Satu Bulan Kemudian.
Saat ini gue lagi ngecek ke setiap pojok ruangan yang akan digunakan untuk acara baby shower boss. Kali ini gue nggak mau panggil dia ada embel-embel dakjal ngeri keceplosan bisa dipecat.
“Gimana Ki? Ada yang kurang nggak?”
“Semua udah oke, Win. Pokoknya EO punya lo the best banget deh.”
“Cek lagi aja selagi belum mulai acaranya.”
Dan gue nurut aja buat ngecek lagi kesetiap sudut ballromm Ritz Carlton. Gue nggak mau kena damprat boss karena kurang perfek atau gimana lha. Bakalan malu habis kalau gue kena omel sama dia terlebih di depan si Kaila biji ketumbar. Duh, tengsin.
Kue oke, dekorasi oke, semua makanan juga oke, persiapan lomba juga oke. Fix. Acara bakalan sangat sempurna juga meriah banget nanti. Secara Pak Haidar mengundang tamu kayak orang mau hajatan gitu. Maklum beliau holkay jadi begini deh, dan gue sebagai kacung hanya melaksanakan tugas saja.
Merasa sudah oke semu
Gue langsung berjalan menuju ke arah Mbak Sila yang tengah membawa puding di tangannya. Dia masih saja mengunyah puding sambil menatap ke arah gue dengan pandangan menuntut agar gue cepetan cerita.“Gue sedih Mbak.”“Sedih kenapa? Makanan banyak kok sedih sih?”“Ck! Pikiran lo tuh makanan terus deh,” dumel gue. “Lihat ke arah meja yang melingkar itu deh,” tunjuk gue ke arah keluarga si biji ketumbar.“Orang lagi pada makan sambil ketawa ketiwi ada Pak Haidar juga sih.”“Ck! Bukan urusan soal mereka makan,” geram gue.“Lha terus apa?”“Gue iri lihat keharmonisan keluarga mereka. Lihat deh itu laki-laki yang lagi gendong bayi cakep banget.”“Lo mau rebut dia? Mau jadi pelakor?”“Ck! Dengerin gue selesai ngomong kek.”“Oke, lagian lo kalau ngomong setengah-setengah sih, Ki, kelamaan jadinya.&r
Gue sama Mbak Sila kini tengah tertawa melihat kelakuan boss yang terlihat kebingungan di atas panggung. Terlebih wajah galak nan bossy itu terlihat begitu lucu sekali. Bahkan banyak para tamu lain yang ikutan tertawa melihat game yang tengah diadakan. Rasanya saat ini gue puas banget bisa mengerjai boss besar seperti itu.Bisa didengar kalau suara teriakan Kaila begitu lantang yang membuat gue menoleh. Di sana Kaila tengah tertawa sambil memberikan dukungan kepada suaminya itu. Bagi gue sendiri mereka berdua pasangan yang aneh. Satunya bar-bar nggak bisa diam dan satunya jutek sekaligus angkuh banget. Mereka kalau romantisan gimana, ya, kok mendadak gue jadi penasaran urusan pribadi si biji ketumbar sama suaminya itu.Apakah boss gue sehebat Ryan? Kayaknya sih hebatan Ryan masalah kissing deh. Lihat wajah si boss aja udah merinding duluan. Emang sih tampan, tapi galaknya bikin ngedown. Kalau Ryan kan lembut banget sama gue, terus jago banget bikin melayang. Dih,
Dua Hari Kemudian.“Iya Mbak tolong izinkan kalau gue nggak masuk kantor hari ini, ya, soalnya sakit nih.”“Sakit apa lo, Ki, kemarin aja segar bugar kok.”“Iya sakit deh pokoknya Mbak Sil.”“Jangan ngadi-ngadi lo, jujur nggak.”“Gue mau jemput Ryan di bandara Mbak, bilang aja kalau emang gue lagi sakit. Hehehe.”“Dasar anak kampret. Oke deh kalau begitu.”Nit.Selesai menelepon Mbak Sila, kini gue beralih menelepon Pak Haidar supaya beliau tidak kaget kalau sekertaris-nya tak masuk kantor. Sebelum menelepon pun gue berdeham-deham dan akting di depan kaca pura-pura menampakkan wajah lemas tak berdaya.“Ih bego, kan Pak Haidar nggak lihat juga. Ngapain pakai acara akting lemes segala, haduh,” rutuk gue.Saat ini gue lagi menunggu sambungan telepon diangkat sama Pak Haidar. Dari roman-romannya sih beliau masih tidur soalnya gue telep
