Entah kenapa Kiki merasa deg-degan sendiri saat akan mengangkat telepon dari Ryan. Padahal semalam dirinya mengirimkan pesan WA dan berharap dibalas, tapi saat Ryan menelepon membuatnya merasa takut. Ya, Kiki takut sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ryan kepadanya.
Sebelum benar-benar mengangkat telepon membuat Kiki menarik napas panjang sejenak, dan langsung menggeser tombol hijau ke samping.
“Halo, Ass—“
“Sayang, aku nggak bisa ketemuan hari ini soalnya sekarang aku lagi di Bandung.”
Mendengar kata ‘BANDUNG’ entah kenapa membuat hatinya sakit tiba-tiba. Pikiran Kiki pun melayang kepada Rena juga Danis.
“Oh ….” Kiki tersenyum kecut. Ternyata suaminya lebih memilih Danis dibanding keutuhan rumah tangganya saat ini. Jadi baguslah dan setidaknya untuk menggugat Ryan akan jauh lebih mantap lagi.
“Kamu nggak marah kan?”
“Gapapa kok, itu hak
Entah kenapa Kiki merasa deg-degan sendiri saat akan mengangkat telepon dari Ryan. Padahal semalam dirinya mengirimkan pesan WA dan berharap dibalas, tapi saat Ryan menelepon membuatnya merasa takut. Ya, Kiki takut sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ryan kepadanya.Sebelum benar-benar mengangkat telepon membuat Kiki menarik napas panjang sejenak, dan langsung menggeser tombol hijau ke samping.“Halo, Ass—““Sayang, aku nggak bisa ketemuan hari ini soalnya sekarang aku lagi di Bandung.”Mendengar kata ‘BANDUNG’ entah kenapa membuat hatinya sakit tiba-tiba. Pikiran Kiki pun melayang kepada Rena juga Danis.“Oh ….” Kiki tersenyum kecut. Ternyata suaminya lebih memilih Danis dibanding keutuhan rumah tangganya saat ini. Jadi baguslah dan setidaknya untuk menggugat Ryan akan jauh lebih mantap lagi.“Kamu nggak marah kan?”“Gapapa kok, itu hak
Kiki tampak mengerutkan kening bingung saat menatap uang lima ratus ribu di tangannya. Apalagi gelagat Mirza membuatnya semakin berpikir kemana-mana.“Masa apartemen mewah bisa sampai kehabisan minum segala, sih,” gumam Kiki saat berada di dalam lift menuju ke bawah. Lebih tepatnya mini market yang memang disediakan oleh pihak pengelola.Tak ingin terlalu pusing dengan urusan boss-nya membuat Kiki berjalan masuk dan membeli tiga botol besar air mineral. Dan tentu saja sisa uangnya masih banyak.“Orang kaya raya begini kali ya nggak paham harga air mineral sampai kasih duitnya banyak banget begini.”Dilain tempat kini Ghaitsaa tengah berdiri canggung sejak tadi. Apalagi sikap boss-nya Mbak Kiki sangatlah aneh kepadanya. Entah sengaja atau tidak tapi bagi Ghaitsaa aneh saja.Ghaitsaa hanya diam sambil membuang wajah ke arah tempat lain kala Mirza dengan sengaja membuka kaus oblong berwarna putih dan melakukan olahraga push up
