Ryan langsung membopong dan membaringkan tubuh istrinya yang pingsan. Setelah itu ia langsung mengambil minyak kayu putih untuk ia tempelkan di area hidung istrinya.
Tak menunggu waktu lama mata Kiki mulai mengerjap-ngerjap dan terbuka secara perlahan. Ryan yang melihat itu langsung membantu Kiki untuk bersandar di penyangga ranjang.
“Aku panggil dokter, ya.”
“Nggak usah.”
“Tapi tadi kamu pingsan.”
“Semaput doang, tadi aku masih dengar kamu teriak.”
Ryan pun akan beranjak pergi namun ditahan oleh Kiki tangannya. “Jangan pergi.”
“Kenapa, hmm? Kamu nggak mau jauh-jauh dari aku, ya?”
Kiki mendengkus sebal mendengar ucapan Ryan yang begitu sangat percaya diri sekali itu. Tapi bagaimanapun ia harus segera menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berlarut-larut nantinya.
“Aku pengin kita selesaikan masalah tadi.”
“Masalah apa sih
Malam ini baik Kiki maupun Ryan sama-sama tidur di tempat terpisah. Lebih tepatnya pisah ranjang.Kiki yang memilih pulang ke rumah orang tuanya kini tengah melamun menatap langit-langit rumahnya setelah selesai menangis dan bercerita. Bercerita dengan papanya bukan berarti jadi anak tukang ngadu, tapi Kiki merasa bingung harus bagaimana dengan rumah tangganya. Apalagi sikap Ryan jauh berbeda dengan Papa Wirawan. Dan lebih kagetnya sikap Ryan yang dulu manis saat mengejar cintanya sekarang seakan menyepelekan keberadaan dirinya seperti ini. Apa seorang laki-laki kalau sudah mendapatkan yang diinginkan akan seperti itu terus?Ting.Ryan : Selamat tidur sayang. [Read]Kiki sengaja hanya membaca pesan Wa yang dikirimkan Ryan kepadanya. Apalagi ia dan Ryan tengah menjalani masa intropeksi diri masing-masing.Jika memang masih bisa dipertahankan pasti akan ada jalannya nanti, namun jika memang tidak berjodoh Kiki hanya berharap mudahkan langkah pe
Entah kenapa Kiki merasa deg-degan sendiri saat akan mengangkat telepon dari Ryan. Padahal semalam dirinya mengirimkan pesan WA dan berharap dibalas, tapi saat Ryan menelepon membuatnya merasa takut. Ya, Kiki takut sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ryan kepadanya.Sebelum benar-benar mengangkat telepon membuat Kiki menarik napas panjang sejenak, dan langsung menggeser tombol hijau ke samping.“Halo, Ass—““Sayang, aku nggak bisa ketemuan hari ini soalnya sekarang aku lagi di Bandung.”Mendengar kata ‘BANDUNG’ entah kenapa membuat hatinya sakit tiba-tiba. Pikiran Kiki pun melayang kepada Rena juga Danis.“Oh ….” Kiki tersenyum kecut. Ternyata suaminya lebih memilih Danis dibanding keutuhan rumah tangganya saat ini. Jadi baguslah dan setidaknya untuk menggugat Ryan akan jauh lebih mantap lagi.“Kamu nggak marah kan?”“Gapapa kok, itu hak
Entah kenapa Kiki merasa deg-degan sendiri saat akan mengangkat telepon dari Ryan. Padahal semalam dirinya mengirimkan pesan WA dan berharap dibalas, tapi saat Ryan menelepon membuatnya merasa takut. Ya, Kiki takut sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ryan kepadanya.Sebelum benar-benar mengangkat telepon membuat Kiki menarik napas panjang sejenak, dan langsung menggeser tombol hijau ke samping.“Halo, Ass—““Sayang, aku nggak bisa ketemuan hari ini soalnya sekarang aku lagi di Bandung.”Mendengar kata ‘BANDUNG’ entah kenapa membuat hatinya sakit tiba-tiba. Pikiran Kiki pun melayang kepada Rena juga Danis.“Oh ….” Kiki tersenyum kecut. Ternyata suaminya lebih memilih Danis dibanding keutuhan rumah tangganya saat ini. Jadi baguslah dan setidaknya untuk menggugat Ryan akan jauh lebih mantap lagi.“Kamu nggak marah kan?”“Gapapa kok, itu hak
