Devan berpamitan pada Subroto, saat pelayan yang diminta oleh Luna menyampaikan pesan pada lelaki tampan tersebut. Dengan langkah panjang Devan menuju kamar Luna. Sesampai di depan kamar Luna, lelaki tampan itu mengetuk pintu kamar istrinya sendiri.Tok ... Tok ... Tok ...“Luna...,” panggilnya lembut.“Ya masuk,” jawab Luna dari dalam kamarnya.Ceklek!Devan berjalan masuk ke dalam kamar dengan perasaan tak karuan, dilihatnya Luna duduk di sofa panjang memandang suaminya. Devan yang di pandangi oleh Luna, menunduk dan memilih duduk pada sofa tunggal. Luna yang memandang Devan duduk di sofa tunggal terus menatapnya tanpa bicara.Ada rasa sesal kala teringat peristiwa yang terjadi di kantor tadi sore atas ulah pacar Devan. Apalagi dilihat Devan memilih duduk tidak di sofa yang sama dengannya. Bagi Luna, hal itu menandakan kalau Devan sama sekali tidak tertarik padanya dan dengan sengaja memberikan alamat kantornya.Melihat Devan hanya menunduk dan tak berbicara sepatah kata pun, Luna m
Tok ... Tok ...Tok ...Luna masih berada dalam pelukan Devan, saat sebuah ketukan dari pintu kamar wanita cantik itu terdengar dan hal itu membuat kedua pasangan suami istri tersebut saling memandang satu dan lainnya.“Non Luna ... Kata Tuan besar, waktunya makan bersama,” ujar seorang pelayan dari luar kamar Luna.“Ya Bik!” jawab Luna singkat masih dalam pelukan Devan. Terdengar langkah kaki menjauh dari pintu kamar Luna.Diliriknya, jam dinding yang berada tepat di atas dinding sebelah televisi yang menempel pada dinding tersebut.“Ya ampun, udah jam 6 sore...,” ujar Luna dengan bola mata membulat dan itu membuat Devan tersenyum manis kala memandang wajah Luna yang seolah tak menyangka atas jam yang kini menunjukkan pukul 6 sore.Devan pun berseloroh, “Yang namanya enak udah pasti lupa waktu. Berarti lumayan lama juga tadi kita begituan yaa...?”Wajah Luna seketika merah merona, kala lelaki muda tampan yang jahil itu menggodanya, ketika posisi mereka masih berbugil ria dengan segera
Usai menyelesaikan makan malam yang dilakukan sekitar pukul setengah tujuh, Devan pun berpamitan pada Subroto dan Luna untuk pulang ke rumah Amrita. Luna yang sangsi atas keinginan Devan untuk tinggal di rumahnya pun, berbincang di teras sebelum melepaskan suaminya pulang ke rumah orang tuanya.“Dev ... Menurut aku sih, lebih baik ikuti saja saran dari mama kamu. Nggak jadi masalah kamu ke rumah aku dari Senin sampai Rabu. Biar kamu juga bisa menemani mama kamu,” tutur Luna menatap lembut ke arah Devan.Devan yang menyadari sifat Luna yang tidak serakah, menjawab apa yang dikatakan oleh istrinya, “Luna, terima kasih. Hatimu baik sekali, aku akan mengikuti saranmu. Ya sudah kamu masuk saja ke dalam,” pinta Devan.Sebelum masuk ke dalam rumah, tak lupa Luna mencium tangan Devan dan berucap, “Ingat..., kamu hati-hati di jalan ya.”Devan pun memeluk dan mencium kening wanita yang lebih tua darinya, namun wajah Luna yang awet muda dan berpenampilan rapi serta senantiasa tampil fresh, membu
Pagi sekali Devan telah terbangun dari tidurnya. Semalam, ia kembali memberikan servis memuaskan pada Luna. Tetapi, untuk memberitahukan sang istri atas rumah peninggalan sang papa yang akan disita oleh Bank, bukanlah suatu hal yang mudah. Walaupun semalam Devan telah menyusun kata-kata untuk bisa mengatakan kejadian di rumahnya, namun hal itu bukanlah perkara mudah. Maka, Devan yang baru malam tadi mulai tidur di rumah Luna, hanya memejamkan matanya satu sampai dua jam saja. Karena pikirannya menerawang jauh, hingga terus terjaga dari tidurnya.Seperti di pagi ini. Saat para pelayan sudah bangun dari tidurnya, Devan juga telah terjaga. Hal itu dikarenakan, kebiasaan dan sulitnya lelaki tampan itu memejamkan matanya karena teringat atas juru sita yang setiap waktu akan dapat mengambil alih rumahnya. Namun, saat dirinya ingin memberitahu kesulitan pada keluarganya terasa bibirnya begitu kelu.“Pagi Tuan..., apa bisa saya siapkan kopi atau teh untuk Tuan,?” tanya salah seorang pelayan d
