Pagi yang Cerah di Kediaman Keluarga Tuan Tiano.Mentari pagi menembus jendela besar di ruang makan keluarga Tuan Tiano, menghadirkan kehangatan di tengah suasana dingin. Aroma kopi yang harum dan roti panggang yang renyah mengisi udara, menemani keluarga itu memulai hari. Di meja makan, Tuan Tiano duduk di ujung meja dengan koran di tangan, sementara Nyonya Arlyn mengatur makanan yang dihidangkan oleh asisten rumah tangga mereka.Eva, putri kedua keluarga Tiano, tampak sibuk menuangkan susu ke dalam gelasnya, sementara Harvey, sang putra sulung, dengan santai mengoleskan selai kacang pada rotinya."Harvey, tambahkan madu di rotimu. Kamu terlalu kurus belakangan ini," ujar Nyonya Arlyn lembut, seraya menyodorkan botol madu kepada putra sulungnya.Harvey tersenyum simpul. "Mami selalu khawatir padaku, padahal berat badan aku stabil kok, Mi."Eva tersenyum melihat interaksi mereka. Namun, dia tahu waktunya membahas sesuatu yang cukup serius. Setelah menarik napas dalam-dalam, Eva pun
Kedatangan Fritz dan Kiran di London.Udara Kota London yang sejuk menyambut Fritz dan Kiran begitu mereka keluar dari bandara Heathrow. Keduanya tampak kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta, namun ada semangat tersirat di wajah mereka. Fritz memesan taksi online, dan beberapa menit kemudian, sebuah mobil hitam datang menghampiri mereka."Ini taksinya," ujar Fritz sambil membantu Kiran memasukkan koper ke bagasi."Terima kasih, Fritz," balas Kiran dengan senyum manis.Perjalanan menuju rumah kakek dan nenek Kiran berlangsung dalam suasana nyaman. Kiran terlihat antusias menjelaskan setiap sudut kota London yang mereka lewati."Itu Big Ben, Fritz. Aku sering bermain di sekitar sini waktu kecil saat berkunjung ke rumah Opa dan Oma," cerita Kiran.Fritz mengangguk sambil tersenyum. "Kamu pasti punya banyak kenangan indah di sini. Aku senang akhirnya bisa melihat langsung tempat yang sering kamu ceritakan."Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan sebuah rumah berg
Di sebuah kampus ternama di Kota Jakarta,Isaac, sang pengusaha muda sukses, sedang berdiri di tengah keramaian kampus Leticia, matanya terus mencari-cari keberadaannya. Dia sudah merencanakan hari ini dengan baik. Pria itu ingin mengajak gadis pujaan hatinya untuk berjalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama.Isaac bahkan menunda meeting penting di kantornya demi hanya untuk bertemu dengan leticia.Isaac menyusuri kampus itu seraya berkata dalam hati,"Hari ini adalah kesempatan sempurna untuk mengajak Leticia bersamaku. Aku harus membuatnya setuju!"Setelah lama berkeliling, Leticia akhirnya muncul dari kejauhan. Gadis itu sedang bersama sekelompok teman perempuannya.Dari kejauhan, dia dapat melihat Isaac yang sedang melambaikan tangan ke arahnya."Duh ... ada Isaac! Ngapain sih dia ke sini?" Ternyata Leticia kurang suka dengan kedatangan pria itu di kampusnya."Ya, tentu saja. Kak Isaac ingin bertemu denganmu, Cia!" celutuk Josie, sang sahabat yang juga merupakan adik bungsu d
