Tak ingin terlalu pusing memikirkan mulut petasan akhirnya aku memilih untuk melanjutkan revisi laporan. Tapi, tangan baru menempel keyboard jantungku udah dikagetkan dengan suaranya yang begitu khas. Suara yang berat, juga ngebas.
“Anda Shakira, kan?”Lha, iya aku Shakira. Kan udah pernah kenalan. Duh, ini orang kayaknya amnesia dah.“Ah, iya. Betul sekali.”“Pak Haidar sudah bicara sama anda mengenai konsep baby shower belum?”“Pak Haidar hanya memberitahukan kalau saya disuruh mengurus konsep baby shower untuk calon cucunya.”“Yups, betul sekali. Sebaiknya kita bicarakan ini di kafe atau restoran?”“Emm ... kafe saja.”Sumpah aku merasa canggung banget ngobrol secara dekat sama boss baru. Tatapan matanya bikin kakiku langsung lemas mendadak. Melihat pahatan yang sangat sempurna di depan mata bikin otakku sedikit eror. Rasanya tuh lemes pengin pingsan dipelukannya gitu. Duh! Andai tuh boss jomlo. Sudah pasti aAkhirnya gue sampai kantor juga meski pakai ojek online. Pergi dari kantor pakai mobil mewah kembali pakai motor. Benar-benar nggak balance banget.Wajah gue kusut banget. Bahkan orang-orang dilobby sekarang lagi lihatin gue dengan sangat ketara sekali. Rasanya pengin gue colok matanya satu persatu.“Mbak Kiki.”Gue melengos aja pas Joko nyapa. Gue lagi badmood tingkat dewa. Jadi jangan tegur-tegur gue apa sapa deh. Sama aja lo senggol gue bacok.Pas udah masuk lift gue langsung menyender dan membuang napas kasar berkali-kali. Padahal hal ini udah biasa kan kalau kacung ditinggal boss? Tapi kenapa gue bisa sekesal ini, ya?Ting.Rasanya kaki gue lemes banget buat jalan ke arah meja. Kalau bisa terbang rasanya pengin terbang aja. Kalau nggak ngilang aja deh kayak Jinny oh Jinny gitu jadi nggak capek jalan ke sono ke mari.“Kikiiiii.”Gue menoleh dan melihat Mbak Sila tengah berjalan ke arah gu
Gue nggak ngitung udah berapa kali tetesan air mata ini jatuh ke pipi. Bahkan bisa gue lihat kalau sopir taksi online itu terus menerus menatap gue dari kaca spion yang menggantung di depan.“Habis putus, ya, Mbak?”Hah! Wong edan! Putus sama siapa kalau pacar aja kagak punya. Dan yang gue lakuin cuma melengos aja mendengar pertanyaan dari sopir taksi. Malas gue jawab pertanyaan dia.“Sabar aja, Mbak, mungkin belum jodohnya.”Idih! Ini orang sotoy banget sih.“Pasti nanti akan dapat yang lebih baik.”Lebih baik gundulmu. Buktinya habis putus dari Panji sampai sekarang nggak nemu cowok yang baik. Sekarang dekat sama playboy, punya sahabat pun otaknya miring.“Mas, udah jangan ngomong lagi. Ngeri migren gue kumat.”“Maaf, Mbak.”Setelah gue menegur sopir taksi itu pun langsung diam dan fokus ke arah depan. Bukan nggak mau menghargai orang yang simpati sama kita. T
Bisa gue lihat kalu Ryan masih diam aja. Kayak orang malas ngejawab gitu. Bahkan kini tatapan matanya kayak orang lagi memohon sama gue. Lagian gue nggak bakalan luluh.“Chaca bilang gitu, ya?”“Hmm.”“Jadi sebenarnya yang diomongin Chaca betul kalau teman mainku emang banyak. Tapi itu dulu Shakira. Dan aku nggak ada niatan buat begitu sama kamu.”Gue pun hanya menatap ke arah Ryan. Menatap intens bola matanya untuk mencari kebohongan yang diucapkan sama Ryan. Tapi, kalau gue lihat tuh si Ryan udah ngomong jujur.“Terus sekarang masih?”“Kadang-kadang doang.”“Ehem! Mendingan sekarang kamu pergi aja sana ke Singapore, bila perlu nggak usah balik ke Indonesia aja.”“Lho kok kamu bilang begitu sih?”“Udah sana pergi.”“Kamu ngusir aku?”“Iya, udah sono pergi cepetan.”“Aku belum
