidak perlu canggung lagi jika diajak berbincang bersama."Nis, urusanku s

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Salah Paham

    Lima pasang mata yang ada di ruang tamu langsung melayangkan tatapan tajam begitu Sabrina mengucap salam dan memasuki rumah. Jantung Sabrina berdebar tak karuan. Bibirnya terkunci sedangkan langkah kakinya terasa berat untuk mendekat.“Duduk, Sab!” perintah Bu Retno. Nada suaranya sedingin cuaca musim hujan.Sabrina melangkah perlahan kemudian menempati kursi kosong di sebelah ibunya, tepat berhadapan dengan Bu Muklis. Wanita itu merogoh tas kemudian menjajarkan beberapa lembar foto di meja. Mata Sabrina membelalak sebab di foto itu Sabrina terlihat menaiki mobil Salim.“Ibu kecewa sama kamu,” ujar Bu Retno sambil memalingkan muka. Dia merasa malu sebab menganggap Sabrina telah menyalahgunakan kepercayaannya.“Saya juga kecewa karena Bapak dan Ibu Muklis tidak menghargai privasi saya.” Suara Sabrina bergetar karena menahan marah. Beberapa hari ini dia sampai susah tidur karena khawatir diintai oleh preman. Siapa sangka, ternyata mereka adalah suruhan keluarga Muklis.“jangan mengalihk

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Dinner dan Bingkisan Bertali Pita

    Adam berdiri lalu berjabat tangan dengan seorang pria paruh baya di sebuah kafe. Cuaca mendung di luar berkebalikan sekali dengan suasana hatinya yang cerah. Keduanya sama-sama tersenyum semringah.“Semoga kerjasama ini membuka peluang-peluang baru yang membuat bisnis kita makin berkembang, Pak Bram,” ucap Adam optimis.“Saya percayakan semua sama Mas Adam. Kalau butuh sesuatu, jangan segan-segan menghubungi asisten saya.”“Terima kasih, Pak.”Pria itu lantas pamit pergi. Seorang wanita muda yang tak lain adalah asisten Pak Bram menunduk hormat ke arah Adam kemudian mengekor di belakangnya. Adam mengantar mereka sampai tempat parkir sebelum kembali ke mejanya lagi.Lelaki berkemeja garis-garis itu belum hendak pulang. Dia baru mendapat beberapa data tambahan yang harus dimasukkan ke dalam tesis.Dering suara telepon memecah konsentrasi. Nama ‘Mama’ tertera di layar. Adam menghentikan kegiatannya untuk menerima telepon dari Bu Ami.“Meeting kamu sudah selesai, Dam?”“Sudah, Ma.”“Giman

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Hadiah untuk Sofia

    “Ah, sudahlah. Kamu ini kalau lagi fokus memang suka lupa segalanya.” Bu Ami merajuk. Dia tidak benar-benar kesal, hanya gemas karena bukan sekali dua kali saja Adam mengaktifkan mode pesawat di ponsel ketika sedang bekerja. Kalau seperti itu, kan, jadi susah mau berkomunikasi.Masih dengan berbisik, Adam meminta maaf kepada mamanya dan melanjutkan makan. Selain karena perut sudah keroncongan, Sofia dan mamanya juga memperhatikan gerak-gerik mereka.“Gimana persiapan wisuda kamu, Sof?” tanya Bu Ami di sela-sela menyuap makanan.“Alhamdulillah, sudah siap hampir semuanya, Tan. Aku jadinya pakai MUA yang Tante rekomendasikan, lho.” Gadis itu menjawab dengan antusias.“Wah, Tante yakin hasilnya bakalan bagus banget. Secara, kamu dasarnya memang sudah cantik.”“Ah, Tante ini bisa aja.” Sofia merapikan pashminanya karena salah tingkah. Sejenak dia melirik ke Adam, tetapi lelaki itu malah makan dengan lahap seperti tidak terlalu menyimak obrolan mereka.“Tapi kebayanya belum jadi, Jeng,” sa

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Surprise!

