Share

5. gara-gara es cendol

Kukuruyuuuuk!!!

Terdengar suara yam jago menyapa alam. Kini aku dan Mas Ferdi sudah bersiap untuk jalan-jalan dengan menakai celana training dan sepatu olahraga.

Karena memang setiap minggu pagi, aku menyempatkan waktu berolahraga bersama Mas Ferdi saat kita berdua bisa bertemu. Ya meskipun kadang hanya berjalan santai mengelilingi komplek rumah ku sendiri.

Atau juga sekedar bersepeda ria dijalan besar dan pulangnya biasa kita andok makanan pecel khas madiun favorit Mas Ferdi.

Tapi kali ini, kita akan berolahraga dan jakan santai ditaman komplek baru ku ini.

"Yuuk Ma..." Ajak Mas Ferdi

"Bentar Mas, aku kunci pintu rumah dulu."

Setelah rumah ku kunci, aku dan Mas Ferdi berjalan keluar rumah menuju taman komplek. Aku lupa membawa sepeda ku ke rumah baru ku ini. Jadi terpaksa kita berjalan kaki.

Itung-itung juga olahraga. Nampak ditaman sudah ramai orang-orang yang ikut senam aerobik yang dipandu oleh pelatih senam berpakaian super ketat tersebut.

Sehingga menampak kan lekuk tubuh yang indah dam atletis.

"Lo Bu Din, gak ikut senam sekalian?"

Aku dan Mas Ferdi refelek menoleh ke arah suara tersebut

Sial sial dan sial

Itulah yang kuucapkan pertama kali dalam hatiku. Kenapa setiap hari harus bertemu wajah Bu Sri and the gank, tetangga yang ku benci. Yang kini berdiri disamping Bu Elis.

"Eeh Bu Elis, enggak Bu disini aja. Gak suka senam juga soalnya. Lagian, sekalian jagain Mas Ferdi biar gak dicuri orang, hehehe." Ucapku sambi tersenyum ramah ke arah Bu Elis

Ingat, hanya untuk Bu Elis ya, bukan untuk yang dibelah Bu Elis.

"Hahahah Bu Dina ini bisa saja bercandanya."

"Lagian siapa juga yang mau gondol lelaki kayak gitu. Meskipun ganteng tapi sayang miskin."

"Huuus, Bu Sri kalau bicara jangan ngawur donk."

Aku melihat ekspresi Mas Ferdi yang melongo mendengar ucapan Bu Sri yang ceplas ceplos. Membuat ku ingin tertawa, tak kuasa melihat dia terpukau oleh pesona mulut Bu Sri

"Lah iya bener toh Bu El, lagian disini juga banyak kok anak-anak tetangga kita yang ganteng-ganteng, tajir lagi." Ucap Bu Sri melengos melihat kearah ku dan Mas Ferdi.

"Sudah, sudah. Kalau gitu saya pamit ikut senam dulu ya Bu Din." Kata Bu Elis smabil mebgibaskan tanganya, menyuruh Bu Sri untuk diam.

"Oh iya Bu Elis, silahkan."

Setelah melihat kepergian mereka, aku oun tertawa sepuas-puasnya. 

"Kok ketawa sih Ma? Emang ada yang lucu ya?"

"Uda biasa aja kali ekspresinya Pa." Kataku sambil menyikut lengan Mas Ferdi.

"Seriusan, baru kali ini Papa kihat orang unik kayak Ibu-Ibu tadi."

"Lah ya itu, Bu Sri. Yang Mama ceritain tadi malam ke Papa." Balasku sambil menunjukNya dengan daguku

Mas Ferdi pun tampak geleng-geleng mendengar ucapanku.

"Uda gak usah digubris Pa. Namaynya juga otak kurang se-ons. Jadinya ya kayak gitu itu."

"Hahaha bisa aja kamu tuh Ma." Ucap Mas Ferdi sambil mengusuk pelan kepalaku yang tebungkus jilbab instan favoritku.

"Yuuk jalan lagi!"

Terdengar alunan musik beat yang mengiringi senam. Terlihat beberapa Ibu-Ibu dan para muda-mudi yang ikut senam sudah nampak berkeringat tapi tetap bersemangat.

Sedangkan aku dan Mas Ferdi lebih memilih jalan santai mengelilingi taman hingga beberapa putaran. Yang disuguhi dengan pemandangan beberapa pedang kecil yang sudah mangkal disini mengaus rejeki sebelum orang-orang datang.

Karena memang khusus hari minggu, para pedagang kecil diperbolehkan memasuki taman komplek menjajakan jualanya. Mulai dari makanan, minuman sampai jualan baju dan tas yang dijajakan dipinggir jalan.

Apalagi, kulihat warga komplek perumahan ini termasuk orang-orang kaya yang konsumtif. Yaa walaupun tak sekaya diriku yang low profile ini. Hihihi

"Pa, beli es cendol dulu yuk. Mana haus nih, lagian tadi lupa gak bawa minum dari rumah."

"Yaudah ayok Ma. Sekalian Papa juga pingin beli pentol."

Kita berdua pun berjalan kearah penjual es cendol. Senam pagi ini selesai, kulihat mereka sedang ngasoh sambil mengelap keringat yang keluar membasahi tubuh.

"Bang, es cendolnya dua ya!"

Ucapku pada tukang cendol yang langsung sigap melayani.

"Papa sekalian beli pentol dulu Ma."

Akupun mengangguk, dan melihat Mas Ferdi melipur kesamping penjual pentol.

"Ini Bu, es cendolnya."

"Makasih ya Bang." Akupun yang sedari duduk langsung berdiri mengambil es cendol dari tangan abangnya.

Tapi belum sempat aku menerima gelas, sesorang menyerobot dan mengambil gelas cendol pesananku.

"Aku dulu Mas, uda haus banget nih gara-gar abis senam tadi."

"Heh Bu Sri, ini pesanan saya. Enak saja asal serobot." Ucapku ketus

"Halah, kamu kan bisa nunggu lagi." Ucapnya tak kalah sewot padaku

"Gak bisa gitu dong. Ya BuSri aja yang nunggu lagi." Segera ku ambil dua gelas es cendol pesananku

"Dasar, gak pernah dididik orang tuanya buat ngalah sama orang tua apa ya. Ya maklum sih, namanya juga orang susah. Mana bisa ndidik anak hingga bener. Wong waktunya aja habis buat kerja tapi hasil seuprit."

Aku yang sedang meminum es cendol merasa meradang mendengarkan ucapanya. Tanpa sadar aku menyiramkan es cendol Mas Ferdi kearah Bu Sri

"Oooi tetangga sialan...." Teriaknya yang kutinggal begitu saja tanpa rasa bersalah

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status