***Pagi ini, aku memang sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Karena memang tadi malam aku tidur lebih cepat. Itu kulakukan untuk menghindari percakapan antara aku dan Mami."Bu, persediaan bahan-bahan didapur sudah hampir menipis." Ucap Bik Titin menghampiriku yang sedang minum air putih dan duduk dimeja makan."Yasudah, nanti langsung belanja ke pasar aja Bik. Beli keperluan yang bisa buat sebulan juga.""Iya Bu, kalai gitu nanti Bibik beli beras sekarung sekalian ya Bu.""Iya Bik Tin atur aja. Bentar saya ambil kan dlu uangnya."Akupun masuk kembali kedalam kamar mengambil uang untuk belanjaan Bik Titin."Nih Bik uangnya!" Kuberikan duapuluh lembar uang seratus ribuan "Ba-banyak banget Bu uang belanjanya!" Kulihat tanganya sedikit bergetar menerima uang itu.Tampak Bik Titin terkejut aku memberikan uang belanja sebanyak itu padanya. Mungkin dulu waktu didesa, uang belanjanya tak sebesar itu."Iya buat jaga-jaga aja Bik. Nanti takutnya malah kurang. Sekalian, buat ongkos Bik T
*****"jelaskan maksutnya apa Din?"Pertanyaan Mami bagaikan panab yang menghujam hatiku. Rahasia yang ku tutup-tutupi pun akhirnya terbongkar.Bahkan Mami harus tau dengan mata kepalanya sendiri. Kini aku sudah tak bisa untuk berbohong pada Mami apalagi untuk menutupinya.Ku coba menelan ludah yang sebenarnya sudah mengering. Bingung dan takut meruak jadi satu didalam hatiku. Sekita nyali ku pun jadi ciut, apalagi melihat ekspresi Mami yabg tampak kaget dan marah padaku."I-itu..." Aku menggaruk tengkuk ku yang sebenarnya tak gatal.Tapi Mami malah melotot kearah ku. "Ayo ceapt jelaskan Din!" Suara Mami sedikit meninggi akibat aku ta segera menjawab pertanyaan nya.Papi yang tak tau apa yang terjadi, juga hanya bisa diam dan bingung. Apalagi saat melihat Mami marah, sudah pasti Papi gak bakal berani berucap."Din! Kamu dengar ucapan Mami gak sih? Sari tadi ditanyain jawabnya cuman am em am em doang." Mami mencebik sebal padaku."Duduk dulu Mi, Din... Coba kamu jelaskan ke Mami sama
****** Setelah berganti pakaian, Mami pun langsung menyusul kita yang sudah ada didalam mobil."Lama banget sih Mi ganti bajunya." Terlihat raut muka Papi yang sedikit bete akibat menunggu Mami."Yee namanya juga wanita Pi, pasti lama dong. Belum juga pakai makeup nya."Mami pun ikut memanyunkan bibirnya.Brmmmm....Mesin mobil dinyalakan, dan dengan segera Papi menjalankan perlahan mobil menjauhi rumah menuju kantor yang hanya berjarak beberapa meter saja.Baru beberapa menit, sudah terlihat kerumunan orang-orang aneh bin ajaib yang sedang berkumpul didepan rumah ketua gank mereka. Siapa lagi kalau bukan rumah Bu Sri, yang mereka anggap sebagai markas utama."Ck, tetanggamu itu kok kurang kerjaan banget sih Din. Masa' pagi-pagi uda pada ngegosip." Ucap Mami sambil mendengkus heran"Biarin aja Mi, lagian mereka kan orang kaya. Suaminya kerja, dirumah sudah ada Art, jadi mereka mau ngapain kalau gak ghibah!" Ucap ku santai sambil berbalas pesan dengan Mas Ferdi, suamiku yang sangat k
Hari ini adalah hari kepulangan Mas Ferdi. Sebenarnya aku ingin mengajak Mami dan Papi untuk menjemputnya.Tapi apalah daya, Papi ada panggilan mendadak dari rekan bisnisnya dulu. Hingga beliau memutuskan untuk kembali kekota sore hari setelah menjemputku pulang dari kantor.Drrrttt.... Dddrrrrttt... Dddrrrtttt....Terdengar ponselku berdering beberapa kali. Ternyata asa panggilan masuk dari Pak Joko supir kantorku."Selamat pagi Bu, ini saya udah ada didepan rumah Bu Dina.""Ooh iya, masuk aja Pak. Duduk dulu diruang tamu.""Baik Bu kalau gitu."Sambungan telepon ku putus.Sengaja aku menyuruh Pak Joko kesini untuk mengantarkan mobil yang bakal aku gunakan untuk menjemput Mas Ferdi. Biar sekalian jalan-jalan sebentar melepas rindu.Ternyata memang benar, menahan rindu itu berat, bahkan sungguh sangat berat.Setelah selesai memoles make up, aku keluar dari kamar menemui Pak Joko yang sudah duduk disofa ruang tamu."Pagi Bu..." Sapanya"Iya pagi juga Pak, makasih sudah mau saya repotka
