"Lepas!""Tidak! Sebelum kau beritahu aku, kenapa kau sebut aku pembohong!"Al kembali menahan tangan Serena, dia tidak suka dituduh melakukan hal yang tak pernah dia lakukan."Masih tanya? Kau tidak sadar sudah ingkar janji. Kau bilang mau bantu pamanku. Mana? Tante Elle sampai menamparku, dia bilang aku anak haram, pembawa sial. Gara-gara aku perusahaan Paman dalam bahaya."Serena tidak tahu kenapa dia jadi begitu blak-blakan. Entah kenapa waktu melihat Al dia auto curhat.Bahkan Serena sampai menangis kala menumpahkan uneg-uneg di kepalanya. "Diam saja? Berarti benar kau cuma bohong padaku. Harusnya aku tidak percaya padamu."Al terbengong melihat Serena menepis cekalan tangannya, kemudian berjalan menjauhinya. Namun pria itu segera mengejar. Kembali dia tarik tangan Serena.Gadis tersebut berontak, tapi Al tak melepaskannya kali ini. Al justru mendekap erat tubuh Serena. Meski terus meronta, tapi Al tidak peduli."Kamu kalau ngambek lucu juga. Aduhh." Al meringis ketika Serena me
Beberapa waktu sebelumnya. Nandito dibuat tercengang, nyaris syok ketika Paul dan Felix mengatakan kalau tuan mereka bersedia jadi investor bagi Alexander Grup yang nyaris kolaps.Gustav bahkan sampai menganga mendengar jumlah dana yang akan digelontorkan pada mereka."Dua triliun," gumam Gustav tidak percaya.Dengan jumlah sebesar itu mereka bisa merampungkan semua proyek yang sempat tertunda karena masalah modal. Bahkan rencana merambah dunia game virtual bisa mereka wujudkan.Lebih mengherankan lagi ketika Nandito bertanya dengan investasi sebesar itu apa ada syarat khusus yang harus mereka penuhi. Jaminan saham, atau bagi hasil sekian persen atau sejenisnya.Saat Paul dan Felix mengatakan mereka hanya meminta kontrak kerja sama biasa, Nandito seketika jadi curiga."Apa ada alasan khusus kenapa kalian membantu kami?""Anda memang jeli, Tuan Alexander," puji Felix terus terang.Di awal sejak Paul dan Felix memperkenalkan diri, Nandito sudah curiga kalau dua pria di depannya tidak se
Seharian berada di rumah ternyata membuat Serena bosan. Dia pikir akan menyenangkan saat Al memberinya cuti.Gadis itu hanya berkabar dengan Ravi, yang akan mengurus pengambilalihan Eternal Diamond dari tangan Anthony secepat mungkin.Pengacara sedang memprosesnya. Serena setuju Eternal Diamond kembali padanya tapi syaratnya harus Ravi yang meng-handlenya.Serena hanya ingin mendesain tanpa mau pusing memikirkan managemen, marketing dan sebagainya.Ravi jelas ingin menolak tapi Nandito mencegahnya. Memang lebih baik ED diurus olehnya dulu. Pelan-pelan mereka bisa membujuk Serena untuk kembali ke kantor.Bagaimanapun ED adalah milik Nereida, perempuan itu membangunnya dari nol dengan tangannya sendiri sejak belasan tahun lalu. Kalaupun Ravi yang mengurusnya, dia pun hanya sebagai perpanjangan tangan Serena."Haish bosannya!" Gerutu Serena, dia melempar buku berisi draft desain ke atas kasur. Masalahnya, semakin dia diam tanpa kesibukan. Bayangan kepergian sang ibu, kian nyata di benakn