    Seperti hari-hari lainnya, pagi itu alarm Adam berbunyi nyaring beberapa menit menjelang azan Subuh. Lelaki itu pun terbangun, berjalan sempoyongan ke kamar mandi dengan mata setengah terpejam, lalu mengambil wudhu hingga kantuknya sedikit hilang.Lantunan azan dari berbagai penjuru mengiringi langkah kaki Adam menuju masjid. Jalanan masih sepi, hanya ada beberapa orang yang juga menuju masjid berjalan di depannya.Jamaah pagi itu hanya ada satu shaf, sama seperti hari-hari lainnya juga. Udara pagi yang segar dan suasana yang tenang membuat ibadah mereka makin khusyuk.Adam langsung pulang setelah melaksanakan salat berjamaah. Hari itu hari Sabtu. Dia ingin tidur barang beberapa menit lagi sebelum kembali beraktivitas. Sisa-sisa kantuk dan letih di badan membuatnya lebih nyaman bergelung di bawah selimut."Dam, jangan lupa hari ini ajak Sofia ambil hadiah," seru Bu Ami dari luar kamar. Padahal fajar juga belum menyingsing. Toko perhiasan juga baru buka pukul sepuluh pagi."Iya, Ma."A

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Sehari Bersamanya

    "Kita mau ke mana, sih, Om?" tanya Kevin, keponakan Adam.Dia duduk di sebelah kursi sopir. Otomatis, Sofia harus mengalah dan duduk di barisan jok belakang."Jalan-jalan, makan, main ke Timezone, terserah Kevin. Tapi sebelum itu, kita nganter Kak Sofia dulu, ya.""Kok, manggilnya Kakak? Kenapa bukan Tante Sofia?"Adam tampak berpikir. Sebenarnya tadi dia spontan saja sebab Sofia delapan tahun lebih muda dibanding dirinya. Akan tetapi, yang namanya anak kecil memang selalu punya pertanyaan ajaib untuk diajukan.Kekeh tawa Sofia terdengar dari kursi belakang."Kalau Kevin mau panggil Tante juga boleh, kok," katanya."Enggak, ah, enggak cocok. Kak Sofia masih muda dan cantik."Adam pura-pura menjitak keponakannya tersebut. Kecil-kecil sudah bisa menilai mana yang cantik. Sofia hanya menahan tawa melihat keributan kecil di hadapannya.Di depan mereka, antrean kendaraan mengular karena lampu merah. Klakson dibunyikan di sana-sini. Suasana jadi membosankan karena kemacetan panjang terjadi.

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Pernyataan Menyakitkan

    Tidak ada yang istimewa dalam kegiatan Sabrina sehari-hari. Setiap pagi, dia bangun menjelang Subuh untuk salat dan menyiapkan sarapan bagi seluruh anggota keluarga.Setelah mengantar Alifa sekolah, dia membuka warung sambil bersih-bersih rumah. Jika sedang ada pesanan jahit, Bu Retno lah yang menjaga warung sampai sore. Malamnya, Sabrina mengajari Alifa baca tulis dan mengaji. Begitu terus setiap hari.Terkadang rasa bosan datang menghampiri. Dahulu, saat suaminya masih hidup, mereka sering naik motor bertiga untuk sekadar menghirup udara luar. Tidak jauh-jauh, paling hanya keliling kompleks perumahan. Kalau sedang ada rezeki lebih, terkadang mampir warung mie ayam bakso sekalian memesan es campur. Begitu saja rasanya sudah bahagia luar biasa.Kini, jangankan jajan di luar, motor pun sudah tak punya. Sebenarnya Sabrina butuh untuk antar jemput Alifa sekolah. Selain itu, dia juga agak kesulitan jika harus mengantar pesanan. Belum lagi kalau rematik Pak Jaya kambuh dan harus membeli ob

