Melihat ekspresi mereka membuat aku ingin sekali tertawa terbahak. Bahkan sampai ingin guling-guling. Tapi tak mungkin juga, karena disini banyak orang.Akupun juga harus jaga image dong, sebagai orang berada dan berpendidikan. Tapi aku tetap saja geli melihat mereka.Acara pengajian pun selesai, tak lupa juga aku memberikan hampers untuk mereka semua. Lagi-lagi mereka ternganga melihat nya. Karena bagi mereka, hampers yang ku beri sangat lah istimewa.Berbeda dengan hampers yang mereka terima setiap pengajian rutin dirumah Ibu-ibu komplek sini.Bahkan sampai saat bersalaman, mereka tak henti-hentinya menanyai ku tentang perihal ini. "Ya Allah Bu Din, kenapa gak bilang sih kalau ternyata Bu Dina ini orang yang kaya raya.""Duuuh gak nyangka ya, punya tetangga yang super duper kaya.""Kok mau sih Bu Din, tinggal di kontrakan kayak gini. Padahal kan Bu Dina orang kaya!""Bu, tolong masukan anak saya ke perusahaan Ibu dong, pas dia lulus kuliah nanti.""Waduuh Bu Dina, uda cantik, pinta
Seharian aku mereasakan pusing bahkan kali inu aku mulai merasa sedikit mual. Untung saja hari ini aku bilang ke Andin untuk beberapa hari ini aku tak bakal ke kantor.Kalaupun ada hal yang sangat mendesak, Mas Ferdi yang bakal kesana."Hoek, hoek..." Uuuh mual ini sungguh menyiksaku. Aku dari tadi tak hneti-hentinya bolak balik wastafel hanya untuk memuntahkan air. Mau makan pun tak selera. Apa aku hamil ya?Tapi aku baru telat tiga hari ini. Mana mungkin juga aku hamil. Dulu aku yang hampir telat sepuluh hari saja ternyata enggak hamil. Hanya siklus menstruasi ku saja yang memang terganggu.Bik Titin yang mengetahui bahwa aku, menyarankan aku untuk ke dokter saja. Karena memang, Mas Ferdi aku suruh membeli roti dan buah-buahan. Karena kaalu keiisi nasi, perutku seakan menolaknya "Bu, sebaiknya Ibu ke dokter saja. Soalnya menurut saya Ibu itu hamil.""Masa' sih Bik! Dulu aku juga pernah kayak gini. Malah telat uda sepuluh hari. Eeh ternyata gak hamil, kan kecewa banget Bik." Ratap
Seusai pulang dari rumah sakit, Mas Ferdi langsung mengabari Bunda, begitupula aku yang langsung menelpon Mami.Tampak sekali mereka begitu bahagi dan antusias. Hingga tanpa berlama-lama, mereka pun datang kerumah."Alhamdulillah ya sayang, akhirnya kamu hamil juga. Mami seneng banget dengernya." Mami nampak terharu sampai-sampai beliau meneteskan air mata dan memeluk ku dengan sangat erat."Beri Mami cucu yang banyak ya, karena dulu Mami belum diberi kepeecayaan sama Allah memiliki banyak anak. Syukur-syukur Mami punya kamu. Huhuhu." Terdengar suara isak tangis Mami yang makin mengharu biru.Papi dan Mas Ferdi yang melihat juga nampak terharu dan tentunya berbahagia dengan kehamilan ku ini.Tok tok tok!!!Terdengar pintu rumah ku diketuk seseorang. Bik Titin pun buru-buru membukakan pintu. Ternyata tamu yang datang adalah mertuaku, Papa dan Bunda.Aku dan Mas Ferdi langsung menyalimi punggung tangan mereka dengan takdzim. Kulihat kembali bulir bening yang mengembun dipelupuk mata Bu
Klunting klunting klunting!!!Terdengar hp ku fari tadi berbunyi karena banyak nya pesan yang masuk kedalam hp. Kembali ku ambil hp ku dan melihat dari siapa lagi pesan-pesan itu dikirimDan ternyata, pesan itu dari para pegawai staff dikantorku. Semua mengucapkan selamat atas kehamilan ku. Tapi ucapan yang mereka berikan seperti begitu tulus, tidak seperti pesan yang sebelum-sebelumnya sudah ku baca."Ma... Nih buah kedondongnya!" Ucap Mas Ferdi yang kini masuk ke kamar sambil meneteng buah pesanan ku."Sini Le, biar Bunda kupas. Kamu tunggu Dina aja.""Iya Bunda, makasih ya!"."Mau dibuatin bumbu rujaknya juga gak Nduk?" Tanya Mami yang paham dengan keinginan ku.Aku hanya nyengir karena takut tak diperbolehkan."Sudah, gak papa. Mami buatin g pedes kok bumbu rujak nya.""Makasih ya Mi...!""Iya sama-sama. Kalau gitu kami berdua keluar kamar dulu."Mami dan Bunda pun berlalu tinggal aku dan Mas Ferdi yang ada didalam kamar. Padahal dirumah juga sudah ada Bik Titin, mereka tinggal mi