"Kamu ngawasin aku! Aku bukan tahanan!"Serena memandang lurus Al yang menunjukkan anting safir di tangannya."Ini cuma ada buat alat komunikasi, tidak ada kameranya. Pakai!""Tidak mau!"Al memejamkan mata, dia coba meredam emosi yang sempat mencuat naik. Rasa yang muncul setelah Al lega luar biasa melihat Serena baik-baik saja."Boleh tidak tolong aku sekali ini saja. Pakai ini, dengan ini kita bisa terhubung meski tanpa ponsel. Jika ada bahaya macam tadi, kamu bisa kasih tahu aku."Serena mengerutkan dahi, tampak berpikir. "Ayolah, Ren. Edgar itu orangnya nekat. Makanya aku belum publish pernikahan kita. Sebelum urusanku sama Edgar selesai.""Ye, aku gak ngarep divalidasi ya."Al menepuk jidatnya. Seharusnya dia tahu kalau Serena tidak peduli, pernikahannya diketahui orang banyak atau tidak. Tidak adanya landasan cinta di antara keduanya, terlebih Serena.Membuat gadis itu begitu santai menjalani hari, meski statusnya istri. Awalnya Al begitu, tapi belakangan ini hatinya ... beru
Uhuk! Serena langsung terbatuk begitu kakinya melangkah masuk ke sebuah tempat, yang aromanya seketika membuat perutnya mual.Felix terbahak dengan Al menggulung senyum."Ini baru pintu masuknya," bisik Al di telinga Serena."Di dalam lebih parah?" Serena memastikan."Bagi kami biasa, entah buatmu." Felix menjawab dari sebelah kiri.Al dan Felix seperti pengawal dengan Sergie dan Lalita mengikuti dari arah belakang. Meski mood Serena masih didominasi sedih, tapi gadis itu bisa tertawa kala melihat Lalita ikut dengannya."Jadi bagaimana? Mau putar haluan?" Tawar Al. Mata elangnya yang tadi sibuk memindai kini kembali memandang Serena.Al tahu benar wajah dibalik masker itu menyembunyikan berbagai ekspresi yang mungkin lucu andai digabung jadi satu.Al bisa melihat raut kepo, cemas, antusias, sekaligus takut berganti-ganti di paras sang istri."Gak ah, sekali-kali pengen tahu yang namanya diskotik, klub malam. Biar gak disebut cupu, udik."Balasan Serena membuat Al dan Felix saling pand
"Kenapa saya harus menggantikan kak Thalia untuk menikah dengan orang itu?"Pertanyaan itu mengalir lancar dari bibir seorang gadis berpakaian lusuh dengan wajah kusam dan rambut diikat asal.Serena Valencia namanya. Hari ini dia baru dipecat dari restoran tempat dia bekerja sebagai pelayan. Semua karena ulah kakaknya sendiri.Thalia, perempuan yang kini duduk manis di sofa sambil memainkan kukunya yang dicat merah menyala. Kakaknya berulah, sengaja membuat keributan di restoran, hingga Serena yang kena akibatnya.Serena dipecat dari pekerjaan, yang jadi satu-satunya sumber pendapatan guna membeli obat untuk sang ibu. Ada seulas benci bersemayam di hati Serena untuk Thalia."Masih tanya kenapa? Tentu saja untuk menunjukkan kalau kau ada gunanya. Lihat! Kau hanya anak haram yang kubesarkan di rumahku. Sudah waktunya kau membalas budi." Seorang pria menjawab penuh emosi."Tapi, A-Tuan. Bukankah ini kesalahan Kak Anthony. Kenapa saya yang harus menanggungnya?"Yang disebut namanya meloto
"Lepaskan aku! Ibu! Jangan sakiti ibuku!" "Rasakan ini! Rasakan!" Serena menggigil kedinginan ketika tubuhnya disiram air dingin bertubi-tubi. Siraman air berhenti, kini tubuhnya diseret paksa untuk kemudian dilempar ke dalam gudang. "Rasakan itu, berani kau menolak perintah Papa." Suara Thalia terdengar sangat puas, memandang tubuh Serena yang basah kuyup dengan bibir memucat, juga badan bergetar. "Ibu, Ibu! Ibu tidak apa-apa?" Serena merangkak ke arah sang ibu lalu membuka ikatan tangan dan kakinya. Juga lakban yang menutup mulut Nereida. "Rena, kamu kedinginan." Nereida berniat memeluk Serena. Tapi sang gadis menolak. "Nanti baju Ibu ikut basah. Rena tidak mau Ibu ikut sakit. Ini simpanlah." Serena mengulurkan sebotol obat yang ragu untuk Nereida terima. "Ini gaji terakhir Serena, Bu. Simpan, Serena tidak tahu lagi kapan akan mendapat uang untuk beli obat Ibu." Nereida segera memeluk Serena yang tampak pasrah, tak bisa menolak keinginan sang ibu. "Serena akan ba