"Anj*ng lo, perjt ku jadi sakit nih!!!" Pekik Bu Fitri dengan suara tangisanya yang begitu memilukan.Kutepuk kedua tanganku berusaha membersihkan debu dan sisa najis akibat memegang rambut wanita idiot ini."Heh, dasar wong gendeng. Kamu tuh cuman wadga baru disini. Berani-beraninya kamu bertingkah kayak gini." Ucap Bu Sri yang sambil menuding ke arah muka ku karena tak terima jika temanya kalah bertarung dengan ku.Mendengar ucapanya, aku pun tersenyum sinis penuh kemenangan."Makanya kalau punya mulut tuh jangan kayak comberan. Untung juga tuh mulut enggak aku kremes kayak ayam kremes." Ucapku sambil memainkan tangan seolah-olah sedang meremas sesuatu.Melihat tingkahku yang tak takut, Bu Sri pun jadi terpancing. Sedangkan Ibu-ibu yang lain meredam emosiku."Dasar, wanita miskin. Makanya gak punya moral dan tata krama yang baik. Ya gini ini, sifat pelakor, gak mau kalah." Bu Sri begitu berapi-api saat menghina ku. Ciiih, dasar tua bangka tak sadar diri. Bukanya banyak beribadah m
"Assalamualaikum...""Waalaikumsalam..."Setelah mengucap salam kepada Bik Titi, akupun mulai melajukan mobil keluar rumah. Terlihat didepan rumah Bu Sri, mereka masih berkumpul."Ck, orang-orang gila itu ngapain sih masih kumpul-kumpul disitu." Gerutu ku sambil memukul pelan setir mobil.Tiiiiinnn....Aku sengaja menekan klakson mobil untuk menyapa mereka, tapi lebih tepatnya mengagetkan mereka sih, hihihi.Mereka semua terlihat kaget saat mendengar klakson mobilku yang keras. Dan saat ku lirik dari kaca spion, mereka menuding dan mengumpat padaku."Hahahaha mampus gak tuh." Akupun tertawa puas melihat mereka yang emosi kepadaku.Tepat pukul sepuluh pagi, akupun telah sampai dibandara. Dan sekitar sepuluh menitan, akhirnya aku melihat batang hidung suamiku, Mas Ferdi.Sungguh hari ini adalah hari bahagia ku, setelah beberapa hari berpisah jauh darinya karena pekerjaan."Papa... Uuh kangen banget deh!" Aku pun berlari kecil kearahnya dan langsung memeluknya erat."Aduuuh tumben banget
******Setelah menghabiskan waktu bersama Mas Ferdi, kita pun akhirnya pulang pada sore hari.Dan saat melewati depan rumah Bu Sri, aku tak melihat kumpulan Ibu-Ibu komplek yang sedang bergosip."Tumben banget ya, mereka gak kumpul-kunpul" batinku sambil memeperhatikan didalam rumah Bu Sri yang terlihat sedikit ramai."Ma, ada apa sih kok tumben didalam rumah musuhmu ini ramai? Biasanya kam cuman didepan rumah nya aja." Ucap Mas Ferdi yang ternyata juga ikut memperhatikanAku mengendik kan bahu tapi tetap menatap kesana karena penasaran."Tadi pagi enggak serame ini deh Pa soalnya.""Mungkin aja dia kedatangan tamu Ma. Makanya rumahnya rame."Hmmm mungkin juga Pa."Akhirnya mobil pun terparkir didepan halaman rumah ku yang sedkit sempit ini. Dan tak lupa aku langsung menghubungi kembali Pak Joko untuk mengambil mobilnya.Karena jika diparkir dirumah, aku takut akan membuat mereka curiga jika mobil ini memang milik ku."Pak, jemput mobil dirumah ya, soanya aku juga uda sampai rumah."K
*****"Bu Din, ayo pulang..." Ajak Bu Rusmi setelah melihatku bersalaman dengan Bu Sri.Aku lalu menghampirinya dan ikut berjalan pulang beriringan dengan Bu Rusmi. Tak lupa juga aku membawa buah tangan dari acara syukuran dirumah Bu Sri."Bu, kok tadi aku diundang ya? Padahal kan tadi pagi aku uda buat dia marah besar?" Tanya ku penuh penasaran."Mmm, maaf nih ya Bu Din mungkin Bu Sri mau sombong ke Bu Din soal anak perempuanya yang cantik itu."Aku tersenyum kecut mendengar ucapan Bu Rusmi. Hingga akhirnya kita pun berpisah didepan rumah kita masing-masing.Dan langsung masuk kedalam rumah menemui Mas Ferdi."Tadi acara apa emangnya Ma?" Tanya Mas Ferdi saat aku duduk dimeja riasku membersihkan make up.Aku menghembuskan nafas kuat, lalu menjawab pertanyaan suamiku itu."Papa tau..."Mas Ferdi tampak menggelengkan kepalanya."Itu tadi syukuran kedatangan putri Bu Sri yang baru lulus kuliah di London. Tapi, ada sesuatu yang lebih parah dari itu Pa!" Ucapanku menggantung."Lebih parah