“Jangan buru-buru membuat kesimpulan, Jack. Kau tahu akibatnya jika menyinggung orang yang tak bisa kau singgung sama sekali!” Tuan Fred menasehati.
“Semua yang terjadi di sini, dan juga yang dialami mommy, tak mungkin hanya kebetulan, Tuan Fred!” Jack menggoyangkan tangannya yang sedang meremas kertas informasi itu.
“Saranku, datang dan bertanyalah secara pribadi pada ayahmu lebih dulu. Jangan masuk ke kediaman utama!” Tuan Fred mengejar Jack yang sudah berjalan keluar ruang kerja.
“Jangan khawatir. Aku tahu apa yang harus kulakukan!” Jack masuk ke kamarnya dan menutup pintu.
Tuan Fred masih mematung di depan pintu kamarnya. Pria paruh baya itu merasa sedikit kesulitan menghadapi Jack. Pada dasarnya ibu dan anak yang dilihatnya tumbuh besar itu memiliki sifat yang hampir sama. Sama-sama keras kepala. Namun, ibunya selalu bersikap tenang dan menyimpan rencana-rencananya sendiri. Sementara Jack, lebih ekspresif dan membuat keputusan sangat cepat.
“Aku hanya risau kau bernasib sama dengan Daniella, Jack,” batin Tuan Fred.
***
“Aku akan pergi antara satu atau dua hari. Jagalah rumah,” ujar Jack saat sarapan. Tom, bisa kau antar aku ke perhentian bis pagi ini?” tanya Jack.
“Tentu.” Tom mengangguk dan mempercepat makannya.
“Val, catat apa-apa kebutuhan granny yang mesti dibeli. Mungkin bisa dicarikan oleh Tom di kota,” ujar Jack pada Valerie.
“Oke!” jawab gadis itu.
“Apa lagi yang mungkin kalian butuhkan di perkebunan ini, Tuan Fred?” kau bisa siapkan catatannya untuk kupikirkan nanti.” Jack kembali memberi intruksi pada Tuan Fred.
“Akan kuperiksa. Hanya saja, kupikir kita harus membongkar tanaman anggur yang lama, lalu mempersiapkan lahannya untuk ditanami di awal musim semi berikutnya,” sahut Tuan Fred cepat.
“Kau selalu bisa melihat gambaran besarnya Tuan Fred. Tak heran grandpa sangat menyukaimu. Setelah aku pulang, kita akan lakukan seperti itu saja. Tapi, biarkan aku memeriksa dulu seberapa luas kebun kita yang rusak.”
“Begitu lebih baik.” Tuan Fred mengangguk tenang. Dia merasa punya kewajiban untuk membimbing Jack menjadi pengusaha perkebunan yang handal seperti kakeknya dulu.
“Kutunggu dalam lima menit, Val, Tom!” Jack menyudahi sarapannya dan berdiri.
Valerie langsung berdiri dan berlari ke kamar granny untuk mencatat semua kebutuhan perawatan yang harus dicari Tom di kota. Dia mencatat semuanya di ponsel dan mencari Tom untuk mendapatkan nomor pria itu.
Saat Jack sudah keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi, Valerie langsung menyapanya. “Sudah kukirimkan pesananku pada Tom,” lapornya.
“Oke! Ayo Tom!” panggil Jack.
“Tom sedang mengeluarkan motormu dari garasi.” Tuan Fred memberi tahu.
Jack mengangguk dan melangkah ke pintu. “Aku berangkat. Jaga granny!” pesannya.
Val dan Tuan Fred mengangguk dari ambang pintu. Mereka mengawasi dua orang itu mengendarai motor antik menuju kota.
Jack mengambil uang di atm terminal bis. “Ini uang untuk pegangan kalian. Belilah juga semua kebutuhan rumah. Besok atau paling telat lusa, aku sudah kembali.”
