Home / Romansa / DILAMAR MALAIKAT MAUT / 03. AIR MATA UMI

Share

03. AIR MATA UMI

Author: Dayat_eMJe
last update Last Updated: 2021-04-30 05:21:58

   Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi. Kutelusuri jalan dan gang kecil yang berkelok-kelok, suara bising kereta api sesekali terdengar membuat telingaku gatal. Tepat di depan mataku terdapat sekelompok anak-anak kecil sedang berlari-larian kesana kemari.

 

Beberapa di antara mereka ada juga yang bermain sepeda-sepedaan. Sepertinya beberapa dari mereka adalah murid-muridku di TPA Al-Irsyad. Umur mereka sekitar dua sampai empat tahun. kuhentikan sepeda motor sejenak untuk mengamati mereka bermain. Serentak mereka melihat wajahku lalu berlari menghampiriku dan berebut mencium tanganku.

 

“Itu kak Akmal, Kak Akmal…” teriak mereka gembira.

 

Mereka berebut mencium tanganku. Setelah mereka bersaliman denganku mereka melanjutkan bermain. Aku kembali menjalankan motorku dengan perlahan. Sesampainya di rumah, kulihat Umi sedang sibuk menjemur pakaian. Sepeda motor kuparkir di pinggir selokan kecil depan rumah. Umi melihatku sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya, kuhampiri dan kucium tangannya yang sedikit bau sabun.

 

“Bawa apa itu Mal?” Tanya Umi.

 

“Sarapan, untuk Umi dari ibu hamadah dan yang ini baju koko pemberian dari pak Jaja untukku.”

 

Terlihat Umi menarik nafasnya dalam-dalam. Ia terharu dengan pemberian ibu hamadah dan pak jaja. Aku tau, mungkin Umi merasa kalau kita tak ada habis-habisnya dibantu. Umi takut tidak bisa membalas pemberiannya. Kami sudah banyak merepotkan.

 

“Aku Bantu ya Umi?” tanyaku ingin membuatnya ceria.

 

“Nggak usah, kamu istirahat saja di dalam, sebentar lagi juga selesai. Lagian kalau kamu bantu nanti tangan kamu bau sabun.”

 

“O iya Mi hampir aku lupa, tadi Ibu Hamadah berpesan katanya Umi di suruh main kerumahnya. Katanya Ibu Hamadah kangen sekali sama Umi.”

 

“Iya Insya Allah, nanti lain waktu kamu mau kan antar Umi berkunjung kerumah Ibu Hamadah?” tanya Umi sambil memeras baju untuk di jemur di atas tali rapiah yang sudah kendur di pinggiran rumah.

 

“Pasti Umi. Dengan senang hati aku akan mengantar Umi.”

 

   Setelah panjang lebar berbincang, aku beranjak masuk ke dalam rumah, menunggu untuk memberikan uang hasil keripik dan amplop dari ustadz Ahmad. Kududuk di kursi panjang yang terbuat dari bambu yang di atasnya terdapat dua bantal kecil, dan depan bangku itu terdapat satu meja kecil yang ditengahnya di beri vas bunga berwarna hijau.

 

Siapapun yang datang berkunjung kerumah pasti akan di jamu di kursi itu. Itu kursi satu-satunya yang kami punya. Sambil menunggu, kuangkat vas bunga dan kutaruh di bawah kolong meja, lalu kubentangkan kaki ke atas meja. Badanku sedikit pegal dan perutku terasa kenyang.

 

Rumah ini terasa begitu hening, tidak ada televisi untuk sekedar menghibur. Yang ada hanya sebuah radio butut yang dinyalakan setiap pagi untuk mendengarkan siaran Assafii’yah. Umi sangat senang siaran itu, disana banyak ceramah-ceramah islami yang dapat menambah ilmu agama. Atau biasanya, Umi menghabiskan waktu senggang dengan membaca al-Qur’an sambil menyiapkan materi untuk mengajar ibu-ibu di Al-Irsyad.