Hari ini, tepat dua bulan kehamilan ku. Aku sedikit merasakan kesusahan akibat kurangnya asupan yang bisa masuk kedalam perutku.Hanya makanan dan minuman tertentu saja yang bisa masuk. Kadang, saat aku memaksakan untuk memakan atau meminumnya, beberapa saat kemudian pasti bakal aku muntahkan.Sampai-sampai pekerjaan ku kini kembali diambil alih oleh Papi. Karena Papi tak tega melihat ku yang terlihat lemah dan aku hanya lebih banyak waktu diatas kasur."Sayang, kita periksa aja ya! Papa kuatir banget nih, wajah Mama oucat sekali." Ucap Mas Ferdi yang habis melihatku kembali memuntahkan isi perut."Mama takut kalau disuruh opname Pa, Papa tau sendirikan kalau Mama takut iinfus." Jelasku yang sudah takut duluan membayangkan kala memdapat suntikan ditubuhku.Iiiiu mengerikan, membayangkan saja membuat bulu kuduk ku merinding."Enggak Ma, kita cuman periksa aja. Bismillah gak sampai opname kok. Kita minta vitamin aja. Mama mau ya!"Mas Ferdi nampak memohon padaku, dia menggenggam erat ta
Mereka semua langsung terdiam mendengar ucapan Mas Ferdi. Nampak dari raut muka mereka, terlihat takut."Maaf ya Pak Ferdi, jangan dibawa emosi. Maklum, namanya juga Ibu-ibu. Jadi mulutnya sedikit bocor." Bela Bu Rusmi.Mas Ferdi menghela napas panjang. Sebenarnya dia juga gak suka berhadapan dengan Ibu-ibu. Tapi mau bagaimana lagi, ucapan mereka memang sangat keterlaluan."Bukan begitu Bu Rusmi, harusnya ucapan bisa dijaga. Apalagi, kalian ini sudah berumurm yang pasti bisa membedakan mana ucapan yang benar, dan mana ucapan yang salah.""Saya dan istri saya heran, padahal selama saya disini, saya sama sekali tak pernah mengganggu ataupun menyenggol siapapun. Tapi kenapa kalian nampak tak suka?""Kalian semua baru nampak manis saat tau bahwa kami seorang miliyarder." Jelas Mas Ferdi panjang lebar.Mereka tetap diam, tak ada satupun yang bersuara. Tak seperti tadiz mereka sibuk mencibirku. Padahal, aku sendiri juga tak menginginkan hal ini terjadi.Aku juga ingin, selama hamil menjadi
Setelah beberapa hari opname, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang. Mas Ferdi memutuskan agar aku kembali pulang kerumah.Aku pun menyetujui keinginan Mas Ferdi dan meninggalkan Bik Titin dirumah sendiri untuk beberapa bulan ini. Bik Titinlah yang membantu kami berdua untuk membereskan beberapa baju yang akan aku bawa kembali kerumah."Bik, kita peegi dulu ya. Kalau ada apa-ap jangan sungkan untuk menghubungi sata ataupun Mas Ferdi." Pamit ku pada Bik Titin sebelum pergi"Iya Bu, duuh Bibik kok jadi melow gini ya Bu, mau ditinggal Ibu!""Hahahaha besok tujuh bulanan aja ya Bibik kesana. Sekarang Bibik jaga rumah dulu.""Baik Bu... Bu Dina sehat-sehat disana ya!" Aku dan Bik Titin pun berpelukan. Karena aku sudah menganggapnya seperti saudara ku sendiri."Yasudah, kalau gitu kami berangkat dulu ya Bik?" Ucap Mas Ferdi membuatku melepaskan pelukan ke Bik Titin"Iya Pak, hati-hati dijalan ya. Semoga sampai tujuan dengan selamat." Bik Titin menyeka air mata yang sudah keluar dari pel
seminggu sebelum acara, aku memang sengaja meminta Bik Titin untuk mencatat nama tetangga baru ku yang akan ikut kemari, merayakan acara syukuran tujuh bulanan kehamilan ku."Totalnya dua puluh tujuh orang ya Bu yang mai ikut!" "Iya Bik, makasih ya... Oh ya, nanti kabarin kemereka ya, nanti kesininya naik elf aja.""Maksut Bu Dina gimana ya Bu, hehehe maaf Bibik nggak paham.""Gini Bik, besok waktu acara, aku sewain elf buat antar itu Ibu-Ibu kesini. Jadi gak usah susah-susah bawa mobil sendiri." Jelasku"Masyaallah, seriusan ini Bu... Duuh Bu Dina baik banget sih, masih mau-maunya aja ngebaikin mereka yang jahat.""Uda, gak papa Bik. Lagian juga ini semua berkat mereka, akhirnya aku bisa hamil waktu disana. Karena mungkin waktu disana, aku terdholimi. Makanya doa ku terkabul. Hahaha." Tawa ku disela canda."Hahaha Bu Dina bisa aja. Tapi kalau dipikir-pikir bener juga ya Bu!""Hmmm... Oh ya, Bibik kesininya sekalian bareng mereka aja ya. Soalnya nanti aku juga ajak empat orang staff