Setelah selesai pemakaman Rena, Ryan langsung kembali ke Jakarta untuk menemui istrinya. Sengaja Ryan tidak mengatakan tentang kematian Rena melalui telepon. Ia takut jika nanti istrinya akan salah paham.
“Sayang aku kangen,” gumam Ryan sambil menyetir mobilnya menuju ke rumah papa Wirawan.
Ryan menyadari betul jika permasalahan rumah tangganya bukan datang dari orang lain melainkan dari dirinya sendiri yang kurang mengerti apa yang istrinya inginkan.
“Maafin aku, Ki,” gumamnya kembali.
Selama perjalanan menuju Jakarta, Ryan selalu terbayang-bayang wajah istrinya yang selalu menangis. Istrinya merasa sedih karena melihat obsesi dan ambisinya tentang Danis. Mungkin niat baiknya ingin merawat Danis disalah artikan oleh Kiki. Dan Ryan mulai saat ini akan lebih menanyakan apa yang diinginkan istrinya itu.
Beberapa jam kemudian.
Kini Ryan telah sampai di depan rumah papa Wirawan. Ada rasa takut yang menyelimuti hatinya unt
Setelah mendapat kabar jika istrinya tengah lembu kerja di apartemen membuat Ryan langsung pamit untuk menyusul ke sana. Masalah unitnya si Marjan tentu saja akan tanya sekuriti yang berjaga.Entah kenapa saat ini tangannya pengin banget nonjok orang. Ryan akan memberi pelajaran sama laki-laki tak normal itu dengan bogeman mentah yang dimilikinya.“Awas aja Marjan kalau ada udang dibalik batu!” gerutu Ryan sambil menyetir.Setelah menempuh beberapa menit di jalanan, kini Ryan langsung sampai di depan apartemen Sky Garden Setibudi. Ia langsung masuk ke basemen untuk memarkirkan mobilnya.Tak lupa juga Ryan langsung turun dengan kepalan tangan yang begitu kuat untuk menghajar pria itu.“Selamat siang, Pak, saya Ryan Anggara ingin bertanya unit apartemen Mirza Ansell di lantai berapa, ya?’Bisa Ryan lihat jika sekuriti itu tengah menatap curiga kepadanya. Mungkin dia pikir dirinya ini rampok kali.“Ditunggu
“Buka Ryan! Kamu tuh nggak sopan masuk-masuk kamar orang tahu nggak!”“Biarin aja sayang. Lagian aku udah izin sama si Marjan kok.”“Mirza!”“Iya dia pokoknya. Aku males sebut nama si pebinor itu.”“Jangan suuzon kamu, Mas!”“Kalau bukan pebinor kenapa juga ajak kamu lembur di apartemennya begini?”“Kamu buta? Hah?! Aku lembur bertiga bukan berdua.”“Iya tapi tujuan dia pasti godain kamu sayang. Secara kamu tuh cantik, seksi itu. Pasti laki-laki suka.”“Jangan ngawur kamu, Mas. Siapa tahu Pak Mirza suka sama Ghaitsaa.”“Halah nggak mungkin, wajah temen kamu aja masih bocah begitu. Anak baru lulus kuliah kan? Mana rata gitu kan? Mana mungkin si Marjan doyan.”Mendengar itu justru membuat Kiki melotot tajam. “Mas, kamu kalau ngomong ih. Entar kalau Ghaitsaa dengar dan sakit hati gimana?