“Baik.” Tom menerima uang yang diserahkan Jack dan buru-buru menyimpannya dalam saku dalam jaket. “Aku kembali, Jack.”
Jack berbalik ke dalam terminal setelah bayangan Tom menghilang dari pandangannya. Ponselnya berdering. Jack mengangkatnya.
“Aku sudah melihatmu!” kata suara di seberang. Tak lama sebuah mobil hitam pekat dan berkilat, berhenti di depan Jack. Pintunya segera terbuka.
“Masuklah!” ujar pria di samping kemudi.
“Kau baru kembali. Bagaimana kau bisa mendapatkan mobil semahal ini, Hunter?” tanya Jack sambil masuk ke dalam. Dia mengamati interior mobil dan sedikit menekan tempat duduknya. “Sangat nyaman.”
“Mobil ini sudah disediakan untuk tranportasimu, Bos. Sudh ada di garasi saat aku tiba. Kalau tak suka, kita bisa piliih mobil lainnya yang ada di garasi.” Hunter mengulas senyuman lebar.
Mobil itu meluncur ke luar kota. Hunter mengantar Jack ke New York lewat darat, setelah mengetahui bahwa pria itu ingin pergi dengan bus ke sana.
“Apakah yang lain sudah tiba?” tanya Jack.
“Lion akan datang bersama pasukan malam ini. Tiga hari lagi, acara pelantikamu.” Sahut Hunter.
“Tak perlu membuat acara besar. Cukup kumpulkan saja para komandan yang berada di bawahku,” perintah Jack.
“Sesuai perintah, Bos!” Hunter menyahuti.
Setelah itu Jack mendengar Hunter meneruskan perintahnya pada anggota tim lain.
“Bagaimana penelusuran kasus ibumu?” tanya Hunter.
“Aku sedang menelusurinya<” jawab Jack.
“Ke rumah ayahmu? Kenapa tak kau biarkan kami membereskan hal ini?” tanya Hunter lagi.
“Aku masih belum punya wewenang,” jawab Jack sekenanya.
“Apakah setelah pelantikan, kau akan mengijinkan kami menyelidiki hal ini? Aku yakin akan beres dalam dua hari!” ketus Hunter.
“Bantu selidiki saja. Biar aku sendiri yang menghadapi mereka!” tolak Jack.
“Baik.” Hunter tidak memaksa lagi.
Mereka sampai di New York menjelang sore. Jack hanya tahu rumah besar keluarga Hamilton. Dia mencoba menghubungi nomor telepon ayahnya untuk mengajaknya bertemu. Namun nomor itu seperti tidak aktif lagi, atau memang sengaja dimatikan.
“Apa yang terjadi? Apakah setelah kematian mommy, nomor ini langsung dimatikan?” gumamnya heran. Tak punya pilihan, Jack turun dari mobil dan memasuki halaman rumah besar itu. Hunter melajukan mobilnya pergi.
“Anda siapa? Mau bertemu siapa?” Seorang penjaga bertubuh besar, menghentikan langkahnya di depan pintu pagar.
“Aku Jack. Zachary Hamilton!” sahut Jack. “Aku mau bertemu ayahku, Aaron Hamilton. Ataupun Pria tua Itu, Edward hamilton!” jawab Jack dingin.
Penjaga itu sedikit terkejut. Dia belum pernah bertemu putra Aaron Hamilton yang satu ini. Kemudian dia melaporkan kedatangan Jack pada pengurus rumah. “Biarkan dia masuk!” jawab pengurus rumah itu.
Penjaga membuka pintu pagar. “Anda diijinkan masuk,” jawabnya sopan. Sekarang dia mengerti bahwa ada putra lain Aaron selain yang ada di rumah besar itu. Buktinya, pengurus rumah saja mengetahuinya dan buru-buru mempersilakan masuk.
“Jack? Kau Zachary?” Seorang pria yang mungkin setua kakeknya, menyambutnya di pintu. Namun, Jack yakin kakeknya yang angkuh tidak mungkin berpakaian seperti itu.
