“Bos, atasan memanggilmu!”
Seorang prajurit mengetuk di depan sebuah pintu yang terbuka. Beberapa orang yang ada di ruangan itu ikut menoleh ke sana, lalu kembali melihat pria yang dimaksud.
“Apa menurutmu atasan akan memberi hadiah untuk masa cutimu, Bos?” Seseorang berkelakar.
Seorang pria tampan bermata tajam dan berwajah tegas penuh kharisma, berdiri dan melangkah ke pintu. Tanpa mengatakan apapun, dia mengikuti prajurit yang tadi mengantar pesan.
“Jenderal Jack di sini!” seru prajurit itu memberi tahukan di depan pintu ruangan yang cukup luas.
Seorang pria paruh baya yang telah kenyang dengan pengalaman perang, mengangkat wajah dari meja, melihat ke pintu.
“Masuk!” perintahnya.
Jenderal Jack masuk ruangan yang pintunya segera ditutup oleh prajurit penjaga di pintu.
Jack memberi hormat pada atasannya.
“Duduk, Jack!” perintah pria itu.
Jack duduk dengan sikap sempurna. Dia siap mendengarkan perintah ataupun teguran yang mungkin akan disampaikan atasan atas tugasnya yang terakhir kali, kemarin.
“Kami menerima telegram dari Meadow Creek!” Pria itu menyodorkan sebuah kertas yang berisi berita pada Jack.
Pria muda itu menerima dan membacanya. Bola matanya membulat dan mulutnya sedikit terbuka, tak percaya. Ada rintih halus yang nyaris tak terdengar keluar dari bibirnya.
“Kapan ini diterima?” tanyanya dengan suara bergetar. Kertas berita di tangannya juga ikut bergetar. Jack sekuat tenaga menahan diri dari berteriak di depan atasannya.
“Barusan kuterima,” jawab pria itu.
“Mommy selalu sehat. Bagaimana ini bisa terjadi? Aku baru meneleponnya minggu lalu.” Jack menggelengkan kepala tak percaya.
“Aku bisa membantumu memeriksanya dengan satu syarat, Jack!”
“Apa syaratnya?”
“Kau harus terima posisi Kepala Gabungan Tentara Distrik Timur!”
“Kenapa posisi itu lagi? Aku tidak terlalu suka formalitas yang hanya akan dikelilingi orang-orang bermuka dua!” kata Jack ketus.
“Keputusan ada di tanganmu. Hanya itu syaratku.”
“Apakah anggota tim inti bisa ikut bersamaku?” Jack mengajukan syarat.
“Aku akan segera menarik mereka dari zona perang!”
“Beri aku waktu berkabung selama seminggu!” kata Jack.
“Tentu. Ini tiket untukmu kembali. Kau bisa ikut pesawat kargo ke bandara lima belas menit lagi!” Pria itu menyerahkan sebuah amplop pada Jack. “Aku turut berduka, Jack. Urus dulu pemakaman ibumu. Kita bicarakan yang lainnya satu minggu kemudian!” ujarnya penuh pengertian.
Jack mengangguk. Dia segera berdiri dan memberi hormat pada atasannya, sebelum keluar dari ruangan.
***
Tujuh belas jam berikutnya, Jack turun dari taksi dan berdiri di depan lahan perkebunan milik keluarganya. Dia tercengang melihat perkebunan anggur warisan kakek yang dulu subur, indah dan sangat menjanjikan, telah berubah menyedihkan.
“Apa yang terjadi?” Dengan pikiran itu, kakinya bergegas melangkah menuju kediaman besar di tengah lahan perkebunan. Tempat itu sangat sunyi. Bahkan meski hari sudah remang senja, lampu-lampu belum juga dinyalakan.
“Hallo, apakah ada orang?” Jack mengetuk pintu rumah. Hanya kesunyian yang menyahuti. Hingga kemudian seorang pria berkulit hitam, muncul dan menyapa.
“Anda mencari siapa?” tanyanya.
Jack berbalik dan menemukan seseorang yang sangat dikenalnya. Itu adalah pria yang sejak kecil diasuh oleh kakek dan bekerja di perkebunan. “Ini aku, Tom. Apa kau tidak mengenaliku lagi?” sapanya dengan mata menyipit.
“Jack? Akhirnya kau kembali!” sahut Tom sedikit terkejut. Pria itu mendekat dan membuka pintu. Jack melihat ke sekitar.