Setelah selesai pemakaman Rena, Ryan langsung kembali ke Jakarta untuk menemui istrinya. Sengaja Ryan tidak mengatakan tentang kematian Rena melalui telepon. Ia takut jika nanti istrinya akan salah paham.“Sayang aku kangen,” gumam Ryan sambil menyetir mobilnya menuju ke rumah papa Wirawan.Ryan menyadari betul jika permasalahan rumah tangganya bukan datang dari orang lain melainkan dari dirinya sendiri yang kurang mengerti apa yang istrinya inginkan.“Maafin aku, Ki,” gumamnya kembali.Selama perjalanan menuju Jakarta, Ryan selalu terbayang-bayang wajah istrinya yang selalu menangis. Istrinya merasa sedih karena melihat obsesi dan ambisinya tentang Danis. Mungkin niat baiknya ingin merawat Danis disalah artikan oleh Kiki. Dan Ryan mulai saat ini akan lebih menanyakan apa yang diinginkan istrinya itu.Beberapa jam kemudian.Kini Ryan telah sampai di depan rumah papa Wirawan. Ada rasa takut yang menyelimuti hatinya unt
Setelah mendapat kabar jika istrinya tengah lembu kerja di apartemen membuat Ryan langsung pamit untuk menyusul ke sana. Masalah unitnya si Marjan tentu saja akan tanya sekuriti yang berjaga.Entah kenapa saat ini tangannya pengin banget nonjok orang. Ryan akan memberi pelajaran sama laki-laki tak normal itu dengan bogeman mentah yang dimilikinya.“Awas aja Marjan kalau ada udang dibalik batu!” gerutu Ryan sambil menyetir.Setelah menempuh beberapa menit di jalanan, kini Ryan langsung sampai di depan apartemen Sky Garden Setibudi. Ia langsung masuk ke basemen untuk memarkirkan mobilnya.Tak lupa juga Ryan langsung turun dengan kepalan tangan yang begitu kuat untuk menghajar pria itu.“Selamat siang, Pak, saya Ryan Anggara ingin bertanya unit apartemen Mirza Ansell di lantai berapa, ya?’Bisa Ryan lihat jika sekuriti itu tengah menatap curiga kepadanya. Mungkin dia pikir dirinya ini rampok kali.“Ditunggu
“Buka Ryan! Kamu tuh nggak sopan masuk-masuk kamar orang tahu nggak!”“Biarin aja sayang. Lagian aku udah izin sama si Marjan kok.”“Mirza!”“Iya dia pokoknya. Aku males sebut nama si pebinor itu.”“Jangan suuzon kamu, Mas!”“Kalau bukan pebinor kenapa juga ajak kamu lembur di apartemennya begini?”“Kamu buta? Hah?! Aku lembur bertiga bukan berdua.”“Iya tapi tujuan dia pasti godain kamu sayang. Secara kamu tuh cantik, seksi itu. Pasti laki-laki suka.”“Jangan ngawur kamu, Mas. Siapa tahu Pak Mirza suka sama Ghaitsaa.”“Halah nggak mungkin, wajah temen kamu aja masih bocah begitu. Anak baru lulus kuliah kan? Mana rata gitu kan? Mana mungkin si Marjan doyan.”Mendengar itu justru membuat Kiki melotot tajam. “Mas, kamu kalau ngomong ih. Entar kalau Ghaitsaa dengar dan sakit hati gimana?
Merasa tidak enak karena terlalu lama di dalam kamar membuat Kiki dan Ryan keluar secara bersama dengan kesepakatan yang mereka berdua setujui untuk saling intropeksi diri masing-masing. Dan Ryan pun setuju karena ia menyadari akar permasalahan rumah tangganya kemarin timbul karena sikap egoisnya yang memang masih terlalu tinggi.KLEK.Ryan berdeham pelan saat keluar kamar karena langsung mendapat pelototan tajam dari seorang Mirza. Kiki sendiri hanya menunduk dan menggaruk tengkuknya karena merasa tidak enak dengan boss-nya.“Pak,” lirih Kiki.Ryan pun langsung menyetop ucapan Kiki agar bisa diam saja soal kejadian tadi. Biarkan ini menjadi urusan dirinya dengan Mirza.“Marjan,” panggil Ryan yang membuat Mirza semakin melotot. Dan semua itu tak luput dari penilaian Kiki juga Ghaitsaa.“Apa?” kata Mirza pura-pura kurang mendengar dengan ucapan Ryan.“Mirza Ansell maksudnya.” Ryan langsun