“Ya!” jawabnya singkat. “Apa aku bisa bertemu ayahku, Aaron Hamilton?”
“Kenapa kau datang ke sini?” Pria tua itu terlihat cemas.
“Karena aku yakin keluarga ini punya andil dalam pembunuhan mommy!” tuduh Jack.
“Apa! Daniella---” Pria itu sangat terkejut. Jack bisa menilai bahwa berita itu benar-benar baru didapatnya. Ekspresi terkejutnya bukan pura-pura.
“Ayahmu sedang berbisnis ke Washington, sejak sebulan ini. Kapan ibumu meninggal?” tanya pria itu ingin tahu.
“Kau siapa? Jika ayahku tak ada, aku mau bertemu dengan kakek!” Jack tak mau pulang tanpa hasil.
“Jack. Kau mungkin tidak mengingatku. Aku Hudson, Pengurus rumah tangga Hamilton. Kurasa … bertemu Tuan Erdward bukanlah ide yang bagus, Jack!” Pria itu mencegah niat Jack.
“Apa kau melarangku bertemu kakekku sendiri, atau dia yang memberimu perintah?” tanya Jack tegas.
Pria tua itu diam. Dia merasa sulit untuk melarang, tanpa perintah. Mencegah masuk juga tak mungkin, karena pria muda di depannya adalah pewaris sah kediaman itu.
“Ikuti aku.” ujarnya. Kemudian masuk dengan cepat.
Jack mengikuti langkah pria itu yang terus melangkah masuk ke bagian dalam rumah. Lalu ke belakang. Dia berhenti di sebuah ruangan luas yang terbuka mengarah taman dalam. Seorang pria sepuh, duduk di kursi malas sambil mendengarkan musik dari piringan hitam yang ada di bufet besar.
“Tunggu di sini!” kata Hudson. Kemudian pria itu mendekati pria yang sedang memejamkan mata dan berbisik.
Jack tak bisa mendengar percakapan mereka berdua. Namun tak lama, Pria tua yang setengah berbaring itu, duduk dengan tegak dan melihat ke arahnya. Dengan menumpu tongkat dari kayu redwood yang berkilat, Pria itu menghampiri Jack. Wajahnya sangat bengis.
“Dia sudah mati, Heh? Pelacur itu sudah mati? Kabar bagus. Aku senang sekali mendengarnya!” Pria tua itu tertawa senang di depan Jack yang wajahnya sudah menggelap suram menahan amarah.
“Beraninya Kau menghina mommy seperti itu! Kau tidak pernah bisa membuktikan tuduhan kejimu seumur hidupnya! Kau laki-laki paling brengsek yang pernah kutahu!” balas Jack dengan suara keras, untuk menyaingi musik di ruangan.“Keluar Kau! Kau tak pernah diterima di rumah ini. Sudah bagus aku tidak mempermalukannya dengan membiarkanmu menyandang nama Hamilton. Wanita tak setia itu pantas mati!” balas Edwad Hamilton dengan napas terengah. Dia semakin murka melihat Jack berani membalas kata-katanya. Tak ada yang pernah berani membalas kata-katanya di kediaman itu.“Lempar dia keluar! Ingat ini Hudson, ini perintahku. Jangan pernah ijinkan dia menjejakkan kaki di kediamanku lagi!” teriak Edward Hamilton dengan suara keras, agar Jack yang tengah diseret itu mendengarnya.Brukk! Tubuh Jack dilempar ke halaman. Dengan kemarahan Jack bangkit dan menunjuk Edward yang memperhatikannya dari jendela.“Mulai sekarang aku akan menanggalkan nama Hamilton. Kau bukan siapa-siapaku lagi. Dan untuk kema
