Hanya orang inilah yang selalu mengerti dengan hati sekaligus perasaannya. Kiki langsung bangkit dari sofa dan berlari memeluk sang papa.
“Kangen,” rengeknya.
“Lho anak Papa ke sini. Kok nggak bilang, hm?”
“Kiki udah bilang sama Mama kok kalau mau ke sini.”
“Kebiasaan Mamamu nggak sampein.”
“Ya Papa tahu sendiri lha.” Kiki dan Papa Wirawan langsung terkekeh bersama jika membahas soal Mama Desi.
“Mama dengar lho,” teriak Mama Desi menimpali.
Kiki langsung membekap mulutnya dan Papa Wirawan yang masih memakai baju koko serta sarung pun segera mengajak putrinya berjalan ke arah sofa ruang tamu. Papa Wirawan menatap wajah putrinya yang tampak banyak masalah itu.
Tak langsung bertanya justru Papa Wirawan tersenyum melihat putrinya yang kini sudah besar dan menjadi istri. Ada rasa rindu yang menyelimuti hatinya di saat malam hari ketika teringat bayang-baya
Kiki melangkah pelan menuju ke dalam apartemen. Ia melihat suaminya sedang tertawa begitu bahagia ketika berkumpul dengan para teman-temannya itu.“Assalamualaikum,” salam Kiki.“Iya sumpah bampernya gede banget, kalau lo bosan bisa co—“ Wawan langsung diam ketika mendapat kode kedipan mata oleh Ryan.“Hei sayang udah balik?” teriak Ryan sambil tersenyum lebar.Kiki sendiri hanya membalas dengan senyuman tipis. Ia langsung melanjutkan jalan dan melewati Ryan beserta teman-temannya itu. Kiki lebih memilih masuk kamar dan segera membersihkan tubuhnya yang terasa kotor.Saat hendak akan masuk kamar mandi, Kiki mendengar pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sosok Ryan yang masih lengkap pakai baju kerja yang tadi pagi dikenakan.“Ki.”“Iya.”“Weekend jangan punya janji sama siapapun.”Baru akan menjawab, Ryan sudah melanjutkan ucapannya itu
Kiki mundur satu langkah ketika suaminya bangkit dari sofa dan tertawa begitu kencang. Matanya tampak begitu merah.“Enggak!”“Aku nggak kuat nikah sama kamu!”Ryan justru terkekeh kembali, dan semakin maju menuju ke arah Kiki. Berbeda dengan Kiki yang masih menatap takut-takut juga semakin mundur.“Kamu sebaiknya mandi, kamu lagi emosi jadi mending redain dulu, Ki.”“Aku emosi juga karena kelakuan kamu, Ryan! Kelakuan kamu!”“Ya, oke. Aku minta maaf.”“Minta maaf?” Kiki menatap tak percaya kalau Ryan akan segampang itu ngomong maaf kepadanya. “Gampang banget kamu ngomong maaf!”“Ya terus aku harus gimana? Sujud di kaki kamu?”Kiki langsung menangis kembali, air matanya luruh membanjiri pipinya yang tampak mulus bersih. Apalagi suaminya tak sadar-sadar sudah menyakiti hatinya.“Pokoknya aku mau cerai titik!&
