Devan yang mendengar teman satu kampusnya memperhatikan Silvi saat melihat foto Luna yang dikirim pamannya ketika mereka makan bersama, membuat Devan meraih ponsel tersebut dan berkata pada temannya.“Bukan siapa-siapa. Ini foto adik misan dan pamanku,” jawab Devan kala wajah Diah mendekati ponsel yang di raihnya dari tangan Silvi.Namun Diah yang memandang ke arah Silvi menaruh curiga kala melihat sahabatnya, masih termenung dan tampak shock usai melihat foto di ponsel Devan.“Hey! Silvi ... Kenapa sih sampai bengong seperti itu? Emang apa sih yang kamu lihat dari ponselnya Devan?” tanya Diah menepuk tangan Silvi yang langsung menoleh ke arah sahabatnya dengan linangan air mata yang jatuh membasahi pipi Silvi dengan ke dua netra tampak memerah menahan tangisnya.Silvi yang tak sanggup melihat kenyataan atas kecantikan paripurna Luna, membuat hatinya begitu tercabik-cabik. Terlebih, saat dirinya teringat atas Devan yang telah melewati malam pertama dengan wanita cantik itu, hingga dir
Tanpa sepengetahuan Devan yang tengah mengambil penumpang demi mendapatkan uang dan ingin mengembalikan uang Luna serta ingin membiayai hidup wanita cantik yang kini telah jadi istrinya. membuat Devan lupa, kalau Luna tidak membutuhkan uang darinya. Karena Luna adalah seorang wanita yang telah kaya raya sejak lahir dan memiliki segalanya dibandingkan Devan. Namun, jiwa idealis Devan yang menikahi Luna, tetap ingin menafkahi wanita kaya raya itu, walaupun Devan tidak tahu, apakah uang yang akan diberikan ke Luna untuk menafkahi wanita itu diterima atau tidak.Disisi lain Silvi sang kekasih Devan, yang telah dipacari Devan selama dua tahun, akhirnya memutuskan untuk menceritakan seluruh kejadian yang sebenarnya telah disepakati bersama sebagai rahasia yang harus ditutup rapat-rapat. Namun, rasa sakit yang teramat sangat dalam hati Silvi usai melihat kecantikan paripurna Luna, membuat wanita muda itu berniat membuka rahasia tersebut pada kedua sahabatnya dengan mengusir kedua ke kasih ha
Pada hari kamis, setelah lima hari, sejak Luna memutuskan untuk pulang ke rumah karena dirinya menstruasi. Maka selama empat hari sudah mereka tak bertemu dan selama itu juga setiap pulang kampus Devan selalu mencari uang jadi tukang ojek Online pun, menghubungi Luna saat jam mendekati pukul lima sore. Kala itu, Devan baru saja mengantar dan menurunkan penumpang pada sebuah Mal besar yang berjarak 700 meter dari kantor Luna.“Sebaiknya aku hubungi Luna untuk mengembalikan uang dia. Untungnya selama 5 hari ini, aku dapat penumpang cukup banyak. Jadi, aku bisa menutupi uang yang digunakan waktu itu,” Devan bermonolog sembari menghubungi Luna dan masih bertengger di atas sepeda motornya.“Ya Dev...,” sapa Luna menjawab panggilan Devan.“Luna, apa bisa aku ke kantormu?” tanya Devan dalam sambungan telepon.“Uhm, untuk apa ke kantor? Bukannya kamu di hari Senen kamu akan ke rumahku?” Luna balik tanya.“Ada sedikit urusan,” ucap Devan yang tak ingin Luna tahu rencananya.“Ya udah, ke kantor