Bertiga dengan Tom dan Tuan Fred, Jack membenahi bagian kebun anggur mereka yang masih tumbuh dengan baik. “Jika lokasi ini dijadikan tempat wisata dan spot foto ke lembah dan sungai, bukankah akan punya peluang?” ujar Jack bersemangat.“Nanti, tambahkan pula venue untuk pernikahan outdoor. Bagaimana menurutmu?” tanya Tuan Fred.“Hahaha, itu ide yang sangat bagus.” Jack setuju.“Mari kita siapkan semua kebutuhannya dulu. Tom, kau catat berapa banyak kayu dan kebutuhan lain. Setelah itu kita ke toko untuk memesannya,” kata Jack.“Akan kukerjakan,” sahut Tom bersemangat. Dia sangat senang dan optimis bahwa perkebunan mereka bisa bangkit lagi di bawah kepemimpinan Jack. Tom sudah tak sabar membayangkan pengunjung yang hilir mudik ke perkebunan untuk menikmati pemandangan alam yang indah ke arah lembah dan kota di bawahnya.Ponsel Jack kembali berdering. Dia mengangkatnya sambil terus berjalan mengelilingi perkebunan ditemani Tuan Fred. “Ya!” sahut Jack.“Bos, kapan Anda ke sini?” tanya s
Tuan Fred mengangkat wajah dan menoleh pada Jack. “Apakah seharusnya dia sudah pulang? tanyanya heran.“Kami tadi melewati apotik dan Tom sudah memeriksa. Val sudah mendapatkan obatnya dan pulang,” ujar Jack.“Mungkin dia bertemu temannya dan mengobrol sebentar. Kita tunggu saja. Hari masih siang.” Tuan Fred menenangkan Jack.“Kurasa kau benar. Biar kulihat granny di dalam.” Jack masuk. Tom dan Tuan Fred melanjutkan pekerjaan mereka.Sore hari, barang-barang pesanan Jack tiba. Mereka sedikit sibuk hingga tanpa terasa malam turun. Jack menggeleng tak senang, karena Valerie tidak juga pulang. Masalahnya adalah, granny butuh obat yang dimaksud Val untuk disuntikkan malam ini. Dengan sedikit kesal, Jack menelepon rumah sakit dan mengatakan masalahnya.“Kami akan mengantar seorang perawat dan obat untuk malam ini. Hanya saja, dia tidak bisa menjaga di sana. Kami kekurangan perawat pengganti hari ini.” Kata pihak rumah sakit.“Kirimkan saja perawat dan obatnya,” sahut Jack cepat.“Baik!” Sa
Bagian sayap kiri itu adalah tempat untuk mengumpulkan anggur hasil panen, sebelum waktunya diolah menjadi juice. Diluar masa panen, maka tempat itu akan sangat sunyi. Karena proses berikutnya adalah penyimpanan juice anggur agar menjadi wine yang bercita rasa tinggi. Tempatnya berada di sayap bangunan kanan, yang lebih dekat ke bangunan utama dan pintu keluar.Sekarang mereka sudah berada di depan pintu. Debu yang terdapat di mana-mana menunjukkan betapa lamanya para pekerja perkebunan tidak datang ke sana. Suara teriakan umpatan dan caci maki bahkan ancaman terdengar samar dari balik pintu.Wajah Damon menggelap. Senyum yang terlihat di wajahnya, sangat mengerikan. Dia membuka pintu dan berdiri di sana, menghalangi cahaya masuk.Valeri yang sedang sakit kepala akibat pukulan keras, menoleh ke arah pintu yang terbuka. Seseorang berdiri di ambang pintu membentuk siluet hitam samar di balik cahaya terang.“Heh! Ternyata kau!” Valerie dapat mengenali sosok itu, meskipun dia tak melihatn