Tepat pukul 9 pagi di hari Sabtu, Devan dan Luna yang telah selesai sarapan bersama Subroto dan Dicky ajudan dari Subroto, tampak menyiapkan diri untuk pergi ke Rumah Sakit. Pagi ini, Subroto dijadwalkan untuk melakukan cuci darah untuk ke sekian kalinya dan Devan yang kini telah merasa jadi bagian dari keluarga itu serta merasakan kebaikan Subroto pada keluarganya pun, menawarkan diri untuk turut mengantar Subroto ke Rumah Sakit bersama Dicky sang ajudan beserta Ismet, sopir pribadi Subroto.“Pah, bisa Devan ikut mengantar ke Rumah Sakit?” tanya Devan tersenyum sembari berdiri saat membantu Subroto ke kursi rodanya.Luna yang mendengar keinginan Devan untuk ikut ke Rumah Sakit, hatinya sangat berbahagia. Wanita cantik itu merasa kalau Devan adalah seorang lelaki yang cukup tahu diri dan punya rasa hormat dan kasih sayang yang tinggi pada sesama. ‘Aku bahagia sekali..., mendengar Devan mau ikut mengantar Papa,’ bisik dalam hati Luna.“Benarkah kamu akan ikut ke Rumah Sakit? Apa kamu
“Luna ... Bisa aku bicara dengan Devan?” tanya Amrita dalam panggilan telepon.“Maaf Kak ... Devan lagi antar Papi ke Rumah Sakit. Sepertinya ponselnya tertinggal. Sebentar lagi dia akan datang...,” ucap Luna tersenyum-senyum sendiri mengingat kegilaannya di Sabtu pagi.“Oh, begitu. Uhm..., apa dia sudah membicarakan sesuatu sama kamu?” tanya Amrita ragu-ragu membuka masalah rumah yang akan disita oleh Bank.“Bicara? Tentang apa ya Kak?” balik tanya Luna.Kemudian, tanpa disadari oleh Luna yang posisinya membelakangi pintu kamarnya, Devan masuk ke dalam kamar dan memeluk erat bagian punggungnya dan mengecup bagian tengkuk lehernya.“Aduh...! Devan...! Geli Akh...!” teriak Luna spontan masih dalam posisi memegang ponselnya.Amrita yang mendengar Luna memekik memanggil nama Devan, curiga pada Luna yang berbohong padanya perihal keberadaannya Devan. Maka, Amrita pun mendengar suara putranya yang tampak telah terbuai oleh kemolekan dan kecantikan Luna.“Sini aku bikin tambah geli...,” uca
“Kak Rita..., kenapa bisa mau di sita Apa yang terjadi Kak?” tanya Luna masih memandang ke arah Devan yang sama sekali tidak berani menatap dirinya.Setelah itu, Amrita menceritakan kejadian atas penipuan yang secara tak langsung dilakukan oleh adiknya sendiri dengan terisak, karena rasa bersalah pada anak-anaknya yang tidak diikut sertakan dalam pengambilan keputusan tersebut. Sedangkan rumah yang ditempati mereka adalah hak dari kedua anaknya pula.“Luna, sebenarnya aku malu sekali harus meminta tolong seperti ini. Aku kasihan sudah menekan putraku untuk meminta tolong sama kamu. Luna, tolong kami,” pinta Amrita dalam sambungan telepon.Dengan menarik napas panjang, Luna pun berucap, “Kak Rita, lain kali jangan bertindak gegabah seperti ini. Nggak semua yang terlihat baik dan berbicara manis akan baik juga hasilnya. Untuk uang 1 milyar itu kapan kakak mau pakai?”“Ya Allah, terima kasih Luna. Terima kasih sudah menyelamatkan rumah kami...., hikss...,” tangis Amrita pecah saat menden
Di sebuah Cafe tempat nongkrong dari beberapa orang yang seluruh bangkunya di isi oleh anak-anak muda dan kaum intelektual muda untuk bercengkerama dan mengobrol, terlihat Luna sedang berbincang bersama kedua sahabatnya dan asyik menyeruput kopi berisi cream. Sudah satu jam lebih mereka bercengkerama dengan tawa yang kadang terdengar dari meja tempatnya mengobrol.Kedua sahabat Luna telah menikah. Hanya saja, suami Arumi menunda untuk memiliki momongan. Sedangkan Cintya masih betah sendiri usai calon suaminya menikahi saudara sepupunya dan patah hati.“Menurut elo berdua gimana nih, gue harus ambil sikap sama si Devan?” tanya Luna memandang kedua sahabatnya.“Menurut gue ya, seperti yang tadi gue omong ke lo. Bisa jadi laki elo itu uda pernah begituan juga sama ceweknya. Kalau denger dari apa yang dia lakuin ke elo, itu mah lelaki yang udah mahir begituan. Kasihanlah cewek itu. Kalau besok cewek itu bunuh diri karena laki elo, bisa-bisa di penjara si Devan,” tutur Cintya serius sembar