Tepat di hari Jumat, ketiga orang wanita muda yang tak lain adalah pacar dan dua orang sahabat Silvi pun, ke kantor Luna kala jam menunjukkan pukul dua siang. Ketika itu, mereka bertiga ke kantor Luna dengan menggunakan Taxi sepulang dari kampus. Tindakan Silvi dan kedua sahabatnya tanpa diketahui oleh Devan ataupun Rofik dan Irman.Ketiga wanita muda yang sama sekali tidak pernah magang atau kerja pada sebuah perusahaan mana pun itu terlihat agak grogi saat menginjakkan kaki masuk ke dalam Lobby pada sebuah gedung lantai 21. Dimana saat itu, banyak sekali orang yang lalu lalang keluar dan masuk ke dalam gedung tersebut. Beberapa dari mereka terlihat memasuki lift. Terdapat tiga lift pada bagian kiri dan tiga lift pada bagian kanan. Ketiga wanita muda itu pun, saling berbisik satu dan lainnya, kala melihat dua orang sekuriti yang berjaga di dekat lift dan berada pada sisi pintu kaca yang secara otomatis dapat terbuka sendiri.“Silvi, kita tanya sekuriti itu aja. Dimana cewek tua itu k
Silvi yang terbakar cemburu kala melihat kecantikan Luna yang paripurna dengan kulit mulus seputih salju. Berjalan menuju ke arah Luna yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Sesaat kemudian, wanita muda itu melayangkan tangannya ke arah wajah Luna. Namun, secepat kilat sekuriti yang tadi di panggil Luna menangkap tangan Silvi.“Kurang ajar kamu!” sentak Sutikno yang sangat terkejut dengan tindakan wanita muda tersebut.Sutikno menarik tangan Silvi dan meletakkannya ke belakang tubuh mungilnya. Adegan tersebut hampir mirip seperti seorang polisi tengah meringkus seorang maling.“Aduh! Sakit...! Lepas...!” pekik Silvi kala tangannya dibawa ke belakang tubuhnya.“Siapa kamu sebenarnya? Jawab! Berani-beraninya kamu berbohong dengan ngomong keponakan dari almarhum pak Reza. Pasti kamu punya tujuan jahat bertemu dengan bos kami! Sekarang kamu ngomong sejujurnya! Siapa yang suruh kamu celakai bos kami! Kalau tidak, sekarang juga saya bawa kamu ke kantor polisi!” murka Sutikno meledak ka
Selama dalam perjalanan pulang ke rumah itu, Luna yang masih merasa kesal dengan ulah Silvi, pacar Devan pun berbicara dalam hatinya.“Berani sekali wanita itu melabrak aku ke kantorku. Pasti Devan udah terbiasa tidur dengan wanita itu, makanya wanita itu mengatakan aku pelakor. Sialan! Sekarang aku harus bagaimana?’Terdengar beberapa kali panggilan telepon dari Devan yang dilihat dari layar ponselnya. Namun, tidak sekali pun Luna mau menjawabnya.‘Ngapaen juga si Devan telepon berkali-kali. Dia pikir, siapa dia? Kalau bukan karena keinginan Papa, malas aku berurusan sama dia. Nggak banget lelaki itu,’ gumamnya masih sangat kesal. Hingga Luna pun mematikan ponselnya dalam sisa waktu perjalanan ke rumahnya.Usai mematikan ponselnya, Luna pun memejamkan matanya dan akhirnya wanita cantik itu pun terlelap dalam tidurnya di tengah kemacetan yang kian merapat. Sedangkan Devan yang memutuskan ke rumah Luna, memacu motornya dengan kencang dan menaiki beberapa trotoar saat terjebak macet. Lel
Devan berpamitan pada Subroto, saat pelayan yang diminta oleh Luna menyampaikan pesan pada lelaki tampan tersebut. Dengan langkah panjang Devan menuju kamar Luna. Sesampai di depan kamar Luna, lelaki tampan itu mengetuk pintu kamar istrinya sendiri.Tok ... Tok ... Tok ...“Luna...,” panggilnya lembut.“Ya masuk,” jawab Luna dari dalam kamarnya.Ceklek!Devan berjalan masuk ke dalam kamar dengan perasaan tak karuan, dilihatnya Luna duduk di sofa panjang memandang suaminya. Devan yang di pandangi oleh Luna, menunduk dan memilih duduk pada sofa tunggal. Luna yang memandang Devan duduk di sofa tunggal terus menatapnya tanpa bicara.Ada rasa sesal kala teringat peristiwa yang terjadi di kantor tadi sore atas ulah pacar Devan. Apalagi dilihat Devan memilih duduk tidak di sofa yang sama dengannya. Bagi Luna, hal itu menandakan kalau Devan sama sekali tidak tertarik padanya dan dengan sengaja memberikan alamat kantornya.Melihat Devan hanya menunduk dan tak berbicara sepatah kata pun, Luna m