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Cinta Segitiga

    “Mbak, itu mobil Kak Adam, kan?” tanya Kayla yang tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.“Setahu saya, iya.”Sejujurnya, Sabrina tahu betul jika Honda BR-V putih itu memang milik Adam. Dia juga hafal nomor platnya.“Kok, malah Sofia yang turun dari mobil? Terus Kak Adamnya mana?”“Mungkin mereka memang sudah mulai terbuka soal hubungan." Sabrina menjawab setenang dan senormal mungkin. Meski jauh di lubuk hati terdalam, ada perasaan aneh yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata.Ada apa ini? Sementara menunggu Sofia berdiri di ambang pintu dan mengucap salam, Sabrina mulai bertanya-tanya mengapa Adam tidak ikut turun.Sungkan kah? Malu kah? Atau memang merasa tidak perlu karena sudah tidak menyimpan perasaan apa-apa lagi terhadap dirinya?"Assalamu'alaikum," sapa Sofia. Wajahnya berseri-seri dalam sapuan blush on tipis dan lipstik warna nude."Wa'alaikumsalam, Mbak Sofia. Silakan masuk."Sabrina menyongsongnya. Selain untuk menghormati tamu, Sabrina ingin memastikan apakah Adam s

Latest chapter

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Takdir Kita (TAMAT)

    [2 tahun kemudian] "Saya terima nikah dan kawinnya Sabrina Hasanati binti Jaya Sentosa dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"Begitu tenang dan lantang Adam mengucap kalimat tersebut dalam satu tarikan napas."Bagaimana para saksi? Sah?""Sah!" Para saksi menjawab serentak.Sabrina dan Adam mengembuskan napas lega. Doa-doa melangit, berbaur dengan tumpahan air mata haru dan suka cita.Kini, Adam dan Sabrina duduk bak raja dan ratu sehari di pelaminan. Mereka senantiasa menebar senyum kepada para tamu undangan yang turut berbahagia.Dahulu, hanya butuh waktu satu minggu bagi Adam untuk jatuh hati kepada Sabrina. Butuh tiga bulan untuk menyatakan niat baik dan berujung mendapat penolakan halus dari janda beranak satu tersebut. Namun, jalan hidup memang tidak dapat ditebak.Sempat hendak menikahi Sofia, takdir ternyata membawa acara akad mereka bubar sebelum mulai. Adam dan Bu Ami sampai harus pindah rumah karena malu dibicarakan tetangga terus-menerus.Namun, siapa sangka, ada hikma

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Ada Pelangi Selepas Hujan

    Sabrina menajamkan pendengaran agar segera tahu ketika sewaktu-waktu ada mobil berhenti di depan rumah. Perasaannya senang bercampur harap-harap cemas. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Sabrina akhirnya akan memiliki sepeda motor lagi. Memang bukan sepeda motor keluaran terbaru. Bukan pula yang harganya puluhan juta. Yang dia beli hanyalah motor bekas seharga 6,5 juta saja. Yang membuatnya istimewa, motor itu dibeli dari hasil keringatnya sendiri. Bagi Sabrina yang sejak kecil akrab dengan kemiskinan, membeli motor tanpa mencicil adalah sebentuk pencapaian yang patut dirayakan. Adam yang membantunya mendapatkan motor tersebut. Setelah bertemu secara tidak sengaja di acara bazaar, mereka cukup intens berkomunikasi. Kebetulan dealer Adam memang melayani jual beli motor bekas sehingga dia bisa memilihkan yang kondisi mesinnya masih bagus dan harganya terjangkau. Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Sebuah mobil bak terbuka merapat di halaman rumah Pak Jaya. Sepeda motor berw

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Terima Kasih, Superman

    Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi, tetapi matahari di langit Tangerang sudah bersinar amat terang. Sabrina mengelap keringat di dahi dengan ujung jilbab. Sesekali, dia melambaikan tangan ke arah Alifa yang berada dalam barisan gerak jalan. Acara jalan sehat itu merupakan kegiatan tahunan yang rutin digelar oleh Pemda setempat untuk memperingati hari jadi kota mereka. Sekolah Alifa tidak ketinggalan untuk berpartisipasi. Namun, karena masih usia TK, orang tua murid diminta turut serta hadir. Selagi menunggu Alifa selesai parade, Sabrina melihat-lihat stand yang berjajar di sepanjang tepi jalan. Ada satu stand yang sudah dia incar semenjak tiba di alun-alun kota tersebut. "Mas, yang ini harganya berapa, ya?" Sabrina menunjuk sebuah motor matic berwarna biru dan putih dengan bodi lebar.Itu adalah satu-satunya stand yang menjual motor second. Dilihat dari kondisi tampilan luar, motor yang dilirik Sabrina sepertinya masih sangat bagus. Sabrina merasa perlu membeli motor untuk ke