Pria itu terbengong tak mengerti. Namun, dia tahu bahwa Eddy tidak akan sembarangan berkata. Peringatannya untuk menjauhi Jack, berarti Eddy mengetahui sesuatu tentang pria itu. Maka dia harus patuh. Suara sirine mobil polisi mulai mendekat. Jack ingin menuntaskan perkelahian yang sekarang menjadi keroyokan lima lawan satu. Dengan cepat dia melompat tinggi dan berputar di atas sambil menendang kepala kelima pengeroyoknya. Tendangan yang sangat keras dan akurat. Membuat kelimanya jatuh di aspal sambil memegangi kepala yang sakitnya tak tertahankan. Darah keluar dari hidung dan telinga mereka. Mobil polisi berhenti persis di samping salah seorang anak buah Leroy yang pingsan. Polisi mengenali para berandalan kota yang kerap bikin onar. Baru kali ini dia melihat mereka kalah dan tak berkutik. “Kau memicu keributan lagi, Leroy! Apa kau ingin masa bebas bersyaratmu dicabut?” ancam polisi itu. “Aku tidak melakukan apapun!” kelit pria itu licik. “Aku melihat mereka sudah berkelahi seperti
“Tak perlu banyak bicara! Hajar saja dia agar sadar bagaimana harusnya menunduk pada penguasa!”perintah pria yang ada di balik kemudi mobil. Sejak tadi dia hanya mengawasi tiga orang yang mengerubuti Jack. “Kalian mencari masalah dengan orang yang salah!” kata Jack dingin. Dia sudah siap menghadapi tiga pria yang bahkan tak dikenalnya. Saat itu, ponsel Jack bergetar. Diangkatnya telepon dan bertanya. “Ada apa? Aku sedang sibuk!” “Besok hari pelantikan, Bos. Apa Anda ingin dijemput ke sana atau---” “Aku datang sendiri!” Jack mematikan ponsel, tepat saat salah seorang melayangkan sebatang besi ke arahnya. Dia melompat ringan menghindari pukulan dan langsung menendang tangan pria itu dengan sangat keras. Terdengar bunyi derak tulang yang patah. “Aaahh!” Menyadari tangannya patah dan besi itu jatuh dengan suara berisik di aspal, pria itu bukannya jera. Dia malah mengambil senjata lain di punggung dan mengacungkannya ke arah Jack dengan tangan kiri. “Dia mematahkan tanganku. Biar di
“Sarapan sudah siap, Jack,” kata Tom.“Buatkan saja sandwich untuk kumakan di jalan. Aku harus pergi,” balas Jack dari dalam kamar.“Oke!” Tom pergi untuk menyiapkan permintaan Jack.Sepuluh menit kemudian Jack sudah siap dan berjalan keluar.“Kau mau pergi?”Tuan Fred sedang merapikan planter bag tanaman tomat di samping beranda. Dilihatnya Jack sudah rapi, lengkap dengan uniform tentaranya.“Ada acara di markas. Aku diminta datang.”“Tom! Apa bekalku sudah siap?” teriak Jack dari teras.“Ya!” Tom berlari ke depan dan tercengang melihat Jack yang gagah dalam seragam tentaranya.“Ini bekalmu. Apa itu mobil yang akan kau gunakan? Biar kuletakkan di sana.” Tom sudah menuruni undakan tanpa menunggu jawaban.“Andai Nyonya Muda melihatmu dengan seragam ini. Dia pasti sangat bangga,” kata Tom sembari menghela napas.“Berpamitanlah pada Nyonya Mathilda,” saran Tuan Fred.Jack berbalik dan melihat granny di kamar. Wanita tua itu masih membuka matanya dan melihat televisi yang menyala.“Granny
Jack langsung dibawa ke bagian belakang panggung. Dia bertemu dengan lima ketua tim inti dan anggota mereka masing-masing. Seratus orang prajurit pilihan sudah berbaris dengan rapi di bagian belakang panggung, menunggu kehadirannya.“Bos!” Lion menghampiri. Dia yang terakhir tiba di kota itu, karena bertugas mengawal semua anggota mereka kembali.Jack menyalaminya. “Bagaimana semuanya?”“Sedikit tidak dianggap seperti biasa,” jawabnya sambil menggeleng heran.Jack mengangguk. “Medan perang di belakang garis depan memang berbeda dengan yang biasa kita hadapi. Bukan peluru dan bom yang harus diwaspadai, tapi manuver serta kata-kata bersayap yang sama-sama dapat menjatuhkan bahkan membunuh musuhnya!”“Mengerti, Bos!” Lion mengangguk. Jack menemui anggota timnya agar mereka semua merasa tenang, meskipun di tempat itu mereka dikucil dan tidak dihargai sama sekali.“Acara sudha dimulai, Bos.” Hunter yang paling sibuk untuk urusan acara pelantikan Jack.“Apa yang harus kulakukan?” tanya Jack