 

   Setiap ingin menonton televisi aku selalu pergi berkunjung kerumah Irfan. Biasanya untuk menonton siaran pertandingan bola liga eropa atau Dunia. Irfan salah satu sahabatku sejak SMP. Rumahnya tak jauh dari rumahku, hanya sekitar tiga ratus meter. Ia juga teman kampusku disalah satu organisasi, yaitu rohis. Sekarang Irfan menjabat sebagai ketua rohis.

 

Aku sangat akrab dengannya, Orangnya ramah dan senang bergaul. Orang tuanya memiliki usaha travel untuk umrah dan pemberangkatan Haji. Umi pernah berkata padaku, kalau suatu saat Allah memberikan rezeki untuk Umi naik haji, Umi mau mendaftar di tempat orang tua Irfan. Pembicaraan Umi tentang naik Haji membuatku seperti mendapatkan cambukan yang sangat keras. Aku sebagai anak merasa bertanggung jawab dengan keinginan Umi,

 

Aku ingin sekali mewujudkan keinginannya untuk naik haji. Sejak saat itu semangat belajarku begitu tinggi dan selalu mendapatkan nilai yang terbaik di kampus. Aku harus menjadi seorang yang dapat di andalkan dan berhasil, agar aku dapat membahagiakan Umi.

 

Yang membuat aku kagum dengan Irfan apabila ia memiliki waktu senggang, dengan senang hati ia membantuku mengajar anak-anak TPA di Masjid al-Irsyad. Irfan selalu menjemputku berangkat ke kampus dengan menggunakan mobilnya apabila cuaca sedang hujan. Kampusku terletak di jalan srengseng sawah, perbatasan Jakarta dengan depok. Entah kenapa tiba-tiba mataku mulai mengantuk. Saat ingin memejamkan mata tiba-tiba Umi,

 

“Kamu ngantuk Mal?”

 

“Sedikit Umi.” jawabku datar.

 

Ia langsung duduk di sampingku dan mengusap kepalaku.

 

“Gimana Mal, laku berapa kripiknya?”

 

“Baru laku seratus tujuh puluh bungkus. Di setiap warung selalu saja kripik kita tersisa, jadi aku biarkan saja. Lalu aku bilang kepada mereka biar di tambah saja.”

 

“Lalu mereka menyetujuinya?”

 

“Iya, untunglah mereka menyetujuinya. Kalau tidak pasti kita bisa bisa bangkrut.”

 

   Kemudian Umi menarik napasnya. sepertinya ia mulai kecewa dengan hasil jualannya akhir-akhir ini yang sangat menurun. kukeluarkan uang pembayaran keripik dan sebuah amplop berwarna putih yang sudah terlipat-lipat olehku hingga kusut.

 

“Apa ini Mal?”

 

“Seperti biasa Umi, pemberian dari ustadz Ahmad untuk Umi. Terus beliau juga titip salam untuk Umi, katanya lain waktu mau mampir.”

 

Serentak Umi terdiam sambil menundukkan wajahnya perlahan, kulihat air matanya mulai berlinang dan menggumpal di pelupuk matanya. Seperti ada sesuatu yang tertahan di dalam dadanya dan  ingin ia ungkapkan namun terasa berat.

 

“Kenapa Umi ..? aku salah yah ..?” tanya ku risau, dan sedikit terkejut dengan perubahan sikapnya saat ini. kupegang kedua tangannya sambil menatapnya kemudian kutanyakan lagi,

 

“Cerita padaku, ada apa? Ada apa Mi? Jawab Umi?”

 

mendengar desakan dan kepanikanku Umi segera mengangkat kepalanya dan menatapku, air matanya menetes jatuh mengenai tangan kananku. Aku heran, kenapa akhir-akhir ini Umi sangat-sangat sensitif dan murung.

