Hari ini Mas Ferdi dan Papi berangkat ke kantor pagi-pagi. Karena memang jarak rumah dan perusahaan yang lumayan jauh, yang membuat mereka akhirnya terpaksa berangkat pagi."Pa, Mama ikut ya. Please!""Nanti Arsha gimana Ma?""Kan ad Bik Titin Pa, lagian Mama juga uda nyiapin ASIP banyak kok di frezeer. Ya ya ya!" Ucapku memelas.Membuat Mas Ferdi tak tega dan mengijinkan ku ikut. Karena mereka sudah harus berangkat, dan aku tak sempat berdandan, terpaksa akhirnya aku make-up didalam mobil"Bik, titip Den Arsha ya. Saya mau ikut Pak Ferdi ke kantor. ASIP nya juga banyak kan di frezeer. Nanti panasin bentar aja biar cair." Pintaku pada Bik Titin sebelum berangkat."Loh, kamu mau ikut ke kantor sayang?" Tanya Papi yang juga baru keluar kamar."Iya Pi, mau gimana lagi. Dia juga tetangga plus pegawai aku. Jadi aku juga harus tau saat pemecatanya.""Mi, nitip Arshaka juga ya!" Kini pandangan ku beralih ke Mami yang juga berdiri disamping Papi "Iya sayang...""Yasudah yuk, kita berangkat."
Pov Viona"Astaga, bagaimana ini. Aku takut jika Pak Ferdi tau bahwa aku telah berbuat curang diperusahaan ini." Gumamku dalam hati yang mulai resah saat ada kroscek laporan dipusat.Kini pikiran ku hanya terisi dengan kegalauan yang tak berujung. Ini semua gara-gara Anji. Kalau saja dia tak meminta ku untuk berbuat ini, aku pasti tidak akan melakukan hal sejahat ini"Vi, Viona!" Kurasakan seseorang sedang mengguncang tubuhku. Dan barulah saat itu aku tersadar dalan lamunanku.Sosok Anji berdiri dihadapan ku dengan tatapan yang tajam dan serius."Nji, gimana ini? Aku takut kalau terjadi sesuatu sama aku?" Kini aku tak bisa menyembunyikan ketakutan ku dihadapanya. Dialah dalang dari segala kekacauan ini. Tapi, aku tak bisa berkata jujur, jika Anji lah yang merencanakan semua nya.Itu semua karena rasa cintaku yang begitu besar padanya. Apalagi, dia menjanjikan akan menikahiku. Kita melakukan semua ini untuk acara pernikahan kita nanti. Agar pernikahan kita bisa menjadi pernikahan yang
Drrrt... Drrrt... Drrrrt...Ku coba beberapa kali untuk menghubungi Viona. Tapi ternyata hasilnya nihil. Dia sama sekali tak mengangkat telepon dariku."Sial, kenapa aku jadi emosi ya sama si Vio. Padahal aku sudah berbaik hati padanya. Tapi dia malah kurang ajar." Gumam ku dalam hati.Ingin sekali rasanya aku memberikan efek jera pada Viona yang tak tau diuntung. Tapi masalahnya, Bu Sri saat ini masih dirawat dirumah sakit.Aku takutnya, akan berimbas buruk pada kesehatan Bu Sri, jika tau anaknya sedang bermasalah.Tapi kalau aku diamkan saja, jujur hatiku tak terima. Karena aku paham betul watak Viona yang tak tahu diri itu, persis sekali dengan Mamanya."Bu, dari tadi saya perhatikan Ibu kok kayaknya mikir sesuatu?" Tanya Bik Titin. Yang sedang bermain dengan Arshaka."Iya Bik, biasalah gara-gara tetangga gila kita."Dengkusku"Astga, mereka buat ulah apa sih Bu. Heran deh aku, padahal Bu Dina kan uda pindah kesini. Tapi kok ya bisa-bisanya tetep cari gara-gara aja." Kulihat Bik Ti
Hari ini Mas Ferdi sudah bertekad untuk melaporkan Viona atas tuduhan penggelapan dana. Kita berdua memang bukan berniat memenjarakan nya. Hanya sekedar memberi dia shock terapi.Karena dia sudah berani memfitnah aku dan Mas Ferdi memecat dia karena perusahaan ku bangkrut. Padahal, itu adalah ulahnya sendiri.Kalau pun nanti dia mendapatkan panggilan dari pihak kepolisian, itu dapat membungkam pernyataan nya sendiri. Bahwa dia dipecat juga akibat perbuatan nya."Anak Papa masih bobok ya sayang!" Sebelum pergi, Mas Ferdi masih sempat bermain dengan putra kecilku."Pa, nanti pulang nya jangan ajak Anandita kesini ya!""Iya sayang, Papa berangkat dulu ya. Sekalian mau jemput Dita dulu."Aku mengangguk, dan sebuah kecupan hangat mendarat dikening ku."Assalamualaikum...""Waalaikumsalam sayang, hati-hati dijalan ya!"Kulambaikan tangan mengiringi kepergian Mas Ferdi yang akan menjemput adiknya untuk ikut serta ke kantor polisi."Bu, aku gak bisa bayangin deh gimana nanti wajah Viona dan B
