Aku meminta Bik Asih mengajaknya kekamar tamu untuk berganti pakaian. Karena hari juga sudah mau menjelang maghrib. Dan acara pengajian tujuh bulanan mau diadakan."Bik, tolong ambilkan baju Bibik ya... pinjamkan sama Bu Fitri." Ucapku saat kita bertiga sudah ada didalam kamar."Huhuhu Bu Din, saya pakek baju Bu Din ya! Pinjem baju yang bagusan dikit.""Masa' iya saya pakek baju pembantu, gengsi dong saya!"Aku hanya bisa menelan saliva mendengar ucapan Bu Fitri."Dasar orang gak tau diri, bisanya malah merepotkan saja!" Gerutuku dalam hati"Bu, meskipun saya hanya pembantu disini, baju-baju saya malah lebih mahal ketimbang baju butut yang Ibu pakek ini!" Cebik Bik Asih yang tak terima atas hinaan Bu Fitri."Heee ya mana ada, baju orang miskin kayak kamu lebih mahal dari baju saya yang orang kaya?" Tanya nya"Lagian kamu dapet uang dari mana buat beli baju mahal? Pasti kamu nyuri ya dirumah ini?" Aku dan Bik Asih sama-sama mendelik kearah Bu Fitri. Bisa-bisanya dia memfitnah orang se
Pov Bu Fitri"Pa, ayo berangkat... Nanti kita telat lo!"Kulihat Mas Aldo yang masih nampak santai memainkan hp nya. Padahal aku sudah bersiap dari tadi. Seketika rasa jengkel terhadap Mas Aldo merasuki hati dan jiwaku."Kamu aja yang berangkat Ma, Papa mau kerja.""Mesti deh, tiap kali diajak kontrol gak pernah mau. Katanya pingin punya anak, tapi gak mau usaha. Masa' tiap periksa cuman aku aja yang datang. Dipikirnya aku aja apa yang bermasalah!" Gerutuku bersungut-sungut"Iya iya, orang kok bisanya ngomeeel aja..." Akhirnya dia pun beranjak dari sofa.Begitulah Mas Aldo, setiap kali diajak konsultasi masalah ini, dia selalu saja menolak. Aku sampai jengah jika ingin mengajaknya periksa.Dengan langkah malas dan gontai, Mas Aldo akhirnya menuruti perkataan ku.Dia pun masuk kedalam kamar berganti pakaian dan mengambil kunci mobil. Sedangkan aku menunggunya diruang tamu.Ketika dia keluar, aku pun mengekorinya dan masuk kedalam mobil. Mas Aldo lantas menyalakan mesin mobil, memanaska
Hari ini tepat hpl ku. Tapi aku belum juga mendapatkan tanda-tanda melahirkan. Kini diriku mulai dilanda rasa gelisah.Bahkan sempat terfikir untuk ku melakukan operasi sesar. Karena takutnya terjadi hal yang tak diinginkan. Takut jika dia keracunan air ketuban, atau pun air ketuban rembes dan habis."Kita periksa lagi yuk Pa. Mama kok ngerasa galau gini." Tukasku."Sabar Ma, kamu cuman terbawa suasana aja. Rileks ya!" Jawab Mas Ferci yang memeluk ku, agar aku merasa sedikit lebih tenang.Tak lupa dia memberikan kecupan sayang dipucuk kepalaku Dua hari berlalu, aku masih belum juga mendapatkan tanda-tanda melahirkan. Aku pun mengajak Mas Ferdi untuk kontrol. Rasa khawatirku begitu besar merasuki jiwa."Pa, pokoknya sekarang kita kontrol. Bawa sekarang tas nya." Ucapku tegas pada Mas ferdi yang akhirnya menuruti keinginan ku.Kita berdua pun berangkat ke rumah sakit sambil membawa perlengkapan yang sudah jauh hari ku persiapkan demi menyambut buah hati tercinta kami.Sambil menunggu n
Kelahiran Arshaka membuat hidupku yang berwarna semakin bersinar. Tak henti-hentinya diri ini mengucap syukur yang teramat dalam.Apalagi melihat wajah kakek dan nenek Arshaka yang nampak lebih bahagia ketimbang kami orang tuanya sendiri. Bahkan mereka sampai ikut menitik kan air mata bahagia kala melihat cucu yang telah lama di idam-idamkan lahir kedunia.Bayi mungil itu bergantian digendong oleh mereka. Bahkan tak henti-hentinya mereka memandang Arshaka dengan penuh cinta yang sedang tertidur di boxnya.Ooeeek... Ooeeek..."Duuuuh cucu Oma nangis nih... Kayak nya laper ya. Yuuuk dianter Oma ke Mama yuuk..." Hari ini kebetulan Bunda lah yang menunggu ku.Karena Papi dan Mami harus kekantor karena ada meeting penting bersama Mas Ferdi. "Nih Nduk, susuin dulu anak ganteng nya. Kalau uda biar Bunda yang gendong kamu istirahat aja gih." UcapnyaKuambil bayi ku dari gendongan Bunda, dan mulai menyusuinya. Awalnya memang aku sedikit kesusahan saat ingin menyusuinya. Mungkin karena belum t