Kiki tampak mengerutkan kening bingung saat menatap uang lima ratus ribu di tangannya. Apalagi gelagat Mirza membuatnya semakin berpikir kemana-mana.“Masa apartemen mewah bisa sampai kehabisan minum segala, sih,” gumam Kiki saat berada di dalam lift menuju ke bawah. Lebih tepatnya mini market yang memang disediakan oleh pihak pengelola.Tak ingin terlalu pusing dengan urusan boss-nya membuat Kiki berjalan masuk dan membeli tiga botol besar air mineral. Dan tentu saja sisa uangnya masih banyak.“Orang kaya raya begini kali ya nggak paham harga air mineral sampai kasih duitnya banyak banget begini.”Dilain tempat kini Ghaitsaa tengah berdiri canggung sejak tadi. Apalagi sikap boss-nya Mbak Kiki sangatlah aneh kepadanya. Entah sengaja atau tidak tapi bagi Ghaitsaa aneh saja.Ghaitsaa hanya diam sambil membuang wajah ke arah tempat lain kala Mirza dengan sengaja membuka kaus oblong berwarna putih dan melakukan olahraga push up
“Itu udah tua tapi kok belum nikah-nikah, ya.”“Iya, ngejar karir terus makanya susah jodoh tuh.”“Nggak malu apa gimana sih seusianya udah pada punya anak lho dia masih sendiri aja.”“Bahkan anaknya Jeng Rania saja dua-duanya udah laku semua.”“Nggak takut apa nanti nikah usia tiga puluh susah punya anak.”Berbagai sindiran tetangga sudah menjadi makananku sehari-hari. Bahkan mereka tak segan-segan membicarakan status lajangku di depan mata. Memangnya ada yang salah jika aku lajang? Toh aku lajang dan menikah nanti nggak akan minta biaya resepsi sama mereka, 'kan? Tapi kenapa sih mereka selalu mengurusi kehidupan orang lain seperti ini. Memangnya mereka tak memiliki kesibukan sampai-sampai hidupnya digunakan hanya mengurusi urusan orang dan dijadikan bahan gosip?Kalau tidak kuat iman mungkin rasanya akan gila menghadapi segala standart masyarakat yang memang sudah ada sejak dulu. Terlebih ucapan para tetangga sering kali membuat mama yang tadinya adem ayem menjadi ikut konfrontasi so
Saat sudah berada di meja kerja, aku seperti biasa menjalankan rutinitas sebagai sekretaris. Menyalakan laptop, mengecek jadwal kerja bos hari ini, dan mengingatkan semua jadwal meeting agar tidak lupa. Namun, baru saja membuka dokumen buat dikerjakan, Mbak Sila datang sambil cengar-cengir seperti orang habis ditampar uang seratus juta. Benar-benar bahagia banget kalau dilihat."Ki.""Hmm."Aku mencoba tetap fokus menatap laptop meski telinga sudah dipasang buat dengarin berita terbaru dari ratu gibah kantor. Pasti ada sesuatu yang akan Mbak Sila katakan nih."Aku denger kabar burung katanya kantor kita bakalan kedatangan boss baru gitu, emang bener, Ki?""Nggak tahu deh, Mbak.""Ih, kamu gimana sih, Ki. Masa sekretaris Pak Haidar nggak tahu berita soal ini!?""Duh! Aku jarang buka grup chat, Mbak.""Ih sumpah kamu ngeselin banget, Ki! Tapi, bye the way kalau ada info apapun soal kantor ini jangan pelit lah sama kita-kita, Ki. Lagian berbagi info tuh sama aja sedekah tahu, Ki.""Iya, M