Di kamar saat ini Desi tengah menimang-nimang rencana untuk menantunya itu. Ia tahu betul jika mengandalkan anaknya akan gagal total karena sifat tidak tegaan yang dimiliki Kiki. Untuk itu ia yang akan turun tangan langsung memberikan ganjaran kepada menantunya yang takut sekali pisah.Desi pun mengambil ponselnya dan segera menelepon Ryan. Biarkan saja ini menjadi urusannya dengan Ryan.“Iya, Ma.”“Calon mantan Mama!” tekan Desi.“Mama pengin apa?” Ryan sengaja mengalihkan pembicaraan yang baru saja, gimanapun belum ada kata cerai dirinya dengan Kiki, bahkan mereka sudah sepakat akan intropeksi tapi kenapa mama mertuanya sekarang ngebet banget pisahin, sih.“Nggak pengin apa-apa.”“Ryan kirimin makanan buat Mama, ya?”“Nggak mau! Tapi kamu maksa gitu jadi gapapa deh.”“Yaudah Ryan orderin sekarang nanti ada ojek online yang anterin ke rumah Mam
Ryan tengah menelan ludahnya susah payah. Mata melotot mama mertuanya bikin seluruh bulu kuduknya berdiri. Ryan sedikit melangkah mundur saat mama mertuanya sedikit menggedor gerbang berbahan besi itu.DEER."Ma," sapa Ryan dengan senyum lebarnya."Ngapain kamu pagi-pagi udah nongkrong di sini.""Mau ketemu Kiki, Ma.""Tadi udah ketemu kan? Sana pergi," usir Desi sambil mengibaskan salah satu tangannya.GLEK.Lagi dan lagi Ryan menelan ludahnya susah payah. Benar dugaannya kalau ia akan diusir kembali seperti saat ini."Ma, Ryan boleh masuk?"Bukannya mendapat jawaban justru Ryan mendapat tatapan tajam dari mama mertuanya."Ada syaratnya."Ryan menelan ludahnya lagi. "Apa, Ma?" tanyanya pelan."Beliin daster buat Mama selusin.""Ta--" Ryan tak jadi melanjutkan aksi protesnya. Ia langsung mengangguk setuju. "Oke.""Yaudah sana pergi cari daster."Ryan langsung menatap pergelangan
Mau tidak mau saat ini Adeeva maju sendiri untuk melayani customer aneh itu. Adeeva sudah siap mendengarkan semua menu pesanan dari mulutnya. Namun, sudah berdiri sekitar sepuluh menitan tidak ada ucapan apapun dari mulut pria itu yang membuat Adeeva dongkol.“Bapak mau pesan apa?” tanya Adeeva kemudian.Tetap saja Adeeva hanya didiamkan oleh pria itu. Dia lebih sibuk membolak-balik buku menu dan dilakukannya berulang yang membuat kepala Adeeva terburu mengebul mengeluarkan asap putih.“Ekhem! Bapak ingin pesan apa? Dari tadi saya perhatikan kalau Bapak hanya membolak-balik buku menu tanpa mau memesan.”Adeeva terkejut kala pria itu justru menaruh buku menu dan berdiri menghadap ke tubuh Adeeva yang tingginya benar-benar lumayan. Adeeva saja sedada pria itu hingga membuatnya langsung mendongak.“Pelayan cerewet! Kemarin-kemarin saja tidak ada kamu suasana kafe ini aman. Saya pikir kamu dipecat hingga saya merasa lega.