“Apa yang terjadi dengan perkebunan, Tom,” ujarnya.
“Mari masuk dulu. Kau pasti lelah karena perjalanan jauh,” potong Tom.
Pria itu mempersilakan Jack untuk masuk. Lampu-lampu mulai dinyalakan. Namun, Jack bisa melihat bahwa tidak semua lampu yang menyala. Rumah perkebunan itu jelas sedang menahan pengeluaran listrik.
“Aku bisa melihat keanehan di sini, Tom. Katakan ada apa!” desak Jack tak sabar.
“Yang pertama mesti kau pikirkan adalah upacara pemakaman Nyonya Daniella, Jack!” Tom mengingatkan.
“Oh ya, dimana mommy disemayamkan?” tanya Jack yang akhirnya sadar hal pertama yang mesti diurusnya.
“Aku baru dari kantor forensik di kota. Mereka bilang, mungkin besok pemeriksaan nyonya selesai. Jadi kau bisa mulai memesan tempat di gereja dan lahan pemakaman!” kata Tom.
Seakan mengetahui bahwa Jack masih kebingungan dengan keadaan mereka, Tom kembali menambahkan. “Aku akan menemanimu besok pagi. Sekarang istirahatlah,” ujarnya.
Jack termangu sebentar, lalu ingat sesuatu. Dia mengejar Tom ke ruang tengah. “Tom, di mana granny? Aku tidak melihatnya sejak tadi.”
“Nyonya Besar dibawa ke rumah sakit. Beliau jatuh sakit saat berita kematian ibumu disampaikan polisi ke sini!” sahut Tom nyaris tak terdengar.
“Granny sakit? Apa kata dokter?” desak Jack.
“Tuan Fred menjaga beliau di rumah sakit. Kau bisa tanya perkembangan Nyonya Besar padanya,” jawab Tom.
“Oh, baiklah.” Jack berniat masuk ke kamarnya, tapi berhenti lagi dan kembali memanggil Tom yang hampir menghilang di belakang.
“Tom, adakah makan yang bisa dimakan sekarang? Aku lapar sekali,” kata Jack.
Tom menunduk. “Tidak ada persediaan makanan di penyimpanan, Jack. Coba kulihat, mungkin aku bisa memasakkan sesuatu untuk kita,” sahut Tom sebelum benar-benar menghilang di belakang.
“Tidak ada persediaan di penyimpanan?” Mata Jack membesar tak percaya. Cellar*1) mereka begitu besar. Biasanya sealu ada persediaan bahan makanan untuk satu bulan di sana. Bagaimana mungkin tempat itu sekarang kosong?
“Apa yang terjadi sebenarnya?” batinnya.
Jack pergi ke dapur. Dilihatnya Tom sibuk memasak sesuatu di atas kompor. “Apa yang kau masak?” tanya Jack.
“Daun anggur tanpa isian daging, Jack. Mungkin buatanku tidak akan selezat masakan nyonya---” Suara Tom kembali tercekat.
“Kebetulan aku ada membawa sedikit makanan kaleng di ransel. Mari kita tambahkan ke situ,” timpal Jack, menghibur Tom.
Setelah masakan matang, mereka makan dalam diam. Jack yang merindukan masakan ibunya yang lezat, meneteskan air mata melihat masakan Tom yang sedikit gosong. Mereka hanya makan tumis kacang merah bercampur daun anggur. Tanpa roti wangi dan hangat yang selalu dibuat ibunya. Itu makan malam paling menyedihkan yang dia rasakan di rumah itu.
Sayup, isak tangis Tom terdengar oleh Jack. Didekatinya pria gagah yang mengabdikan diri di perkebunan itu. “Apakah situasi kita sangat berat, Tom?”
Jack dapat merasakan anggukan kepala Tom di bahunya. “Maafkan aku karena terlambat menyadari hal ini dan membuat kalian semua begitu menderita,” sesal Jack.
Tangis Tom makin keras. Dia sudah merasakan sesak di dadanya sejak beberapa hari sebelum kematian Daniella. Tapi terus berusaha kuat karena nyonya dan nyonya besarnya masih optimis bahwa mereka akan keluar dari krisis. Siapa yang menduga wanita tangguh itu akan tewas begitu cepat?
Jack menghela napas. Dia membiarkan Tom melepaskan semua beban di hatinya dengan menangis. Mungkin teman bermainnya ini sudah menyimpan kepenatan begitu lama.