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Merdeka dari Utang

    Adam turun dari motor dan mengambil bungkusan martabak yang tergantung di cantolan depan. Malam itu, Bu Ami bilang ingin menonton film sambil ngemil.Seporsi martabak manis dengan topping kacang, cokelat, keju, dan wijen itu ditaruh dalam piring buah. Permukaannya masih mengepulkan uap panas. Aromanya yang harum makin menggugah selera."Silakan menikmati martabaknya, Bunda Ratu," seloroh Adam ketika menyajikan makanan itu di meja.Bu Ami yang baru mulai memutar film hanya terkekeh mendengarnya."Kamu nggak ikutan nonton?" tanya Bu Ami begitu melihat Adam berdiri lagi. Bibirnya sedikit cemberut.Tadinya Adam ingin kembali ke kamar untuk mendesain pamflet, tetapi kemudian dia tidak tega membiarkan mamanya menonton sendirian. Karena itu, dia memutuskan untuk bekerja sambil tetap menemani Bu Ami."Saya ambil laptop sebentar ya, Ma."Bu Ami mengangguk senang. Sebenarnya dia merasa kesepian sejak pindah ke rumah baru. Selain lingkungannya lebih sepi, di rumah juga tidak ada pembantu yang bi

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Rezeki Tidak Akan Salah Alamat

    Nuansa haru yang sempat tercipta karena Sabrina hendak merantau menjadi TKW mendadak buyar. Sabrina menyusut air mata. Bu Retno sontak berdiri dan menghampiri dua lelaki yang berdiri di ambang pintu. "Pak Muklis?" Sapaannya lebih terdengar seperti pertanyaan. Bu Retno sampai melebarkan mata dan mencondongkan badan saking tidak percaya bahwa sosok yang berdiri di hadapannya adalah Pak Muklis. Ya, dia adalah juragan sembako yang pernah sangat ingin menikahi Sabrina. Sabrina menelan ludah. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ada perasaan takut dan cemas yang diam-diam menelusup di hatinya. Bagaimanapun, urusannya dengan Pak Muklis tidak pernah menyenangkan. "Maaf, Bu, boleh kami masuk?" Kali ini yang bertanya adalah sopir Pak Muklis. "Oh, iya ... bo--boleh. Silakan, Pak." Wanita itu menepi agar tamunya masuk. Sabrina menuntun Alifa, hendak menghindari pertemuan itu dengan alasan ingin menjaga warung. Namun, Pak Muklis menahannya. "Mbak Sabrina boleh di sini sebentar? Saya ada perlu.

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Resmi Mendaftar Jadi TKW

    "Izinkan aku merantau ke luar negeri." Sabrina mengucapkannya dengan mata berkaca-kaca.Di satu sisi, dia tidak tega meninggalkan anak dan orang tuanya di Indonesia. Selain rindu, dia juga pasti akan lebih sering mengkhawatirkan kondisi kesehatan mereka.Namun, utang nyaris seratus juta ke Adam bukanlah perkara sepele. Jika dia hanya mampu mencicil 500 ribu per bulan, dia butuh waktu selama 16 tahun untuk melunasi seluruh utang tersebut.Dalam kurun waktu 16 tahun itu, pasti akan banyak hal yang berubah. Orang tuanya akan makin berumur. Alifa pun harus bersekolah di SD, SMP, hingga SMA yang pastinya butuh biaya lebih besar. Sabrina juga bercita-cita ingin menguliahkan putri semata wayangnya.Lebih dari itu semua, siapa yang menjamin dirinya masih ada umur? Alangkah sedihnya jika membawa utang hingga liang lahat. Maka, merantau menjadi TKW menjadi pilihan yang paling mungkin Sabrina ambil."Kalau kamu pergi, Alifa gimana, Sab?" tanya Bu Retno hati-hati. Dia paham betul kegelisahan anak