 

“Umi sedih, kerena kita selalu saja di bantu ustadz Ahmad dan ibu Hamadah, Umi hanya takut tidak dapat membalas pemberian mereka. Umi hanya bisa mendoakannya di setiap shalat Umi. Coba kalau ayahmu masih hidup dan ia mau menuruti kata-kata Umi, Pasti ia masih bersama-sama kita sekarang.”

 

“Kenapa Umi bicara begitu!, emang dulu ayah kenapa Umi?” Tanyaku Penasaran pada Umi.

 

Umi mulai menangis terisak-isak, wajahnya seketika memerah. Lalu ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aku terdiam menatapnya. Tak lama kemudian Umi bangkit kembali dan menghapus air matanya.

 

“Mal, Umi rasa sudah saatnya Umi menceritakan semuanya padamu. Kamu harus tau apa yang terjadi selama ini dengan Umi dan ayahmu, dan siapa ayahmu sebenarnya, untuk kau jadikan pelajaran.” 

 

“Iya Umi.” Jawabku singkat.

 

“Begini ceritanya. Umi adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang tinggal di daerah rawa belong, slipi. Semua saudara Umi perempuan dan telah menikah dengan saudagar mesir untuk di jadikan istri kedua. Hanya Umi yang tidak mau, Umi tetap ingin menikah dengan lelaki bujang.

 

Setelah beberapa tahun adik-adik Umi menikah, bapak menjodohkan umi dengan ayahmu. Dia seorang sarjana kedokteran yang cukup kaya dan terpandang di daerah tempat tinggal Umi. Umi menyetujui perjodohan itu. Ayahmu sudah mapan dan memiliki tempat tinggal yang bagus dan mempunyai dua buah mobil pribadi. Setelah menikah, entah kenapa ayahmu terobsesi ingin menjadi lebih kaya lagi dari apa yang sudah ia dapatkan."

 

*******

Related chapters

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   04. MASA LALU AYAHKU

    Sekarang Aku tahu, ternyata Umi itu di jodohkan dengan Ayahku, karena keinginan kakekku. Padahal, tidak ada salahnya menurutku jika Umi mempunyai keinginannya sendiri.Sambil air mata terus menetes dipipinya, Umi pun melanjutkan Ceritanya."Dia tidak pernah bersyukur atas apa yang Allah berikan kepadanya. Lalu dia di ajak oleh seorang temannya untuk bermain judi dengan kalangan orang-orang kaya yang menurutnya sangat terpandang. Katanya kalau sekali menang bisa membeli mobil baru dan hidup kita akan makmur. Umi sudah melarangnya, dan sudah menasehatinya kal

    Last Updated : 2021-04-30
  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   05. SEPENGGAL KISAH DI DALAM MIKROLET

    Sudah lebih dari satu minggu ini aktivitas kampus tidak seperti biasanya. Setelah melaksanakan ujian akhir semester, seluruh mahasiswa diliburkan selama dua bulan. Namun, aktivitasku hari ini mengharuskan aku berangkat ke kampus untuk mengikuti rapat rohis jam sebelas siang nanti.Walau jarak yang kutempuh tidak dekat, tapi ini adalah sebuah janji. Walaupun hanya sekedar jadwal, tapi aku harus komitmen terhadap jadwal. Jadwal adalah janji dan janji adalah hutang. Jadi sudah seharusnya seorang muslim bertanggung jawab kepada dirinya dan Allah. Walaupun begitu, Irfan tetap tidak bosan-bosannya mengingatkanku untuk menghadiri rapat itu, penting katanya.