Lagi berpikir yang bukan-bukan, muncul sosok Mirza dengan senyum lebarnya yang membuat Kiki semakin yakin jika boss dan Bella habis melakukan sesuatu.“Lo, Beng. Ngapain lo ke sini?”“Ck! Mentang-mentang jadi boss sekarang gitu.”“Bukan begitu.” Mirza berjalan mendekat ke arah pria yang bernama Bambang itu. Kiki yang tak kenal dan tak tahu menahu hanya tersenyum tipis saja sebagai formalitas.“Biasa disuruh bokap lo,” sahut Bambang.Mirza mengangguk kecil. Ia juga paham jika asisten pribadi papanya pasti akan diutus ke kantor juga untuk mengawasi dirinya. Terlebih berita kemarin langsung mencuat heboh di lingkungan keluarga besar Ansell.“Jadi beneran nih sama Bella?”“Apa sih, Beng.”“Kemarin gosip aja,” Bella menimpali.“Misal beneran juga gapapa kan? Toh kedua orang tua kalian saling kenal sekaligus berteman juga. Nggak perlu sus
Ryan langsung membopong dan membaringkan tubuh istrinya yang pingsan. Setelah itu ia langsung mengambil minyak kayu putih untuk ia tempelkan di area hidung istrinya.Tak menunggu waktu lama mata Kiki mulai mengerjap-ngerjap dan terbuka secara perlahan. Ryan yang melihat itu langsung membantu Kiki untuk bersandar di penyangga ranjang.“Aku panggil dokter, ya.”“Nggak usah.”“Tapi tadi kamu pingsan.”“Semaput doang, tadi aku masih dengar kamu teriak.”Ryan pun akan beranjak pergi namun ditahan oleh Kiki tangannya. “Jangan pergi.”“Kenapa, hmm? Kamu nggak mau jauh-jauh dari aku, ya?”Kiki mendengkus sebal mendengar ucapan Ryan yang begitu sangat percaya diri sekali itu. Tapi bagaimanapun ia harus segera menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berlarut-larut nantinya.“Aku pengin kita selesaikan masalah tadi.”“Masalah apa sih
Malam ini baik Kiki maupun Ryan sama-sama tidur di tempat terpisah. Lebih tepatnya pisah ranjang.Kiki yang memilih pulang ke rumah orang tuanya kini tengah melamun menatap langit-langit rumahnya setelah selesai menangis dan bercerita. Bercerita dengan papanya bukan berarti jadi anak tukang ngadu, tapi Kiki merasa bingung harus bagaimana dengan rumah tangganya. Apalagi sikap Ryan jauh berbeda dengan Papa Wirawan. Dan lebih kagetnya sikap Ryan yang dulu manis saat mengejar cintanya sekarang seakan menyepelekan keberadaan dirinya seperti ini. Apa seorang laki-laki kalau sudah mendapatkan yang diinginkan akan seperti itu terus?Ting.Ryan : Selamat tidur sayang. [Read]Kiki sengaja hanya membaca pesan Wa yang dikirimkan Ryan kepadanya. Apalagi ia dan Ryan tengah menjalani masa intropeksi diri masing-masing.Jika memang masih bisa dipertahankan pasti akan ada jalannya nanti, namun jika memang tidak berjodoh Kiki hanya berharap mudahkan langkah pe
Entah kenapa Kiki merasa deg-degan sendiri saat akan mengangkat telepon dari Ryan. Padahal semalam dirinya mengirimkan pesan WA dan berharap dibalas, tapi saat Ryan menelepon membuatnya merasa takut. Ya, Kiki takut sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ryan kepadanya.Sebelum benar-benar mengangkat telepon membuat Kiki menarik napas panjang sejenak, dan langsung menggeser tombol hijau ke samping.“Halo, Ass—““Sayang, aku nggak bisa ketemuan hari ini soalnya sekarang aku lagi di Bandung.”Mendengar kata ‘BANDUNG’ entah kenapa membuat hatinya sakit tiba-tiba. Pikiran Kiki pun melayang kepada Rena juga Danis.“Oh ….” Kiki tersenyum kecut. Ternyata suaminya lebih memilih Danis dibanding keutuhan rumah tangganya saat ini. Jadi baguslah dan setidaknya untuk menggugat Ryan akan jauh lebih mantap lagi.“Kamu nggak marah kan?”“Gapapa kok, itu hak