"Sudah selesai ngerumpinya?" katanya begitu menohok relung hatiku. Saat ini yang aku lakukan hanya bisa menunduk, menatap lantai yang sering disapu sama Joko. "Saya sangat tidak suka melihat karyawan bergosip di jam kerja seperti tadi. Apalagi kamu memiliki jabatan penting di kantor ini. Kalau semua karyawan seperti ini bisa-bisa kantor ini mengalami kerugian yang begitu besar. Rugi karena membayar karyawan yang malas bekerja." Semua kata-kata yang keluar dari mulutnya benar-benar pedas mirip bon cabe level internasional. Nasib menjadi karyawan memang seperti ini, selalu salah di mata bos. Ada saja kesalahan yang ditemukan. Hal yang aku lakukan saat ini cuma bisa nunduk pasrah ditindas sama bos baru yang ternyata mirip iblis. "Jadwal saya hari ini apa?" Dengan gerakan perlahan, kepalaku mendongak menatap bos baru yang benar-benar mirip iblis, tapi kenapa dia di anugerahi wajah yang begitu tampan. Rasanya sangat tidak adil. "Meeting dengan Pak Edgar di kantor Sampoerna Strategic, P
Mataku terpejam mendengarkan sederet permintaan dari bos baru yang bikin pusing. Baru sehari kerja sama dia udah banyak banget tugasnya. Jemariku memijit pelipis yang terasa senut-senut. "Baik, Pak." Aku mengembuskan napas lega kala panggilan telepon dengan bos selesai. Kalau dipikir-pikir masih mending bekerja sama Pak Haidar. Setidaknya beliau masih punya hati sama bawahan. Sedangkan dia? baru sehari masuk jadi bos udah izin nggak masuk dengan alasan istrinya tengah hamil. Memang apa hubungannya kerja sama istri hamil? Sinting. Sampai di kantor, aku berjalan menuju ke arah meja kerja. Hal utama yang aku lakukan menelepon klien dari Singapore untuk membahas proyek resort di sana. Selesai menelepon klien untuk mengatur jadwal ulang, Aku mendapat telepon dari Pak Haidar, memintaku untuk mengurus konsep pesta baby shower calon cucunya. Pantes saja aku disuruh balik sendirian, ternyata istrinya lagi hamil beneran di rumah. Aku kira cuma alibi dia doang ngaku istrinya hamil. "Ki, yuk
Kiki tampak mengerutkan kening bingung saat menatap uang lima ratus ribu di tangannya. Apalagi gelagat Mirza membuatnya semakin berpikir kemana-mana.“Masa apartemen mewah bisa sampai kehabisan minum segala, sih,” gumam Kiki saat berada di dalam lift menuju ke bawah. Lebih tepatnya mini market yang memang disediakan oleh pihak pengelola.Tak ingin terlalu pusing dengan urusan boss-nya membuat Kiki berjalan masuk dan membeli tiga botol besar air mineral. Dan tentu saja sisa uangnya masih banyak.“Orang kaya raya begini kali ya nggak paham harga air mineral sampai kasih duitnya banyak banget begini.”Dilain tempat kini Ghaitsaa tengah berdiri canggung sejak tadi. Apalagi sikap boss-nya Mbak Kiki sangatlah aneh kepadanya. Entah sengaja atau tidak tapi bagi Ghaitsaa aneh saja.Ghaitsaa hanya diam sambil membuang wajah ke arah tempat lain kala Mirza dengan sengaja membuka kaus oblong berwarna putih dan melakukan olahraga push up