Merasa tidak enak karena terlalu lama di dalam kamar membuat Kiki dan Ryan keluar secara bersama dengan kesepakatan yang mereka berdua setujui untuk saling intropeksi diri masing-masing. Dan Ryan pun setuju karena ia menyadari akar permasalahan rumah tangganya kemarin timbul karena sikap egoisnya yang memang masih terlalu tinggi.KLEK.Ryan berdeham pelan saat keluar kamar karena langsung mendapat pelototan tajam dari seorang Mirza. Kiki sendiri hanya menunduk dan menggaruk tengkuknya karena merasa tidak enak dengan boss-nya.“Pak,” lirih Kiki.Ryan pun langsung menyetop ucapan Kiki agar bisa diam saja soal kejadian tadi. Biarkan ini menjadi urusan dirinya dengan Mirza.“Marjan,” panggil Ryan yang membuat Mirza semakin melotot. Dan semua itu tak luput dari penilaian Kiki juga Ghaitsaa.“Apa?” kata Mirza pura-pura kurang mendengar dengan ucapan Ryan.“Mirza Ansell maksudnya.” Ryan langsun
Di kamar saat ini Desi tengah menimang-nimang rencana untuk menantunya itu. Ia tahu betul jika mengandalkan anaknya akan gagal total karena sifat tidak tegaan yang dimiliki Kiki. Untuk itu ia yang akan turun tangan langsung memberikan ganjaran kepada menantunya yang takut sekali pisah.Desi pun mengambil ponselnya dan segera menelepon Ryan. Biarkan saja ini menjadi urusannya dengan Ryan.“Iya, Ma.”“Calon mantan Mama!” tekan Desi.“Mama pengin apa?” Ryan sengaja mengalihkan pembicaraan yang baru saja, gimanapun belum ada kata cerai dirinya dengan Kiki, bahkan mereka sudah sepakat akan intropeksi tapi kenapa mama mertuanya sekarang ngebet banget pisahin, sih.“Nggak pengin apa-apa.”“Ryan kirimin makanan buat Mama, ya?”“Nggak mau! Tapi kamu maksa gitu jadi gapapa deh.”“Yaudah Ryan orderin sekarang nanti ada ojek online yang anterin ke rumah Mam
Ryan tengah menelan ludahnya susah payah. Mata melotot mama mertuanya bikin seluruh bulu kuduknya berdiri. Ryan sedikit melangkah mundur saat mama mertuanya sedikit menggedor gerbang berbahan besi itu.DEER."Ma," sapa Ryan dengan senyum lebarnya."Ngapain kamu pagi-pagi udah nongkrong di sini.""Mau ketemu Kiki, Ma.""Tadi udah ketemu kan? Sana pergi," usir Desi sambil mengibaskan salah satu tangannya.GLEK.Lagi dan lagi Ryan menelan ludahnya susah payah. Benar dugaannya kalau ia akan diusir kembali seperti saat ini."Ma, Ryan boleh masuk?"Bukannya mendapat jawaban justru Ryan mendapat tatapan tajam dari mama mertuanya."Ada syaratnya."Ryan menelan ludahnya lagi. "Apa, Ma?" tanyanya pelan."Beliin daster buat Mama selusin.""Ta--" Ryan tak jadi melanjutkan aksi protesnya. Ia langsung mengangguk setuju. "Oke.""Yaudah sana pergi cari daster."Ryan langsung menatap pergelangan
Setelah menyusuri pasar Tanah Abang dari lantai satu sampai atas, kini Ryan telah menemukan pedagang daster. Dan seperti pesan mama mertuanya jika ingin membeli harus video call terlebih dulu karena ingin memilih motifnya sendiri.Ryan langsung merogoh saku celananya dan menghubungi nomor sang mama mertua. Tak ada satu menit panggilan video call itu langsung diangkat dengan begitu cepat.‘Buset cepet banget, apa nih orang pegang hape terus, ya’ batin Ryan.“Ya, apa?” tanya Desi dari seberang telepon. Bahkan ia sedang mengunyah kacang goreng dengan memeluk toples saat ini. Mulutnya terus mengunyah-ngunyah sambil membuat Ryan bingung sendiri saat ini. “Gimana? Udah ketemu belum?” tanyanya.“Udah, Ma.”“Hoba Hama Hihat,” kata Desi.“Hah?” Ryan langsung terbengong mendengar perkataan mama mertuanya yang tidak jelas itu. Apalagi mama mertuanya tak henti-hentinya mengambil kac
