Bisa gue lihat kalu Ryan masih diam aja. Kayak orang malas ngejawab gitu. Bahkan kini tatapan matanya kayak orang lagi memohon sama gue. Lagian gue nggak bakalan luluh.
“Chaca bilang gitu, ya?”
“Hmm.”
“Jadi sebenarnya yang diomongin Chaca betul kalau teman mainku emang banyak. Tapi itu dulu Shakira. Dan aku nggak ada niatan buat begitu sama kamu.”
Gue pun hanya menatap ke arah Ryan. Menatap intens bola matanya untuk mencari kebohongan yang diucapkan sama Ryan. Tapi, kalau gue lihat tuh si Ryan udah ngomong jujur.
“Terus sekarang masih?”
“Kadang-kadang doang.”
“Ehem! Mendingan sekarang kamu pergi aja sana ke Singapore, bila perlu nggak usah balik ke Indonesia aja.”
“Lho kok kamu bilang begitu sih?”
“Udah sana pergi.”
“Kamu ngusir aku?”
“Iya, udah sono pergi cepetan.”
“Aku belum
Pov Ryan Anggara.Aku tahu kalau Shakira bakalan nething karena chatnya nggak dibales dari kemarin. Tapi, aku memiliki alasan sendiri kenapa nggak membalas chatnya. Dan, malam ini aku udah memutuskan untuk bertandang ke rumahnya. Terlebih hubunganku dengan mama-nya Shakira udah semakin dekat. Apalagi aku lebih banyak meluangkan waktu untuk telepon ke mamanya dibanding ke Shakira sendiri. Prinsip hidupku hanya satu aja, jika memang menyukai wanita sudah pasti aku akan mendekati kedua orang tuanya terlebih dulu baru anaknya. Biarin aja orang menganggap aku lebay atau gimana. Inilah prinsipku.Kini aku udah berjanjian dengan kedua orang tua Shakira sebelum terbang ke Singapore. Sebelum sampai ke Pondok Labu, aku mampir ke salah satu toko kue untuk membeli salah satu bolu kesukaan Tante Desi.Selesai membeli, aku langsung melajukan mobilku menuju ke arah rumah Shakira. Saat sampai pun aku langsung disambut begitu hangat oleh kedua orang tua Shakira. Terlebih a
Ternyata yang diomongin sama Mbak Sila benar, mereka bertiga sekongkol buat ngerjain gue. Apalagi gue menatap wajah mereka bertiga kayak orang ketangkap habis maling ayam.“Shakira.”“Apa? Kamu racunin orang tuaku, iyakan?”“Enggak.”“Jangan bohong kamu, Ryan.”“Aku bisa jelasin sama kamu.”“Nggak ada yang perlu dijelasin. Mending kamu pergi dari sini,” usir gue sama laki-laki bernama Ryan Anggara. Asli nggak nyangka banget kalau Ryan tega racunin otak mama sama papa.Kini mama langsung berdiri dan menarik tangan gue untuk ke arah dalam—ruang keluarga. Mama langsung menyubit lengan sampai gue mengaduh kesakitan.“Aduh, Ma, kenapa malahan nyubit Kiki?”“Kamu ini bisa sopan santun nggak sama tamu? Mama nggak pernah ajarin kamu seperti ini Shakira Intan Ayu,” bentak mama yang bikin gue langsung kicep. Kalau udah sebut nama
Waktu istirahat kantor kali ini gue memutuskan untuk nongkrong aja di kedai kopi ditemani oleh Mbak Sila. Bahkan selera makan gue hari ini benar-benar nggak ada sama sekali. Nasi kuning yang dibelikan Joko pun gue kasih ke dia. Melihat doang aja rasanya udah kenyang banget.“Lo nggak makan, Ki?”“Nggak Mbak.”“Kenapa? Masih mikirin Ryan?”“Hmm, semenjak kenal dia hidup gue jadi ribet.”“Hahaha, lagian mana ada hidup lempeng-lempeng aja. Pasti Ryan ditakdirkan sama Allah buat ngerecokin hidup lo yang datar, Ki.”“Harus banget dia Mbak? Nggak boleh reques si Kevin Lutolf gitu?”“Ngimpi lo ketinggian, jatuh baru sakit.”“Ck! Gue bingung dan nggak tahu tujuan hidup mau ke mana. Kayak mayat hidup aja gue ini. Yang penting makan, tidur, boker aja udah. Nggak mikirin ke depan mau ngapain.”“Nikah lha, ena-ena itu nikmat. Belum