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Izinkan Aku Merantau

    "Alhamdulillah, semua pesanan sudah jadi. Bu, tolong bantu cocokkan jumlahnya, ya," pinta Sabrina kepada Bu Retno. Dia sendiri tengah sibuk menghitung sisa pembayaran yang harus dilunasi Salim. Jumlah itu setara dengan keuntungan bersih yang akan dia peroleh."Jahitannya rapi, Sab. Masing-masing juga udah disetrika, jadi meringankan pekerjaan kita. Bisa aja kamu cari konveksi yang bagus.""Iya, Bu. Yang bikin makin kagum, mereka mempekerjakan orang-orang yang cacat fisik. Aku jadi makin termotivasi buat mengikuti jejaknya."Sabrina menghentikan pekerjaannya sejenak. Matanya menerawang jauh sedangkan bibirnya tersenyum manis. Terbayang seperti apa bahagianya jika impian tersebut bisa terwujud."Ya ... Ya ... Tapi bikin konveksi juga modalnya nggak sedikit, Sab. Apalagi kamu masih ada utang sama Ustadz Adam."Bibir Sabrina langsung kembali seperti semula. Ucapan ibunya sangat realistis."Bapak sama Ibu nggak bisa bantu banyak. Tapi nanti, kalau kami sudah meninggal, kamu boleh jual ruma

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Jatuh, Bangkit Lagi

    "Sudah siap, Ma?" tanya Adam setelah memasukkan tiga koper dan beberapa kardus besar ke dalam bagasi mobil. "Sudah, Dam." Bu Ami menghela napas. Hatinya serasa sesak dan badannya penat. Hari itu, mereka memutuskan untuk pindah rumah. Rumah tersebut akan disewakan kepada teman Om Adib.Sebenarnya rumah itu baru mereka tempati selama setahun. Namun, semenjak Adam batal menikah dengan Sofia, Bu Ami tidak lagi merasakan kenyamanan di sana. Penyebabnya tak lain adalah mulut-mulut tetangga yang selalu merasa paling tahu urusan orang lain.Sekali dua kali, Bu Ami tidak terlalu memusingkan omongan tetangga yang menggunjing batalnya pernikahan Adam. Namun, cerita tersebut berulang terus dan ditambah bumbu-bumbu lain. Ada yang bilang, Adam itu pembawa tulah atau kutukan. Entah siapa yang pertama kali tahu, tetapi kabar bahwa dia sudah tiga kali gagal menikah sudah menyebar luas. Dampaknya tidak hanya pada psikologis Bu Ami, tetapi juga TPA yang dikelola Adam. Banyak walisantri yang memindah

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Dilarikan ke Klinik

    "Ma, capek, ya? Mau aku pijitin?" tanya Alifa pada suatu malam menjelang tidur.Dia melihat Sabrina kepayahan bangun dari kasur sebab pinggangnya terlalu letih. Duduk terlalu lama di depan mesin jahit memang kurang baik untuk kesehatan. Apalagi Sabrina terkadang lupa minum air putih atau meregangkan otot barang sebentar."Mau, Sayang. Terima kasih ya, anak baik. Mama sangat bersyukur memiliki anak yang solehah seperti Alifa," jawabnya seraya tersenyum.Alifa dengan senang hati memijit tangan dan kaki Sabrina. Meskipun tenaganya tidak seberapa dan dia belum paham titik-titik yang mesti dpijit, Sabrina merasakan hatinya hangat. Tangan mungil itulah yang secara tidak langsung telah menguatkannya selama ini.Meski letih, Sabrina merasa Allah sangat memudahkan usahanya ketika memulai proses produksi pesanan Salim. Selain doa yang dia panjatkan seusai salat, Sabrina juga rutin melaksanakan salat Tahajjud dan salat Dhuha.Dia tidak bisa berkeluh kesah kepada sembarang orang. Jadi, salat adal

DMCA.com Protection Status