Hari ini, tepat dua bulan kehamilan ku. Aku sedikit merasakan kesusahan akibat kurangnya asupan yang bisa masuk kedalam perutku.Hanya makanan dan minuman tertentu saja yang bisa masuk. Kadang, saat aku memaksakan untuk memakan atau meminumnya, beberapa saat kemudian pasti bakal aku muntahkan.Sampai-sampai pekerjaan ku kini kembali diambil alih oleh Papi. Karena Papi tak tega melihat ku yang terlihat lemah dan aku hanya lebih banyak waktu diatas kasur."Sayang, kita periksa aja ya! Papa kuatir banget nih, wajah Mama oucat sekali." Ucap Mas Ferdi yang habis melihatku kembali memuntahkan isi perut."Mama takut kalau disuruh opname Pa, Papa tau sendirikan kalau Mama takut iinfus." Jelasku yang sudah takut duluan membayangkan kala memdapat suntikan ditubuhku.Iiiiu mengerikan, membayangkan saja membuat bulu kuduk ku merinding."Enggak Ma, kita cuman periksa aja. Bismillah gak sampai opname kok. Kita minta vitamin aja. Mama mau ya!"Mas Ferdi nampak memohon padaku, dia menggenggam erat ta
Mereka semua langsung terdiam mendengar ucapan Mas Ferdi. Nampak dari raut muka mereka, terlihat takut."Maaf ya Pak Ferdi, jangan dibawa emosi. Maklum, namanya juga Ibu-ibu. Jadi mulutnya sedikit bocor." Bela Bu Rusmi.Mas Ferdi menghela napas panjang. Sebenarnya dia juga gak suka berhadapan dengan Ibu-ibu. Tapi mau bagaimana lagi, ucapan mereka memang sangat keterlaluan."Bukan begitu Bu Rusmi, harusnya ucapan bisa dijaga. Apalagi, kalian ini sudah berumurm yang pasti bisa membedakan mana ucapan yang benar, dan mana ucapan yang salah.""Saya dan istri saya heran, padahal selama saya disini, saya sama sekali tak pernah mengganggu ataupun menyenggol siapapun. Tapi kenapa kalian nampak tak suka?""Kalian semua baru nampak manis saat tau bahwa kami seorang miliyarder." Jelas Mas Ferdi panjang lebar.Mereka tetap diam, tak ada satupun yang bersuara. Tak seperti tadiz mereka sibuk mencibirku. Padahal, aku sendiri juga tak menginginkan hal ini terjadi.Aku juga ingin, selama hamil menjadi
Setelah beberapa hari opname, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang. Mas Ferdi memutuskan agar aku kembali pulang kerumah.Aku pun menyetujui keinginan Mas Ferdi dan meninggalkan Bik Titin dirumah sendiri untuk beberapa bulan ini. Bik Titinlah yang membantu kami berdua untuk membereskan beberapa baju yang akan aku bawa kembali kerumah."Bik, kita peegi dulu ya. Kalau ada apa-ap jangan sungkan untuk menghubungi sata ataupun Mas Ferdi." Pamit ku pada Bik Titin sebelum pergi"Iya Bu, duuh Bibik kok jadi melow gini ya Bu, mau ditinggal Ibu!""Hahahaha besok tujuh bulanan aja ya Bibik kesana. Sekarang Bibik jaga rumah dulu.""Baik Bu... Bu Dina sehat-sehat disana ya!" Aku dan Bik Titin pun berpelukan. Karena aku sudah menganggapnya seperti saudara ku sendiri."Yasudah, kalau gitu kami berangkat dulu ya Bik?" Ucap Mas Ferdi membuatku melepaskan pelukan ke Bik Titin"Iya Pak, hati-hati dijalan ya. Semoga sampai tujuan dengan selamat." Bik Titin menyeka air mata yang sudah keluar dari pel
seminggu sebelum acara, aku memang sengaja meminta Bik Titin untuk mencatat nama tetangga baru ku yang akan ikut kemari, merayakan acara syukuran tujuh bulanan kehamilan ku."Totalnya dua puluh tujuh orang ya Bu yang mai ikut!" "Iya Bik, makasih ya... Oh ya, nanti kabarin kemereka ya, nanti kesininya naik elf aja.""Maksut Bu Dina gimana ya Bu, hehehe maaf Bibik nggak paham.""Gini Bik, besok waktu acara, aku sewain elf buat antar itu Ibu-Ibu kesini. Jadi gak usah susah-susah bawa mobil sendiri." Jelasku"Masyaallah, seriusan ini Bu... Duuh Bu Dina baik banget sih, masih mau-maunya aja ngebaikin mereka yang jahat.""Uda, gak papa Bik. Lagian juga ini semua berkat mereka, akhirnya aku bisa hamil waktu disana. Karena mungkin waktu disana, aku terdholimi. Makanya doa ku terkabul. Hahaha." Tawa ku disela canda."Hahaha Bu Dina bisa aja. Tapi kalau dipikir-pikir bener juga ya Bu!""Hmmm... Oh ya, Bibik kesininya sekalian bareng mereka aja ya. Soalnya nanti aku juga ajak empat orang staff