    Last Updated : 2021-04-30
  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   06. MENGUNDANG SYAHWAT DI DEPAN MASJID

    Aku sampai di Masjid kampus jam dua belas kurang seperempat. Siang yang melelahkan. Kepalaku rasanya seperti mau medidih saat matahari hampir tepat berada diatas kepalaku. Cuaca benar-benar panas. Setelah turun dari mikrolet dan mengambil uang kembalian dari pak supir, segera kugemblok tas ransel butut kesayangan.Aku ingin buru-buru bertemu dengan Irfan, ada yang ingin aku bicarakan padanya mengenai kondisi keuanganku. Aku ingin meminta bantuannya untuk mencarikanku pekerjaan sampingan. Aku melangkah menelusuri jalan setapak dan menyebrangi rel kereta yang sepi. Kupercepat langkah, tiga puluh meter di depan adalah Masjid At-Taqwa yang memiliki kubah besar yang di atasnya bertuliskan nama Allah. Masjid Megah yang memberikan ketenangan apabila berada di dalamnya. Tidak jauh dari pekarangan Masjid aku berpapasan dengan tiga akhwat yang beriringan keluar. Mereka adalah Irma, Ayu dan Rahmah. Mereka adal

    Last Updated : 2021-05-01
  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   07. RAPAT RIHLAH

    Begitu masuk Masjid...Bwuss..., Terasa hembusan udara sejuk yang di pancarkan lima AC dalam masjid menyambut ramah. Alhamdulillah, Nikmat rasanya jika berada di dalam masjid. Puluhan orang sudah berjajar rapi dalam shaf shalat berjamaah setelah mendengar iqamah. Kuletakkan tas ranselku di tembok samping masjid. aku berdiri di shaf pertama paling kanan. Kuniatkan dalam hati, terasa kedamaian mengalir deras dalam hembusan nafas. Kuangkat takbir dalam khusyu menghadap Ilahi. Allah terasa begitu dekat, lebih dekat dan sangat dari urat leher. Usai shalat, aku bertemu dengan Irfan. Ia datang menghampiriku. pucuk di cinta ulam pun tiba. Ia terlihat segar dan berpakaian sangat rapih, dibalut kemeja lengan panjang berwarna merah marun dan celana bahan hitam. Aku ingin diskusi masalah keuangan

    Last Updated : 2021-05-06
  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   08. GADIS MISTERIUS

    Halte kampus terlihat begitu sepi dan lengang, yang ada hanya seorang tukang batagor yang sedang menunggu pelanggannya. Kemana semua mikrolet..? sudah lima belas menit aku menunggu tetapi tidak kunjung datang. Cuaca juga sudah terlihat mendung, cahaya matahari sesekali datang dan pergi. Sepertinya aku akan terlambat ke al-Irsyad, hujan rintik mulai turun penlahan. Tak lama kemudian sebuah mikloret biru kusam datang. Beberapa orang turun. Mikrolet menjadi sepi.Aku langsung masuk dan ku duduk di pojok dalam sambil membuka kaca jendela besar-besar. Kutaruh tas ransel di samping kananku. Sungguh tidak seperti biasanya, dihari-hari biasa seperti ini mikrolet selalu padat dan penuh. Mungkin hari ini rizkiku sedang bagus, aku diberikan kenyamanan tiada tara dengan iringan angin yang berhembus kencang. Rasanya seperti menaiki mobil pribadi saja. Aku turun di pasar minggu. Baru saja aku turun, tiba-tiba mi

    Last Updated : 2021-05-21
  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   09. MIMPI BURUK UMI

    Dalam lelap, aku melihat seorang gadis kecil berusia delapan tahun berwajah oval dan berambut ikal di sebuah depan sebuah rumah mewah. Ia sedang dicambuk oleh seorang laki-laki bertubuh besar dan seram. Gadis itu meminta tolong padaku agar menyelamatkannya dari siksa yang ia derita. Aku terdiam memandangnya, ia terus menerus disiksa di depan mataku. Ku tak kuasa menolongnya. Tangan mungilnya berusaha menggapai diriku. Ia menangis dan terus menerus memohon. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa mematung. Tiba-tiba Umi datang menghampiriku sambil menangis dan memintaku untuk menolong gadis itu. Saat aku berusaha untuk menolongnya aku serentak terbangun dan beristighfar berkali-kali. Ternyata sudah Jam empat lebih s

    Last Updated : 2021-05-24
  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   10. TRAGEDI DEKAT SENTUL