Selesai berdiskusi soal harta warisan milik Marinka. Kini Adeeva sudah memutuskan dengan sangat bulat jika seluruh harta yang dimilikinya akan ia sumbangkan ke sebuah yayasan. Awalnya, pengacara itu terus membujuk Adeeva untuk terus meneruskan dan mengelola, namun mengingat kata-kata Leonel yang menyakitkan membuatnya benar-benar bulat untuk menyerahkan ke tempat yang tepat. Lagipula jika harta itu diberikan pahala akan mengalir ke Marinka bukan? Dan, Adeeva akan hidup tenang di negaranya sendiri.Selesai urusan harta warisan selesai, Adeeva segera mengurus tiket penerbangan ke Indonesia. Ia tidak sudi menghadiri acara pernikahan sang mantan itu. Adeeva ngeri nanti di sana harga dirinya akan diinjak-injak oleh Leonel ataupun Elizabeth.Entah kenapa sejak pertemuan terakhirnya di depan pintu kamar hotel dengan Alex, pria itu mendadak tidak bisa dihubungi. Padahal Adeeva hanya ingin pamit pergi pulang ke Indonesia. Entah kenapa pria-pria di sini semuanya membuat hati Ade
Alex tersenyum miring kala melihat Leonel meneleponnya. Pria itu segera mengambil dan mengangkat ponselnya dengan gayanya yang sangat santai.“Halo,” sahut Alex dengan santai.“Alex, apa maksudmu pergi bersama Adeeva ke toko tas? Apa emang kalian sengaja membuntutiku?”Mendengar itu sontak Alex langsung tertawa terbahak-bahak, dan cerdiknya Alex telah meloudspeaker panggilan telepon dengan Leonel hingga Adeeva bisa mendengarnya dengan jelas.Alex melihat jika Adeeva ingin menyahuti ucapan Leonel. Namun, Alex menggelengkan kepalanya kepada Adeeva untuk memberikan tanda jika tidak usah terpancing ucapan Leonel yang memang selalu mencari perhatian dirinya—khususnya Adeeva.“Kau benar-benar sangat percaya diri sekali Leon! Aku datang ke toko tas karena memang ingin menjemput kekasihku.”“Apa! Kau sengaja berkata seperti ini agar aku cemburu? Hahaha, itu tidak akan bisa kalian lakukan.”
Alex terkekeh sendiri melihat wajah Adeeva yang tampak menggemaskan itu. Alex pun berdeham sebelum menjawab ucapan Adeeva barusan.“Ya, semoga saja nanti kau mau menerimaku agar bisa menjadi tambatan hatimu,” ujar Alex yang membuat Adeeva langsung bungkam seribu bahasa. Bahkan wajahnya terasa sudah panas karena jawaban dari Alex barusan. Adeeva tersipu malu mendengarnya.“Maksudmu apa mengatakan begitu?” tanya Adeeva malu-malu.“Maksudku jika kau menerima cintaku kembali otomatis kau lah yang menjadi tambatan hatiku.”Adeeva tersenyum malu, pipinya benar-benar sudah merah akibat ucapan Alex yang membuatnya benar-benar salah tingkah kali ini.Bahkan mereka berdua sudah keluar dari toko tas dan berjalan bersama menyusuri trotoar untuk mencari restoran. Adeeva merasa gerogi sendiri saat tangannya digenggam erat oleh Alex. Bahkan Adeeva benar-benar tidak kuasa untuk tersenyum. Ia dari tadi mengulum senyumnya sekuat m
Hari ini Ryan harus kembali ke Indonesia meninggalkan Adeeva sendirian. Ada rasa khawatir di relung hatinya. Ryan takut jika Adeeva disakiti lagi oleh begundal Leonel.“Kamu yakin sendirian? Biar nanti Ayah telepon asisten Ayah buat ubah jadwal lagi.”“Adeeva yakin kok, Yah. Jadi tenang saja, ya.” Adeeva terus menyakinkan Ryan jika dirinya baik-baik saja sendirian di sini. Terlebih Adeeva tidak takut jika harus menghadapi Leonel lagi. Lagian kalau Adeeva amati jika Leonel hanya pria rapuh yang terkejut mengetahui berbagai berita mendadak terus menerus. Adeeva bisa memaklumi.Ryan mengembuskan napas dengan kasar. Ia pun akhirnya pamit pergi dari hotel. Adeeva niatnya ingin mengantar sampai bandara, tapi Ryan menyuruhnya untuk istirahat saja agar tidak terlalu capek.Saat sudah pamitan dan pelukan cukup lama dengan Ayahnya. Kini, Adeeva pun keluar hotel menuju ke salah satu toko tas untuk membeli koper kecil. Apalagi saat menuj
