Share

7.Art baru

Aku pun mulai mengetik pesan pada grup krembangan 9 itu.

[Assalamualaikum Bu, Ibu. Perkenalkan saya Bu Dina, warga baru]

[Waalaikumsalam, iya salam kenal Bu] 

Beberapa Ibu-Ibu pun membalas salam dariku.

[Begini Bu, saya disini sebenarnya mau minta tolong sama Bu Ibu. Barangkali ada yang punya kenalan Art?]

[Bu Dina lagi cari ya? Mau yang gimana Bu]

[Cari saja ditempat penyaluran aja Bu. Biasanya lebih terpercaya]

[Sebentar Bu, saya tanyakan art saya. Barangkali dia punya temen atau kenalan art]

[Buat kapan Bu Dina? Sebentar saya carikan info dulu ya!]

Dan berbagai ragam respon baik dari ibu-ibu.

[Kalau bisa secepatnya ya Bu. Besok kerja juga bisa. Kalau bisa yang sudah Ibu-ibu yang memang sudah berpengalaman. Sebelumnya terimakaaih banyak ya Bu Ibu]

Kataku membalas pesan Ibu-ibu yang lainya. Tapi aku sedikit tersentil saat membaca balasan dari Bu Sri.

Balasan pesan yang memang ku tunggu-tunggu dari tadi. Entah kenapa aku mulai kecanduan untuk menjaili dia.

Mungkin semua karena ulah Bu Sri duluan yang memulai, hingga aku terbiasa. Hehehehe

[Ya ampun, ngapain juga harus cari art di grup sih. Kan langsung cari dipenyalur juga bisa]

Pesan darinya hanya ku baca tanpa ku balas.

[Lagian ya, kalau susah itu jangan belagak. Memding uang untuk art ditabung aja. Itung-itung buat masa depan anak. Kalau tidak, biar bisa beli rumah sendiri. Biar g ngontrak]

Pfftt, membaca pesanya saja membuatku ingin tertawa terpingkal-pingkal.

Mas Ferdi yang sedari memperhatikan ku senyum-semyum sendiri pun curiga.

"Ma, kamu gak papa?"

Kudongak kan kepala menghadap Mas Ferdi. Yang sesari tadi menunduk menatap layar hp.

"Memangnya kenapa Pa?" Tanya ku tak paham dengan ucapan Mas Ferdi.

"Ya habis Mama dari tadi senyum-senyum sendiri."

"Emang lagi Wa an sama siap sih, kok kelihatanya seru banget." 

Mas Ferdi kelihatan kepo, sampai-sampai dia merebut hp dari tangan ku.

"Orang ini lagi?" 

"Hahahaha terus mau siapa lagi? Kalau bukam orang aneh bin ajaib itu Pa!" Seruku 

"Kenapa Mama gak jujur aja sih kalau kita bukan orang miskin?"

Aku yang mendengar ucapan Mas Ferdi langsung tersenyum

"Belum saatnya Pa. Kalau Mama ngaku sekarang jadi gak seru dong!"

"Emang Mama gak capek berhubungan sama orang kek gitu? Dia bukan level kita Ma." Terlihat Mas Ferdi sedikit kesal juga padaku 

Karena aku malah meladeni Bu Sri yang kurang se-ons itu.

"Bukan gitu Pa, lagian kapan lagi ada orang yang berani ngehina Mama kalau bukan dia. Jadi Mama merasa hidup ada tantanganya."

"Apalagi musuhnya Emak-emak kurang kerjaan." Ucapku sambil menggenggam lembut tangan Mas Ferdi

"Yasudah terserah Mama aja. Kalau dia sudah kebangetan, Mama jangan diem aja."

"Iya sayang kuh." Ku berikan kecupan sayang di pipi Mas Ferdi.

Walaupun usia pernikahan kita sudah menginjak dua tahun, tapi setiap hari tetap terasa seperti pengantin baru aja.

Klunting!!!

Terdengar ada pesan masuk lagi dihp ku. Tapi pesan kali ini dikirim langsung sama Bu Elis secara japri.

[Assalamualaikum Bu Dina? Gimana Bu, uda dapet art nya belum?]

[Waalaikumsalam, belum Bu. Ini masih nyari.]

[Gini Bu,  ini saya punya kenalan penyalur art. Kalau Bu Dina berminat, bisa nanti saya tanyakan ke orangnya, sesuai dengam kriteria yang Bu Dina mau.]

[Waah boleh Bu, kalau bisa besok sudah boleh kerja. Karena memang saya butuh secepatnya.]

[Iya saya tanyakan dulu ya Bu, nanti saya kabari lagi kalau sudah dapat info dari teman saya]

[Makasih banyak ya Bu Elis. Maaf kalau merepotkan]

[Gak papa Bu Din, malah saya senang kalau bisa bantu warga lainya. Sama-sama.]

Akupun kembali tersenyum, setidaknya masih banyak ibu-ibu komplek sini yang berhati baik. Walaupun ada juga segelintir warga yang resek.

Sebenarnya, aku tak perlu susah-susah mencari. Sebab sekali telepon Andin asisten ku, kapan pun aku membutuhkan art yang ku mau bakal datang.

Tapi karena memang niatku yang sengaja menggoda Bu Sri,  maka niatku meminta tolong pada dia ku urungkan.

"Ma, nanti sore ikut Papa ke mall. Buat belanja kemeja lagi ya?"

"Siap pa." Kataku sambil mengacungkan jempol.

****

Tepat pukul 4 sore aku menunggu Pak Joko, sopir kantor yang akan mengantar kan aku sama Mas Ferdi untuk berbelanja.

Karena tak mungkin juga aku sama Mas Ferdi naik sepeda motor saat pergi ke mall. Masak seorang direktur ke mall naik sepeda, apa kata dunia? Hehehe maaf canda.

Terlihat juga Ibu-Ibu komplek kunsednag berkempul didepan rumah Bu Rusmi. Maklum, disini Bu Rusmi memang umurnya lebih tua dari Ibu-Ibu yang lainya.

Lima menit menunggu, akhirnya Pak Joko pun datang. Terlihat Ibu-Ibu itu pun menoleh kearah mobil Pak Joko. Yang sengaja memakai mobil alphard putih saat menjemputku. Kemudian dia membukakan pintu untuk ku dan Mas Ferdi. 

"Sore Pak, Bu. Maaf menunggu lama." Ucap Pak Joko

"Gak papa Pak. Yasudah antar kita ke mall ya."

Pak Joko pun mengangguk. Akan tetapi, belum sempat Pak Joko menutup pintu mobil, salah satu Ibu komplek mencibirku

"Kasian ya Bu, kalau jadi orang miskin. Naik mobil aja harus sewa dari ojol."

Pak Joko yang mendengar ucapan itu pun melotot kearah Ibu itu.

"Sudah Pak, biarin aja. Anggap aja orang gila. Kita berangkay aja."

Pak Joko pun menutup pintu dan berjjalan kedepan duduk ditempat supir. Kemudian melajukan mobil meninggalkan ibu-ibu yang masih terpukau dengan mobil Pak Joko.

Eh maksut ku, mobil milik ku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status