Entah kenapa Kiki merasa deg-degan sendiri saat akan mengangkat telepon dari Ryan. Padahal semalam dirinya mengirimkan pesan WA dan berharap dibalas, tapi saat Ryan menelepon membuatnya merasa takut. Ya, Kiki takut sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ryan kepadanya.Sebelum benar-benar mengangkat telepon membuat Kiki menarik napas panjang sejenak, dan langsung menggeser tombol hijau ke samping.“Halo, Ass—““Sayang, aku nggak bisa ketemuan hari ini soalnya sekarang aku lagi di Bandung.”Mendengar kata ‘BANDUNG’ entah kenapa membuat hatinya sakit tiba-tiba. Pikiran Kiki pun melayang kepada Rena juga Danis.“Oh ….” Kiki tersenyum kecut. Ternyata suaminya lebih memilih Danis dibanding keutuhan rumah tangganya saat ini. Jadi baguslah dan setidaknya untuk menggugat Ryan akan jauh lebih mantap lagi.“Kamu nggak marah kan?”“Gapapa kok, itu hak
Kiki tampak mengerutkan kening bingung saat menatap uang lima ratus ribu di tangannya. Apalagi gelagat Mirza membuatnya semakin berpikir kemana-mana.“Masa apartemen mewah bisa sampai kehabisan minum segala, sih,” gumam Kiki saat berada di dalam lift menuju ke bawah. Lebih tepatnya mini market yang memang disediakan oleh pihak pengelola.Tak ingin terlalu pusing dengan urusan boss-nya membuat Kiki berjalan masuk dan membeli tiga botol besar air mineral. Dan tentu saja sisa uangnya masih banyak.“Orang kaya raya begini kali ya nggak paham harga air mineral sampai kasih duitnya banyak banget begini.”Dilain tempat kini Ghaitsaa tengah berdiri canggung sejak tadi. Apalagi sikap boss-nya Mbak Kiki sangatlah aneh kepadanya. Entah sengaja atau tidak tapi bagi Ghaitsaa aneh saja.Ghaitsaa hanya diam sambil membuang wajah ke arah tempat lain kala Mirza dengan sengaja membuka kaus oblong berwarna putih dan melakukan olahraga push up
Mau tidak mau saat ini Adeeva maju sendiri untuk melayani customer aneh itu. Adeeva sudah siap mendengarkan semua menu pesanan dari mulutnya. Namun, sudah berdiri sekitar sepuluh menitan tidak ada ucapan apapun dari mulut pria itu yang membuat Adeeva dongkol.“Bapak mau pesan apa?” tanya Adeeva kemudian.Tetap saja Adeeva hanya didiamkan oleh pria itu. Dia lebih sibuk membolak-balik buku menu dan dilakukannya berulang yang membuat kepala Adeeva terburu mengebul mengeluarkan asap putih.“Ekhem! Bapak ingin pesan apa? Dari tadi saya perhatikan kalau Bapak hanya membolak-balik buku menu tanpa mau memesan.”Adeeva terkejut kala pria itu justru menaruh buku menu dan berdiri menghadap ke tubuh Adeeva yang tingginya benar-benar lumayan. Adeeva saja sedada pria itu hingga membuatnya langsung mendongak.“Pelayan cerewet! Kemarin-kemarin saja tidak ada kamu suasana kafe ini aman. Saya pikir kamu dipecat hingga saya merasa lega.