Setelah Tom berhenti menangis, Jack bertanya. “Sekarang, kau harus katakan apa yang terjadi di sini. Hanya itu cara agar aku bisa mengerti dan membuat keputusan dengan benar!”
Setelah penjelasan Tom yang emosional, Jack akhirnya mengerti permasalahan yang dihadapi ibunya. Perkebunan mereka mengalami masa sulit dan mommy mengambil pinjaman bank dua tahun lalu. Hanya saja keadaan tidak kunjung membaik, hingga perkebunan terancam disita untuk lelang.
“Kenapa mommy tidak pernah cerita soal itu padaku? Aku mungkin bisa membantunya!” kata Jack menyesali.
“Menurut nyonya, tidak baik membebanimu masalah rumah. Itu bisa mengganggu fokusmu saat bekerja. Sementara kau bekerja di tempat yang sangat berbahaya!” Tom mengatakan apa yang diketahuinya.
“Mommy, maafkan aku terlambat menyadari kesulitanmu. Aku akan menyelidiki semua ini dengan serius,” lirih Jack tertunduk.
*****
*1) Cellar: Tempat penyimpanan bahan makanan bawah tanah, di pedesaan
Dari Tom juga, akhirnya Jack tahu detail cerita di hari naas itu. Mommy sedang dalam perjalanan bisnis dan mengatakan pulang membawa uang untuk membayar bank. Tak mengira harapan yang mereka tunggu, justru kabar buruk yang disampaikan polisi. “Aku telah mengurus beberapa hal dan baru pulang ke rumah sekarang.” Tom menunduk. Dia sangat lelah. Namun, sekarang hatinya sedikit lega. Sudah ada Jack yang siap untuk menahan semua terpaan beban dan masalah yang merundung kediaman mereka. Jack tak dapat berkata-kata lagi. Tak mungkin juga dia menyalahkan Tom ataupun Tuan Fred. Mereka bahkan tidak punya persediaan makanan. Masalah kediaman ini memang sudah sangat parah. “Aku akan ke kantor polisi setelah ini. Apakah motorku masih ada, Tom?” tanya Jack. Tinggal itu kendaraan yang mereka miliki sekarang, selain truk barang tua yang tak akan laku dijual. “Masih ada di garasi. Nyonya tak ingin menjualnya, meskipun ada yang menawar dengan harga tinggi.” Kedua orang itu menuju gudang. Mata Jack m
“Billy, aku datang lagi!” Wyatt langsung menyapa. “Bukankah sudah kukatakan, datamu baru ada besok!” Seorang pria berseragam putih bicara dengan ketus. Sepertinya dia merasa terganggu dengan kehadiran Wyatt. “Kali ini aku datang mengantar putra Daniella Lawrence. Dia baru kembali dari garis depan!” kata Wyatt memperkenalkan. Pria yang dipanggil Billy menghentikan pekerjaannya dan membalikkan badan ke belakang. Melihat ke arah Jack sekilas. Di antara mereka ada dinding kaca lagi. Billy berada di ruang pemeriksaan, sementara Wyatt dan Jack berada di tempat observasi. “Aku sedang memeriksa ibumu! Data lengkapnya akan kuserahkan besok. Kau bisa mencoba mengurus ruang peristirahatan di gereja dan tanah makamnya lebih dulu,” kata Billy. “Aku ingin melihat mommy, sebelum pergi menjenguk granny,” Jack tak menyurutkan langkahnya sedikit juga. “Ini bukan kenangan yang bagus, Jack.” Billy mengingatkan. “Tak masalah!” jawab Jack yakin. Tangan Billy mengibas, memanggil Jack unt
“Bagaimana hasil pemeriksaannya?” tanya Jack tak sabar. Billy menyerahkan copy pemeriksaan pada Jack. “Satu lembar untukmu, satu untukku, satu untuk polisi,” katanya tanpa menjawab langsung pertanyaan itu. Jack membaca dengan cepat apa yang tertulis. Penyebab kematian: Racun Tetrodotoxin! Jack terkejut. “Racun jenis apa ini?” tanyanya. “Itu racun yang secara alami ada di alam. Tepatnya bisa ditemukan pada ikan buntal, katak, salamander, ataupun gurita cincin biru!” jelas Billy. Mata Jack makin membesar. “Mommy alergi makanan laut! Tak mungkin dia akan memakan jenis makanan ini!” bantah Jack serius. Billy menggeleng. “Memang tak ada sisa makanan itu di lambungnya. Racun itu bermula dari suntikan di pundak yang kau lihat kemarin malam!” Suara Jack tercekat. “Seseorang meracuni mommy ….” “Polisi harus menelusuri kasus pembunuhan ini dengan benar. Mommy juga kehilangan uang dalam jumlah besar di perjalanan ini. Dia dirampok!” desis Jack marah. “Siapa yang kejam membunuh mommy, Tom?