Di tempat lain, Kiki kini sudah bertemu dengan Sofi di salah satu kafe daerah Kemang. Meski raganya bersama Sofi tapi hati sekaligus pikirannya melayang ke rumah. Lebih tepatnya memikirkan kondisi Ryan yang akan dikerjai apa lagi oleh mamanya nanti.“Ki, gimana caranya move on,” kata Sofi merengek. Bahkan baru bertemu saja Sofi sudah merengek-rengek karena akan ditinggal kawin oleh gebetannya.Kiki merasa bingung sendiri melihat sikap Sofi yang terus menangis bahkan merengek membayangkan Priyo akan menikah nanti. Kiki saja dulu bingung mau move on dari mantan pertamanya. Untung saja ada Kak Doni yang menolong hari-harinya yang galau saat itu.“Jujur Sof gue nggak tahu sumpah. Soalnya gue juga sama kayak lo. Sekali suka sama orang emang bucin banget.”“Hiks … hiks … padahal Mas Priyo bukan mantan, cuma gue-nya kalau naksir terlalu berlebihan jadi gini rasanya. Sakiiiit ….” Sofi terus memegang dadanya
Merasa tak enak sekaligus kepikiran membuat seorang Ghaitsaa nekad pergi ke apartemen Mirza malam ini. Ia benar-benar tak tenang jika sudah menyakiti hati orang lain, apalagi orang itu udah baik dengan traktir makan sama anterin pulang. Demi apapun kemarin kasih uang bensin karena emang tradisi di kampungnya begitu. Tapi faktanya membuat sakit hati, dan semua itu membuat Ghaitsaa merasa bersalah.Malam ini Ghaitsaa menggunakan ojek online untuk ke apartemen Mirza yang berada di Setiabudi. Ghaitsaa banyak tahu dan dikasih tahu oleh Mbak Kiki jika ingin kemana-mana menggunakan ojek online saja dibanding metromini. Katanya rawan banyak copet gitu. Mendengar itu membuat Ghaitsaa menurut meski harus merogoh kocek yang lumayan di mata Ghaitsaa. Biasa naik metromini lima ribu naik ojek harus sepuluh ribu apa dua puluh ribu. Tapi demi keselamatan tidak masalah bagi Ghaitsaa.Saat sampai pun, Ghaitsaa mengingat-ingat jalan menuju ke unit Mirza. Setelah mengingat pun kaki Ghaits
“Jadi dia yang menuliskan artikel sampah itu?”Mendengar sebuah suara membuat sosok Adeeva langsung memutar kursinya menghadap belakang. Ada sosok pria tinggi besar sedang menatapnya dengan tatapan remeh.“Maaf siapa, ya?”Pria itu melangkah lebih masuk ke ruangan kerja Adeeva dengan gerakan tegas. Tatapan tajamnya juga terus menghunus bola mata berwarna cokelat terang itu.Merasa pertanyaannya tidak dijawab membuat Adeeva langsung berdiri dari kursinya guna mengusir pria jadi-jadian ini.“Adeeva, editor Joeyi agency,” kata pria itu sambil tersenyum remeh. Dan dari arah pintu mata Adeeva menangkap sosok Emilia sedang menautkan kedua tangan di bawah dagu sambil mulutnya mengucapkan kata permintaan maaf meski Adeeva tidak mendengarnya tetapi Adeeva paham dari pergerakan mulut Emilia.Adeeva sendiri hanya mengerutkan alisnya bingung melihat sikap Emilia yang ketakutan itu. Dan melihat Emilia yang langsung per