Entah kenapa Kiki merasa deg-degan sendiri saat akan mengangkat telepon dari Ryan. Padahal semalam dirinya mengirimkan pesan WA dan berharap dibalas, tapi saat Ryan menelepon membuatnya merasa takut. Ya, Kiki takut sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ryan kepadanya.Sebelum benar-benar mengangkat telepon membuat Kiki menarik napas panjang sejenak, dan langsung menggeser tombol hijau ke samping.“Halo, Ass—““Sayang, aku nggak bisa ketemuan hari ini soalnya sekarang aku lagi di Bandung.”Mendengar kata ‘BANDUNG’ entah kenapa membuat hatinya sakit tiba-tiba. Pikiran Kiki pun melayang kepada Rena juga Danis.“Oh ….” Kiki tersenyum kecut. Ternyata suaminya lebih memilih Danis dibanding keutuhan rumah tangganya saat ini. Jadi baguslah dan setidaknya untuk menggugat Ryan akan jauh lebih mantap lagi.“Kamu nggak marah kan?”“Gapapa kok, itu hak
Entah kenapa Kiki merasa deg-degan sendiri saat akan mengangkat telepon dari Ryan. Padahal semalam dirinya mengirimkan pesan WA dan berharap dibalas, tapi saat Ryan menelepon membuatnya merasa takut. Ya, Kiki takut sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ryan kepadanya.Sebelum benar-benar mengangkat telepon membuat Kiki menarik napas panjang sejenak, dan langsung menggeser tombol hijau ke samping.“Halo, Ass—““Sayang, aku nggak bisa ketemuan hari ini soalnya sekarang aku lagi di Bandung.”Mendengar kata ‘BANDUNG’ entah kenapa membuat hatinya sakit tiba-tiba. Pikiran Kiki pun melayang kepada Rena juga Danis.“Oh ….” Kiki tersenyum kecut. Ternyata suaminya lebih memilih Danis dibanding keutuhan rumah tangganya saat ini. Jadi baguslah dan setidaknya untuk menggugat Ryan akan jauh lebih mantap lagi.“Kamu nggak marah kan?”“Gapapa kok, itu hak
Malam ini baik Kiki maupun Ryan sama-sama tidur di tempat terpisah. Lebih tepatnya pisah ranjang.Kiki yang memilih pulang ke rumah orang tuanya kini tengah melamun menatap langit-langit rumahnya setelah selesai menangis dan bercerita. Bercerita dengan papanya bukan berarti jadi anak tukang ngadu, tapi Kiki merasa bingung harus bagaimana dengan rumah tangganya. Apalagi sikap Ryan jauh berbeda dengan Papa Wirawan. Dan lebih kagetnya sikap Ryan yang dulu manis saat mengejar cintanya sekarang seakan menyepelekan keberadaan dirinya seperti ini. Apa seorang laki-laki kalau sudah mendapatkan yang diinginkan akan seperti itu terus?Ting.Ryan : Selamat tidur sayang. [Read]Kiki sengaja hanya membaca pesan Wa yang dikirimkan Ryan kepadanya. Apalagi ia dan Ryan tengah menjalani masa intropeksi diri masing-masing.Jika memang masih bisa dipertahankan pasti akan ada jalannya nanti, namun jika memang tidak berjodoh Kiki hanya berharap mudahkan langkah pe
Ryan langsung membopong dan membaringkan tubuh istrinya yang pingsan. Setelah itu ia langsung mengambil minyak kayu putih untuk ia tempelkan di area hidung istrinya.Tak menunggu waktu lama mata Kiki mulai mengerjap-ngerjap dan terbuka secara perlahan. Ryan yang melihat itu langsung membantu Kiki untuk bersandar di penyangga ranjang.“Aku panggil dokter, ya.”“Nggak usah.”“Tapi tadi kamu pingsan.”“Semaput doang, tadi aku masih dengar kamu teriak.”Ryan pun akan beranjak pergi namun ditahan oleh Kiki tangannya. “Jangan pergi.”“Kenapa, hmm? Kamu nggak mau jauh-jauh dari aku, ya?”Kiki mendengkus sebal mendengar ucapan Ryan yang begitu sangat percaya diri sekali itu. Tapi bagaimanapun ia harus segera menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berlarut-larut nantinya.“Aku pengin kita selesaikan masalah tadi.”“Masalah apa sih