Disaat menoleh ke arah sumber suara, gue benar-benar sangat terkejut dengan sesosok cewek yang datang ke kantor ini. Bahkan cewek itu kerap sekali menjadi bahan perbandingan gue oleh mama karena dia yang udah menikah dan bentar lagi punya anak. Tapi tunggu ... itu benar kan Kaila tetangga gue? Siang ini gue lagi nggak halusinasi kan? Tapi ngapain dia itu ke sini? Mana kalau jalan macam orang kayak mau nagih utang pula.Pas Kaila sudah dihadapan gue, dia dan boss dakjal terlihat adu cekcok. Bahkan mata Kaila langsung melotot ke arah boss dakjal. Eh, tapi kenapa boss dakjal jadi lembek begitu sama si Kaila. Mereka saling kenal?“Kaila, kenapa kamu ada di sini? Bukannya kamu ikut suami ke luar negeri?” tanya gue sambil tersenyum. Gimanapun kita harus baik dan ramah tamah sama tetangga meski nggak dekat-dekat banget.Bisa gue lihat kalau Kaila lagi tersenyum miring menatap gue. Entah dia punya masalah apa sama gue sampai kayaknya nggak suka banget
Gue terus menatap ke arah toilet cowok menanti kedatangan Mbak Sila. Gue harus akui kehebatan Mbak Sila itu luar biasa. Emak-emak barbar. Bahkan dia nggak takut atau risih masuk ke toilet cowok. Justru gue lihat para cowok-cowok yang kabur keluar sambil lari terbirit-birit.“Kiiiii, nih si kampret,” teriak Mbak Sila sambil menyeret Joko.“Awww ... awww Mbak Sil, lepasin telinga gue.”“Telinga lo mau gue lepas? Entar gue gergaji dulu.”“Heh, bukan Mbak Sil, jewerannya.”“Ngomong yang jelas makanya.Gue pun langsung berjalan ke arah Mbak Sila dan Joko. Di saat gue mau marah tangan si Joko malahan kibas-kibas sikat wc di depan gue.“Buset Joko, lo ngapain kibas-kibas sikat wc depan muka gue.”“Awww ... awww,” ringis Joko yang telinganya masih dijewer sama Mbak Sila.Niatan mau ngamuk sama si Joko malahan nggak jadi gara-gara dia ngaduh kesak
Gue saat ini sudah berada di depan kelab malam yang sering dikunjungi oleh Kak Doni juga Ryan. Baru masuk pintu aja kepala gue udah pusing duluan melihat lampu yang kerlap kerlip di pinggiran tembok.“Kak, remang-remang banget gila,” protes gue kala Kak Doni enjoy aja jalan masuk menyusuri lorong.“Namanya juga kelab malam emang begini. Lo mau terang itu di tempat orang hajatan pasti pakai lampu gede-gede.”“Sial!.”Kaki gue terus aja melangkah mengikuti Kak Doni yang jalan di depan. Dan, kini gue lagi jalan ke arah bawah turun tangga begitu. Entahlah, gue aja ini pertama kali masuk kelab jadi bakalan norak nantinya. Dulu gue selalu berteman sama orang yang hidupnya lurus-lurus aja jadi nggak ada acara kumpul pergi kelab gitu. Bahkan, kenal Kak Doni pun dia nggak berani ajakin gue, nah baru kali ini dia kayak kesambet setan ajakin gue.Telinga gue pun mulai menangkap suara musik jedag-jedug yang bikin hati ikutan
