***
"Jangan ikut campur urusan kami, minggir!" Bara yang hendak menarik lengan Diandra sontak didorong kasar oleh pria berwajah tegas di depannya. "Dia calon istriku, lepaskan tanganmu ...."Plak!!!Diandra tiba-tiba berbalik dan menampar pipi Bara tanpa ragu."Aku tidak akan pernah lupa betapa sakitnya tamparanmu sore ini, Mas," ucap Diandra parau. "Setelah merobek hatiku dengan perselingkuhan hingga berujung kehamilan, sekarang kamu menamparku hanya karena aku bilang sudah punya penggantimu, kamu marah, hah?" Diandra berbicara sambil berteriak mengeluarkan semua sesak yang ada di dalam dadanya. "Kau pikir seberapa dalam aku menyimpan namamu dalam hati? Kau pikir aku tidak bisa mencari pria yang jauh lebih baik, begitu?""Mas Bara, dengarkan aku baik-baik!" Setelah menghela napas panjang, Diandra kembali berbicara, "Bagiku kamu adalah pria paling menjijikkan! Aku sangat beruntung kita berdua gagal menikah. Jika tidak, oh ... aku tidak bisa membayangkan betapa sakitnya berbagi suami dengan sepupu sendiri.""Tante Diandra." Aleetha yang sempat termangu di tempatnya kini berlari dan menghambur di pelukan Diandra. "Pipi Tante sakit?"Diandra menggeleng. Lagi-lagi air matanya mengalir deras membahasi pipi."Pasti sakit sekali, Leetha juga pernah dipukul seperti itu sama Tante Ayesha. Rasanya ... panas, seperti kena bakar."Mendengar celotehan Aleetha, Diandra dan pria berwajah tegas di depannya sontak menoleh bersamaan."Pa, Tante Diandra menangis, kita antar pulang aja ya."Bara menarik tangan Diandra kasar. "Pulang sama aku!""Lepaskan aku, Mas!" Diandra memberontak. "Kamu apa-apaan sih!""Kenapa? Kamu mau pulang sama mereka, iya? Siapa mereka? Jelaskan, Di!"Diandra menghempaskan tangan Bara dan berkata, "Kamu tidak punya hak untuk tau semua urusanku!""Kamu calon istriku, Diandra!" bentak Bara geram."Ck, gila!" hardik Diandra. "Mantan calon istri. Camkan itu!"Bara mengejar langkah kaki Diandra dan bersiap menarik pergelangan tangan wanita berparas cantik itu, namun sayang, Papa Aleetha menghalangi langkah kaki Bara dan berucap, "Terima kasih sudah menyia-nyiakan perempuan secantik Diandra. Saya yang akan membahagiakannya, jadi ... pergilah!""Brengsek!" Bara mengumpat. "Balik, Diandra! Kalau gak, aku hancurkan motormu!"Diandra terus melangkah sambil menggandeng tangan Aleetha, sementara pria berwajah tegas nan rupawan mengikuti di belakang dua wanita beda generasi itu.Jantung Diandra berdegup kencang mendengar suara Papa Aleetha yang samar-samar namun masih bisa ditangkap jelas di telinganya."Itu ... maaf, tadi saya hanya berusaha membuatnya pergi. Tolong jangan salah paham."Diandra mengangguk paham. "Saya mengerti, Pak. Terima kasih.""Pak?" Ulang Papa Aleetha."E-- eh, haruskah saya panggil Papa juga?"Aleetha cekikikan sementara Papanya membuang muka dengan kesal."Saya baru berusia tiga puluh empat tahun, tidak terlalu tua," tutur pria itu sambil mengedikkan bahu. "Nama saya Albirru. Albirru Fahrian Ranajaya.""Namaku Aleetha, Tante. Adzkia Taleetha Albirru." Tiba-tiba Aleetha ikut menimpali. "Kalau nama Tante Diandra siapa? Diandra Fahrian Ranajaya?""Hah?"Diandra cengo. Wajahnya tiba-tiba memanas mendengar Aleetha menyematkan nama keluarganya di belakang namanya."Diandra Cantika Maharani," jawab Diandra. "Kan kita sudah kenalan kemarin malam, Cantik. Kamu