Aku meminta Bik Asih mengajaknya kekamar tamu untuk berganti pakaian. Karena hari juga sudah mau menjelang maghrib. Dan acara pengajian tujuh bulanan mau diadakan."Bik, tolong ambilkan baju Bibik ya... pinjamkan sama Bu Fitri." Ucapku saat kita bertiga sudah ada didalam kamar."Huhuhu Bu Din, saya pakek baju Bu Din ya! Pinjem baju yang bagusan dikit.""Masa' iya saya pakek baju pembantu, gengsi dong saya!"Aku hanya bisa menelan saliva mendengar ucapan Bu Fitri."Dasar orang gak tau diri, bisanya malah merepotkan saja!" Gerutuku dalam hati"Bu, meskipun saya hanya pembantu disini, baju-baju saya malah lebih mahal ketimbang baju butut yang Ibu pakek ini!" Cebik Bik Asih yang tak terima atas hinaan Bu Fitri."Heee ya mana ada, baju orang miskin kayak kamu lebih mahal dari baju saya yang orang kaya?" Tanya nya"Lagian kamu dapet uang dari mana buat beli baju mahal? Pasti kamu nyuri ya dirumah ini?" Aku dan Bik Asih sama-sama mendelik kearah Bu Fitri. Bisa-bisanya dia memfitnah orang se
Pov Bu Fitri"Pa, ayo berangkat... Nanti kita telat lo!"Kulihat Mas Aldo yang masih nampak santai memainkan hp nya. Padahal aku sudah bersiap dari tadi. Seketika rasa jengkel terhadap Mas Aldo merasuki hati dan jiwaku."Kamu aja yang berangkat Ma, Papa mau kerja.""Mesti deh, tiap kali diajak kontrol gak pernah mau. Katanya pingin punya anak, tapi gak mau usaha. Masa' tiap periksa cuman aku aja yang datang. Dipikirnya aku aja apa yang bermasalah!" Gerutuku bersungut-sungut"Iya iya, orang kok bisanya ngomeeel aja..." Akhirnya dia pun beranjak dari sofa.Begitulah Mas Aldo, setiap kali diajak konsultasi masalah ini, dia selalu saja menolak. Aku sampai jengah jika ingin mengajaknya periksa.Dengan langkah malas dan gontai, Mas Aldo akhirnya menuruti perkataan ku.Dia pun masuk kedalam kamar berganti pakaian dan mengambil kunci mobil. Sedangkan aku menunggunya diruang tamu.Ketika dia keluar, aku pun mengekorinya dan masuk kedalam mobil. Mas Aldo lantas menyalakan mesin mobil, memanaska
Hari ini tepat hpl ku. Tapi aku belum juga mendapatkan tanda-tanda melahirkan. Kini diriku mulai dilanda rasa gelisah.Bahkan sempat terfikir untuk ku melakukan operasi sesar. Karena takutnya terjadi hal yang tak diinginkan. Takut jika dia keracunan air ketuban, atau pun air ketuban rembes dan habis."Kita periksa lagi yuk Pa. Mama kok ngerasa galau gini." Tukasku."Sabar Ma, kamu cuman terbawa suasana aja. Rileks ya!" Jawab Mas Ferci yang memeluk ku, agar aku merasa sedikit lebih tenang.Tak lupa dia memberikan kecupan sayang dipucuk kepalaku Dua hari berlalu, aku masih belum juga mendapatkan tanda-tanda melahirkan. Aku pun mengajak Mas Ferdi untuk kontrol. Rasa khawatirku begitu besar merasuki jiwa."Pa, pokoknya sekarang kita kontrol. Bawa sekarang tas nya." Ucapku tegas pada Mas ferdi yang akhirnya menuruti keinginan ku.Kita berdua pun berangkat ke rumah sakit sambil membawa perlengkapan yang sudah jauh hari ku persiapkan demi menyambut buah hati tercinta kami.Sambil menunggu n
Kelahiran Arshaka membuat hidupku yang berwarna semakin bersinar. Tak henti-hentinya diri ini mengucap syukur yang teramat dalam.Apalagi melihat wajah kakek dan nenek Arshaka yang nampak lebih bahagia ketimbang kami orang tuanya sendiri. Bahkan mereka sampai ikut menitik kan air mata bahagia kala melihat cucu yang telah lama di idam-idamkan lahir kedunia.Bayi mungil itu bergantian digendong oleh mereka. Bahkan tak henti-hentinya mereka memandang Arshaka dengan penuh cinta yang sedang tertidur di boxnya.Ooeeek... Ooeeek..."Duuuuh cucu Oma nangis nih... Kayak nya laper ya. Yuuuk dianter Oma ke Mama yuuk..." Hari ini kebetulan Bunda lah yang menunggu ku.Karena Papi dan Mami harus kekantor karena ada meeting penting bersama Mas Ferdi. "Nih Nduk, susuin dulu anak ganteng nya. Kalau uda biar Bunda yang gendong kamu istirahat aja gih." UcapnyaKuambil bayi ku dari gendongan Bunda, dan mulai menyusuinya. Awalnya memang aku sedikit kesusahan saat ingin menyusuinya. Mungkin karena belum t