Lagi berpikir yang bukan-bukan, muncul sosok Mirza dengan senyum lebarnya yang membuat Kiki semakin yakin jika boss dan Bella habis melakukan sesuatu.“Lo, Beng. Ngapain lo ke sini?”“Ck! Mentang-mentang jadi boss sekarang gitu.”“Bukan begitu.” Mirza berjalan mendekat ke arah pria yang bernama Bambang itu. Kiki yang tak kenal dan tak tahu menahu hanya tersenyum tipis saja sebagai formalitas.“Biasa disuruh bokap lo,” sahut Bambang.Mirza mengangguk kecil. Ia juga paham jika asisten pribadi papanya pasti akan diutus ke kantor juga untuk mengawasi dirinya. Terlebih berita kemarin langsung mencuat heboh di lingkungan keluarga besar Ansell.“Jadi beneran nih sama Bella?”“Apa sih, Beng.”“Kemarin gosip aja,” Bella menimpali.“Misal beneran juga gapapa kan? Toh kedua orang tua kalian saling kenal sekaligus berteman juga. Nggak perlu sus
Kiki mundur satu langkah ketika suaminya bangkit dari sofa dan tertawa begitu kencang. Matanya tampak begitu merah.“Enggak!”“Aku nggak kuat nikah sama kamu!”Ryan justru terkekeh kembali, dan semakin maju menuju ke arah Kiki. Berbeda dengan Kiki yang masih menatap takut-takut juga semakin mundur.“Kamu sebaiknya mandi, kamu lagi emosi jadi mending redain dulu, Ki.”“Aku emosi juga karena kelakuan kamu, Ryan! Kelakuan kamu!”“Ya, oke. Aku minta maaf.”“Minta maaf?” Kiki menatap tak percaya kalau Ryan akan segampang itu ngomong maaf kepadanya. “Gampang banget kamu ngomong maaf!”“Ya terus aku harus gimana? Sujud di kaki kamu?”Kiki langsung menangis kembali, air matanya luruh membanjiri pipinya yang tampak mulus bersih. Apalagi suaminya tak sadar-sadar sudah menyakiti hatinya.“Pokoknya aku mau cerai titik!&
Kiki melangkah pelan menuju ke dalam apartemen. Ia melihat suaminya sedang tertawa begitu bahagia ketika berkumpul dengan para teman-temannya itu.“Assalamualaikum,” salam Kiki.“Iya sumpah bampernya gede banget, kalau lo bosan bisa co—“ Wawan langsung diam ketika mendapat kode kedipan mata oleh Ryan.“Hei sayang udah balik?” teriak Ryan sambil tersenyum lebar.Kiki sendiri hanya membalas dengan senyuman tipis. Ia langsung melanjutkan jalan dan melewati Ryan beserta teman-temannya itu. Kiki lebih memilih masuk kamar dan segera membersihkan tubuhnya yang terasa kotor.Saat hendak akan masuk kamar mandi, Kiki mendengar pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sosok Ryan yang masih lengkap pakai baju kerja yang tadi pagi dikenakan.“Ki.”“Iya.”“Weekend jangan punya janji sama siapapun.”Baru akan menjawab, Ryan sudah melanjutkan ucapannya itu
Hanya orang inilah yang selalu mengerti dengan hati sekaligus perasaannya. Kiki langsung bangkit dari sofa dan berlari memeluk sang papa.“Kangen,” rengeknya.“Lho anak Papa ke sini. Kok nggak bilang, hm?”“Kiki udah bilang sama Mama kok kalau mau ke sini.”“Kebiasaan Mamamu nggak sampein.”“Ya Papa tahu sendiri lha.” Kiki dan Papa Wirawan langsung terkekeh bersama jika membahas soal Mama Desi.“Mama dengar lho,” teriak Mama Desi menimpali.Kiki langsung membekap mulutnya dan Papa Wirawan yang masih memakai baju koko serta sarung pun segera mengajak putrinya berjalan ke arah sofa ruang tamu. Papa Wirawan menatap wajah putrinya yang tampak banyak masalah itu.Tak langsung bertanya justru Papa Wirawan tersenyum melihat putrinya yang kini sudah besar dan menjadi istri. Ada rasa rindu yang menyelimuti hatinya di saat malam hari ketika teringat bayang-baya