lupa?"Aleetha terkekeh, gadis mungil itu tiba-tiba bertepuk tangan. "Wah, nama Tante Dian cantik ya, Pa," ucapnya antusias. Pria yang dia panggil Papa hanya bisa mengangguk terpaksa sambil tersenyum canggung."Pasti pipi Tante Dian sakit sekali," seloroh Aleetha yang dengan begitu cepat mengubah mimik wajah menjadi sendu. "Aleetha juga pernah dipukul Tante Ayesha, tapi Tante melarang Leetha mengadu ke Papa. Rasanya sakit sekali, Leetha bahkan sampai menangis waktu itu." Mata bulat Aleetha berkaca-kaca. Tangannya yang mungil menarik tangan Diandra hingga wanita berusia muda itu menekuk lutut mensejajarkan tingginya dengan Aleetha. Sebuah kecupan singkat mendarat di pipi Diandra membuat gadis yang gagal menjadi Nyonya Bara itu tersipu malu."Terima kasih, Sayang," ucap Diandra terharu.Aleetha mengangguk cepat. "Pa, Leetha mau main ke rumah Tante Dian. Boleh ya?"Diandra mendongak sambil menatap paras tampan di depannya. "Tante Dian lagi sibuk, Tha. Lain kali saja ya.""Sebentar saja, Pa. Leetha janji bakalan jadi anak baik disana. Boleh ya, Pa?"Birru menghela napas panjang kemudian bertanya, "Kamu sibuk, Diandra?"Diandra menggeleng, "Pekerjaan saya sudah selesai, Pak. Tadi sebenarnya mau pulang, tapi ternyata ada tamu tak diundang.""Kamu bekerja disini?""Iya. Di lantai dua."Birru manggut-manggut sebelum akhirnya mengikuti langkah kaki Aleetha dan Diandra menuju tempat parkir."Kita naik motor bertiga saja," ucap Birru membuat langkah kaki Aleetha dan Diandra terhenti. Dua perempuan beda usia itu sama-sama menoleh kemudian mengangguk berbarengan. Ada perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan ketika melihat Aleetha sebegitu bahagia berada di samping Diandra."Bapak bisa naik motor?" tanya Diandra ragu."Bisa. Terakhir naik motor waktu SMP," jawab Birru sambil memundurkan motor Diandra. "Ayo naik, Sayang!"Diandra membuang muka. Aleetha yang dipanggil sayang namun justru dirinya yang salah tingkah."Sini, Tante Dian bantu." Aleetha duduk di tengah sementara Diandra di belakang dan Birru sudah bersiap menarik gas meninggalkan area parkir Grand City Mall Surabaya.***"Ya Ampun, Di ... jadi benar yang Mas Bara bilang kalau kamu pacaran sama suami orang?"Diandra mencebik mendengar suara Aluna."Kamu boleh patah hati, Diandra, tapi jangan merusak rumah tangga wanita lain. Jangan jadi cewek murahan deh, Di!" hardik Aluna sarkas."Lun, di rumahmu gak ada kaca?" tanya Diandra satir. "Mending berkaca deh, pastikan apa yang kamu tuduhkan padaku itu bukan gambaran dari dirimu sendiri. Kita berbeda, Aluna. Kamu boleh murahan, tapi jangan menyamakan aku dengan dirimu. Aku tidak serendah itu untuk merusak hubungan siapapun.""Apa maksud kamu, hah?" Suara Aluna meninggi. "Kamu ngatain aku murahan, begitu?"Diandra mengedikkan bahu tak acuh kemudian menggenggam jemari Aleetha dan membawa gadis cantik itu berlalu meninggalkan Aluna di halaman rumah."Aku sama Mas Bara itu saling mencintai. Kamu saja yang gak tau diri. Dasar gak laku!"Dada Diandra bergemuruh. Saat ia hendak menoleh, Birru mencekal pergelangan perempuan berambut legam itu sambil menggeleng. "Mau gelut lagi?" tanya Birru membuat bibir Diandra cemberut seketika."Ck!" Diandra berdecak sebal.Tok ....Tok ...."Assalamualaikum." Mengalah, Diandra mengetuk pintu rumah dan mengabaikan pertanyaan Birru yang sedikit