    Dari kejauhan terlihat bus akhwat sudah siap-siap untuk berangkat. Para akhwat sibuk memasukan peralatannya ke dalam bus. Dini tidak ikut bersama akhwat yang lain. Ia membawa kendaraan pribadi, tak heran untukku. Dini sangat sensitif dengan tempat-tempat yang panas dan kotor. Itulah yang selalu kukatakan kepada teman-temanku apabila mereka meledekku dengannya. Aku bagai punguk dan dia bagaikan bulan. Tidak akan cocok sampai kapan pun.Aku heran, kenapa bus ikhwan belum juga datang. Tiba-tiba kejauhan Ali mengumumkan bahwa seluruh ikhwan dan akhwat diminta masuk kedalam masjid. Ada pengarahan dari pimpinan rohis yang tak lain dan tak bukan adalah Irfan. Ali salah satu ikhwan yang menjabat sebagai seksi humas di rohis. Umurnya lebih tua dua tahun dariku. Ia sangat terkenal dan aktif dalam persatuan remaja masjid sejakarta. Banyak acara yang telah di laksanakannya.

    Last Updated : 2021-05-24
  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   11. JATUH HATI

    Bagaimana aku tidak takjub melihat tempat parkir dan pekarangan yang begitu luas terbentang berhiaskan rumput berwarna hijau yang indah. Aku seperti tidak ingin beranjak dari tempat yang sejuk dan nyaman ini. Persis didepan mataku terdapat bunga-bunga bermekaran menghiasi taman, hembusan angin pegunungan bertiup kencang menyegarkan tubuhku, membuatku memutuskan untuk berkeliling sambil menikmati pemandangan villa. Disini masih terlihat beberapa peserta ikhwan sibuk menurunkan bawaannya dari dalam bus. Irfan pergi mempersiapkan kamar-kamar untuk para peserta, Seluruh panitia sudah sibuk dengan urusannya masing-masing. Villa ikhwan dan akhwat telah disiapkan saling berhadapan, jaraknya kira-kira empat puluh meter. Disamping taman kulihat keluarga yang terdiri dari Bapak, Ibu dan kedua anaknya sedang asik bercanda riang dipinggir kolam kecil.

    Last Updated : 2021-05-25

Latest chapter

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   24. TOKO PULSA MERIAH

    Setelah menyelesaikan urusanku dikampus aku langsung bergegas pulang. Sesampainya dirumah aku langsung menuju kamarku, dan aku coba menanyakan bagaimana kabar Anisa pada Irma melalui sambungan telpon. Karena aku belum sanggup untuk perjalanan jauh lagi, ini semua di akibatkan dua mahasiswa tekhnik suruhannya Dini yang tadi memukuliku di perpustakaan.Aku duduk di atas kasur lalu ku ambil handphone di saku celana dan menelpon Irma,"Assallamu'alaikum.""Wa'alaikumussallam, kau tak jadi datang kesini Mal?" Tanya Irma di sebrang sana."Maaf Ma, badanku tiba-tiba terasa sangan pegal sekali. Jadi tadi selesai dari kampus aku langsung pulang ke rumah.""Oh ya

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   23. ANCAMAN KERAS

    Setelah dari rumah Irma, aku langsung berangkat menuju kampus untuk mengembalikan buku-buku akhir semester yang pernah aku pinjam di perpustakaan, sekaligus mendaftar pengisian jadwal mata kuliah baru yang hanya di selenggarakan hari ini.Dalam perjalanan aku merasa baru mengerti dan sadar kenapa Anisa menitipkan jilbab hitamnya padaku waktu di puncak. ternyata ia takut kalau jilbabnya akan di buang dan ia juga akan disiksa oleh ayahnya. Aku terus berpikir bagaimana mencari jalan keluar untuk membantu Anisa. Ia tidak mungkin selamanya berada di rumah Irma. Ia secepatnya harus di pindahkan ke tempat yang lebih aman.Tempat dimana Anisa bisa mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan. Aku yakin cepat atau lambat orang tua Anisa pasti akan mencari Anisa, mereka tidak akan membiarkan Anisa hilang begitu saja. Aku mulai terpikir un