Hari ini aku sudah bersiap ikut Mas Ferdi untuk datang kekantor polisi dan bertemu dengan Viona yang juga sudah ada disana.Entah kenapa kebahagiaan ku serasa membuncah membayangkan wajah takut dan bagaimana Viona akan memohon padaku agar aku mau memaafkan dia.Tapi sebelum berangkat, aku juga sudah menyiapkan dua koper berisi beberapa baju yang akan aku kenakan disana. Ya, aku akan kembali ke rumah kontrakan ku bersama Bik Titin.Mungkin awalnya banyak yang menentang keinginan ku ini, tapi karena aku tetap bersikeras, akhirnya terpaksa mereka menyetujuinya.Anandita pun memutuskan untuk mengikutiku. Karena memang dia sedang tidak ada acara apapun disini. Karena saat ini, perusahaan Papa mertua lah yang memegang kendali."Uda Ma? kalau uda kita berangkat sekarang!" Seru Mas Ferdi "Uda Pa, bentar mau masukin Keperluan tole dulu.""Yasudah, Papa tunggu dimobil ya. Dita juga sudah disana soalnya!"Aku mengangguk tanpa melihat Mas Fefdi. Tangan ku sibuk memasuk kan keperluan Arshaka keda
*****"Viona, apa-apa an kamu nih. Kenapa malah sujud dikaki dia?"Bu Sri yang tiba-tiba muncul dari balik pintu pun terlihat sangat marah saat tau putrinya tengah mengiba padaku. Bahkan dia rela bersujud dikakiku.Aku juga tak peduli, mau dia bersujud dikaki ku kek, nyungsep di comberan kek, terserah.Ku hentak kan kaki ku dengan sedikit keras, hingga tangan Viona yang sedari tadi memegang pun terlepas."Kamu jadi orang jangan seenaknya juga dong Bu Din?" Hardik Bu Sri padaku."Terus anda maunya saya bagaimana?""Apa saya harus memaafkan putri anda yang jelas-jelas sudah merugikan perusahaan dan memfitnah saya. Itu mau nya anda?" Untuk memanggil namanya pun rasanya diri ini menjadi tak sudi "Halah, orang cuman diambil sedikit aja bingung. Katanya orang kaya, uang segitu mah gak ada apa-apa nya!"Mendengar ucapan Bu Sri, seketika mataku membulat. Enak saja dia berucap seperti itu, coba saja jika dia yang ada diposisiku, apa bisa dia berucap seperti itu."Sedikit ataupun banyak itu j
Kepergian Bu Sri dan Pak Sobri membuat ku merasa sedikit lega. Setidaknya, aku tak perlu lagi melihat wajah melas Bu Sri.Kami berdua kembali duduk santai bersama Anandita sambil menonton tv. Tak berapa lama, terdengar kembali suara deru mobil didepan rumah.Sudah dapat dipastikan, jika yang datang kali ini adalah Mami. Duuh, aku kembali menata mental untuk mendengar ocehan Mami."Bismilllah, semoga Mami ngomelnya gak lama-lama." Gumamku.Mas Ferdi kembali menatap ku sambil menggerak kan sedikit dagu nya keatas. Dari tatapan nya aku tau jika dia bertanya siapa yang datang kemari. Buru-buru saja kujawab jika itu adalah Mami.Aku pun langsung bangkit dan membukakan pintu untuk kedua orang tuaku.Braaak!!!Mami turun dari mobil dan menutup pintunya dengan sedikit kasar. Semakin Mami mendekat kearah ku, semakin kurasakan degup jantung ku yang makin berpacu."Dasar, kamu tuh kebiasaan buruk Din!" Ucap Mami kala mendekat kearah ku.Dan langsung nyelonong masuk kedalam rumah. Tanpa sempat ak
Setelah beberapa hari mendalami kasus penggelapan dana yang dilakukan oleh Viona, akhirnya kami mempunyai satu tersangka lagi.Ya, orang yang kemarin aku curigai teenyata benar dialah pelakunya. Tanpa banyak kata, kami pun membawanya kepenjara juga bersama Viona. Karena dia juga harus dihukum dan dipecat tanpa pesangon seperti dia.Karena memang bagiku, tak mungkin juga Viona melakukan hal ini sendiri. Secara, dia hanya pegawai tingkat bawah. Berbeda dengan Anji yang memang memiliki jabatan di siini."Ka-kamu!!!" Ucap Viona kala melihat Anji sudah duduk dikursi penyidik bersama aku dan Mas Ferdi"Vio, katakan pada kami siapa otak dari semua ini. Kamu atau dia?" Tanya ku tegas padanya.Namun dia hanya diam tak bersuara. Entahlah, apa yang ada dipikiran nya. Kenapa dia tak mau menjawab pertanyaan ku. Apa mungkin justru dia lah yang menjadi otak semua ini."Kenapa kamu diam? Jika memang kamu terbukti bersalah dan menjadi otak dalam kejadian ini, kami tak segan akan memenjarakan mu lebih