Di sebuah gedung perkantoran di daerah Jakarta Selatan,Sang CEO Abram Jacob Award, sedang berada di ruang meeting bersama para koleganya. Tiba-tiba saja, pria itu merindukan seorang gadis bersama Evanora Griselda Arlyna.Apalagi sudah dua minggu lebih Jacob tidak bertemu dengan pujaan hatinya itu.Sang pria lalu melihat jam di ruang meeting, dia pun segera mengirim kode kepada asisten pribadinya, Aris jika Jacob akan segera meninggalkan ruang meeting tersebut. Sang asisten segera menangkap sinyal ingin melarikan diri oleh sang bos. Aris terlihat menganggukkan kepalanya, pertanda setuju dengan ide gila dari Jacob. Tanpa ragu lagi, pria tampan itu segera meninggalkan ruang rapat lalu melangkah menuju lift yang akan membawa nya ke basement gedung perkantoran itu.Jacob, merasa bosan pada tanggung jawab kantornya yang begitu sangat menyita waktunya. Pria itu merasa perlu mengubah rutinitas hari ini yang sungguh melelahkan dengan memberi kejutan untuk Eva. Sesampainya, di basement, Ja
Setelah menyelesaikan konsultasi skripsi dengan dosen pembimbing mereka, Josie dan Kiran berjalan beriringan di sepanjang koridor kampus, menuju kafetaria. Matahari Kota Jakarta yang terik tampak menyorot dari celah-celah pepohonan rindang, membuat bayangan bergerak mengikuti langkah mereka. Josie menghela napas lega, "Akhirnya, bimbingan skripsi selesai juga hari ini. Rasanya seperti beban berat terangkat."Kiran mengangguk setuju sambil merapikan rambutnya yang tertiup angin. "Iya, setidaknya kita sudah dapat panduan untuk revisi selanjutnya. Gimana kalau kita temui Eva di kafetaria dulu? Siapa tahu dia masih di sana."Josie mengeluarkan ponselnya dan memeriksa pesan yang baru saja masuk. Wajahnya seketika berubah saat membaca pesan itu. "Tunggu sebentar, Kiran. Eva bilang dia lagi sama Kak Jacob di suatu tempat. Katanya mau menghabiskan waktu sama Jacob yang super sibuk."Kiran tersenyum kecil, "Ah, Kal Jacob lagi. Mereka memang nggak bisa dipisahkan ya. Ya sudah, berarti kita
Di sebuah gedung perkantoran megah dengan dinding kaca yang menjulang tinggi, suasana siang itu tampak sibuk seperti biasa. Para karyawan berlalu-lalang dengan berkas-berkas di tangan mereka, dan beberapa tampak sedang berdiskusi serius di sudut-sudut ruangan. Sedangkan di lantai paling atas, di dalam sebuah kantor besar yang didominasi oleh perabotan modern dan minimalis, Fritz Eliot Hez, seorang CEO muda yang sangat tampan, tampak berjalan mondar-mandir dengan wajah cemas.Fritz baru saja menerima pesan penting dari asistennya, Arga. Kiran, gadis yang telah mencuri hatinya sejak lama, sedang berada di sebuah kafe di mall Senayan City. Fritz berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu mengambil telepon genggamnya dan mulai menghubungi sahabatnya, Harvey.Fritz :“Harvey, kamu di mana sekarang?” tanya Fritz dengan nada terburu-buru.Harvey :“Aku lagi di kantor. Ada apa, Fritz?” jawab Harvey dari ujung telepon dengan nada penasaran.Fritz :“Kamu mungkin nggak akan percaya ap
Mobil sport berwarna hitam yang dikendarai Isaac melaju dengan kecepatan stabil, melintasi jalanan Kota Jakarta yang semakin ramai dengan lalu lintas pagi. Isaac, seorang CEO muda yang penuh karisma, tampak santai di belakang kemudi. Di sebelahnya, Leticia duduk dengan perasaan campur aduk antara bingung, penasaran, dan sedikit kesal. Isaac baru saja menjemputnya dari kampus dengan cara yang tidak biasa, dia tiba-tiba muncul di depan gerbang kampus dengan mobilnya, mengejutkan Leticia yang baru selesai dengan kelas paginya."Aku masih nggak percaya kamu datang ke kampusku tadi." Leticia membuka percakapan dengan nada setengah mengeluh, namun ada sedikit senyuman di sudut bibirnya. "Kamu bikin heboh satu kampus, tahu!"Isaac tertawa kecil sambil melirik Leticia dengan tatapan nakal. "Aku kan cuma mau bikin kejutan. Lagipula, kapan lagi aku bisa jemput seorang gadis cantik langsung dari kampusnya?"Leticia mendengus, mencoba menahan senyumnya. "Ya, ya, terserah kamu deh. Tapi sekara