Mendengarkan ajakan Bisma membuat gue gagal paham. Terlebih kita berdua baru aja kenalan beberapa menit yang lalu tapi dia udah berani ajakin nginep-nginep segala.“Maksud lo gue nginep di apartemen sama lo gitu?”“Bukan, entar gue nggak tidur di situ. Gue balik ke rumah.”“Emm ... nggak enak.”“Yaudah lo mau balik aja? Entar gue anterin.”Gue bingung mau jawab apaan saat ini. Gue benar-benar sangat dilema banget. Mana sekarang udah pukul 12 malam juga dan gue masih berkeliaran di luar seperti ini. Biasanya kalau di rumah udah mimpiin Kevin Lutolf nih. Misalpun bergadang juga karena dapat tugas kerjaan.“Nginep di apartemen lo deh, tapi jangan diapa-apain, ya.”“Hahaha, enggak lha. Gila apa gimana? Entar gue ditonjok Ryan.”“Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Ryan.”“Hah, maksudnya? Bukannya tadi Doni bilang kalau kalian memiliki r
Duh coret deh Bisma dari daftar kriteria hidup gue. Gimanapun gue nggak mau nikah sama berondong. Pasti pola pikirnya kurang dewasa nanti. Yaelah kenapa gue mikirnya kejauhan banget, ya. Padahal kenal doang sama si Bisma tapi ngayal gue terlalu jauh.“Bisma.”“Iya.”“Umur lo berapa?”“20.”Buset! Beda lima tahun sama gue dong. Inimah cocoknya jadi adik gue kalau gitu. “Kuliah di mana?”“Bareng satu universitas sama ceweknya Doni. Cuma dia adik tingkat gue sih. Nggak kenal juga cuma gue paham dia ceweknya Doni.”“Kok lo bisa kenal sama Doni, Ryan sih. Secara lo masih 20 tahun dan mereka itu udah berumur, ya ... matanglah, ya.”“Kenal di kelab malam sama Doni. Kalau Ryan, kebetulan—bentar ada telepon.” Bisma langsung berjalan pergi sedikit menjauh dari gue.Merasa bingung harus ngapain akhirnya gue memutuskan mengambil pon
Saat ini yang dilakukan Ryan hanya ingin mengejar istrinya. Memeluknya. Dan menenangkan hatinya yang pasti sangat kacau akibat kejadian tadi.“Sayang … maafin aku,” gumamnya sambil terus menyetir mobil dengan kecepatan penuh. Bahkan bisa sangat tergambar begitu jelas buku-buku jari milik Ryan sampai memutih.Ckiiiitzzz.“Sial! Kucing sialan kalau nyebrang nggak lihat-lihat.” Ryan memaki hewan tak bersalah itu. Ia pun mendesah lega karena tak menabrak kucing. Ryan kembali menarik persneling dan menginjak pedal gasnya untuk melanjutkan perjalanan menuju Jakarta.Hatinya saat ini benar-benar bimbang. Ia benar-benar takut kalau Kiki akan mengadu sama orangtuanya nanti dan masalah akan semaki lebar dan runyam.Masih sambil menyetir pun Ryan mencoba menghubungi nomor istrinya, tapi lagi-lagi zonk yang didapatkan.“Sayang angkat dong,” gumamnya saat sambungan telepon miliknya tersambung. Tapi, tetap saja t
Dengan tekad yang kuat pun akhirnya Doni menuruti perintah Kiki dengan menginjak pedal gas dengan kecepatan penuh dan mobil langsung berjalan secepat kilat.Ckiiitttzzz.BRUG.“Kak, gila apa rem mendadak begini,” dumel Kiki yang merasa dahinya terkena dasbor mobil. Ia tadi lupa memakai sabuk pengaman. “Haduh sakit banget.”Doni tak menghiraukan ocehan Kiki, yang dipikirkan oleh otaknya tuh apakah Ryan masih hidup apa udah … sial!“Ki, coba lihat kebelakang. Apakah suami lo masih hidup atau—“Kiki yang masih merasa kesakitan dahinya pun menatap ke arah spion dan melihat kalau Ryan tengah ditolong berdiri oleh wanita itu.“Masih hidup, udah biarin aja.”Doni langsung bernapas lega, matanya pun langsung melirik ke arah spion untuk memastikan ucapan yang dikatakan oleh Kiki itu benar. Ia langsung mendesah lega kala memang benar si Ryan masih hidup. Sepertinya