Pov Ryan Anggara.Aku tahu kalau Shakira bakalan nething karena chatnya nggak dibales dari kemarin. Tapi, aku memiliki alasan sendiri kenapa nggak membalas chatnya. Dan, malam ini aku udah memutuskan untuk bertandang ke rumahnya. Terlebih hubunganku dengan mama-nya Shakira udah semakin dekat. Apalagi aku lebih banyak meluangkan waktu untuk telepon ke mamanya dibanding ke Shakira sendiri. Prinsip hidupku hanya satu aja, jika memang menyukai wanita sudah pasti aku akan mendekati kedua orang tuanya terlebih dulu baru anaknya. Biarin aja orang menganggap aku lebay atau gimana. Inilah prinsipku.Kini aku udah berjanjian dengan kedua orang tua Shakira sebelum terbang ke Singapore. Sebelum sampai ke Pondok Labu, aku mampir ke salah satu toko kue untuk membeli salah satu bolu kesukaan Tante Desi.Selesai membeli, aku langsung melajukan mobilku menuju ke arah rumah Shakira. Saat sampai pun aku langsung disambut begitu hangat oleh kedua orang tua Shakira. Terlebih a
Ternyata yang diomongin sama Mbak Sila benar, mereka bertiga sekongkol buat ngerjain gue. Apalagi gue menatap wajah mereka bertiga kayak orang ketangkap habis maling ayam.“Shakira.”“Apa? Kamu racunin orang tuaku, iyakan?”“Enggak.”“Jangan bohong kamu, Ryan.”“Aku bisa jelasin sama kamu.”“Nggak ada yang perlu dijelasin. Mending kamu pergi dari sini,” usir gue sama laki-laki bernama Ryan Anggara. Asli nggak nyangka banget kalau Ryan tega racunin otak mama sama papa.Kini mama langsung berdiri dan menarik tangan gue untuk ke arah dalam—ruang keluarga. Mama langsung menyubit lengan sampai gue mengaduh kesakitan.“Aduh, Ma, kenapa malahan nyubit Kiki?”“Kamu ini bisa sopan santun nggak sama tamu? Mama nggak pernah ajarin kamu seperti ini Shakira Intan Ayu,” bentak mama yang bikin gue langsung kicep. Kalau udah sebut nama
Waktu istirahat kantor kali ini gue memutuskan untuk nongkrong aja di kedai kopi ditemani oleh Mbak Sila. Bahkan selera makan gue hari ini benar-benar nggak ada sama sekali. Nasi kuning yang dibelikan Joko pun gue kasih ke dia. Melihat doang aja rasanya udah kenyang banget.“Lo nggak makan, Ki?”“Nggak Mbak.”“Kenapa? Masih mikirin Ryan?”“Hmm, semenjak kenal dia hidup gue jadi ribet.”“Hahaha, lagian mana ada hidup lempeng-lempeng aja. Pasti Ryan ditakdirkan sama Allah buat ngerecokin hidup lo yang datar, Ki.”“Harus banget dia Mbak? Nggak boleh reques si Kevin Lutolf gitu?”“Ngimpi lo ketinggian, jatuh baru sakit.”“Ck! Gue bingung dan nggak tahu tujuan hidup mau ke mana. Kayak mayat hidup aja gue ini. Yang penting makan, tidur, boker aja udah. Nggak mikirin ke depan mau ngapain.”“Nikah lha, ena-ena itu nikmat. Belum