membuatnya kesal.Pintu rumah yang semula tertutup rapat kini perlahan terbuka. "Waalaikumsalam ...."Bu Anis terpaku melihat gadis cantik di samping Diandra. "Eh, ada tamu. Cantik sekali, Masya Allah. Nama kamu siapa, Sayang?""Aleetha, Oma."Bu Anis mengambil alih tangan Aleetha dan menuntun gadis cantik itu masuk ke dalam rumah."Assalamualaikum, Tante."Bu Anis menoleh. "I-- ini Bapaknya, Di?""Iya," jawab Diandra enteng. "Kenapa, Bu?""E-- eh, Ibu kira tadi dia ... itu ... sepupunya Erika. Bukan ya?"Diandra terkikik, "Bukan. Ini Pak Birru, Papanya Aleetha, Bu.""Ah ...." Bu Anis manggut-manggut sambil menerima uluran tangan Birru."Albirru, Bu. Teman Diandra.""Silahkan duduk, Nak Birru! Maaf, tadi Ibu pikir Aleetha ini sepupu sahabatnya Diandra. Maaf sekali ya, Nak, Ibu tidak lihat ada kamu, terhalang pintu kali ya," sahut Bu Anis sambil tersenyum."Aleetha mau minum apa, Sayang?" tanya Bu Anis lembut. Aleetha memainkan jari-jarinya di atas dagu sambil memasang wajah seperti tengah berpikir. "Air putih dingin ada, Oma?""Ada dong, banyak malah," jawab Bu Anis sambil tertawa.Bu Anis menggandeng tangan Aleetha dan mengajak gadis mungil itu mengacak-acak sendiri isi kulkas. Sementara di ruang tamu, Diandra duduk dengan canggung karena sejak tadi Birru pun tidak berusaha membuka obrolan."Ya Ampun, amit-amit." Diandra memejamkan matanya kuat-kuat ketika mendengar suara yang memuakkan di telinganya. "Kamu jadi pelakor, Dian? Dia ... suami orang? Ya ampun, Dian, kalian gak cocok. Dia terlalu matang untuk kamu yang masih sangat muda. Buka matamu, Dian, jangan sampai gara-gara gagal menikah kamu jadi perempuan gak benar. Jangan jadi pelakor! Duh, mana Aluna bilang dia sudah punya anak lagi, benar begitu?""Benar, Bu. Aku lihat sendiri tadi dia datang bawa anak kecil. Ih, amit-amit. Batal menikah sama Mas Bara bukannya introspeksi diri malah makin gak bener aja kelakuan kamu, Di," sahut Aluna asal.Diandra menarik napas panjang ....Bersambung***"Masuk kuburan aja dianjurkan baca salam, masa masuk rumah orang main nyelonong aja," sindir Diandra. "Lagian kenapa kalau tamuku ini lelaki yang bawa anak? Kamu kalau gak tau apa-apa jangan asal nuduh, Lun. Jangan suka menebar fitnah," ucap Diandra lirih namun penuh penekanan."Halah, ngaku aja, Di," sahut Aluna. "Dia suami orang kan?"Aku mengangguk, "Bisa iya, bisa juga tidak," jawab Diandra asal. "Lalu kenapa?"Aluna bergidik kemudian menyahut, "Hih, tuh kan ... kamu emang perempuan gak bener. Bibit pelakor tuh udah mulai muncul di diri kamu, Diandra." Aluna menggandeng lengan Bibi Melani dan berkata lagi, "Gagal menikah sama Mas Bara bukannya jadi makin baik, ini malah bawa pulang laki orang."Aluna menatap takut-takut ke arah Birru, sementara pria yang sedang diperhatikan oleh Ibu dan anak itu justru terlihat begitu tenang, bahkan sesekali dia meneguk minuman yang ada di hadapan. "Kenapa sih, Di, ada apa?" Bu Anis datang bersama Aleetha. "Loh, Lun ... ngapain?"Aluna menceb