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   22. PENGAKUAN ANISA

    Irma berusaha menenangkan Anisa dengan memberikan pelukan hangat sambil mengusap-usap punggungnya. Wajah Anisa pucat, tubuhnya lemas, dan terdapat luka memar di pipi dan bibirnya. Itu pasti akibat tamparan keras ayahnya semalam. Irma menyuruh Anisa menceritakan pada kami apa yang terjadi. Tapi ia malah terus menangis. Aku memberikan kode pada Irma agar Anisa dibiarkan saja dulu. Karena Aku harus pergi ke kampus nanti aku kembali. Saat ingin beranjak, tiba-tiba Anisa memutuskan untuk bercerita saat ini juga, Irma kembali duduk disamping Anisa dengan wajah tertunduk. Kutunggu Anisa bicara, sambil ku alihkan pandangan agar aku tidak menatapnya. Lalu ia mulai bicara sambil terisak-isak, "Mal, aku mau minta maaf atas perilaku Dedi dan Orang tuaku yang telah menyakitimu. Semalaman aku telah disiksa oleh Ayah. Ayah bilang semala

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   21. KABAR BURUK

    Kupacu sepeda motorku dengan cepat menjauh dari rumah mewah tersebut. Setibanya di pertengahan jalan raya menuju rumah, aku dikejutkan oleh suasana jalan yang terlihat lengang dan sepi. Seperti tidak ada aktivitas. Aku menghentikan sepeda motorku sejenak. kulihat Batu-batu besar berserakan di tengah-tengah jalan. sekelompok polisi terlihat sedang berjaga-jaga dan memblokade jalan.Aku mulai panik, mungkin baru saja terjadi tawuran antar warga. Pasti anak-anak kampungku telah berbuat ulah kembali. Baru saja tiga bulan yang lalu berdamai dengan kampung sebrang, dan sekarang sudah bertikai kembali. Kuhampiri pak polisi itu dan meminta izin agar aku bisa pulang kerumah, merekapun membuka blokade dan mengizinkanku masuk. Saat aku melewati pos kemanan aku bertemu sekelompok anak-anak muda kampung yang sedang berjaga-jaga. Wajah mereka terlihat marah dan geram seperti api yang memb

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   20. MENGANTARKANMU PULANG

    Sambil menunggu Anisa di dalam masjid, Pak Iman menawarkanku bertadarus Al-Qur'an bersama usai shalat maghrib sampai menjelang Is'ya. Aku tersanjung mendengar tawarannya. Beliau mengajariku membaca Al-Quran dengan makhorijul huruf yang benar. Beliau memintaku membaca surat Al-Baqarah, aku membacanya dengan hati bahagia. Beberapa kali beliau membetulkan bacaanku. Tak terasa waktu shalat Isy'a tiba. Beliau menyuruhku mengumandangkan Adzan. Aku ikuti permintaannya. Alhamdulillah, suaraku tidak terlalu buruk. Masih cukup banyak masyarakat yang datang menunaikan shalat usai mendengar suaraku. Beliau tersenyum padaku. Usai shalat pak Iman pamit pergi kerumah temannya yang sakit. Ia mengajakku, tapi aku bilang aku sudah ada janji. Masjid masih terlihat ramai, ada beberapa orang sedang berzikir dan membaca Al-Qur'an.

