Silvi yang terbakar cemburu kala melihat kecantikan Luna yang paripurna dengan kulit mulus seputih salju. Berjalan menuju ke arah Luna yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Sesaat kemudian, wanita muda itu melayangkan tangannya ke arah wajah Luna. Namun, secepat kilat sekuriti yang tadi di panggil Luna menangkap tangan Silvi.“Kurang ajar kamu!” sentak Sutikno yang sangat terkejut dengan tindakan wanita muda tersebut.Sutikno menarik tangan Silvi dan meletakkannya ke belakang tubuh mungilnya. Adegan tersebut hampir mirip seperti seorang polisi tengah meringkus seorang maling.“Aduh! Sakit...! Lepas...!” pekik Silvi kala tangannya dibawa ke belakang tubuhnya.“Siapa kamu sebenarnya? Jawab! Berani-beraninya kamu berbohong dengan ngomong keponakan dari almarhum pak Reza. Pasti kamu punya tujuan jahat bertemu dengan bos kami! Sekarang kamu ngomong sejujurnya! Siapa yang suruh kamu celakai bos kami! Kalau tidak, sekarang juga saya bawa kamu ke kantor polisi!” murka Sutikno meledak ka
Selama dalam perjalanan pulang ke rumah itu, Luna yang masih merasa kesal dengan ulah Silvi, pacar Devan pun berbicara dalam hatinya.“Berani sekali wanita itu melabrak aku ke kantorku. Pasti Devan udah terbiasa tidur dengan wanita itu, makanya wanita itu mengatakan aku pelakor. Sialan! Sekarang aku harus bagaimana?’Terdengar beberapa kali panggilan telepon dari Devan yang dilihat dari layar ponselnya. Namun, tidak sekali pun Luna mau menjawabnya.‘Ngapaen juga si Devan telepon berkali-kali. Dia pikir, siapa dia? Kalau bukan karena keinginan Papa, malas aku berurusan sama dia. Nggak banget lelaki itu,’ gumamnya masih sangat kesal. Hingga Luna pun mematikan ponselnya dalam sisa waktu perjalanan ke rumahnya.Usai mematikan ponselnya, Luna pun memejamkan matanya dan akhirnya wanita cantik itu pun terlelap dalam tidurnya di tengah kemacetan yang kian merapat. Sedangkan Devan yang memutuskan ke rumah Luna, memacu motornya dengan kencang dan menaiki beberapa trotoar saat terjebak macet. Lel
Devan berpamitan pada Subroto, saat pelayan yang diminta oleh Luna menyampaikan pesan pada lelaki tampan tersebut. Dengan langkah panjang Devan menuju kamar Luna. Sesampai di depan kamar Luna, lelaki tampan itu mengetuk pintu kamar istrinya sendiri.Tok ... Tok ... Tok ...“Luna...,” panggilnya lembut.“Ya masuk,” jawab Luna dari dalam kamarnya.Ceklek!Devan berjalan masuk ke dalam kamar dengan perasaan tak karuan, dilihatnya Luna duduk di sofa panjang memandang suaminya. Devan yang di pandangi oleh Luna, menunduk dan memilih duduk pada sofa tunggal. Luna yang memandang Devan duduk di sofa tunggal terus menatapnya tanpa bicara.Ada rasa sesal kala teringat peristiwa yang terjadi di kantor tadi sore atas ulah pacar Devan. Apalagi dilihat Devan memilih duduk tidak di sofa yang sama dengannya. Bagi Luna, hal itu menandakan kalau Devan sama sekali tidak tertarik padanya dan dengan sengaja memberikan alamat kantornya.Melihat Devan hanya menunduk dan tak berbicara sepatah kata pun, Luna m
Tok ... Tok ...Tok ...Luna masih berada dalam pelukan Devan, saat sebuah ketukan dari pintu kamar wanita cantik itu terdengar dan hal itu membuat kedua pasangan suami istri tersebut saling memandang satu dan lainnya.“Non Luna ... Kata Tuan besar, waktunya makan bersama,” ujar seorang pelayan dari luar kamar Luna.“Ya Bik!” jawab Luna singkat masih dalam pelukan Devan. Terdengar langkah kaki menjauh dari pintu kamar Luna.Diliriknya, jam dinding yang berada tepat di atas dinding sebelah televisi yang menempel pada dinding tersebut.“Ya ampun, udah jam 6 sore...,” ujar Luna dengan bola mata membulat dan itu membuat Devan tersenyum manis kala memandang wajah Luna yang seolah tak menyangka atas jam yang kini menunjukkan pukul 6 sore.Devan pun berseloroh, “Yang namanya enak udah pasti lupa waktu. Berarti lumayan lama juga tadi kita begituan yaa...?”Wajah Luna seketika merah merona, kala lelaki muda tampan yang jahil itu menggodanya, ketika posisi mereka masih berbugil ria dengan segera