Tok ... Tok ...Tok ...Luna masih berada dalam pelukan Devan, saat sebuah ketukan dari pintu kamar wanita cantik itu terdengar dan hal itu membuat kedua pasangan suami istri tersebut saling memandang satu dan lainnya.“Non Luna ... Kata Tuan besar, waktunya makan bersama,” ujar seorang pelayan dari luar kamar Luna.“Ya Bik!” jawab Luna singkat masih dalam pelukan Devan. Terdengar langkah kaki menjauh dari pintu kamar Luna.Diliriknya, jam dinding yang berada tepat di atas dinding sebelah televisi yang menempel pada dinding tersebut.“Ya ampun, udah jam 6 sore...,” ujar Luna dengan bola mata membulat dan itu membuat Devan tersenyum manis kala memandang wajah Luna yang seolah tak menyangka atas jam yang kini menunjukkan pukul 6 sore.Devan pun berseloroh, “Yang namanya enak udah pasti lupa waktu. Berarti lumayan lama juga tadi kita begituan yaa...?”Wajah Luna seketika merah merona, kala lelaki muda tampan yang jahil itu menggodanya, ketika posisi mereka masih berbugil ria dengan segera
Regina yang punya rencana untuk mempertemukan Devan dan Silvi, tampak telah berdandan rapi. Regina keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu Devan.Tok ... Tok ... Tok ...“Kak Devan ... Kak, jadi kita keluar kan? Kak...,” panggil Regina diluar kamar Devan.Tidak mendapat tanggapan dari sang kakak, membuat Regina membuka pintu kamar Devan dan mendapati sang kakak tertidur pulas hingga Regina pun membangunkan Devan.“Kakak! Bangun...! Gimana sih..., ngomongnya mau jalan keluar,” rajuk Regina mengguncang-guncangkan tubuh Devan.Dengan memicingkan matanya dan menggeliat kan tubuhnya Devan memandang ke arah sang adik yang duduk disisi tempat tidurnya dan bertanya padanya. “Ada apa sih, Gina...”“Tadi Kakak ngomong mau jalan keluar. Ayolah Kak..., sekarang udah jam 6 sore. Cepatlah Kak...,” ujar Regina memandang wajah tampan sang kakak yang sesekali menguap.“Udahlah besok aja Gina..., Kakak lagi malas nih,” jawab Devan menolak ajakan adiknya.Mendengar jawaban Devan jelas membuat Regina pan
Devan yang pulang ke rumahnya, disambut oleh Amrita dan diberondong oleh banyak pertanyaan perihal hubungan putranya dengan Luna yang kini telah hamil.“Gimana kondisi Luna, Devan...? Apa dia baik-baik aja? Apa dia muntah-muntah?” Tanya Amrita ketika melihat Devan dan duduk di meja makan.“Luna baik Ma. Dia sudah pulang ke rumahnya. Hmmm..., sepertinya dia ingin tenang dan katanya Dev nggak usah ke rumahnya. Kalau ada apa-apa nanti dia yang akan hubungi Devan,” ucap Devan terdengar sedih.“Kok begitu? Apa dia marah sama kamu? Bukankah selama ini kamu terus yang menjaga dia?” tanya Amrita.“Dia nggak marah. Mungkin ingin lagi sendiri aja...,” jawab Devan kembali.Amrita menganggukkan kepalanya sementara adik Devan yang bernama Regina, menyambut kedatangan sang kakak ke rumah dengan bahagia karena, Regina yang sejak awal tidak setuju sang kakak menikahi Luna, diam-diam mencuri nomor telepon Silvi dan beberapa kali bertemu di luar dengan teman kampus kakaknya. Bagi Regina, Luna adalah p