***"Kamu gak perlu bertindak sejauh ini, Di ...."Diandra pura-pura terkejut melihat kedatangan Bara. "Kamu boleh patah hati karena aku, tapi masuk dalam kehidupan rumah tangga wanita lain, kukira itu bukan kamu Diandra."Bara menatap Diandra sendu, berharap wanita yang gagal menjadi istrinya itu tersentuh dengan rasa iba yang dia tunjukkan malam ini. "Kamu memang mengenalku dengan baik," sahut Diandra mencoba tenang, meskipun hatinya saat ini bagai debur ombak yang siap menerjang karang. "Mana mungkin aku tega menghancurkan hidup wanita lain, Mas. Aku bukan Aluna ...."Aluna meradang. Wanita hamil di depan pintu rumah Diandra itu menatap calon suaminya dengan emosi yang siap meledak."Dia duda," seloroh Aluna sembari berjalan mendekati Bara. "Menikahi duda itu aib, Di, kamu mau semua orang membicarakan pernikahanmu yang memalukan ini nantinya?"Diandra terkekeh sumbang. Telapak tangannya terasa gatal ingin menampar pipi Aluna sekeras-kerasnya. Sepupunya itu selalu saja berbicara ta
***Plak ...!!!Aluna berdiri di depan Bara dengan napas memburu. Tangannya terasa kebas, namun tamparan yang baru saja ia layangkan di pipi Bara tidak sedikitpun bisa mengurangi rasa perih di hatinya. "Aku hamil," aku Aluna parau. "Aku hamil anakmu, Mas!" Aluna mendorong bahu Bara kasar. Berharap pria yang minggu depan resmi menjadi suaminya itu tersadar jika ada benihnya di rahim Aluna. "Aku mengandung anakmu, itu artinya kamu harus menikahiku! Kenapa di otakmu hanya ada Diandra, Diandra dan Diandra, hah?! Tatap aku, Mas Bara! Aku Aluna, calon istrimu dan calon ibu dari anak-anakmu!" teriak Aluna menggebu-gebu. Diandra menghela napas lemah. Perseteruan antara Bara dan Aluna tidak serta merta membuat hatinya berbunga-bunga. Wanita muda yang berdiri di samping Bu Anis itu justru merasa jengah dengan keributan yang terjadi di rumahnya malam ini. Sejenak Diandra melirik ke arah Aleetha yang ternyata sedang menatapnya sendu. Mata bulat dengan bulu mata lentik itu terlihat berkaca-kaca
***"Tapi Papa punya ...."Birru memotong ucapan Aleetha. "Saya akan datang lagi hari minggu, Bu. Sampaikan salam saya pada Bapak, maaf karena kedatangan saya malam ini malah bikin Diandra menangis." Birru menatap wajah Bu Anis sebelum akhirnya memindai wajah Diandra cukup lama. "Maafkan saya dan Aleetha," imbuh Birru lirih."Ini bukan salah kamu, Nak," sahut Bu Anis. "Diandra sudah berusaha keras bangkit setelah gagal menikah, tapi ... ya, memang ada saja orang-orang yang bebal dan masih berusaha mengusik kehidupan Diandra. Ini bukan salah Nak Birru dan Aleetha," ujar Bu Anis panjang lebar. "Tentang lamaran kamu, Insya Allah nanti Ibu sampaikan ke Bapak.""Terima kasih, Bu."Birru menggandeng tangan Aleetha dan membawa gadis bermata bulat itu mendekati Diandra. "Salim sama Tante Diandra, Tha," pinta Birru lembut. Aleetha patuh, gadis cantik berkulit putih itu mencium punggung tangan Diandra sambil berkata, "Tante, jangan menangis." Diandra menekuk lutut dan mensejajarkan tubuhnya deng
***"Mama gak setuju, Birru!"Salma Diana Ranajaya, para pekerja di rumahnya memanggil dengan sebutan Nyonya, wanita paruh baya yang pandai memadu padankan pakaian itu terlihat gusar dengan penuturan Birru tentang lamarannya pada seorang gadis. Bu Salma menganggapnya gadis, karena Birru yang mengatakan bahwa usia Diandra masih dua puluh empat tahun, dan bagi Bu Salma itu usia yang terlalu muda untuk bisa merawat anak seusia Aleetha. "Menikah lagi itu artinya kamu harus siap mengesampingkan perasaanmu, Birru. Mau tidak mau, setuju atau tidak, kamu memang sedang mencari Ibu sambung untuk Aleetha, bukan hanya seorang istri," tutur Bu Salma. "Ayesha bagi Mama sudah cocok