Doni pun langsung menancapkan gasnya penuh pas sudah berada di jalan tol. Ia bisa melihat Kiki dari ekor matanya kalau adik ketemu gedenya itu tengah cemas.“Lo mendingan tidur aja.”Kiki menggeleng. “Nggak bisa.”“Entar kalau udah sampai gue bangunin.”Tetap saja Kiki bebal untuk dikasih nasihat oleh Doni. Kiki lebih memilih mengabaikan dan tetap memperhatikan jalanan menuju ke arah Bandung.Beberapa jam kemudian.Kini mobil Doni sudah memasuki kawasan Bandung. Ia mulai mengaktipkan gps mobilnya karena tak hapal dengan jalanan kota kembang itu.Terik matahari yang tadi begitu menyengat pun kini mulai terlihat berjalan ke ufuk barat. Kiki bahkan sampai melupakan jadwal makan siangnya hari ini.“Lo belum makan, kan?”“Nggak laper.”“Tapikan lo butuh tenaga, Ki.”“Iya tapi gue nggak laper, Kak.”“Ini udah jam empa
Doni yang tengah fokus menyetir pun sangat terkejut dengan pertanyaan Kiki yang sangat tiba-tiba sekali. Ia menoleh dan melihat Kiki yang tengah menatapnya lekat. Doni pun berdeham pelan.“Lo nggak lagi kesam—““Hahahaha.”Suara tawa Kiki langsung menghentikan pertanyaan dari Doni. Ia bernapas lega kala mengetahui kalau pertanyaan itu hanya iseng semata.“Sial lo,” maki Doni.“Nggak mungkin lha, Kak, lo bukan tipe gue.”“Anjim! Tipe lo modelan Panji sama Ryan yang suka selingkuh?”“Ck! Nggak usah bahas kelakuan minus mereka.”“Hahahaha, meski wajah gue standar aja tapi gue setia.”“Iyain deh biar cepat.” Kiki pun hanya memutarkan bola matanya malas mendengar pujian Doni yang ditunjukkan untuk dirinya sendiri itu.“Gue pikir tapi serius, gila!”“Kalau itu serius kenapa?”&ldquo
Paham akan kode yang diberikan oleh Doni pun membuat Kiki langsung berjalan lebih mendekat ke arahnya. Doni sendiri berdeham sebelum bertanya kepada wanita separuh baya yang mengenakan baju daster itu.“Permisi Ibu, apa bisa ketemu Rena?”“Rena?”Doni dan Kiki pun mengangguk secara bersamaan. Ia menunggu jawaban dari ibu paruh baya yang tidak Doni kenali. Lagipula wajah mamanya si Rena nggak kayak gitu dulu.“Anak durhaka itu? Udah minggat dia.”Kiki pun makin nggak ngerti dengan jawaban ambigu dari ibu-ibu di depannya itu. “Maksudnya Bu?”“Ya, udah pergi dari sini kurang lebih setahun yang lalu lha.”“Pergi ke mana, ya, Bu?” tanya Kiki yang semakin penasaran.“Kalau nggak salah ke Bandung sama pacarnya.”Mendengar kata ‘Bandung’ membuat Kiki mendadak lemas, tangannya pun langsung meraih telapak tangan Doni. Ia menggenggam kua