“Apakah mereka sering datang mengganggu?” tanya Jack. “Yah, mereka adalah tukang tagih yang dipekerjakan bank. Mereka melakukan intimidasi, penghinaan dan lainnya, hanya agar mendapatkan uang tagihan!” jawab Tom. Jack mengangguk. “Aku tidak melihat teman-teman mommy di pemakaman. Apakah tidak ada yang tahu peristiwa yang menimpanya?” tanya Jack mengalihkan pembahasan. Tom menggeleng. “Itu juga salah satu hasil yang dicapai oleh para penagih,” jawab Tom. Dia mengikuti Jack masuk rumah. “Apa maksudmu dengan hasil dari para penagih?” Jack tidak mengerti. “Mereka menyebarkan berita miring dan fitnah tentang Nyonya muda, sehingga makin lama, temannya makin sedikit. Mereka menjauh agar tidak ikut tercemar,” jawab Tom serius. Jack menggertakkan giginya geram. “Mereka sungguh tak tahu siapa yang sudah mereka usik!” ujarnya dingin. Tom mengikuti Jack masuk rumah. Dia yakin bahwa keadaan akan lebih baik setelah Jack di rumah. “Aku akan siapkan makan malam,” kata Tom sembari menuju dapur.
“Oh, dia Tuan Colt Junior. Pemilik perkebunan anggur di desa sebelah. Dia kandidat pertama yang mendaftarkan diri dalam list lelang perkebunan kita, jika disita oleh bank!” Tuan Fred tak menyembuntikan wajah tak senangnya. “Mereka seperti burung bangkai yang mengelilingi pertanian dan berharap kita segera jatuh!” Tom juga mulai berani menyuarakan ketidak sukaannya. Biasanya dia hanya mengamati saja setia orang yang dengan sombong datang dan dengan sombong menilai perkebunana mereka. Seperti ingin mengatakan bahwa mereka punya uang untuk membeli apapun yang mereka mau! “Jack Hamilton!” panggil petugas bank. Ketiganya langsung menoleh, kemudian mengikuti langkah wanita itu ke ruangan dalam. Dua jam berikutnya, Jack, Tuan Fred dan Tom keluar ruangan dengan wajah cerah. Mereka melangkah lebar. Tom bahkan sengaja mengangkat dagunya lebih tinggi untuk menunjukkan kebanggaannya. Para burung bangkai yang sudah mengincar tanah perkebunan itu, menatap mereka dengan tampang lesu. Harapan un
Granny pulang sore itu. Seorang perawat lepas bernama Valerie, ikut bersama mereka untuk merawat granny sesuai petunjuk dokter. Dia adalah perawat yang malam sebelumnya dilihat Jack datang memeriksa granny di kamar perawatan. Tom sudah menyiapkan kamar granny. Namun, tidak mengira akan ada tamu lain yang tinggal menumpang di rumah itu. “Bisakah kau bereskan kamar tamu untuk Valerie, Tom?” tanya Jack. “Baik, akan kubereskan segera.” Tom langsung menghilang. Kamar tamu yang dimaksud oleh Jack adalah kamar lama yang ada di loteng. Tuan Fred mengikutinya ke sana. “Aku bisa melakukannya sendiri, Tuan Fred,” kata Tom setelah menyadari pria paruh baya itu berada di belakangnya memegang sapu. “Aku tahu tempat ini sangat luas. Kita bereskan saja ruangan untuk dia tidur malam ini. Bagian lain, biarkan dia yang menatanya sendiri,” saran Tuan Fred. “Baiklah kalau begitu.” Tom mengangguk dan mereka segera bekerja. Perawat itu, Valerie, sangat terampil mengurus neneknya. Setidaknya, beg
“Jangan buru-buru membuat kesimpulan, Jack. Kau tahu akibatnya jika menyinggung orang yang tak bisa kau singgung sama sekali!” Tuan Fred menasehati.“Semua yang terjadi di sini, dan juga yang dialami mommy, tak mungkin hanya kebetulan, Tuan Fred!” Jack menggoyangkan tangannya yang sedang meremas kertas informasi itu.“Saranku, datang dan bertanyalah secara pribadi pada ayahmu lebih dulu. Jangan masuk ke kediaman utama!” Tuan Fred mengejar Jack yang sudah berjalan keluar ruang kerja.“Jangan khawatir. Aku tahu apa yang harus kulakukan!” Jack masuk ke kamarnya dan menutup pintu.Tuan Fred masih mematung di depan pintu kamarnya. Pria paruh baya itu merasa sedikit kesulitan menghadapi Jack. Pada dasarnya ibu dan anak yang dilihatnya tumbuh besar itu memiliki sifat yang hampir sama. Sama-sama keras kepala. Namun, ibunya selalu bersikap tenang dan menyimpan rencana-rencananya sendiri. Sementara Jack, lebih ekspresif dan membuat keputusan sangat cepat.“Aku hanya risau kau bernasib sama deng