Jack tidak mengerti sama sekali tentang urusan medis ini. Dia berpikir dan membuat dugaan-dugaan denagn beragam kemungkinan yang mungkin terjadi di lapangan, tanpa butuh banyak teori rumit. “Bagaimana jika kakek ternyata dihipnotis oleh orang lain agar melupakan semua hal yang dialaminya selama ini?” Jack terkejut sendiri denagn praduganya itu. Dengan cepat jarinya mengetik pesan pada Hudson untuk menyampaikan dugaannya pada dokter. Jack ingin dokter mencari ahli hipnoterapi untuk memeriksa kakeknya besok pagi! “Yah ... kita memang harus terbuka dengan segala kemungkinan!” gumamnya sendiri. Sebuah helikopter sudah menjemputnya di halaman rumah. Lion,Falcon, dan Ned, pergi menemani Jack ke pertemuan para pimpinan militer negara. Nyonya Smith juga turut serta dalam helikopter. Sebuah tas kerja yang menggelembung berada di pangguannya. Begitu Jack masuk dan duduk dengn baik, dia sudah menyerahkan tablet untuk dibaca sang jenderal muda. Granny dan Valerie menatap helikopter tentara it
Pria bertopeng itu tak peduli. Dia terus berjalan menuju pintu keluar. “Itu kalau kau bisa bertahan hidup di penjara dan tidak dijatuhi hukuman mati!” balasnya sinis.Keesokan pagi, kepolisian Philadelphia gempar karena Calvin Fisher ditemukan tergeletak tak berdaya di pinggir jalan depan kantor polisi. Pria itu langsung dilarikan ke rumah sakit dengan kawalan polisi dari kedua kota untuk menyelamatkan nyawanya.Di Meadow Creek, Jack sarapan dengan puas. Six telah melaporkan hal itu padanya sebelum subuh. Hatinya menjadi tenang dan seringan kapas. “Kau harus sembuh, Brianna,” bisiknya dalam hati.Iring-iringan mobil Jack menembus jalanan y ang ditutupi salju tipis. Kecepatan mereka tidak melebihi batas yang diperbolehkan, karena jalanan licin dan berbahaya. Tiba-tiba muncul seseorang yang tubuhnya penuh salju dan pucat, berdiri merenangkan tangan menghadang laju mobil.Para pengawal Jack segera waspada dan mengacungkan pistol lewat jendela pada orang itu sambil menurunkan kecepatan.“
Hudson menggeleng tak berdaya. “Itu nomor private. Tak ada jejak panggilan di ponsel.”Jack diam dan memperhatikan kakeknya. “Aku terlalu letih dengan banyaknya rahasia masa lalumu. Aku tidak akan mempedulikannya lagi. Jika kau ingin aku mencari orang itu, maka sadarlah dan ceritakan masalahnya padaku. Jika tidak, aku tak ingin menggalinya. Biarkan dia muncul sediri jika berani!”Dokter tidak mengatakan ada yang buruk dengan kondisinya, selain pingsan yang diperkirakan karena kejutan kecil. Namun, tidak sampai membuat Edward Hamilton mengalami serangan jantung. Mereka sudah melakukan tes dan tidak melihat ada yang salah di jantungnya.“Aku akan istirahat di sini, malam ini. Kau bisa pulang dan istirahat di rumah. Hanya saja, besok pagi aku harus kembali bekerja.” Jack menjelaskan posisinya yang sulit.“Saya mengerti.” Hudson mengangguk.Malam itu Jack menghubungi Brodie Baker untuk datang dan membawakan laporan perusahaan yang membutuhkan persetujuannya ke rumah sakit. Dia mungkin aka