menjadi istri dan ibu untuk Aleetha, kenapa tiba-tiba bilang mau melamar gadis dua puluh tahunan?" Kening Bu Salma mengkerut, kepalanya menggeleng lemah sembari menatap Birru yang sedang duduk di depannya."Kamu dan Ayesha sudah setahun ini menjalin hubungan, dan Mama kira itu sudah cukup membuktikan kalau kamu memang be
***"Aku bukan menangisi acara lamaran Aluna dan Mas Bara, Bu," aku Diandra dengan sisa tangisnya. "Ucapan Mbak Hani ... astaghfirullah ...." Diandra menghela napas berat, tetangga depan rumahnya itu memang terkenal bermulut pedas, padahal putrinya sedang menanggung aib, tapi ternyata itu tidak lantas menyurutkan niat Mbak Hani untuk menyakiti hati Diandra. "Tenanglah ...." Bu Anis mengurut punggung Diandra dengan telapak tangan. "Tenanglah, Nduk."Diandra mengusap sisa air mata di pipi. Dadanya berangsur longgar, tangisnya mereda, namun luka akibat perkataan pedas Mbak Hani masih membekas di hati. Di depan pintu yang tertutup, Diandra duduk sambil memeluk lutut. "Aku tidak mencintai Papanya Aleetha, Bu." Ucapan Diandra tidak membuat Bu Anis terkejut. "Sejujurnya ini terasa aneh, aku dan beliau baru bertemu dua kali, tapi tadi malam tiba-tiba pria itu melamarku di depan Ibu. Kurasa ... dia hanya sedang mencari pengasuh untuk Aleetha. Ya, meskipun dengan menikahiku, aku tetap pada po
***"Huh, astaghfirullah ...." Diandra mengurut dadanya perlahan. Kalimat istighfar berulang kali keluar dari bibirnya berharap semua rasa kesal di dalam dadanya berangsur terurai. "Lun." Mbak Hani memanggil. "Aluna!" ulangnya. Diandra yang masih berdiri di balik pintu seketika menajamkan pendengaran. "Apa, Mbak Hani?" jawab Aluna ketus. "Kamu beneran hamil, Lun? Jadi benar yang orang-orang bilang kalau kamu sengaja merebut calon suami Diandra?" Diandra hampir tertawa mendengar pertanyaan Mbak Hani pada Aluna. Rasa kesal yang baru saja ia rasakan benar-benar lenyap, apalagi ketika membayangkan wajah Aluna yang dongkol dan marah, puas sekali senyum Diandra kali ini. "Ih, Lun ... makanya bilang sama Ibumu, jangan suka ngatain anak orang. Melani suka banget ngatain Zeya hamil tanpa suami, eh gak taunya anaknya sendiri ....""Eh, Mbak Hani," sela Aluna terdengar marah. "Aku sama Mas Bara minggu depan mau menikah, Mbak Hani lihat sendiri kan kami berdua bertunangan kemarin? Jadi, ya ...
***"Ih, gak cocok di kakiku, ya kan, Sayang?"Bara mendengus kesal melihat sikap Aluna yang dianggap keterlaluan. Pasalnya, sudah lebih dari lima sepatu ia coba, namun wanita hamil itu selalu berkata jika pilihan Diandra tidak cocok di kakinya. "Pilihkan yang bagus dong!" pinta Aluna. "Masa gak punya sepatu yang rekomended sih, daritadi kenapa yang jelek-jelek yang dikasih ke aku. Ih, gak profesional, kamu pasti marah karena aku datang sama Mas Bara, ya kan, Di?"Diandra menoleh dengan malas. "Jangan menyangkut pautkan hal-hal pribadi disini, Lun. Aku sedang bekerja," sahut Diandra berusaha tidak terpancing emosi. "Sepatu yang saya bawa ini keluaran terbaru semua, Bu. Insya Allah rekomended sih ...." "Halah, rekomended apaan, dari tadi yang disodorkan gak ada yang menarik. Kamu sengaja ngasih pilihan yang jelek-jelek, ya kan? Ngaku!"Diandra menarik napas dalam-dalam. "Kalau begitu, silahkan Ibu lihat-lihat dulu, barangkali ada yang cocok di hati ....""Mana manager kalian?!" Alun