Bandara Soekarno—Hatta, Jakarta.Tubuh gue mendadak kaku ditatap sama boss besar. Kenapa juga si dakjal eh salah Melviano ada di bandara juga? Bukannya dia lagi temanin si Kaila?“Hehehe, Mr.”“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Melviano sambil berjalan semakin mendekat ke arah gue. Sumpah demi apapun kalau kaki mendadak gemetaran.“Sa-sa-sa-kit, Mr.”“Sakit? Sejak kapan rumah sakitnya sekarang pindah di bandara?”Wadaw kacau, udah bohong pakai ketahuan langsung sama boss besar pula. Asem banget emang nasib gue.Saat ini gue hanya diam aja, mau bohong apalagi nih kira-kira? Rasanya lidah udah kelu banget ketahuan bohong begini.“Kenapa kamu bolos kerja Shakira Intan Ayu?”“Maaf.”“Saya nggak butuh maaf kamu, jelaskan alasannya.”“Saya ... mau jemput pacar, Mr.”“Ck! Dasar bucin, harusnya kamu bisa
Di saat menoleh pun tubuh gue langsung terjatuh lemas di atas lantai. Rasanya saat ini bersukur banget yang datang Ryan bukan si boss.“Ryan,” cicit gue langsung nangis.Bisa gue lihat kalau Ryan tengah khawatir melihat kondisi gue yang begini. Dia pun langsung membantu gue berdiri tapi tetap saja gue masih merasa pengin duduk karena merasa lemas ini kaki.“Kamu kenapa sayang, hmm?”Gue tetap nangis kejer karena merasa benar-benar bersukur nggak ketemu sama boss sialan itu.“Ada yang jahatin kamu?”Gue menggeleng tapi kemudian mengangguk yang bikin Ryan bingung.“Siapa yang jahatin kamu? Biar aku sekop tuh orang yang berani jahatin kamu.”Gue saat ini lagi sedih tapi pengin ketawa juga gara-gara dengar kata-kata Ryan yang menurut gue itu receh banget sih. Kalian pernah ngerasain yang namanya nangis sambil ketawa nggak sih? Ya, seperti itulah yang sedang gue alamin.“N
Hati gue saat ini benar-benar deg-degan banget melihat mamanya Ryan yang tengah cipika cipiki sama Cantika. Terlebih mereka berdua terlihat begitu akrab.“Ma,” sapa Ryan yang langsung salaman dan memeluk mamanya. Gue sendiri hanya berdiri di samping Ryan. “Kenalin ini Shakira calon istri Ryan.”Gue langsung ditatap tajam oleh mamanya Ryan, benar-benar mirip Chaca gitu saat melihat gue pertama kali kayak discaner dari ujung rambut sampai ujung kaki.“Tante,” sapa gue yang langsung bersalaman sama mamanya Ryan. Dia pun menyambut uluran tangan gue kemudian ditarik dan diajak cipika cipiki seperti yang dilakukan bersama Cantikan barusan.“Sama mama itu jangan salaman saja toh nduk, harus cipika cipiki ngono,” kata mama Ryan yang bikin kening gue mengerut. “Bisa bahasa Jawa toh?” tanya mama Ryan.Gue hanya meringis saja. Kalau orang ngomong sedikit paham karena gimanapun gue ada keturunan Jawan