Di tempat lain di Kota Jakarta,Jacob, CEO muda yang penuh pesona dengan rambut hitam yang tertata rapi dan setelan kasual yang elegan, tampak sangat antusias hari itu. Dia baru saja menjemput Evanora, sahabat baik sekaligus gadis yang diam-diam dia cintai sejak dulu, dari kampusnya. Meskipun mereka sudah lama bersahabat, perasaannya pada Evanora selalu disembunyikan dengan baik di balik senyum dan candaannya. Hari ini, Jacob berencana memberikan kejutan istimewa untuk Evanora dengan mengajaknya menjelajahi dunia bawah laut di Jakarta Aquarium Safari.Evanora, yang baru saja selesai dengan kelas paginya, tampak terkejut dan senang ketika dengan beraninya Jacob menggandeng tangannya keluar dari kafetaria kampus. "Jacob! Kita mau ke mana ?" tanyanya dengan senyum lebar yang menunjukkan deretan giginya yang putih dan rapi. Mata hitamnya berbinar penuh kegembiraan.Jacob tersenyum dan menjawab dengan nada ceria, "Aku pikir hari ini kita perlu istirahat dari segala rutinitas, jadi aku da
Kedatangan Fritz dan Kiran di London.Udara Kota London yang sejuk menyambut Fritz dan Kiran begitu mereka keluar dari bandara Heathrow. Keduanya tampak kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta, namun ada semangat tersirat di wajah mereka. Fritz memesan taksi online, dan beberapa menit kemudian, sebuah mobil hitam datang menghampiri mereka."Ini taksinya," ujar Fritz sambil membantu Kiran memasukkan koper ke bagasi."Terima kasih, Fritz," balas Kiran dengan senyum manis.Perjalanan menuju rumah kakek dan nenek Kiran berlangsung dalam suasana nyaman. Kiran terlihat antusias menjelaskan setiap sudut kota London yang mereka lewati."Itu Big Ben, Fritz. Aku sering bermain di sekitar sini waktu kecil saat berkunjung ke rumah Opa dan Oma," cerita Kiran.Fritz mengangguk sambil tersenyum. "Kamu pasti punya banyak kenangan indah di sini. Aku senang akhirnya bisa melihat langsung tempat yang sering kamu ceritakan."Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan sebuah rumah berg
Pagi yang Cerah di Kediaman Keluarga Tuan Tiano.Mentari pagi menembus jendela besar di ruang makan keluarga Tuan Tiano, menghadirkan kehangatan di tengah suasana dingin. Aroma kopi yang harum dan roti panggang yang renyah mengisi udara, menemani keluarga itu memulai hari. Di meja makan, Tuan Tiano duduk di ujung meja dengan koran di tangan, sementara Nyonya Arlyn mengatur makanan yang dihidangkan oleh asisten rumah tangga mereka.Eva, putri kedua keluarga Tiano, tampak sibuk menuangkan susu ke dalam gelasnya, sementara Harvey, sang putra sulung, dengan santai mengoleskan selai kacang pada rotinya."Harvey, tambahkan madu di rotimu. Kamu terlalu kurus belakangan ini," ujar Nyonya Arlyn lembut, seraya menyodorkan botol madu kepada putra sulungnya.Harvey tersenyum simpul. "Mami selalu khawatir padaku, padahal berat badan aku stabil kok, Mi."Eva tersenyum melihat interaksi mereka. Namun, dia tahu waktunya membahas sesuatu yang cukup serius. Setelah menarik napas dalam-dalam, Eva pun