Selesai berdiskusi soal harta warisan milik Marinka. Kini Adeeva sudah memutuskan dengan sangat bulat jika seluruh harta yang dimilikinya akan ia sumbangkan ke sebuah yayasan. Awalnya, pengacara itu terus membujuk Adeeva untuk terus meneruskan dan mengelola, namun mengingat kata-kata Leonel yang menyakitkan membuatnya benar-benar bulat untuk menyerahkan ke tempat yang tepat. Lagipula jika harta itu diberikan pahala akan mengalir ke Marinka bukan? Dan, Adeeva akan hidup tenang di negaranya sendiri.Selesai urusan harta warisan selesai, Adeeva segera mengurus tiket penerbangan ke Indonesia. Ia tidak sudi menghadiri acara pernikahan sang mantan itu. Adeeva ngeri nanti di sana harga dirinya akan diinjak-injak oleh Leonel ataupun Elizabeth.Entah kenapa sejak pertemuan terakhirnya di depan pintu kamar hotel dengan Alex, pria itu mendadak tidak bisa dihubungi. Padahal Adeeva hanya ingin pamit pergi pulang ke Indonesia. Entah kenapa pria-pria di sini semuanya membuat hati Ade
Alex tersenyum miring kala melihat Leonel meneleponnya. Pria itu segera mengambil dan mengangkat ponselnya dengan gayanya yang sangat santai.“Halo,” sahut Alex dengan santai.“Alex, apa maksudmu pergi bersama Adeeva ke toko tas? Apa emang kalian sengaja membuntutiku?”Mendengar itu sontak Alex langsung tertawa terbahak-bahak, dan cerdiknya Alex telah meloudspeaker panggilan telepon dengan Leonel hingga Adeeva bisa mendengarnya dengan jelas.Alex melihat jika Adeeva ingin menyahuti ucapan Leonel. Namun, Alex menggelengkan kepalanya kepada Adeeva untuk memberikan tanda jika tidak usah terpancing ucapan Leonel yang memang selalu mencari perhatian dirinya—khususnya Adeeva.“Kau benar-benar sangat percaya diri sekali Leon! Aku datang ke toko tas karena memang ingin menjemput kekasihku.”“Apa! Kau sengaja berkata seperti ini agar aku cemburu? Hahaha, itu tidak akan bisa kalian lakukan.”
Alex terkekeh sendiri melihat wajah Adeeva yang tampak menggemaskan itu. Alex pun berdeham sebelum menjawab ucapan Adeeva barusan.“Ya, semoga saja nanti kau mau menerimaku agar bisa menjadi tambatan hatimu,” ujar Alex yang membuat Adeeva langsung bungkam seribu bahasa. Bahkan wajahnya terasa sudah panas karena jawaban dari Alex barusan. Adeeva tersipu malu mendengarnya.“Maksudmu apa mengatakan begitu?” tanya Adeeva malu-malu.“Maksudku jika kau menerima cintaku kembali otomatis kau lah yang menjadi tambatan hatiku.”Adeeva tersenyum malu, pipinya benar-benar sudah merah akibat ucapan Alex yang membuatnya benar-benar salah tingkah kali ini.Bahkan mereka berdua sudah keluar dari toko tas dan berjalan bersama menyusuri trotoar untuk mencari restoran. Adeeva merasa gerogi sendiri saat tangannya digenggam erat oleh Alex. Bahkan Adeeva benar-benar tidak kuasa untuk tersenyum. Ia dari tadi mengulum senyumnya sekuat m
Hari ini Ryan harus kembali ke Indonesia meninggalkan Adeeva sendirian. Ada rasa khawatir di relung hatinya. Ryan takut jika Adeeva disakiti lagi oleh begundal Leonel.“Kamu yakin sendirian? Biar nanti Ayah telepon asisten Ayah buat ubah jadwal lagi.”“Adeeva yakin kok, Yah. Jadi tenang saja, ya.” Adeeva terus menyakinkan Ryan jika dirinya baik-baik saja sendirian di sini. Terlebih Adeeva tidak takut jika harus menghadapi Leonel lagi. Lagian kalau Adeeva amati jika Leonel hanya pria rapuh yang terkejut mengetahui berbagai berita mendadak terus menerus. Adeeva bisa memaklumi.Ryan mengembuskan napas dengan kasar. Ia pun akhirnya pamit pergi dari hotel. Adeeva niatnya ingin mengantar sampai bandara, tapi Ryan menyuruhnya untuk istirahat saja agar tidak terlalu capek.Saat sudah pamitan dan pelukan cukup lama dengan Ayahnya. Kini, Adeeva pun keluar hotel menuju ke salah satu toko tas untuk membeli koper kecil. Apalagi saat menuj