Gue benar-benar kasihan banget lihat Ryan tengah meringis nahan sakit. Pasti racun yang Cantika kasih bikin perut Ryan mulas makanya sampai buka sabuk segala deh.KLIK.“Keluar.”“Hah.”“Keluar sayang, kamu pulang sendiri sana.”“Hah.”Di saat gue masih nggak paham tetapi tangan Ryan kayak ngusir gue dari dalam mobilnya. Kenapa racun yang Cantika kasih jadi buat Ryan benci sama gue sih? Benar-benar kudu diruwat nih si Ryan.“Ryan ... kita ke dok—““Pulang sana cepetan, jangan dekat-dekat aku.”“Ryan.”“Shakira—aouh ... shit!”“Sakit banget ya perut kamu?”Asli Ryan benar-benar kejam banget tetap ngusir gue dari dalam mobilnya. Mana diusir di parkiran hotel pula. Dan, gue tetap nggak mau pergi ninggalin dia gitu aja. Gue takut Ryan mati di dalam mobil. Tadi apakah kissing terakhir ki
Saat ini gue lagi teleponan sama Mbak Sila di kamar. Berbeda dengan Ryan yang tengah mengobrol sama mama papa.“Iya gitu Mbak amsyong banget gue ketahuan si dakjal itu di bandara,” ujar gue dengan suara yang begitu menggebu-gebu.“Hah, terus terus?”“Gue sama dia kayak tom and jery anjir banget lah.”“Hahaha, siap-siap lo kena SP nanti.”“Nah itu yang gue takutin dong. Dia juga udah bilang bakalan hukum gue nanti kalau dia kembali ke kantor dua bulan lagi gitu, dia kira-kira mau ke mana sih ada di bandara gitu.”“Ke Los Angeles mungkin, dia kan dulu tinggal di sana, Ki.”“Ya ampun ... kenapa nggak menetap saja di sana sih, dia ke sini tuh Jakarta jadi sempit. Penuh-penuhin penduduk Ibukota aja.”“Hahaha sial. Btw, gimana nih sama Ryan? Kapan acaranya?”Ditanya seperti itu bikin gue senyam senyum sendiri meski Mbak Sila nggak l
Keduanya kini merasakan panas di sekujur tubuh. Terlebih Kiki yang memang sedang naik-naiknya rasa hasrat itu di tubuhnya.Disaat tangan Kiki sudah akan membuka ritsleting celana milik Priyo, dengan cepat pula Priyo menahannya. Kewarasan yang hampir saja hilang tiba-tiba kembali menyadarkan dirinya.“Astagfirullahaladzim,” katanya mencoba menyadarkan diri. Dengan cepat pula Priyo langsung menahan tubuh Kiki yang terus menyerang dirinya. “Ki, sadar,” tambahnya sambil menepuk pipi milik Kiki pelan.Priyo benar-benar tak menduga kalau sahabatnya akan seganas ini ternyata. Sekuat tenaga ia menahan Kiki dan terus menolak meski rasa ingin memasuki dan merasakan itu ada.Masih dengan posisi Kiki duduk di pangkuannya, Priyo langsung merogoh saku celananya yang terdapat ponsel dirinya.Dan, untungnya ia pernah menyimpan nomor Ryan sewaktu apartemennya digerebek di saat mereka berdua mendapat masalah. Dengan cepat pula Priyo lan
Tak terasa gibah squad kini sudah duduk hampir empat jam sendiri di La Moda Jakarta. Bahkan mereka semua sudah kenyang makan ditambah ngobrol ngalor ngidul dan lebih parahnya mereka memesan wine. Joko yang anak bawang pun hanya bisa melihat kelakuan orang-orang dewasa di sekitarnya.“Eh, gue kalau belum kawin bakalan pepet para bos dah,” ceplos Sila.“Kayak laku aja lo,” sahut Rinto.“Remehin lo. Gini-gini gue jago goyang di ranjang tahu.”“Hissst … urusan ranjang lo bawa-bawa, Mbak,” cela Kiki.“Iyahlah, para laki-laki itu paling suka perempuan jago ranjang. Iyakan Priyo?” todong Sila ke arah Priyo dengan pertanyaan yang membuatnya menelan ludah susah payah.“Apaan sih, Mbak, gue kan belum pernah rasain,” jawabnya gugup.“Masa?” Sila menatap Priyo sambil tersenyum. Ia pun tertawa dan mengambil gelas yang berisi wine.Kondisi Sila y