“Sakiiiitttt, Bun.”“Sabar sayang.”“Tapi hati Adeeva sakit banget ngelihat Kak Danis nikah.”Adeeva terus menangis dipelukan sang bunda karena melihat kakak angkatnya menikah dengan seorang perempuan yang dicintainya.Rasanya tak kuat dan tak sanggup melihat kakaknya duduk di pelaminan hingga membuat Adeeva memilih berdiam di kamar hotel ditemani sang bunda dibanding ke ballroom di mana acara resepsi diadakan.Tangis Adeeva benar-benar pecah malam ini karena cintanya kepada Danis hanya bayangan semu dan ilusi saja. Lebih parahnya cinta bertepuk sebelah tangan.Ya, Adeeva mencintai Danis layaknya seorang pria dewasa bukan sebagai kakak pada umumnya. Hal ini membuat Kiki dan Ryan terkejut di saat Adeeva mengakui perasaan yang disimpannya sejak masih kecil itu.Tak ingin terlalu larut dalam kesedihan dan sakit hati berkepanjangan, Adeeva memilih mengambil tawaran magang di salah satu kantor agancy ber
“Adeevaaaaaaaaaa!”“Kak Danis.”Danis langsung membuka matanya dengan napas yang memburu. Kepalanya menoleh dan melihat Adeeva sedang tiduran sambil menonton drakor kesukaannya. Dimanapun pasti selalu menonton drakor.“Shit!” umpat Danis.Ternyata adegan Adeeva dan dirinya tadi hanya mimpi? Sialan banget kan? Mata Danis langsung menelusuri tubuh Adeeva yang tertutup kaus oblong dan celana jeans robek-robek bagian lututnya.Entah kenapa Danis bisa bermimpi seperti itu. Padahal sikap Adeeva juga biasa-biasa aja selama ini. Dan sialannya mimpi sampai berlibur ke Yunani segala. Sial.“Kak Danis kenapa?” tanya Adeeva kembali.“Gapapa.”“Mimpi buruk, ya? Kok manggil namaku?” Adeeva menebak sekaligus mendesak.“Enggak kok, tadi mimpi kita ikutan berlibur Ayah sama Bunda,” kilah Danis berbohong meski ada kejujuran di sana.“Oh &helli
Kiki di rumah tengah merasa ketar ketir sendirian. Pasalnya hari ini Adeeva sedang melakukan ujian nasional tingkat smp.Bukan tidak percaya tentang kepintaran otak anaknya. Tapi nilai Adeeva di rapor ada semuanya itu mepet kkm. Dan semua itu membuat Kiki resah.Hari ini bahkan Kiki tak nafsu makan karena merasa semua makanan terasa sangat hambar. Sedangkan Desi yang memang sedang berkunjung ke rumahnya justru sedang santai sambil menonton acara talk show yang bintang tamunya para artis milenial.“Duduk lah, Ki, mondar mandir macam setrikaan aja.”“Kiki nggak tenang, Ma. Ngeri Adeeva nggak bisa kerjain soal UN.”“Percaya aja sama cucu grandma kalau dia pasti bisa mengerjakan itu semua.”“Duh … Mama nggak ngerti kalau Adeeva itu susah banget untuk belajar. Kiki aja sampai nyerah ngomongin dia. Mama sama Ryan itu sama aja suruh tenang, santai. Mana bisa aku begitu, Ma.”“Duh kamu ini benar-benar deh apa-apa selalu dibuat pusing. Jalani
Waktu terus berjalan hingga seorang Adeeva mulai merasakan kenyamanan dengan sosok Danis di dekatnya.Apalagi mereka tumbuh bersama hingga remaja seperti ini. Adeeva yang kesusahan belajar selalu dibimbing oleh Danis dengan sabar.“Kamu perhatiin ini dong. Jangan main hape terus.”Adeeva mendengkus kesal mendengar Danis sedang berkhotbah. Mirip banget sama Bunda sukanya ngomel apapun yang dilakukannya.“Yaudah Kak Danis kerjain aja deh. Aku lagi balas WA pacarku.”“Masih SMP lho, fokus belajar dulu.”Adeeva yang memang sedang tiduran di sofa langsung bangkit dan duduk menatap Danis sebal. “Justru masih SMP kita harus gunain waktu sebaik mungkin buat pacaran.”“Teori dari mana?”“Adeeva Putri Anggara.”Danis hanya mengembuskan napas lelah mengajari sang adik. Tak lama datang Kiki membawa kudapan untuk Adeeva dan Danis.Mata Kiki menatap tajam sang anak yang justru sedang cekikikan sambil menatap ponselnya.