Hembusan nafas terdengar dari bibir Serena. Gadis itu sedang duduk di taman kota. Setelah tubuhnya mampu bertahan dari guyuran air dingin. Serena berhasil menyelinap keluar rumah pagi tadi. Saat Frans, Thalia dan Anthony tidak ada di rumah. Serta semua staf sibuk dengan tugas masing-masing. "Halo, sudah lama menunggu?" Suara itu membuat Serena mengembangkan senyum dari balik masker. Pria di depannya memang selalu membawa kebahagiaan untuk Serena. Pantas saja jika putri Nereida menyukainya. Lelaki yang tak lain adalah Ravi Alexander. "Tidak juga," balas Serena. "Kamu pakai masker pasti dia habis memukulmu. Kenapa kalian tidak mau menerima bantuanku?" Ravi tampak prihatin dengan keadaan Serena. Dia tahu kalau Frans kerap melakukan kekerasan pada Serena. "Kata Ibu nanti akan jadi masalah buat Kakak. Jadi begini saja aku sudah senang." Netra Serena menyipit menandakan gadis itu sedang tersenyum lebar. Ravi mendengus sebelum mengusap puncak kepala Serena. "Yang sabar ya. Panggil ak
Uhuk! Serena langsung terbatuk begitu kakinya melangkah masuk ke sebuah tempat, yang aromanya seketika membuat perutnya mual.Felix terbahak dengan Al menggulung senyum."Ini baru pintu masuknya," bisik Al di telinga Serena."Di dalam lebih parah?" Serena memastikan."Bagi kami biasa, entah buatmu." Felix menjawab dari sebelah kiri.Al dan Felix seperti pengawal dengan Sergie dan Lalita mengikuti dari arah belakang. Meski mood Serena masih didominasi sedih, tapi gadis itu bisa tertawa kala melihat Lalita ikut dengannya."Jadi bagaimana? Mau putar haluan?" Tawar Al. Mata elangnya yang tadi sibuk memindai kini kembali memandang Serena.Al tahu benar wajah dibalik masker itu menyembunyikan berbagai ekspresi yang mungkin lucu andai digabung jadi satu.Al bisa melihat raut kepo, cemas, antusias, sekaligus takut berganti-ganti di paras sang istri."Gak ah, sekali-kali pengen tahu yang namanya diskotik, klub malam. Biar gak disebut cupu, udik."Balasan Serena membuat Al dan Felix saling pand
"Kamu ngawasin aku! Aku bukan tahanan!"Serena memandang lurus Al yang menunjukkan anting safir di tangannya."Ini cuma ada buat alat komunikasi, tidak ada kameranya. Pakai!""Tidak mau!"Al memejamkan mata, dia coba meredam emosi yang sempat mencuat naik. Rasa yang muncul setelah Al lega luar biasa melihat Serena baik-baik saja."Boleh tidak tolong aku sekali ini saja. Pakai ini, dengan ini kita bisa terhubung meski tanpa ponsel. Jika ada bahaya macam tadi, kamu bisa kasih tahu aku."Serena mengerutkan dahi, tampak berpikir. "Ayolah, Ren. Edgar itu orangnya nekat. Makanya aku belum publish pernikahan kita. Sebelum urusanku sama Edgar selesai.""Ye, aku gak ngarep divalidasi ya."Al menepuk jidatnya. Seharusnya dia tahu kalau Serena tidak peduli, pernikahannya diketahui orang banyak atau tidak. Tidak adanya landasan cinta di antara keduanya, terlebih Serena.Membuat gadis itu begitu santai menjalani hari, meski statusnya istri. Awalnya Al begitu, tapi belakangan ini hatinya ... beru