Tiba di Barcelona, baik Adeeva dan Ryan sama-sama diam saja meski dalam hati tak karuan melihat Leonel yang datang bersama Elizabeth. Bahkan dalam hati Ryan ingin menonjok pria bule itu yang sudah tega dan jahat mempermainkan perasaan anaknya sampai separah ini. Dulu meski ia playboy tapi tidak sejahat Leonel. Gonta-ganti pasangan sebelum memiliki status itu hal yang sangat wajar, tapi setelah memiliki komitmen dengan Kiki, ia berusaha setia dan menjaga komitmen itu sendiri.Lain hal dengan Adeeva yang tampak masa bodoh dengan kehadiran mantan suaminya. Tujuan Adeeva ke sini hanya untuk menjalankan wasiat mendiang Marinka. Terlebih pemakaman akan dilakukan setelah Adeeva dan Leonel bisa hadir.Mengingat kedua orang itu sudah hadir membuat prosesi pemakaman segera dilakukan. Saat tiba di sana, Adeeva meletakkan foto Marinka, dan disusul dengan Leonel yang menaruh bunga di atas batu nisan.“Mom, kuyakin kau perempuan baik. Pasti Tuhan akan menempatkanmu di s
Mendengar cerita sang anak membuat Ryan sedikit khawatir jika ada teroris yang masuk ke kafenya. Ia pun berniat akan ikut memantau kafe secara langsung, tapi kalau pagi ia harus bekerja.“Ayah dengar begitu jadi khawatir.”“Khawatir kenapa?”“Takut dia teroris.”“Makanya jangan keseringan nonton berita gitu ah, jadi parno sendirikan?” omel Kiki.Pasalnya akhir-akhir ini Ryan lagi suka nonton berita tentang terorisme hingga otaknya merasa ke distrak.Kiki yang melihat sang suami suka parno langsung mengomeli agar tidak memperkeruh suasana. Terlebih Adeeva baru saja sembuh dan mulai melupakan bayang-bayang mantan suaminya. Jika dibebankan berita berat seperti ini ngerinya akan menambah beban pikiran.“Kayaknya bukan, deh. Soalnya itu cowok kayak manusia galau gitu. Ngelamun aja seperti orang habis putus cinta gitu.”“Nah, kalau ini Bunda setuju. Siapa tahu itu cowo
Adeeva pun akhirnya maju, dan menyapa seramah mungkin kepada customernya. Adeeva tersenyum simpul yang membuat orang itu tetap menatap kosong dan mengabaikan keberadaannya.“Pagi, Kak. Kakak mau pesan apa?” tanya Adeeva, ramah.Merasa tidak dijawab membuat Adeeva merasa kesal sendiri karena keberadaannya dianggap hantu? Adeeva pun memejamkan mata dan menahan napasnya meski dalam hati kesal diabaikan seperti ini.“Kita ada menu spesial jika Kakak membeli dua por—““Buatkan semuanya.”“Hah! Apa, Kak?”“Kamu budeg, ya? Buatkan semua menu di sini. Tidak usah banyak tanya lagi. Kamu pasti pelayan baru di sini makanya tanya menu pesananku,” cerocosnya yang membuat Adeeva kesal sampai ke ubun-ubun.“Baik, Kak.”Adeeva langsung berlalu pergi dengan wajah masamnya. Ia melempar buku note kecil ke arah Zia. Adeeva langsung mendengkus sebal karena ini masih jam s
Jujur saja saat ini Adeeva masih tidak menyangka jika Emilia tega melakukan ini semua kepadanya. Entah apa motifnya ia masih belum tahu.Kini Adeeva menghubungi nomor ponsel Emilia untuk memastikan semuanya. Namun, panggilannya belum juga diangkat-angkat.Disaat akan menyerah, mendadak telinga Adeeva mendengar suara gemeresak dari seberang telepon sana.“Hallo.”“Em.”“Oh, kau. Ada apa?”“Kenapa kau tega sekali melakukan ini kepadaku? Apa salahku, Em!” Suara Adeeva tampak menggebu-gebu saat ini. Ia masih kesal dan tidak menyangka jika orang yang selama ini dipercaya dan sudah dianggap saudara justru tega melakukan ini semua kepadanya.“Kau bicara apa, sih?”Adeeva langsung tertawa hambar mendengar Emilia yang masih saja pura-pura tidak mengetahui rasa kekesalannya saat ini. Apa perlu Adeeva harus meledak-ledak secara gamblang agar perempuan di seberan