Luna berjalan menuju kamar Subroto. Perlahan Luna membuka pintu kamar sang papa. Terlihat Dicky sang ajudan duduk pada sebuah kursi di sebelah tempat tidur Subroto. Dengan langkah pelan, Luna menghampiri Dicky yang terlihat tertidur dalam duduknya. Namun, saat Luna kian mendekati tempat tidur Subroto, secara refleks Dicky langsung berdiri dan sigap memandang ke arah langkah Luna yang perlahan.“Maaf Non Luna, saya pikir siapa,” tutur Dicky mengangguk kecil dan menarik kursi yang tadi didudukinya saat berada di sisi Subroto.“Gimana kondisi Papa, Pak?” tanya Luna menatap lurus pada Subroto yang menggunakan selang oksigen dan terlelap dalam tidurnya.“Dua hari ini Tuan agak sesak napas. Sepertinya Tuan terlalu berpikir keras atas diri Nona. Semalam sama sekali Tuan tidak bisa tidur. Karena itu, mengalami sesak napas.” Dicky melaporkan kondisi Subroto.Luna yang melihat kondisi Subroto kian melemah duduk di sisi tempat tidur sang papa dan memegang jemari tangan yang kian tak berisi denga
Hari ini adalah hari terakhir, Luna berada di rumah sakit. Wanita cantik yang tengah hamil muda itu telah pulih dan sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Devan dengan keluguannya bertanya pada Luna.“Luna, lebih baik kamu jangan turun dari tempat tidur. Aku takut terjadi sesuatu hal dengan dirimu,” pinta Devan.“Dev, santai aja. Kalau infus ditangan sudah dilepas berarti aku udah bisa jalan dan semua akan baik-baik saja,” ucap Luna yang bangun dari tempat tidur.Namun saat kaki jenjangnya akan menyentuh tanah, Devan lalu mencegahnya, “Stop. Kamu mau kemana? Luna ... Serius aku nggak akan membiarkan kamu jalan kemana pun.”“Ya ampun Dev. Aku mau ke kamar mandi. Aku udah diperbolehkan jalan. Udah, kamu tenang aja,” jawab Luna tetap menurunkan kakinya.Namun, tiba-tiba Devan meraih tubuh Luna dan membawanya ke kamar mandi di rumah sakit tersebut dan meletakkan wanita cantik tersebut tepat di depan kloset kamar mandi.“Dev! Kamu ini terlalu lebay!” sungut Luna saat Devan telah menurunkann
Setelah dua minggu berlalu, Luna yang tengah mengisi waktu dengan kedua sahabatnya, Arumi dan Cyntia di sebuah pusat perbelanjaan terbesar itu tiba-tiba terkulai lemah, hingga membuat dua orang sekuriti untuk membopong tubuh Luna, yang tampak antara sadar dan tidak serta nyaris ambruk jatuh ke lantai Mal tersebut. Untung saja seorang lelaki muda dan menyadari Luna yang terjatuh, secara refleks meraih tubuh Luna dan menahannya untuk tidak sampai terjerembap ke lantai Mal tersebut. Seketika suasana Mal yang ramai pengunjung tersebut ramai. Dan salah seorang pengunjung lainnya yang baik memberitahu sekuriti di Mal tersebut hingga mereka dengan cepat tanggap mengevakuasi tubuh Luna yang lemas.“Pak! Tolong bawa ke Lobby! Sekarang saya akan ambil mobil!” teriak Arumi meminta tolong dan berlari menuju lift untuk ke tempat parkir mobil.Sementara Cyntia memegang tas Luna dan mengikuti langkah kedua orang sekuriti dan seorang anak muda yang membantu Luna saat akan terjatuh menuju lift dengan
Satu bulan kemudian, Devan pun menepati janji dengan mengemasi pakaiannya ke dalam tas gendong. Kala itu jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Terlihat, Luna masih tertidur nyenyak usai pergumulan hari ketiga puluh antara ia dan Devan. Dan lelaki muda tampan itu memberikan kenikmatan berulang kali hingga jam menunjukkan pukul 2 dini hari.‘Sebaiknya, aku tinggalkan aja sepucuk surat untuk Luna sebagai salam perpisahan terakhirku. Semoga saja, bulan depan Luna hamil,’ bisik Devan dalam hati.[Teruntuk Luna : Terima kasih untuk 30 hari yang indah bersama kamu. Terima kasih untuk bantuannya pada keluargaku. Kelak, aku akan jadi lelaki yang membanggakan keluargaku dan dirimu. Luna, tolong kabari aku jika, akhirnya kamu hamil, harapku]Diletakkannya kertas yang telah ditulisnya di meja rias Luna. Kemudian, Devan keluar dari kamar Luna. Sesampai diluar kamar, dilihat Darsi pembantu di rumah mewah itu tengah membersihkan ruang keluarga. Kemudian Devan bertanya pada pembantu rumah tangga terseb