Disaat menoleh ke arah sumber suara, gue benar-benar sangat terkejut dengan sesosok cewek yang datang ke kantor ini. Bahkan cewek itu kerap sekali menjadi bahan perbandingan gue oleh mama karena dia yang udah menikah dan bentar lagi punya anak. Tapi tunggu ... itu benar kan Kaila tetangga gue? Siang ini gue lagi nggak halusinasi kan? Tapi ngapain dia itu ke sini? Mana kalau jalan macam orang kayak mau nagih utang pula.Pas Kaila sudah dihadapan gue, dia dan boss dakjal terlihat adu cekcok. Bahkan mata Kaila langsung melotot ke arah boss dakjal. Eh, tapi kenapa boss dakjal jadi lembek begitu sama si Kaila. Mereka saling kenal?“Kaila, kenapa kamu ada di sini? Bukannya kamu ikut suami ke luar negeri?” tanya gue sambil tersenyum. Gimanapun kita harus baik dan ramah tamah sama tetangga meski nggak dekat-dekat banget.Bisa gue lihat kalau Kaila lagi tersenyum miring menatap gue. Entah dia punya masalah apa sama gue sampai kayaknya nggak suka banget
Gue terus menatap ke arah toilet cowok menanti kedatangan Mbak Sila. Gue harus akui kehebatan Mbak Sila itu luar biasa. Emak-emak barbar. Bahkan dia nggak takut atau risih masuk ke toilet cowok. Justru gue lihat para cowok-cowok yang kabur keluar sambil lari terbirit-birit.“Kiiiii, nih si kampret,” teriak Mbak Sila sambil menyeret Joko.“Awww ... awww Mbak Sil, lepasin telinga gue.”“Telinga lo mau gue lepas? Entar gue gergaji dulu.”“Heh, bukan Mbak Sil, jewerannya.”“Ngomong yang jelas makanya.Gue pun langsung berjalan ke arah Mbak Sila dan Joko. Di saat gue mau marah tangan si Joko malahan kibas-kibas sikat wc di depan gue.“Buset Joko, lo ngapain kibas-kibas sikat wc depan muka gue.”“Awww ... awww,” ringis Joko yang telinganya masih dijewer sama Mbak Sila.Niatan mau ngamuk sama si Joko malahan nggak jadi gara-gara dia ngaduh kesak
Selesai makan di salah satu kedai pinggir jalan, kini mereka memilih kembali ke hotel untuk istirahat. Apalagi jadwal untuk pergi ke tempat wisata akan dilakukan besok pagi, dan tentu saja mereka akan mengunjungi tempat-tempat popular saja dan bisa dijangkau oleh semua orang dan kalangan.Dan saat sudah di hotel apalagi hari pun sudah malam membuat Leonel mencari kesibukan untuk mengisi waktu luangnya seperti ini.Biasanya kalau begini itu mainannya istri, tapi mengingat istri belum selesai datang bulan membuat Leonel bermain game online di hape-nya bersama teman-teman lainnya seperti Darrel dan Alex. Leonel memaksa kedua sahabatnya itu untuk menemani ia bermain game.“Leonel, kau tidak ngantuk?” tanya Adeeva yang merasa berisik dengan suara game yang Leonel mainkan itu.“Tidak.”“Tidurlah ini sudah malam. Lagian besok ke Disneyland kan? Butuh tenaga untuk bermain berbagai wahana besok.”“Aku t
Tokyo, Jepang.Setelah melakukan perjalanan selama sejam lima belas menitan dari Korea menuju Jepang, kini mereka langsung melakukan check-in di hotel. Adeeva segera menata semua pakaian di lemari untuk mengisi kehampaan saat ini. Apalagi Leonel tidak mau berbicara juga hingga detik ini.Selesai menatap semua pakaian, kini Adeeva langsung berjalan mendekat ke arah Leonel yang sedang tiduran di atas ranjang. Adeeva langsung saja ikut bergabung dengan menyandarkan kepala di dada bidang milik Leonel.“Leonel, kau ingin makan apa? Aku ingin makan sushi deh,” kata Adeeva mencoba memancing suaminya untuk berbicara. Namun tetap saja hasilnya tetap nihil. Tidak ada respon sama sekali.Merasa dikacangi pun membuat Adeeva terus berpikir untuk membuat suaminya berhenti mengambek seperti ini.“Leonel, sebentar lagi masa datang bulanku habis lho,” pancing Adeeva kemudian.Adeeva pun langsung mendongak untuk melihat ekspresi