Rumah Keluarga Tuan Edward, Setelah acara lamaran Jacob dengan Eva berlangsung dengan lancar dan penuh kebahagiaan, keluarga Tuan Edward kembali ke rumah. Malam itu, suasana di ruang keluarga terasa hangat. Tuan Edward duduk di kursi favoritnya dengan secangkir teh di tangan, sementara Nyonya Agnes bersandar di sofa dengan senyuman yang tak pernah lepas sejak acara siang tadi. Isaac, putra sulung mereka, tengah membaca majalah sambil sesekali ikut dalam percakapan ringan. Jacob, yang terlihat gelisah, akhirnya memberanikan diri untuk memulai pembicaraan serius.Jacob menarik napasnya dalam-dalam dan mulai berkata dengan nada tegas, "Dad, Mom, aku ingin berbicara tentang langkah selanjutnya setelah lamaran ini."Semua mata langsung tertuju padanya. Nyonya Agnes menoleh dengan penuh perhatian. "Tentu saja, Jacob. Apa yang ingin kamu bicarakan?"Jacob mengangguk sambil mencoba menyusun kata-kata. "Aku tidak ingin menunda terlalu lama. Aku ingin segera menikah dengan Eva. Aku tahu trad
Sabtu sore itu, suasana di kawasan Jakarta Barat begitu ramai. Mall Taman Anggrek dipenuhi pengunjung yang berlalu-lalang, menikmati akhir pekan yang begitu indah bersama keluarga, sahabat, dan kerabat. Di salah satu restoran VVIP yang terletak di lantai atas mall tersebut, Jacob tengah menyiapkan sesuatu yang sangat spesial. Pria tampan itu mengenakan setelan jas hijau toska dengan dasi berwarna senada, dia terlihat gugup namun penuh semangat.“Semoga semuanya berjalan dengan lancar!” harap Jacob dalam hatinya.Lalu dia angkat bicara,"Apa semuanya sudah siap?" tanya Jacob kepada manajer restoran."Semua sudah sesuai rencana, Tuan Muda Jacob. Nona Eva pasti akan terkejut," jawab manajer sambil tersenyum penuh arti.Jacob menarik napas dalam-dalam. Dia telah lama mempersiapkan momen ini. Pria tampan itu ingin memastikan jika hari ini akan menjadi hari yang tak terlupakan, bukan hanya untuk dirinya, akan tetapi juga untuk Eva, wanita yang telah menemani hidupnya selama bertahun-tahun.
Keduanya terus mendiskusikan detail pernikahan, mulai dari dekorasi, menu makanan, hingga tamu undangan. Mereka sepakat bahwa pernikahan ini harus menjadi momen yang sempurna bagi Isaac dan Leticia.“Jeng Agnes, aku benar-benar tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku yakin Leticia akan sangat bahagia mendengar ini,” ucap Nyonya Zemi dengan mata berbinar.“Begitu juga dengan Isaac. Aku bisa melihat betapa seriusnya dia dengan Leticia. Aku harap mereka bisa membangun kehidupan yang penuh cinta dan kebahagiaan,” jawab Nyonya Agnes.Mereka menghabiskan waktu hampir dua jam di restoran itu, tertawa dan berbagi cerita, sekaligus merencanakan masa depan anak-anak mereka. Ketika waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, keduanya pun sepakat untuk segera pamit.“Jeng Zemi, terima kasih atas waktumu hari ini. Aku benar-benar senang kita bisa bertemu dan mendiskusikan ini,” ucap Nyonya Agnes sambil memeluk sahabatnya.“Jeng Agnes, aku yang harusnya berterima kasih. Kamu telah membawa kabar yang s
Pertemuan Tuan Edward dan Tuan Rahez di Kantor,Pagi itu, Tuan Edward, seorang pengusaha sukses dengan reputasi yang tak diragukan, sengaja mengosongkan jadwalnya. Hari ini, dia berencana menemui sahabat lamanya, Tuan Rahez, yang juga seorang pengusaha ternama. Pertemuan ini sudah lama dinantikan oleh Tuan Edward, apalagi dia memiliki maksud tertentu yang ingin disampaikan kepada sahabatnya.Saat tiba di kantor mewah milik Tuan Rahez, Tuan Edward disambut oleh sekretarisnya yang ramah, lalu langsung diantarkan ke ruang kerja Tuan Rahez.“Bro Edward! Lama tak bertemu,” sapa Rahez dengan senyum lebar sambil bangkit dari kursinya.“Bro Rahez! Senang sekali akhirnya kita bisa bertemu lagi. Maaf, jadwalku selalu penuh belakangan ini,” jawab Tuan Edward sambil berjabat tangan erat dengan sahabatnya.“Tak masalah. Silakan duduk. Kamu mau minum apa? Kopi? Teh?”“Kopi saja, seperti biasa,” jawab Tuan Edward santai.Setelah beberapa menit berbasa-basi, pembicaraan mereka mulai serius, membahas