Sesampai di rumah, Luna yang kesal dengan sikap Devan yang tak jujur padanya langsung masuk ke dalam kamarnya, usai bertandang ke kamar Subroto sang papa yang dilihatnya tengah terlelap. Di dalam kamarnya, Luna sejenak termangu dan memikirkan hubungan yang telah hampir dua minggu berjalan bersama Devan.Dalam hati Luna berbisik lirih, ‘Apa sebaiknya aku lepas aja Devan ya? Uhm..., sepertinya aku harus ikuti cara Cintya untuk punya anak. Bukankah, untuk memiliki anak yang punya karakter baik dan cerdas, tergantung dari benih aku? Seperti yang aku baca, bibit kecerdasan dan kebaikan dari anak yang akan dilahirkan 80 persen, tergantung dari ibunya. Berarti, semua tergantung aku dong? Ya sudahlah ... Setelah, aku bantu lunasi hutang kak Rita. Aku putuskan untuk berpisah dengan Devan.’Tok ... Tok ... Tok ... “Luna ... Luna ...,” panggil Devan dari luar kamar Luna.“Ya, ada apa?” tanya Luna terkejut dengan ketukan pintu dari luar kamarnya.“Luna, tolong buka pintunya. Aku mau bicara,” pin
“Kak ... Tunggu! Kak!” Pekik kembali wanita muda dengan menghalangi langkah Luna bersama kedua sahabatnya menuju mobil mereka.Arumi dan Cintya yang melihat wanita muda yang sejak awal bersama Devan dan berbicara serius di parkir sepeda motor lelaki tampan itu pun langsung merespons ucapan wanita cantik jelita tersebut.“Awas! Cantik-cantik kok gatel sih? Asal lo tau ya, lelaki yang tadi sama elo, laki teman gue! Paham lo?!” hardik Cintya yang lebih judes dari Luna ataupun Arumi.“Kak, aku paham ... Karena itu, aku mau jelaskan salah paham ini,” ujar wanita cantik itu dengan mencakupkan kedua tangannya memohon waktu pada Luna.“Eh! Nggak usah ya lo menjelaskan apa yang udah gue liat pakai mata kepala kita. Napa sih, elo pakai susah-susah menjelaskan yang usah terlihat? Udah sana jangan halangi langkah teman gue!” sengit Arumi menarik tangan wanita muda yang menghalangi langkah Luna.“Aduh! Sakit kak tanganku...,” keluh wanita muda tersebut memegangi lengannya dan kembali bergeming di
Di sebuah Cafe tempat nongkrong dari beberapa orang yang seluruh bangkunya di isi oleh anak-anak muda dan kaum intelektual muda untuk bercengkerama dan mengobrol, terlihat Luna sedang berbincang bersama kedua sahabatnya dan asyik menyeruput kopi berisi cream. Sudah satu jam lebih mereka bercengkerama dengan tawa yang kadang terdengar dari meja tempatnya mengobrol.Kedua sahabat Luna telah menikah. Hanya saja, suami Arumi menunda untuk memiliki momongan. Sedangkan Cintya masih betah sendiri usai calon suaminya menikahi saudara sepupunya dan patah hati.“Menurut elo berdua gimana nih, gue harus ambil sikap sama si Devan?” tanya Luna memandang kedua sahabatnya.“Menurut gue ya, seperti yang tadi gue omong ke lo. Bisa jadi laki elo itu uda pernah begituan juga sama ceweknya. Kalau denger dari apa yang dia lakuin ke elo, itu mah lelaki yang udah mahir begituan. Kasihanlah cewek itu. Kalau besok cewek itu bunuh diri karena laki elo, bisa-bisa di penjara si Devan,” tutur Cintya serius sembar