**** Sore hari akupun pulang diantar Pak Joko sampai depan rumah, seusai aku mem-facial wajahku agar tidak kucel. apalagi, disini aku harus mengahadapi tetangga yang mulutnya membuat hati dan telinga memanas.Tapi saat aku pulang, aku bertemu lagi dengan segerombolan orang-orang dengan otak kurang se-ons itu sedang berghibah ditempat kerjaanya, dimana lagi kalau bukan didepan rumah Bu Sri.Disitu bagaikan sarang Ibu-Ibu tukang ghibah menumpuk dosa."Duuuh enaknya yang habis merawat diri sama simpenannya!" Terdengar suara Bu Sri menyindirku Diikuti dengan tawa mengejek pengawalnya yang seperti sangat terhibur dengan ulah Bu Sri.Aku hanya menarik nafas panjang dan menghembuskanya kuat-kuat."Kenapa, iri? Lagian tanpa harus memiliki simpanan, suami ku juga mampu kok bayarin, kalau cuman buat merawat kecantikan ku aja.. Beda sama situ yang meskipun diberikan modal perwatan tetep aja jelek, tua, keriput." Ku ucapkan kata-kata itu sesantai mungkin.Agar, mereka terpancing emosi kepadaku.
Seharian aku tak mood mau melakukan apapun. Setelah pulang kerja, aku memilih untuk berdiam dikamar. Apalagi, hari ini Mas Ferdi tak jadi pulang.Triiing....Kulihat ada pesan masuk digrup Krembangan 9, siapa lagi kalau bukan grup Ibu-Ibu komplek sini.[Assalamualaikum, jangan lupa besok kamis sore acara yasinan rutin dirumah Ibu Ajeng.]Begitulah isi pesan dari Bu Elis didalam grup. Entah, aku harus ikut atau tidak. Karena memang aku masih baru disini Kuletak kan hp ku kembali disampingku. Kini kunyalakan tv untuk mengusir kepenatan."Bu, Bu Dina?" Terdengar suara Bik Titin didepan kamarku."Iya Bik, ada apa?""Ada tamu Bik. Katanya nyonya sama tuan."Degh!!!Nyonya sama tuan? Siapa?Papi Mami? Atau Bunda dan Papa, kedua mertuaku? Masak iya sih mereka kesini gak bilang-bilang. Akupun langsung berjalan menuju pintu dan membukanya."Siapa Bik?" Tanya ku penasaran"Nyonya sama Tuan, Bu!" Uda ditunggu didepan.Akupun segera berjalan cepat keruang tamu.. kini, kulihat kedua sosok orang y
***Pagi ini, aku memang sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Karena memang tadi malam aku tidur lebih cepat. Itu kulakukan untuk menghindari percakapan antara aku dan Mami."Bu, persediaan bahan-bahan didapur sudah hampir menipis." Ucap Bik Titin menghampiriku yang sedang minum air putih dan duduk dimeja makan."Yasudah, nanti langsung belanja ke pasar aja Bik. Beli keperluan yang bisa buat sebulan juga.""Iya Bu, kalai gitu nanti Bibik beli beras sekarung sekalian ya Bu.""Iya Bik Tin atur aja. Bentar saya ambil kan dlu uangnya."Akupun masuk kembali kedalam kamar mengambil uang untuk belanjaan Bik Titin."Nih Bik uangnya!" Kuberikan duapuluh lembar uang seratus ribuan "Ba-banyak banget Bu uang belanjanya!" Kulihat tanganya sedikit bergetar menerima uang itu.Tampak Bik Titin terkejut aku memberikan uang belanja sebanyak itu padanya. Mungkin dulu waktu didesa, uang belanjanya tak sebesar itu."Iya buat jaga-jaga aja Bik. Nanti takutnya malah kurang. Sekalian, buat ongkos Bik T
*****"jelaskan maksutnya apa Din?"Pertanyaan Mami bagaikan panab yang menghujam hatiku. Rahasia yang ku tutup-tutupi pun akhirnya terbongkar.Bahkan Mami harus tau dengan mata kepalanya sendiri. Kini aku sudah tak bisa untuk berbohong pada Mami apalagi untuk menutupinya.Ku coba menelan ludah yang sebenarnya sudah mengering. Bingung dan takut meruak jadi satu didalam hatiku. Sekita nyali ku pun jadi ciut, apalagi melihat ekspresi Mami yabg tampak kaget dan marah padaku."I-itu..." Aku menggaruk tengkuk ku yang sebenarnya tak gatal.Tapi Mami malah melotot kearah ku. "Ayo ceapt jelaskan Din!" Suara Mami sedikit meninggi akibat aku ta segera menjawab pertanyaan nya.Papi yang tak tau apa yang terjadi, juga hanya bisa diam dan bingung. Apalagi saat melihat Mami marah, sudah pasti Papi gak bakal berani berucap."Din! Kamu dengar ucapan Mami gak sih? Sari tadi ditanyain jawabnya cuman am em am em doang." Mami mencebik sebal padaku."Duduk dulu Mi, Din... Coba kamu jelaskan ke Mami