“Beraninya Kau menghina mommy seperti itu! Kau tidak pernah bisa membuktikan tuduhan kejimu seumur hidupnya! Kau laki-laki paling brengsek yang pernah kutahu!” balas Jack dengan suara keras, untuk menyaingi musik di ruangan.“Keluar Kau! Kau tak pernah diterima di rumah ini. Sudah bagus aku tidak mempermalukannya dengan membiarkanmu menyandang nama Hamilton. Wanita tak setia itu pantas mati!” balas Edwad Hamilton dengan napas terengah. Dia semakin murka melihat Jack berani membalas kata-katanya. Tak ada yang pernah berani membalas kata-katanya di kediaman itu.“Lempar dia keluar! Ingat ini Hudson, ini perintahku. Jangan pernah ijinkan dia menjejakkan kaki di kediamanku lagi!” teriak Edward Hamilton dengan suara keras, agar Jack yang tengah diseret itu mendengarnya.Brukk! Tubuh Jack dilempar ke halaman. Dengan kemarahan Jack bangkit dan menunjuk Edward yang memperhatikannya dari jendela.“Mulai sekarang aku akan menanggalkan nama Hamilton. Kau bukan siapa-siapaku lagi. Dan untuk kema
Jack tidak mengerti sama sekali tentang urusan medis ini. Dia berpikir dan membuat dugaan-dugaan denagn beragam kemungkinan yang mungkin terjadi di lapangan, tanpa butuh banyak teori rumit. “Bagaimana jika kakek ternyata dihipnotis oleh orang lain agar melupakan semua hal yang dialaminya selama ini?” Jack terkejut sendiri denagn praduganya itu. Dengan cepat jarinya mengetik pesan pada Hudson untuk menyampaikan dugaannya pada dokter. Jack ingin dokter mencari ahli hipnoterapi untuk memeriksa kakeknya besok pagi! “Yah ... kita memang harus terbuka dengan segala kemungkinan!” gumamnya sendiri. Sebuah helikopter sudah menjemputnya di halaman rumah. Lion,Falcon, dan Ned, pergi menemani Jack ke pertemuan para pimpinan militer negara. Nyonya Smith juga turut serta dalam helikopter. Sebuah tas kerja yang menggelembung berada di pangguannya. Begitu Jack masuk dan duduk dengn baik, dia sudah menyerahkan tablet untuk dibaca sang jenderal muda. Granny dan Valerie menatap helikopter tentara it
Pria bertopeng itu tak peduli. Dia terus berjalan menuju pintu keluar. “Itu kalau kau bisa bertahan hidup di penjara dan tidak dijatuhi hukuman mati!” balasnya sinis.Keesokan pagi, kepolisian Philadelphia gempar karena Calvin Fisher ditemukan tergeletak tak berdaya di pinggir jalan depan kantor polisi. Pria itu langsung dilarikan ke rumah sakit dengan kawalan polisi dari kedua kota untuk menyelamatkan nyawanya.Di Meadow Creek, Jack sarapan dengan puas. Six telah melaporkan hal itu padanya sebelum subuh. Hatinya menjadi tenang dan seringan kapas. “Kau harus sembuh, Brianna,” bisiknya dalam hati.Iring-iringan mobil Jack menembus jalanan y ang ditutupi salju tipis. Kecepatan mereka tidak melebihi batas yang diperbolehkan, karena jalanan licin dan berbahaya. Tiba-tiba muncul seseorang yang tubuhnya penuh salju dan pucat, berdiri merenangkan tangan menghadang laju mobil.Para pengawal Jack segera waspada dan mengacungkan pistol lewat jendela pada orang itu sambil menurunkan kecepatan.“