Malam di Ruang Keluarga Pondok Indah Residence, Pada suatu malam suasana di sebuah ruang keluarga terasa hangat dan nyaman. Sebuah lampu gantung kristal memancarkan cahaya lembut yang menerangi ruangan luas dengan sofa empuk, rak buku berisi koleksi mahal, dan lukisan-lukisan klasik yang menghiasi dinding. Di tengah ruangan, Isaac duduk bersama kedua orang tuanya, Tuan Edward dan Nyonya Agnes, semua sedang duduk di sofa besar berwarna hitam kecoklatan. Isaac memulai percakapan dengan raut wajah penuh keseriusan namun bercampur harap. "Mom, Dad, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan malam ini," ucap Isaac sambil menatap kedua orang tuanya. Nyonya Agnes tersenyum lembut. "Tentu, Sayang. Apa yang ingin kamu sampaikan? Mommy dan Daddy sungguh tak sabar ingin mendengarnya," tutur sang ibu. Isaac menarik napas dalam-dalam, lalu mencoba mengatur kata-katanya. "Sebenarnya Mom, Dad. Aku sudah lama ingin membicarakan ini. Aku ... aku ingin mempersunting Leticia." Ruangan seketik
Sebuah pertemuan yang tak Terduga.Sejak kepergian Josie ke Amerika, Harvey pun telah berubah. Keceriaan yang dulu selalu menyinari wajahnya kini hilang. Pria tampan itu tenggelam dalam pekerjaannya, menghindari semua percakapan yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya.Di rumah, kedua orang tuanya, Tuan Tiano dan Nyonya Arlyn, sering kali memperhatikan perubahan drastis pada putra mereka yang biasanya ceria itu."Harvey seperti kehilangan hidupnya," ujar Tuan Tiano suatu malam, menatap istrinya yang sedang menyajikan teh baginya."Aku tahu, Papi. Tapi apa yang bisa kita lakukan? Harvey sangat keras kepala. Dia tidak mau membuka diri pada siapa pun," balas Nyonya Arlyn, nada suaranya penuh kekhawatiran."Kita coba beri waktu untuk Harvey lebih banyak lagi. Kita hanya perlu berada di sampingnya," ujar Tuan Tiano mencoba menenangkan istrinya.“Tapi mau sampai kapan Harvey cuek seperti itu? Aku tidak suka melihatnya!” ketus sang istri.“Kita harus sabar. Biar waktu yang menyembuhkan s
Ternyata keputusan Tuan Edward tak terbantahkan.Pagi itu, suasana di kediaman megah Keluarga Tuan Edward dipenuhi ketegangan. Josie duduk di kamarnya dengan mata sembab, sisa tangisannya malam sebelumnya masih jelas terlihat. Di ruang makan, Tuan Edward duduk di meja panjang sambil membaca koran, wajahnya serius, seolah tak peduli dengan suasana yang terjadi di rumahnya. Isaac dan Jacob, dua kakak lelaki Josie, saling bertukar pandang dengan cemas, namun tak satupun dari mereka berani memulai percakapan.Isaac dan Jacob tidak dapat berbuat apa-apa untuk membantu sang adik bungsu, Josie. Maupun Harvey, sahabat mereka. Karena keduanya telah diancam oleh Tuan Edward. Jika Isaac dan Jacob berani membantah keinginan sang ayah maka siap-siap Tuan Edward akan akan mengacaukan hubungan percintaan kedua putranya dengan pacar mereka masing-masing. Tentu saja Isaac dan Jacob tidak mau hal itu terjadi. Mereka berdua sangat bersusah payah untuk meluluhkan hati pacarnya. Jadi keduanya memilih be