sama
****** Setelah berganti pakaian, Mami pun langsung menyusul kita yang sudah ada didalam mobil."Lama banget sih Mi ganti bajunya." Terlihat raut muka Papi yang sedikit bete akibat menunggu Mami."Yee namanya juga wanita Pi, pasti lama dong. Belum juga pakai makeup nya."Mami pun ikut memanyunkan bibirnya.Brmmmm....Mesin mobil dinyalakan, dan dengan segera Papi menjalankan perlahan mobil menjauhi rumah menuju kantor yang hanya berjarak beberapa meter saja.Baru beberapa menit, sudah terlihat kerumunan orang-orang aneh bin ajaib yang sedang berkumpul didepan rumah ketua gank mereka. Siapa lagi kalau bukan rumah Bu Sri, yang mereka anggap sebagai markas utama."Ck, tetanggamu itu kok kurang kerjaan banget sih Din. Masa' pagi-pagi uda pada ngegosip." Ucap Mami sambil mendengkus heran"Biarin aja Mi, lagian mereka kan orang kaya. Suaminya kerja, dirumah sudah ada Art, jadi mereka mau ngapain kalau gak ghibah!" Ucap ku santai sambil berbalas pesan dengan Mas Ferdi, suamiku yang sangat k
Hari ini adalah hari kepulangan Mas Ferdi. Sebenarnya aku ingin mengajak Mami dan Papi untuk menjemputnya.Tapi apalah daya, Papi ada panggilan mendadak dari rekan bisnisnya dulu. Hingga beliau memutuskan untuk kembali kekota sore hari setelah menjemputku pulang dari kantor.Drrrttt.... Dddrrrrttt... Dddrrrtttt....Terdengar ponselku berdering beberapa kali. Ternyata asa panggilan masuk dari Pak Joko supir kantorku."Selamat pagi Bu, ini saya udah ada didepan rumah Bu Dina.""Ooh iya, masuk aja Pak. Duduk dulu diruang tamu.""Baik Bu kalau gitu."Sambungan telepon ku putus.Sengaja aku menyuruh Pak Joko kesini untuk mengantarkan mobil yang bakal aku gunakan untuk menjemput Mas Ferdi. Biar sekalian jalan-jalan sebentar melepas rindu.Ternyata memang benar, menahan rindu itu berat, bahkan sungguh sangat berat.Setelah selesai memoles make up, aku keluar dari kamar menemui Pak Joko yang sudah duduk disofa ruang tamu."Pagi Bu..." Sapanya"Iya pagi juga Pak, makasih sudah mau saya repotka
"Anj*ng lo, perjt ku jadi sakit nih!!!" Pekik Bu Fitri dengan suara tangisanya yang begitu memilukan.Kutepuk kedua tanganku berusaha membersihkan debu dan sisa najis akibat memegang rambut wanita idiot ini."Heh, dasar wong gendeng. Kamu tuh cuman wadga baru disini. Berani-beraninya kamu bertingkah kayak gini." Ucap Bu Sri yang sambil menuding ke arah muka ku karena tak terima jika temanya kalah bertarung dengan ku.Mendengar ucapanya, aku pun tersenyum sinis penuh kemenangan."Makanya kalau punya mulut tuh jangan kayak comberan. Untung juga tuh mulut enggak aku kremes kayak ayam kremes." Ucapku sambil memainkan tangan seolah-olah sedang meremas sesuatu.Melihat tingkahku yang tak takut, Bu Sri pun jadi terpancing. Sedangkan Ibu-ibu yang lain meredam emosiku."Dasar, wanita miskin. Makanya gak punya moral dan tata krama yang baik. Ya gini ini, sifat pelakor, gak mau kalah." Bu Sri begitu berapi-api saat menghina ku. Ciiih, dasar tua bangka tak sadar diri. Bukanya banyak beribadah m
"Assalamualaikum...""Waalaikumsalam..."Setelah mengucap salam kepada Bik Titi, akupun mulai melajukan mobil keluar rumah. Terlihat didepan rumah Bu Sri, mereka masih berkumpul."Ck, orang-orang gila itu ngapain sih masih kumpul-kumpul disitu." Gerutu ku sambil memukul pelan setir mobil.Tiiiiinnn....Aku sengaja menekan klakson mobil untuk menyapa mereka, tapi lebih tepatnya mengagetkan mereka sih, hihihi.Mereka semua terlihat kaget saat mendengar klakson mobilku yang keras. Dan saat ku lirik dari kaca spion, mereka menuding dan mengumpat padaku."Hahahaha mampus gak tuh." Akupun tertawa puas melihat mereka yang emosi kepadaku.Tepat pukul sepuluh pagi, akupun telah sampai dibandara. Dan sekitar sepuluh menitan, akhirnya aku melihat batang hidung suamiku, Mas Ferdi.Sungguh hari ini adalah hari bahagia ku, setelah beberapa hari berpisah jauh darinya karena pekerjaan."Papa... Uuh kangen banget deh!" Aku pun berlari kecil kearahnya dan langsung memeluknya erat."Aduuuh tumben banget