Usai menyelesaikan makan malam yang dilakukan sekitar pukul setengah tujuh, Devan pun berpamitan pada Subroto dan Luna untuk pulang ke rumah Amrita. Luna yang sangsi atas keinginan Devan untuk tinggal di rumahnya pun, berbincang di teras sebelum melepaskan suaminya pulang ke rumah orang tuanya.“Dev ... Menurut aku sih, lebih baik ikuti saja saran dari mama kamu. Nggak jadi masalah kamu ke rumah aku dari Senin sampai Rabu. Biar kamu juga bisa menemani mama kamu,” tutur Luna menatap lembut ke arah Devan.Devan yang menyadari sifat Luna yang tidak serakah, menjawab apa yang dikatakan oleh istrinya, “Luna, terima kasih. Hatimu baik sekali, aku akan mengikuti saranmu. Ya sudah kamu masuk saja ke dalam,” pinta Devan.Sebelum masuk ke dalam rumah, tak lupa Luna mencium tangan Devan dan berucap, “Ingat..., kamu hati-hati di jalan ya.”Devan pun memeluk dan mencium kening wanita yang lebih tua darinya, namun wajah Luna yang awet muda dan berpenampilan rapi serta senantiasa tampil fresh, membu
Pagi sekali Devan telah terbangun dari tidurnya. Semalam, ia kembali memberikan servis memuaskan pada Luna. Tetapi, untuk memberitahukan sang istri atas rumah peninggalan sang papa yang akan disita oleh Bank, bukanlah suatu hal yang mudah. Walaupun semalam Devan telah menyusun kata-kata untuk bisa mengatakan kejadian di rumahnya, namun hal itu bukanlah perkara mudah. Maka, Devan yang baru malam tadi mulai tidur di rumah Luna, hanya memejamkan matanya satu sampai dua jam saja. Karena pikirannya menerawang jauh, hingga terus terjaga dari tidurnya.Seperti di pagi ini. Saat para pelayan sudah bangun dari tidurnya, Devan juga telah terjaga. Hal itu dikarenakan, kebiasaan dan sulitnya lelaki tampan itu memejamkan matanya karena teringat atas juru sita yang setiap waktu akan dapat mengambil alih rumahnya. Namun, saat dirinya ingin memberitahu kesulitan pada keluarganya terasa bibirnya begitu kelu.“Pagi Tuan..., apa bisa saya siapkan kopi atau teh untuk Tuan,?” tanya salah seorang pelayan d
Tepat pukul 9 pagi di hari Sabtu, Devan dan Luna yang telah selesai sarapan bersama Subroto dan Dicky ajudan dari Subroto, tampak menyiapkan diri untuk pergi ke Rumah Sakit. Pagi ini, Subroto dijadwalkan untuk melakukan cuci darah untuk ke sekian kalinya dan Devan yang kini telah merasa jadi bagian dari keluarga itu serta merasakan kebaikan Subroto pada keluarganya pun, menawarkan diri untuk turut mengantar Subroto ke Rumah Sakit bersama Dicky sang ajudan beserta Ismet, sopir pribadi Subroto.“Pah, bisa Devan ikut mengantar ke Rumah Sakit?” tanya Devan tersenyum sembari berdiri saat membantu Subroto ke kursi rodanya.Luna yang mendengar keinginan Devan untuk ikut ke Rumah Sakit, hatinya sangat berbahagia. Wanita cantik itu merasa kalau Devan adalah seorang lelaki yang cukup tahu diri dan punya rasa hormat dan kasih sayang yang tinggi pada sesama. ‘Aku bahagia sekali..., mendengar Devan mau ikut mengantar Papa,’ bisik dalam hati Luna.“Benarkah kamu akan ikut ke Rumah Sakit? Apa kamu
“Luna ... Bisa aku bicara dengan Devan?” tanya Amrita dalam panggilan telepon.“Maaf Kak ... Devan lagi antar Papi ke Rumah Sakit. Sepertinya ponselnya tertinggal. Sebentar lagi dia akan datang...,” ucap Luna tersenyum-senyum sendiri mengingat kegilaannya di Sabtu pagi.“Oh, begitu. Uhm..., apa dia sudah membicarakan sesuatu sama kamu?” tanya Amrita ragu-ragu membuka masalah rumah yang akan disita oleh Bank.“Bicara? Tentang apa ya Kak?” balik tanya Luna.Kemudian, tanpa disadari oleh Luna yang posisinya membelakangi pintu kamarnya, Devan masuk ke dalam kamar dan memeluk erat bagian punggungnya dan mengecup bagian tengkuk lehernya.“Aduh...! Devan...! Geli Akh...!” teriak Luna spontan masih dalam posisi memegang ponselnya.Amrita yang mendengar Luna memekik memanggil nama Devan, curiga pada Luna yang berbohong padanya perihal keberadaannya Devan. Maka, Amrita pun mendengar suara putranya yang tampak telah terbuai oleh kemolekan dan kecantikan Luna.“Sini aku bikin tambah geli...,” uca