Kini Doni dan Kiki sudah berada di jalanan menuju ke arah Radio Dalam. Yang dilakukan Kiki hanya menggigiti bibir bawahnya karena merasa takut jika memang dugaan dan feeling-nya benar.“Kak, gue takut banget.”“Lo tenang aja, kalau dia sakitin lo nanti bakalan gue kasih bogem.”“Kalau itu benar, dia nikahin gue buat apa?”“Nah itu gue nggak tahu juga. Soalnya semenjak lulus SMA tuh gue nggak paham kabar anak-anak. Soalnya gue sibuk kuliah sama urusin bisnis kafe. Teman gue yang awet sampai detik ini juga Naren doang.”“Sama Ryan enggak?”“Sama dia juga baru-baru ini doang, Ki, dulu kan dia tinggal di Singapore gitu kan? Balik ke Jakarta kalau ada proyek doang.”Kiki pun kembali menatap ke arah jalanan yang memang tengah padat-padatnya kendaraan. Ia pun mengecek ponselnya dan sangat terkejut saat melihat puluhan panggilan tak terjawab dari nomor kantor bahkan ada n
Doni benar-benar sangat terkejut mendengarkan penuturan dari Kiki. Ia pun langsung beranjak dari kursi kebesarannya dan mendekat ke arah Kiki.“Bayarin taksi,” cicitnya.“Iya nanti gue bayarin.”“Sekarang Kak.”Doni hanya bisa mengembuskan napas pasrah. “Yaudah lo di sini dulu gue mau keluar buat bayarin ongkos taksi lo.”Kiki sendiri hanya mengangguk lemah. Tak terasa tangan Doni pun mengusap kepala Kiki dengan begitu lembut.“Lo sebaiknya duduk dulu di sana.” Doni menunjuk ke arah sofa yang memang tersedia di dalam ruangan kerja miliknya.Sambil menunggu Doni kembali membuat Kiki berjalan pelan ke arah sofa dan duduk sambil bersandar. Air matanya pun terus menetes tiada henti. Hatinya sakit kalau mengingat Ryan yang bisa tertawa begitu lepas tadi.Kiki menatap ke arah pintu saat mendengar pintu itu terbuka. Ia melihat pelayan kafe Doni yang tengah membawa minum ke ar
Ryan langsung menutup tubuh istrinya yang polos, ia pun duduk di pinggiran ranjang sambil menatap ke arah lantai.“Kamu kenapa?”“Kenapa apanya?”“Kenapa seperti kedebong pisang tadi?”“Emang kenapa?”“Aku nggak suka sayang, aku merasa lagi main sama patung.”“Terus kamu penginnya aku gimana?”“Kamu nggak kayak biasanya Shakira.”“Aku kan udah bilang lagi capek. Tapi, kamu terus minta dan minta. Apa boleh buat kalau aku diam aja kayak kedebong.”“Sudah lah, terserah kamu saja.”Ryan langsung meraih boxernya yang tergeletak di lantai. Ia memakainya dengan gerakan cepat dan memilih keluar kamar karena merasa kesal dengan permainan malam ini. Istrinya benar-benar beda banget malam ini. Dia lebih banyak diam nggak seperti biasanya kalau dipancing langsung membalas dengan liar juga. Ini udah dikasih pemanasan lam
Entah kenapa Melviano mendadak kasihan dengan sekertarisnya itu. Apalagi baru pulang bulan madu sudah diselingkuhi. Mendingan dirinya kemana-mana. Laki-laki setia yang susah dicari, rasanya Melviano ingin kasih tahu istrinya kalau ada laki-laki lebih brengsek darinya.“Tinggal kan saja laki-laki seperti itu.”Kiki menatap ke arah Melviano. “Saya nggak mau jadi janda, Mr.”Melviano berdeham pelan. “Terserah kamu sih, tapi saya nggak mau urusan rumah tangga dibawa ke kantor seperti ini. Kamu harus bisa professional.”“Iya, Mr.”“Nanti kalau si Joko Susanto datang suruh masuk ke ruangan saya langsung.”“Baik, Mr.”Melviano pun langsung berjalan ke arah ruangan kerjanya yang memang didesain begitu luas dibanding ruang kerja milik Haidar.Yang dilakukan Melviano di dalam ruangan saat ini adalah menghubungi nomor ponsel istrinya. Ia akan memberitahukan kalau diri