Jack tercengang mendengar pengakuan Six. Dia menggeleng gusar. “Kau sangat tahu. Dengan posisiku di ketentaraan, aku tidak akan membiarkan tindakan main hakim sendiri seperti ini!” dengusnya kasar. “Jangan khawatir, jika terjadi sesuatu, akulah yang akan bertanggung jawab. Kami sangat tahu bahwa kau telah membahayakan karier militermu dengan mengambil alih kepemimpinan kelompok dalam masa krisis ini. Kami sangat berterima kasih untuk itu.” Six mengangkat tubuhnya yang semula membungkuk jadi duduk tegak dan menoleh pada Jack di samping. “Kami semua sudah menyepakati bahwa kami tidak akan pernah menyebutmu sebagai pimpinan jika terjadi hal yang mungkin akan menyeret kita semua ke ranah hukum!” Jack tak menyangka akan mendengar hal seperti itu. Kalian ....” Six mengangguk. “Kau jangan merasa terbebani dengan Kelompok Bawah Tanah. Sedikit hal yang kusesali tentang keinginan Deska yang menjodohkanmu dengan Brianna, meskipun dia mengetahui pekerjaanmu.” Six berdiri dan menghampiri lagi
Para pelayan di kediaman Deska langsung menyiapkan pemakaman untuk keesokan hari setelah mendapatkan informasi resmi tentang meninggalnya tuan mereka. Sementara itu, Jack dan pelayan pribadi Vladimir Deska tetap menunggu hingga semua prosedur selesai. Mereka membawa pulang peti jenazah Deska beberapa jam kemudian saat malam sudah turun.Jack mengabarkan pada Tuan Fredd bahwa dia tak bisa pulang, karena ayah mertuanya meninggal hari itu. Dia akan tinggal hingga pemakaman selesai dilakukan.Wajah seisi rumah itu diliputi kesedihan mendalam. Apapun pekerjaan Vladimir Deska di luar, dia tetaplah majikan yang baik pada para pekerjanya di rumah itu. Hingga tengah malam, makin banyak tamu dan perwakilan perusahaan yang datang ke kediaman dan melihat Vladimir Deska untuk terakhir kali.“Kami tidak melihat Brianna sejak tadi. DI mana kah dia?” tanya salah seorang tamu pada pelayan rumah.“Nona juga sedang sakit saat ini. Itu sebabnya tidak bisa hadir di sini,” jawab salah seorang pelayan.“Sa
Jack melangkah cepat mengikuti pelayan pribadi Vladimir Deska yang menunggunya di helipad.“Bagaimana keadaannya sejauh ini?” tanya Jack.“Tak ada kemajuan, Tuan Muda,” jawab pria itu lesu.Jack melirik pria di sampingnya. Pelayan itu tampak sangat letih, tapi tetap berusaha sigap melayani tuannya.“Kau bisa istirahat sebentar setelah ini. Biar aku yang menjaga Tuan Deska!” kata Jack.“Saya tahu Anda murah hati, Tuan Muda. Namun, saya juga tahu bahwa Anda pun memiliki banyak hal untuk diurus. Saya tidak akan membebani Anda lebih jauh,” tolaknya dengan penuh pengertian.Jack memaksa jika memang pria itu merasa masih sanggup melakukan tugasnya. Mereka memasuki lift menuju lantai perawatan Vladimir Deska.Jack menatap nanar mertuanya terbaring dengan begitu banyak alat bantu di tubuhnya. Pria yang pernah sangat berkuasa di Kelompok Bawah Tanah itu, kini terbaring tak berdaya. Bahkan untuk menarik napas saja sudah tak mampu.“Tuan Muda, Dokter ingin bertemu dengan Anda.” Pelayan pribadi i