Beberapa Tahun Kemudian.“Iya, Bu, baik. Terima kasih.”Kiki menutup sambungan telepon dari sekolah Adeeva. Ya, dia mendapat panggilan dari sekolahan karena Adeeva sudah bolos sekolah selama seminggu.Mata Kiki terpejam karena merasa diuji kesabarannya mendidik Adeeva yang menguras emosi ini. Bahkan dari rumah Adeeva selalu berangkah sekolah dan kenapa tidak sampai.Rasanya kepala Kiki ingin pecah sekali saat ini. Setiap sebulan sekali pasti selalu mendapat telepon dari sekolah mengenai tingkah anaknya ini.Kiki tak ingin gila sendiri kemudian menghubungi Ryan untuk memberikan kabar kelakuan putri kesayangannya itu.“Halo, Mas.”“Bentar sayang aku lagi sibuk.”“Ini penting.”Kiki mendengar suara Ryan yang pamit pergi ke belakang itu. Kiki menunggu suaminya berbicara terlebih dulu. Kepala Kiki saat ini sudah mengepul dan berasap.“Iya ada apa sayang.”“Anak kamu tuh bolos udah seminggu. Tadi aku dapat telepo
Hari ini Adeeva berangkat sekolah seperti biasanya. Akan diantar sang Ayah, dan dijemput oleh Kiki dengan taksi online.Namun hari ini grandma-nya sudah meminta izin untuk menjemput sang cucu agar bisa bermain di rumahnya.Tentu saja Desi saat ini sedang bermain dengan sang cucu. Hidupnya merasa bahagia semenjak ada sang cucu karena buat pelipur laranya dikala sepi seperti ini.“Grandma tadi Tio nakal dong sama Deepa.”“Terus?’“Deepa injek kakinya aja dong, eh dia nangis dong.”“Wah cucu Grandma pinter. Nah gitu Adeeva kalau ada yang nakal hajar aja langsung nggak usah takut. Jangan lemah pokoknya. Kalau ada yang macam-macam Adeeva kudu bisa jaga diri, ya.”“Oke Grandma. Tapi Bunaa suka marah-marah.”“Nggak usah dengarin Bunda. Biasalah Bundamu kurang gahul. Nggak kayak Grandma.”Adeeva terkikik geli mendengar ucapan sang nenek. Tak lama Desi mengam
Lima tahun kemudian.“Bunaaaaa!”“Iya Adeeva, ada apa sayang?”“Kakak nakal, masa Deepa mau pinjam mobilan nggak boleh dong,” adu anak perempuan berusia enam tahun ini.Kiki yang mendengar hanya mengusap kepala anaknya saja, dan tak lama datang seorang Danis membawa mobil-mobilannya.“Bukan gitu Tante Bunda, Danis melarang Adeeva biar dia main barbie saja.”Kiki langsung mengangguk paham. Apalagi anak perempuannya ini bisa tergolong nakal karena sering berantem di sekolah TK-nya. Lain hal dengan Danis yang dianugerahi otak yang cerdas hingga sudah duduk dibangku sekolah dasar. Bahkan Danis sempat lompat kelas saking cerdasnya.“Adeeva harus nurut dong sama Kakak.”Merasa tidak dibela oleh bundanya membuat Adeeva mencari pembelaan lain. Yaitu Ayahnya yang selalu membela apapun yang dilakukannya.Buru-buru Adeeva langsung berlari ke dalam rumah sambil berteriak me
Enam Bulan Kemudian.Tepat hari ini Adeeva merayakan ulang tahun yang pertama. Ryan dan Kiki merayakan secara besar-besaran sekaligus mengenalkan kepada kerabat jika dirinya sudah memiliki putri yang sangat cantik seperti Adeeva.Sengaja saat Kiki hamil dan Adeeva masih berusia di bawah setahun tak banyak kasih tahu kerabat. Bukan gimana-gimana, Ryan ingin menjaga Kiki dan Adeeva dari pertanyaan-pertanyaan orang yang membuat mood istrinya down.Apalagi setelah melahirkan emosi Kiki langsung naik turun tidak jelas. Ryan benar-benar ingin semuanya siap.“Selamat ulang tahun Adeeva,” kata sang nenek.“Makasih Nenek.” Kiki menjawab ucapan dari Nina yang memberikan kado untuk cucunya itu. Kado yang sangat terbungkus rapat dan besar.“Halo Adeeva cucu grandma. Selamat ulang tahun cucuku,” ujar Desi yang langsung cipika cipiki kepada Adeeva dengan gemas. “Pokoknya Adeeva akan jadi wanita super nanti,&