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   19. UNDANGAN DAN ANCAMAN

    Setelah sekian lama berbincang-bincang, akhirnya aku meminta izin lebih pamit dulu pada Umi dan Ibu Hamadah untuk melanjutkan akivitasku menuju masjid At-Taqwa. Saat aku melintas di jalan suepomo, entah kenapa tiba-tiba ban motorku kempes. Setelah kuselidiki ternyata sebuah paku berukuran sedang telah bersarang disana. Kutarik paku itu, kemudian aku dorong motor menuju tukang tambal ban yang berjarak cukup jauh, kira-kira 2 km. Tubuhku terasa lelah, udara panas seperti memanggang kulitku, keringat mulai bercucuran. Kulihat jam tangan, sudah pukul setengah dua belas siang, tak lama lagi waktu dzuhur tiba. Sambil menunggu motorku, tiba-tiba dari kejauhan terlihat seorang kakek tua berjalan sambil memikul dagangannya. Tubuhnya kurus dan kulitnya keriput, kalau di prediksi kira-kira umurnya diatas tujuh puluh tahun. Sungguh kasihan kakek itu, entah kenapa dihari tuanya i

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   18. SELEPAS KEPERGIAN USTADZ AHMAD

    Pagi hari kira-kira pukul empat subuh. Hujan rintik-rintik perlahan turun mengguyur kota jakarta yang masih terlihat lengang. Seperti biasanya kota jakarta baru akan ramai pada pukul setengah enam pagi, dimana masyarakatnya berbondong-bondong pergi menuju kantornya masing-masing. Usai shalat shubuh, Umi sibuk membereskan perlengkapan rumah. Perabotan yang tidak terlalu penting dimasukan ke dalam kardus, untuk mencicil persiapan pindah bulan depan. Sudah hampir satu minggu ini aku tidak shalat shubuh di masjid, tapi di rumah berjamaah dengan Umi. Aku masih sedih dengan kepergian ustadz Ahmad. Kejadian ustadz Ahmad yang tiba-tiba jatuh saat menjadi imam, masih terngiang-ngiang di dalam otakku. Bagaimana aku tidak sedih. Setelah mendengar pemberitahuan meninggalnya ustadz Ahmad dari beberapa menara masjid, aku dan Umi segera berlari kembali kerumah beliau. Kesedihanku sudah ti

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   17. KEPERGIAN SANG USTADZ

    Ketika aku tersadar Umi sudah berada disisiku. Ia membangunkanku dengan cara mengelus-elus pipi. Kepalaku masih terasa berat dan kakiku terasa pegal-pegal. Ini karena hampir seharian aku berjalan kaki. Kutanyakan padanya jam berapa sekarang? Umi menjawab jam empat lewat sepuluh menit. Lalu kutanya lagi, apakah hari ini hari senin? Umi menjawab iya. Kemarin aku sudah tidak mengaji dengan ustadz Ahmad. Beliau pasti menayakanku. Aku bertanya kembali pada Umi, pakah kemarin Ustadz Ahmad datang kerumah? Umi menjawab Iya. Aku yakin Umi pasti sudah menjelaskan kenapa aku tidak datang ke masjid. Hari ini aku harus bertemu dengan ustadz Ahmad dan aku harus minta maaf padanya. Tiba-tiba tanganku terasa sangat sulit digerakkan. Umi berusaha memijat tubuh dan tanganku. Tapi ku bilan

  • DILAMAR MALAIKAT MAUT   16. PERMOHONAN DI ATAS SAJADAH

    Hujan deras mengucur berkali-kali, langit sesekali diterangi kilat yang menyambar kesana- kemari, dengan dinyanyikan suara guntur menggelegar hebat. Aku berjalan dipayungi hujan, menjejakkan langkah menuju rumah dengan membawa tas ransel dan penggorengan. Aku diam-diam pergi dari rumah itu saat mereka tertidur lelap. Hatiku seperti teriris-iris. Aku telah di siksa dan di nodai oleh Dini. Ya Allah apa yang telah aku perbuat sungguh-sungguh memalukan dan sangat-sangat memalukan! Aku telah terjerumus lembah nista dan terperosok dalam jurang kesesatan. Aku tak tahu harus berbuat apa. Bukannya aku merubah mereka agar menjadi benar tapi malah aku yang ikut terjerumus. Sungguh tak kusangka susu yang kuminum membuatku tak sadarkan diri. Tubuhku dinodai dan ditelanjangi tanpa sehelai benangpun. Aku telah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status