Hudson menggeleng tak berdaya. “Itu nomor private. Tak ada jejak panggilan di ponsel.”Jack diam dan memperhatikan kakeknya. “Aku terlalu letih dengan banyaknya rahasia masa lalumu. Aku tidak akan mempedulikannya lagi. Jika kau ingin aku mencari orang itu, maka sadarlah dan ceritakan masalahnya padaku. Jika tidak, aku tak ingin menggalinya. Biarkan dia muncul sediri jika berani!”Dokter tidak mengatakan ada yang buruk dengan kondisinya, selain pingsan yang diperkirakan karena kejutan kecil. Namun, tidak sampai membuat Edward Hamilton mengalami serangan jantung. Mereka sudah melakukan tes dan tidak melihat ada yang salah di jantungnya.“Aku akan istirahat di sini, malam ini. Kau bisa pulang dan istirahat di rumah. Hanya saja, besok pagi aku harus kembali bekerja.” Jack menjelaskan posisinya yang sulit.“Saya mengerti.” Hudson mengangguk.Malam itu Jack menghubungi Brodie Baker untuk datang dan membawakan laporan perusahaan yang membutuhkan persetujuannya ke rumah sakit. Dia mungkin aka
Jack tercengang mendengar pengakuan Six. Dia menggeleng gusar. “Kau sangat tahu. Dengan posisiku di ketentaraan, aku tidak akan membiarkan tindakan main hakim sendiri seperti ini!” dengusnya kasar. “Jangan khawatir, jika terjadi sesuatu, akulah yang akan bertanggung jawab. Kami sangat tahu bahwa kau telah membahayakan karier militermu dengan mengambil alih kepemimpinan kelompok dalam masa krisis ini. Kami sangat berterima kasih untuk itu.” Six mengangkat tubuhnya yang semula membungkuk jadi duduk tegak dan menoleh pada Jack di samping. “Kami semua sudah menyepakati bahwa kami tidak akan pernah menyebutmu sebagai pimpinan jika terjadi hal yang mungkin akan menyeret kita semua ke ranah hukum!” Jack tak menyangka akan mendengar hal seperti itu. Kalian ....” Six mengangguk. “Kau jangan merasa terbebani dengan Kelompok Bawah Tanah. Sedikit hal yang kusesali tentang keinginan Deska yang menjodohkanmu dengan Brianna, meskipun dia mengetahui pekerjaanmu.” Six berdiri dan menghampiri lagi
Para pelayan di kediaman Deska langsung menyiapkan pemakaman untuk keesokan hari setelah mendapatkan informasi resmi tentang meninggalnya tuan mereka. Sementara itu, Jack dan pelayan pribadi Vladimir Deska tetap menunggu hingga semua prosedur selesai. Mereka membawa pulang peti jenazah Deska beberapa jam kemudian saat malam sudah turun.Jack mengabarkan pada Tuan Fredd bahwa dia tak bisa pulang, karena ayah mertuanya meninggal hari itu. Dia akan tinggal hingga pemakaman selesai dilakukan.Wajah seisi rumah itu diliputi kesedihan mendalam. Apapun pekerjaan Vladimir Deska di luar, dia tetaplah majikan yang baik pada para pekerjanya di rumah itu. Hingga tengah malam, makin banyak tamu dan perwakilan perusahaan yang datang ke kediaman dan melihat Vladimir Deska untuk terakhir kali.“Kami tidak melihat Brianna sejak tadi. DI mana kah dia?” tanya salah seorang tamu pada pelayan rumah.“Nona juga sedang sakit saat ini. Itu sebabnya tidak bisa hadir di sini,” jawab salah seorang pelayan.“Sa