Tiba di Barcelona, baik Adeeva dan Ryan sama-sama diam saja meski dalam hati tak karuan melihat Leonel yang datang bersama Elizabeth. Bahkan dalam hati Ryan ingin menonjok pria bule itu yang sudah tega dan jahat mempermainkan perasaan anaknya sampai separah ini. Dulu meski ia playboy tapi tidak sejahat Leonel. Gonta-ganti pasangan sebelum memiliki status itu hal yang sangat wajar, tapi setelah memiliki komitmen dengan Kiki, ia berusaha setia dan menjaga komitmen itu sendiri.Lain hal dengan Adeeva yang tampak masa bodoh dengan kehadiran mantan suaminya. Tujuan Adeeva ke sini hanya untuk menjalankan wasiat mendiang Marinka. Terlebih pemakaman akan dilakukan setelah Adeeva dan Leonel bisa hadir.Mengingat kedua orang itu sudah hadir membuat prosesi pemakaman segera dilakukan. Saat tiba di sana, Adeeva meletakkan foto Marinka, dan disusul dengan Leonel yang menaruh bunga di atas batu nisan.“Mom, kuyakin kau perempuan baik. Pasti Tuhan akan menempatkanmu di s
Mendengar cerita sang anak membuat Ryan sedikit khawatir jika ada teroris yang masuk ke kafenya. Ia pun berniat akan ikut memantau kafe secara langsung, tapi kalau pagi ia harus bekerja.“Ayah dengar begitu jadi khawatir.”“Khawatir kenapa?”“Takut dia teroris.”“Makanya jangan keseringan nonton berita gitu ah, jadi parno sendirikan?” omel Kiki.Pasalnya akhir-akhir ini Ryan lagi suka nonton berita tentang terorisme hingga otaknya merasa ke distrak.Kiki yang melihat sang suami suka parno langsung mengomeli agar tidak memperkeruh suasana. Terlebih Adeeva baru saja sembuh dan mulai melupakan bayang-bayang mantan suaminya. Jika dibebankan berita berat seperti ini ngerinya akan menambah beban pikiran.“Kayaknya bukan, deh. Soalnya itu cowok kayak manusia galau gitu. Ngelamun aja seperti orang habis putus cinta gitu.”“Nah, kalau ini Bunda setuju. Siapa tahu itu cowo
Adeeva pun akhirnya maju, dan menyapa seramah mungkin kepada customernya. Adeeva tersenyum simpul yang membuat orang itu tetap menatap kosong dan mengabaikan keberadaannya.“Pagi, Kak. Kakak mau pesan apa?” tanya Adeeva, ramah.Merasa tidak dijawab membuat Adeeva merasa kesal sendiri karena keberadaannya dianggap hantu? Adeeva pun memejamkan mata dan menahan napasnya meski dalam hati kesal diabaikan seperti ini.“Kita ada menu spesial jika Kakak membeli dua por—““Buatkan semuanya.”“Hah! Apa, Kak?”“Kamu budeg, ya? Buatkan semua menu di sini. Tidak usah banyak tanya lagi. Kamu pasti pelayan baru di sini makanya tanya menu pesananku,” cerocosnya yang membuat Adeeva kesal sampai ke ubun-ubun.“Baik, Kak.”Adeeva langsung berlalu pergi dengan wajah masamnya. Ia melempar buku note kecil ke arah Zia. Adeeva langsung mendengkus sebal karena ini masih jam s
Jujur saja saat ini Adeeva masih tidak menyangka jika Emilia tega melakukan ini semua kepadanya. Entah apa motifnya ia masih belum tahu.Kini Adeeva menghubungi nomor ponsel Emilia untuk memastikan semuanya. Namun, panggilannya belum juga diangkat-angkat.Disaat akan menyerah, mendadak telinga Adeeva mendengar suara gemeresak dari seberang telepon sana.“Hallo.”“Em.”“Oh, kau. Ada apa?”“Kenapa kau tega sekali melakukan ini kepadaku? Apa salahku, Em!” Suara Adeeva tampak menggebu-gebu saat ini. Ia masih kesal dan tidak menyangka jika orang yang selama ini dipercaya dan sudah dianggap saudara justru tega melakukan ini semua kepadanya.“Kau bicara apa, sih?”Adeeva langsung tertawa hambar mendengar Emilia yang masih saja pura-pura tidak mengetahui rasa kekesalannya saat ini. Apa perlu Adeeva harus meledak-ledak secara gamblang agar perempuan di seberan