Saat sudah sampai di tempat tujuan, Adeeva masih penasaran dengan Leonel yang tiba-tiba tampak senang. Entah kenapa ia yang sedang datang bulan tapi yang mengalami mood swing justru Leonel. Tadi di SM marah-marah, dan sekarang mesam-mesem. Benar-benar aneh.“Kau tahu tidak jika tempat ini sering dibuat syuting drama kolosal,” ceplos Adeeva mencoba memberitahukan kepada Leonel.“Ya.”“Terus mereka berantem gitu untuk memperebutkan kedudukan. Semua drama yang kutonton tuh yang jadi putra mahkota kasihan. Hidupnya terancam.”“Ya.”“Tapi suka sebal lihat sang raja istrinya banyak. Belum lagi selirnya ada dimana-mana. Sebal deh.” Adeeva mendadak kesal sendiri jika teringat drama yang ditontonnya membuat emosi naik. “Semenjak kerja di Luar jadi jarang nonton, entah apa yang terbaru,” tambah Adeeva kemudian. Ia langsung berjalan menyusuri bangunan bersejarah negara Korea itu.L
Leonel dibuat terperangah oleh Adeeva yang sangat antusias sekali melihat poster para artis Korea yang ditempel di mana-mana. Melihat itu membuat Leonel sedikit kesal karena kehadirannya dianggap seperti nyamuk yang tidak penting.“Adeeva … jangan lari-lari,” kata Leonel mencoba memperingati istrinya itu. “Apa kau tidak lelah?”Ucapan Leonel benar-benar tak dihiraukan oleh Adeeva sama sekali. Perempuan itu terus tampak antusias dan merasa sangat riang sekali hingga tampak tak lelah sedikit pun.“Kau lihat Leonel. Ini sangat tampan sekali, kan?” Adeeva menunjukkan poster salah satu boyband besutan SM itu. Apalagi mata Adeeva sangat berbinar saat melihat gambar salah satu member EXO—Suho—yang bisa membuat Adeeva ingin berteriak kencang saat ini. “Lihatlah ini. Baru lelaki sungguhan.”“Maksudnya?” Leonel merasa tercubit hatinya ketika Adeeva mengatakan seperti itu. Baginya,
Sepanjang menikmati wisata dan makanan khas negara Korea, Adeeva selalu saja digoda oleh Leonel mengenai mimpinya semalam.Apalagi Adeeva selalu mengelak dan menyangkal jika ia tidak bermimpi seperti yang Leonel tebak itu. Ya, meski pada dasarnya tebakan Leonel itu benar dan nyata.Dan saat sudah sampai hotel seperti sekarang ini, Leonel terus menerus menggodanya dengan bertelanjang dada di depan Adeeva.“Pakai bajumu Leonel! Ini tuh musim dingin. Memangnya kau tidak takut sakit, hah!”Diomeli Adeeva seperti itu tak mempan bagi Leonel. Pria itu justru semakin ganas untuk menggoda istrinya dengan membuka handuk yang masih saja melingkar di pinggangnya saat ini. Dan, tepat saat handuk itu terlepas suara Adeeva langsung keluar begitu melengking.“AAAAAA, kau gila!” maki Adeeva yang langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Leonel pun terkekeh melihat istrinya yang salah tingkah sejak siang tadi.&ld