Jack melangkah cepat mengikuti pelayan pribadi Vladimir Deska yang menunggunya di helipad.“Bagaimana keadaannya sejauh ini?” tanya Jack.“Tak ada kemajuan, Tuan Muda,” jawab pria itu lesu.Jack melirik pria di sampingnya. Pelayan itu tampak sangat letih, tapi tetap berusaha sigap melayani tuannya.“Kau bisa istirahat sebentar setelah ini. Biar aku yang menjaga Tuan Deska!” kata Jack.“Saya tahu Anda murah hati, Tuan Muda. Namun, saya juga tahu bahwa Anda pun memiliki banyak hal untuk diurus. Saya tidak akan membebani Anda lebih jauh,” tolaknya dengan penuh pengertian.Jack memaksa jika memang pria itu merasa masih sanggup melakukan tugasnya. Mereka memasuki lift menuju lantai perawatan Vladimir Deska.Jack menatap nanar mertuanya terbaring dengan begitu banyak alat bantu di tubuhnya. Pria yang pernah sangat berkuasa di Kelompok Bawah Tanah itu, kini terbaring tak berdaya. Bahkan untuk menarik napas saja sudah tak mampu.“Tuan Muda, Dokter ingin bertemu dengan Anda.” Pelayan pribadi i
Tuan Fredd menatap Jack khawatir. “Jangan gegabah, Jack. Itu hanya akan merugikan dirimu sendiri!”“Kita lihat saja nanti!”Jack mendengus kasar. Masih dengan perasaan jengkel dia menyusul Granny keluar dari ruang sidang. Mereka masih harus menunggu satu jam lagi sebelum para juri selesai mengambil keputusan.Ganny terlihat murung di kursi rodanya. Jack datang mendekat. “Ganny ingin minuman?” tawarnya.Tak jauh dari mereka berdiri, ada vending machine tempat menjual minuman. Jack mengeluakan uang agar semua orang bisa membeli minuman jika haus.Tak lama Valeri kembali dan menyodorkan sebotol air mineral serta roti lapis yang dikemas dengan sangat rapi. Granny menerimanya dan segera menikmati makanan kecil itu.“Jangan khawatirkan apa pun, Nyonya. Juri pasti bisa melihat bahwa pria itu memang pembunuhnya. Apa yang telah dilakukannya tidak akan diabaikan begitu saja hanya kanya karena pengakuan dia dibayar mahal,” kata Tuan Fredd.“Benar. Bukankah denagn pernyataan seperti itu dia justr
Jack melaporkan apa yang terjadi di Pensylvania pada Six. Dia ingin kelompok itu tenang karena semua sudah menjadi lebih terang dan jelas. Teman-teman mereka telah dievakuasi dari orang-orang yang datang menyerang. Sekarang tinggal menunggu hasil penyelidikan polisi pada kasus yang ada di sana.Jack hanya berharap tak ada hal uang akan membahayakan karirnya dari tempat itu. Dia hanya ingin semua masalahnya segera selesai dan bisa melepaskan diri dari pernikahan dengan Brianna secepatnya.“Apa kau sudah siap untuk ke pengadilan?” tanya Granny dari depan pintu kamarnya.Valerie terlihat lebih segar pagi itu, dengan gaun simpel berwarna biru langit berpadu putih. Menyadari Jack mengamatinya, wanita muda itu menunduk, lalu berbalik ke kamar Granny.“Tas Anda tertinggal di kamar,” bisiknya halus pada nenek Jack.“Oh, tolong ambilkan,” kata Granny cepat. Saat itu Valerie sudah masuk ke dalam kamar.eJack melangkah ke dekat neneknya. “Nenek cantik sekali pagi ini,” pujiya sambil tersenyum se
Di tengah kota pada dini hari itu, sebuah mobil yang sedang ngebut di jalan raya, terpantau oleh pengawas lalu lintas. Sebuah mobil polisi langsung mengejar untuk menghentikannya. Suara sirinenya meraung di kota yang masih tertidur lelap.Mata Falcon terbuka lebar dan dia segera bangkit dari tempat tidur, mengintip dari jendela untuk mengawasi keadaan di luar. Diperkirakannya suara sirine itu kemungkin berada satu atau dua blok dari tempatnya berada.Menyadari sura tersebut justru makin mendekat, Falcon muai menaruh perhatian yang lebih besar. Dia keluar ke balkon kamar dan memperhatikan dengan seksama di mana posisi kendaraan polisi tersebut.“Mereka menuju ke sini!” Falcon masuk lagi ke kamar karena sepertinya mobil polisi itu tertahan cukup jauh di persimpangan. Dia keluar lagi dengan membawa teropong kecil untuk mengamati.Tak lama terdengar suara tembakan yang nyaring meningkahi suara sirine yang masih terus menyala. Disambut oleh balasan tembakan lainnya. Hal itu berhasil meng