Sudah beberapa bulan ini aku memang tak mengurusi perusahaan. Semua sudah ditangani oleh Papi dan Mas Ferdi.Tapi akhir-akhir ini aku mendengar selentingan yang tak enak dari perusahaan. Bahwa salah satu karyawan ku telah melakukan penggelapan dana. Tapi saat ini aku juga tak tau siapa pelakunyaJika aku bertanya pada Mas Ferdi, dia hanya akan berucap tak usah dipirkan. Seperti kemarin saat mereka akan pergi meeting."Pa, mau kemana sih. Kok kayaknya ada sesuatu yang penting!""Iya Ma, Papa mau kekantor. Ada meeting penting dan mendadak. Tapi kamu tenang aja, Gak usah mikir yang aneh-aneh. Biar Papa dan Papi yang nyelesain masalah ini." Terangnya."Masalah, masalah apa Pa?"Aku jadi makin penasaran, apalagi Mas Ferdi tak mau jujur."Pa, jawab dong. Aku jadi penasaran nih!""Bentar ya Ma, Papa mau berangkat dulu ke kantor. Takut kejebak macet." Mas Ferdi buru-buru pergi, tapi tak lupa juga mengecup kening ku. Aku hanya mendengkus kesal, tapi aku percaya dengan Mas Ferdi. Tak mungkin
Sore hari ini aku sengaja bersantai ria dengan Mas Ferdi didepan kolam renang. Kebetulan juga Mami dan Papi bakal menginap semalam."Bu, ada tamu!" Ucap Bik Titin padaku"Tamu, tamu siapa Bik?" Tanya ku penasaran.Karena memang hari ini aku sedang tak janjian bertemu siapapun."Biasa Bu, warga Krembangan." Astaga, ternyata mereka beneran datang. Duuh, gercep amat sih. Baru juga dua hari aku dirumah, eeh mereka uda dateng aja.Sebetulnya aku mengacungi jempol untuk jiwa sosial mereka ketetangga. Karena aku merasakan sendiri. Saat aku sakit, dan harus menjalani opname, hari itu juga mereka datang. Dan saat ini, baru juga aku lahiran dapat dua hari, mereka datang kemari. Dan malah mereka lah yang menjadi tamu pertama."Suruh masuk Bik, sekalian gelarin tikar gih. Takutnya tempat duduknya kurang. Aku siap-siap dulu.""Baik Bu." Bik Titin berlalu menjalankan perintah dariku. Sedang aku kembali kedalam kamar mengganti pakaian."Titip Arsha dulu ya Pa. Mama mau ganti baju dulu.""Uda, gak u
Hari ini Mas Ferdi dan Papi berangkat ke kantor pagi-pagi. Karena memang jarak rumah dan perusahaan yang lumayan jauh, yang membuat mereka akhirnya terpaksa berangkat pagi."Pa, Mama ikut ya. Please!""Nanti Arsha gimana Ma?""Kan ad Bik Titin Pa, lagian Mama juga uda nyiapin ASIP banyak kok di frezeer. Ya ya ya!" Ucapku memelas.Membuat Mas Ferdi tak tega dan mengijinkan ku ikut. Karena mereka sudah harus berangkat, dan aku tak sempat berdandan, terpaksa akhirnya aku make-up didalam mobil"Bik, titip Den Arsha ya. Saya mau ikut Pak Ferdi ke kantor. ASIP nya juga banyak kan di frezeer. Nanti panasin bentar aja biar cair." Pintaku pada Bik Titin sebelum berangkat."Loh, kamu mau ikut ke kantor sayang?" Tanya Papi yang juga baru keluar kamar."Iya Pi, mau gimana lagi. Dia juga tetangga plus pegawai aku. Jadi aku juga harus tau saat pemecatanya.""Mi, nitip Arshaka juga ya!" Kini pandangan ku beralih ke Mami yang juga berdiri disamping Papi "Iya sayang...""Yasudah yuk, kita berangkat."
Pov Viona"Astaga, bagaimana ini. Aku takut jika Pak Ferdi tau bahwa aku telah berbuat curang diperusahaan ini." Gumamku dalam hati yang mulai resah saat ada kroscek laporan dipusat.Kini pikiran ku hanya terisi dengan kegalauan yang tak berujung. Ini semua gara-gara Anji. Kalau saja dia tak meminta ku untuk berbuat ini, aku pasti tidak akan melakukan hal sejahat ini"Vi, Viona!" Kurasakan seseorang sedang mengguncang tubuhku. Dan barulah saat itu aku tersadar dalan lamunanku.Sosok Anji berdiri dihadapan ku dengan tatapan yang tajam dan serius."Nji, gimana ini? Aku takut kalau terjadi sesuatu sama aku?" Kini aku tak bisa menyembunyikan ketakutan ku dihadapanya. Dialah dalang dari segala kekacauan ini. Tapi, aku tak bisa berkata jujur, jika Anji lah yang merencanakan semua nya.Itu semua karena rasa cintaku yang begitu besar padanya. Apalagi, dia menjanjikan akan menikahiku. Kita melakukan semua ini untuk acara pernikahan kita nanti. Agar pernikahan kita bisa menjadi pernikahan yang