Mendengar kata ‘mimpi’ membuat Adeeva merasa malu luar biasa. Bahkan pipinya kini terasa panas luar biasa. Namun dengan cepat pula Adeeva mengubah ekspresi wajahnya menjadi jutek dan ketus seperti biasanya.“Kau ingin banget bercinta, hm?”“Cih! Jangan terlalu percaya diri Tuan Leonel. Aku tadi bermimpi sedang jalan-jalan ke dalam rumah hantu jadi tidurku mengigau.”Leonel berhenti tertawa dan mengangkat alisnya ke atas. “Mana ada mimpi di rumah hantu tapi suaramu mendesah seperti orang kenikmatan bercinta.”“Ah sudahlah, kenapa juga membahas soal mimpiku, sih.”Sebelum terjadi pembullyan lebih lanjut, kini Adeeva langsung menyingkap selimutnya dan segera bergegas ke arah kamar mandi untuk menghindari ledekan Leonel.Masih tetap berada di dekat pria itu pasti akan terus diledek sampai menangis nanti. Itu tidak bisa dibiarkan pokoknya.Dan saat sampai di dalam kamar mand
Selesai makan dan kini mereka langsung memutuskan segera kembali ke kamar hotel. Apalagi Leonel selalu beralasan ingin istirahat karena belum tidur sejak sampai di negeri yang dikenal dengan gingsengnya.Adeeva yang memang berjalan di samping sang suami pun hanya memegang dada karena merasa sangat deg-degan dengan hal yang akan mereka lakukan setelah ini.Apalagi bisa Adeeva lihat tatapan sang suami yang sangat dalam dan penuh dengan makna yang entah apa maksudnya.Klik.Begitu pintu kamar hotel berhasil dibuka pun rasa degupan jantung Adeeva semakin memacu adrenalinnya.“Leonel.”“Hm.”“Kita habis ini tidur kan?”“Iya, tidur.”“Maksudku tidur mata terpejam bukan … yang itu,” lirih Adeeva diakhir kata karena malu saat ingin mengatakan hal tabu menurutnya ini. Apalagi otak suaminya pasti langsung konek dengan hal yang menuju ke arah sana.Enta
Adeeva sudah kembali lagi ke tenda penjual makanan tadi. Namun makanan miliknya ternyata sudah tidak ada di meja hingga membuatnya diam membeku. Rasanya ingin makan lagi tapi ia baru sadar kalau tidak bawa uang. Mana belum nukar uang juga ke dalam bentuk won.Rasa sebal dan kesal langsung saja menyelimuti hatinya. Adeeva keluar tenda dan berjalan menuju ke arah hotel di mana ia dan Leonel menginap.Saat berjalan pun sengaja kaki ia hentak-hentakkan di jalanan yang sudah mulai tertutup salju itu. Sorot mata Adeeva pun menatap ke depan sekilas dan melihat jika Leonel masih tetap berdiri di tempat semula dengan tatapan bingungnya.“Kok balik lagi?” tanyanya.“Nggak jadi makan.”“Kenapa?”“Nggak usah banyak tanya.”Adeeva terus berjalan tanpa berhenti sedikit pun. Bahkan ia tahu jika sang suami mulai mengikuti langkahnya di belakang.Mengingat masih kesal dan juga malu jika ia tidak b
Selesai mandi dengan waktu yang cukup lama, Adeeva keluar dengan wajah yang begitu segar. Ia tersenyum menatap suaminya yang sedang duduk di atas ranjang sambil menatapnya haus.“Kau kenapa menatapku begitu?”“Memangnya tidak boleh?”“Boleh sih, tapi aku ngeri lihatnya. Mirip singa kelaparan.” Habis mengatakan itu Adeeva langsung menepuk jidadnya sendiri kalau Leonel kan memang siang. isst, kenapa dengan otak cerdasnya ini sih.Saat Adeeva menuju ke lemari pun ia merasa diintai dan diawasi oleh sepasang mata yang tengah menyorot tajam. Sesekali Adeeva menoleh ke belakang dan mendapati Leonel yang sedang tersenyum devil.“Kau kenapa begitu, sih?”Leonel tak menjawab justru langsung beringsut dari tempat tidur menuju ke arah Adeeva dan mengusap lembut pundak sang istri yang membuat merinding. Apalagi embusan napas hangat Leonel menyapu tengkuk leher Adeeva yang membuatnya semakin dibuat meremang.