Seharian berada di rumah ternyata membuat Serena bosan. Dia pikir akan menyenangkan saat Al memberinya cuti.Gadis itu hanya berkabar dengan Ravi, yang akan mengurus pengambilalihan Eternal Diamond dari tangan Anthony secepat mungkin.Pengacara sedang memprosesnya. Serena setuju Eternal Diamond kembali padanya tapi syaratnya harus Ravi yang meng-handlenya.Serena hanya ingin mendesain tanpa mau pusing memikirkan managemen, marketing dan sebagainya.Ravi jelas ingin menolak tapi Nandito mencegahnya. Memang lebih baik ED diurus olehnya dulu. Pelan-pelan mereka bisa membujuk Serena untuk kembali ke kantor.Bagaimanapun ED adalah milik Nereida, perempuan itu membangunnya dari nol dengan tangannya sendiri sejak belasan tahun lalu. Kalaupun Ravi yang mengurusnya, dia pun hanya sebagai perpanjangan tangan Serena."Haish bosannya!" Gerutu Serena, dia melempar buku berisi draft desain ke atas kasur. Masalahnya, semakin dia diam tanpa kesibukan. Bayangan kepergian sang ibu, kian nyata di benakn
Beberapa waktu sebelumnya. Nandito dibuat tercengang, nyaris syok ketika Paul dan Felix mengatakan kalau tuan mereka bersedia jadi investor bagi Alexander Grup yang nyaris kolaps.Gustav bahkan sampai menganga mendengar jumlah dana yang akan digelontorkan pada mereka."Dua triliun," gumam Gustav tidak percaya.Dengan jumlah sebesar itu mereka bisa merampungkan semua proyek yang sempat tertunda karena masalah modal. Bahkan rencana merambah dunia game virtual bisa mereka wujudkan.Lebih mengherankan lagi ketika Nandito bertanya dengan investasi sebesar itu apa ada syarat khusus yang harus mereka penuhi. Jaminan saham, atau bagi hasil sekian persen atau sejenisnya.Saat Paul dan Felix mengatakan mereka hanya meminta kontrak kerja sama biasa, Nandito seketika jadi curiga."Apa ada alasan khusus kenapa kalian membantu kami?""Anda memang jeli, Tuan Alexander," puji Felix terus terang.Di awal sejak Paul dan Felix memperkenalkan diri, Nandito sudah curiga kalau dua pria di depannya tidak se
"Lepas!""Tidak! Sebelum kau beritahu aku, kenapa kau sebut aku pembohong!"Al kembali menahan tangan Serena, dia tidak suka dituduh melakukan hal yang tak pernah dia lakukan."Masih tanya? Kau tidak sadar sudah ingkar janji. Kau bilang mau bantu pamanku. Mana? Tante Elle sampai menamparku, dia bilang aku anak haram, pembawa sial. Gara-gara aku perusahaan Paman dalam bahaya."Serena tidak tahu kenapa dia jadi begitu blak-blakan. Entah kenapa waktu melihat Al dia auto curhat.Bahkan Serena sampai menangis kala menumpahkan uneg-uneg di kepalanya. "Diam saja? Berarti benar kau cuma bohong padaku. Harusnya aku tidak percaya padamu."Al terbengong melihat Serena menepis cekalan tangannya, kemudian berjalan menjauhinya. Namun pria itu segera mengejar. Kembali dia tarik tangan Serena.Gadis tersebut berontak, tapi Al tak melepaskannya kali ini. Al justru mendekap erat tubuh Serena. Meski terus meronta, tapi Al tidak peduli."Kamu kalau ngambek lucu juga. Aduhh." Al meringis ketika Serena me
Kantor Alexander Grup.Nandito memijat pelipisnya yang mendadak pening. Begitu dia menolak perjodohan dengan Marvel Delayota, keluarga itu langsung meminta dana yang sejatinya sudah ada di rekening perusahaan, untuk dikirimkan kembali pada mereka.Syarat cairnya dana tersebut cuma jawaban "iya" dari Serena. Mereka sudah sepakat, jadi ketika Nandito sadar sudah melanggarnya dia tidak bisa berbuat apa-apa."Tuan, investor lain telah menarik diri," lapor sang asisten takut-takut.Nandito hanya mengangguk, dia paham situasinya sangat sulit. Tapi dia juga tidak akan memaksa Serena. Memaksa sang keponakan menerima perjodohan ini sama saja dengan menjual Serena.Serena baru saja kehilangan ibunya, masih berduka. Dan ini kali pertama Serena pulang ke mansion Alexander. Tidak! Nandito tidak mau membuat perasaan Serena tidak nyaman.Semua pebisnis pernah mengalami masa sulit. Tak terkecuali Alexander Grup dan dirinya. Dia akan menemukan cara untuk membangkitkan perusahaanya.Meski caranya sanga