Suami mana yang tak takut kalau istrinya bekerja dengan laki-laki single dan berduit. Oke. Kalau saingan hanya si Priyo yang sama-sama pekerja, tapi ini kedudukannya boss besar sekaligus pemilik perusahaan. Perempuan mana yang akan menolak jika harta, tahta sudah bertindak? Bukan berarti Ryan tidak mempercayai istrinya, tapi rasa takut itu benar-benar muncul begitu saja. Tak memungkiri juga jika istrinya itu benar-benar cantik dan lebih sialnya memiliki body yang perfek. Menonjol dibagian yang semestinya. Dobel sial!“Aku percaya sayang, tapi aku takut.”“Kamu takut tandanya nggak percaya dong.”Melihat istrinya yang langsung badmood membuat Ryan pun mengalah. Ia menghela napas kasar sambil berpikir ke depan akan seperti apa.“Ya udah kamu gapapa bekerja di Ansell.”“Lagian kan belum tentu diterima juga. Orang baru ngirim CV. Pasti saingan banyak dan usia jauh lebih muda-muda.”“Ya mudah-
Selesai membahas masalah kerjaan dengan Wawan, kini Kiki tengah bersiap-siap menuju ke salah satu mall. Lebih tepatnya Grand Indonesia karena akan ketemu Ryan untuk makan siang bersama dan sorenya akan ada acara bersama gibah squad yang akan mengadakan pesta pemecatan. Grup sinting memang. Sepertinya kalau nggak sinting bukan gibah squad namanya.Selesai menggunakan make up dan pakaian sedikit rapi, Kiki keluar kamar dan langsung menatap ke arah Wawan yang masih duduk di sofa menunggunya dengan wajah begitu kesal.“Yuk,” ajak Kiki.“Naik ojek aja.”“Nggak. Anterin gue sampai depan pintu mall GI.”“Ya ampun, gue bayarin deh ojeknya.”“No no no. Lo udah makan mi instan sampai dua mangkok juga, gue sampai ngalah buat nggak makan lho.”‘Anjer, mi melar begitu masih aja diungkit sama si Kiki,’ batin Wawan.“Iya oke deh gue anter sampai restoran juga entar.
Merasa terkejut dengan orang yang tak dikenalnya membuat Kiki menampar dengan secepat kilat. Bahkan orang itu mengaduh kesakitan yang membuat Kiki melongo.“Wawan! Ngapain lo pakai rambut palsu gitu.” Kiki mengomel saat melihat orang didepannya tengah melepas rambut palsu gondrong yang dipakainya dan kaca mata hitam yang berhasil menutupi mata yang tampak merah itu.“Gue numpang ngumpet.”“Apaan, enggak!”“Pelit banget lo.”Kiki langsung menghadang Wawan di depan pintu dengan satu tangan yang direntangkan ke arah tembok apartemen.Wawan sendiri hanya berdecak kesal sambil menatap ke bawah dan tersenyum jahil. “Whoa gede banget.”“Apanya yang besar woy!”Wawan pun langsung nyelonong masuk saat melihat Kiki tengah lengah. Kiki melihat itu langsung merasa murka dan berteriak kencang yang mambuat Wawan menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.&ldq