Tuan Fredd menatap Jack khawatir. “Jangan gegabah, Jack. Itu hanya akan merugikan dirimu sendiri!”“Kita lihat saja nanti!”Jack mendengus kasar. Masih dengan perasaan jengkel dia menyusul Granny keluar dari ruang sidang. Mereka masih harus menunggu satu jam lagi sebelum para juri selesai mengambil keputusan.Ganny terlihat murung di kursi rodanya. Jack datang mendekat. “Ganny ingin minuman?” tawarnya.Tak jauh dari mereka berdiri, ada vending machine tempat menjual minuman. Jack mengeluakan uang agar semua orang bisa membeli minuman jika haus.Tak lama Valeri kembali dan menyodorkan sebotol air mineral serta roti lapis yang dikemas dengan sangat rapi. Granny menerimanya dan segera menikmati makanan kecil itu.“Jangan khawatirkan apa pun, Nyonya. Juri pasti bisa melihat bahwa pria itu memang pembunuhnya. Apa yang telah dilakukannya tidak akan diabaikan begitu saja hanya kanya karena pengakuan dia dibayar mahal,” kata Tuan Fredd.“Benar. Bukankah denagn pernyataan seperti itu dia justr
Jack melaporkan apa yang terjadi di Pensylvania pada Six. Dia ingin kelompok itu tenang karena semua sudah menjadi lebih terang dan jelas. Teman-teman mereka telah dievakuasi dari orang-orang yang datang menyerang. Sekarang tinggal menunggu hasil penyelidikan polisi pada kasus yang ada di sana.Jack hanya berharap tak ada hal uang akan membahayakan karirnya dari tempat itu. Dia hanya ingin semua masalahnya segera selesai dan bisa melepaskan diri dari pernikahan dengan Brianna secepatnya.“Apa kau sudah siap untuk ke pengadilan?” tanya Granny dari depan pintu kamarnya.Valerie terlihat lebih segar pagi itu, dengan gaun simpel berwarna biru langit berpadu putih. Menyadari Jack mengamatinya, wanita muda itu menunduk, lalu berbalik ke kamar Granny.“Tas Anda tertinggal di kamar,” bisiknya halus pada nenek Jack.“Oh, tolong ambilkan,” kata Granny cepat. Saat itu Valerie sudah masuk ke dalam kamar.eJack melangkah ke dekat neneknya. “Nenek cantik sekali pagi ini,” pujiya sambil tersenyum se
Di tengah kota pada dini hari itu, sebuah mobil yang sedang ngebut di jalan raya, terpantau oleh pengawas lalu lintas. Sebuah mobil polisi langsung mengejar untuk menghentikannya. Suara sirinenya meraung di kota yang masih tertidur lelap.Mata Falcon terbuka lebar dan dia segera bangkit dari tempat tidur, mengintip dari jendela untuk mengawasi keadaan di luar. Diperkirakannya suara sirine itu kemungkin berada satu atau dua blok dari tempatnya berada.Menyadari sura tersebut justru makin mendekat, Falcon muai menaruh perhatian yang lebih besar. Dia keluar ke balkon kamar dan memperhatikan dengan seksama di mana posisi kendaraan polisi tersebut.“Mereka menuju ke sini!” Falcon masuk lagi ke kamar karena sepertinya mobil polisi itu tertahan cukup jauh di persimpangan. Dia keluar lagi dengan membawa teropong kecil untuk mengamati.Tak lama terdengar suara tembakan yang nyaring meningkahi suara sirine yang masih terus menyala. Disambut oleh balasan tembakan lainnya. Hal itu berhasil meng