"Kenapa mukamu? Kayak mau makan orang." Pertanyaan Felix membuat Al mendengus kesal. Dia tidak menjawab. Hanya satu perintah yang mengalun setelahnya. "Berikan aku data tentang Alexander Grup." Tanpa banyak protes, Felix langsung melakukannya. Tangannya bergerak cepat di depan laptop. Sementara Al sibuk dengan urusannya sendiri. "Marvel Delayota, keluarga Delayota." Netra sekelam malam Al memicing, jarinya lincah memainkan tombol di keyboard. Sampai dia berhenti ketika Felix memberikan hasil penyelidikannya. "Keuangannya kurang bagus. Ada dana, tapi tak bisa dicairkan. Sepertinya itu dana bersyarat, maksudnya ada syarat tertentu supaya dana itu bisa diberikan." "Asal dana dari keluarga Delayota?" "Tepat sekali." Felix mengkonfirmasi setelah mencaritahu sebentar. "Kamu tahu syaratnya apa?" Al seperti sedang ingin bermain teka teki. "Bagian saham, akuisisi, lebih mengerikan pengambilalihan perusahaan," tebak Felix. "Salah, syaratnya Serena Valencia harus menikah dengan Marvel
Awalnya Serena ingin acuh soal perjodohannya dengan Marvel Delayota. Namun saat dia berniat kembali ke kamar, dia melewati ruang baca, di mana Nandito dan Elle terlibat perdebatan sengit.Dari hasil menguping Serena jadi tahu kalau dampak dari dirinya menolak perjodohan itu, Alexander Grup bisa mengalami kerugian.Elle jelas tidak terima, tapi sang paman meyakinkan Elle kalau mereka bisa mengatasinya. Tante Serena sibuk menyalahkan dirinya."Satu triliun," gumam Serena. Perempuan itu duduk sambil memeluk lutut di kasur. Dia pandangi cincin cantik yang melingkar di jari manisnya.Dia sudah tidak punya urusan dengan Al. Ibunya telah meninggal, soal utang Anthony, biarlah pria itu urus sendiri. Al pasti bisa menemukan cara untuk menagihnya."Bercerai. Itu jalan paling baik. Janda? Tidak ada yang tahu aku menikah, selain penghuni The Palace. Jadi janda pun tidak masalah."Maka begitulah, Serena menghubungi Al. Mengutarakan keinginannya untuk berpisah. Al diam saja waktu Serena menyinggun
Serena mengangkat jemarinya di mana sebentuk cincin melingkar di sana. Dari tampilannya saja sudah terlihat kalau cincin itu bernilai tinggi."Siapa suamimu? Beraninya dia meminangmu tanpa menemui kami. Apa ibumu tahu kamu menikah?"Serena menunduk. Dia tidak bisa membeberkan identitas Alterio Inzaghi. Lelaki itu melarangnya."Aku tidak bisa memberitahu siapa dia. Saat itu aku dijadikan penebus hutang oleh keluarga Hernandez," balas Serena sendu.Nandito langsung mengepalkan tangan. "Beraninya mereka lakukan itu! Rav, kenapa kamu tidak cegah waktu itu. Kamu kakaknya, kamu wajib melindungi Serena."Ravi juga yang jadi korban. Lelaki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Jangan salahkan kak Ravi, Paman. Serena yang larang dia buat nolongin Rena waktu itu. Soalnya mereka ngancam bakal nyakitin ibu. Sekarang semua sudah terlambat. Serena salah, ibu meninggal karena Serena."Duka kembali menggelayut di paras Serena. Semakin ditelaah, semakin Serena merasa kalau kepergian Nereida karen