Faktanya ingin puasa dua bulan semua itu hanya ucapan belaka untuk Kiki. Justru hari ini bahkan sejak semalam gelora panas yang lebih mendominasi keluar dari seorang Shakira Intan Ayu dibanding Ryan Anggara. Sosok Ryan hanya sebagai pemancing dan pemanas saja untuk diawal dan selanjutnya yang memimpin kegiatan panas itu Kiki sendiri.Merasa pintar memancing istrinya membuat Ryan selalu tersenyum begitu bangga di saat suara lenguhan keduanya keluar hingga keduanya mencapai ketitik pelepasan.Kiki yang awalnya bingung melakukan di dapur justru kini ia langsung bisa mengusai dan beradaptasi dengan cepat.Selesai melakukan kegiatan panas mereka memilih beres-beres rumah bersama dan istirahat sebentar kemudian pergi kembali ke apartemen.“Mas, cariin kerjaan pokoknya.”“Iya besok senin.”“Nggak mau. Pokoknya sekarang biar senin aku kirim email buat ngelamar.”Kiki terus berbicara soal lamaran kerja. Bahk
Kiki langsung membekap mulutnya sendiri kala merasa suaranya memang sudah begitu sangat berisik. Ryan sendiri hanya tersenyum penuh kemenangan karena istrinya sudah pasrah dilucuti pakaian oleh dirinya satu persatu. Pertahanan untuk memberikan Ryan pelajaran gagal sudah karena Kiki sendiri pun tak bisa menahan hawa panas dan rangsangan dari suaminya itu.Tak ingin menyia-nyikan kesempatan pun membuat Ryan langsung mengeksplor area sensitive istrinya dan memberikan tanda serta kenikmatan yang luar biasa.Merasa tak kuasa menahan kenikmatan membuat Kiki terus bergelinjang dan menarik kepala suaminya untuk bisa ia kecup hingga akhirnya pun melakukan kissing yang begitu panas yang membuat Kiki benar-benar terbuai.“Sialan!”Ryan terkekeh saat mendengar istrinya mengumpat untuk pertama kali saat mereka bercinta seperti ini. Terlebih birahi sang istri seperti tengah benar-benar keluar. Bahkan kedua tangan Kiki membantu kepala Ryan agar lebih terbena
Merasa tahu kalau istrinya mulai tak nyaman dan takut saat melihat Abangnya membuat Ryan pun kembali membalas genggaman tangan Kiki dengan begitu erat sebagai tanda kalau dia akan baik-baik aja selama dia berada di sampingnya.Kepala Ryan menoleh dan memberikan senyuman tipis kepada istrinya untuk sedikit santai saat akan memasuki rumah orang tuanya.“Mas.”“Gapapa sayang, kamu bakalan aman ada aku di sini.”Ryan pun merasakan kalau istrinya mulai mempercayakan dengan mulai ikut melangkah masuk untuk bertemu Mama Nina.“Halo sayang,” sapa Nina langsung cipika cipiki kepada putra dan menantunya itu. “Mama kira kalian berdua nggak jadi nginep di sini.”“Jadi dong, Ma, soalnya weekend depan kita berdua mau ke Bandung.”“Ke Bandung?” kening Nina mengerut sebagai tanda kalau ia ingin tahu mereka ke sana untuk apa.“Iya ada urusan.”“Oh &
Setelah dari kantor, yang dilakukan oleh Kiki hanya tiduran sambil menangis saja sampai malam. Bahkan ia lupa makan, dan mandi. Bagi Kiki sendiri ini ujian terberat karena akan menjadi pengangguran yang kerjanya bakalan plonga plongo.Tak lama telinga Kiki menangkap suara pintu yang terbuka. Ia tahu kalau yang masuk ke kamar itu suaminya. Tak usah menoleh juga aroma tubuhnya sudah ketara.“Malam sayang, tumben udah tiduran jam segini.”Kiki diam.Melihat reaksi istrinya yang diam membuat Ryan langsung berjalan mendekat ke ranjang dan memeluk istrinya dengan gemas. Bahkan ia juga langsung mendusel-dusel ke leher jenjang istrinya.“Ih awas ah jangan pegang-pegang.”“Kenapa, hm?”“Nggak usah tanya.”“Jutek banget jawabnya.”“Lagian nyebelin sih.”“Nyebelin gimana sayang?”“Kamu tuh tadi pura-pura sinyal ilang kan? Sejak k