"Inget ya, kita gak boleh nyerah, kita kesini bareng, pulang juga harus bareng"
"Iya siap, kita harus nguatin satu sama lain!"
"Semangat nih aku, hahaha"
"Harus dong, yaudah tidur besok kita pulang!"
Satu persatu dari kami, mulai terlelap tidur. kami tidur hanya beralaskan daun, dan beberapa kain bekas, yang kami temukan.
Saat aku sudah tertidur, tiba-tiba saja ada anak kecil, yang membangunkan ku.
"Kak, kakak bangun"
"Ehh, apa? kamu siapa?" Aku, memaksakan membuka mata.
Aku belum sadar kalo ada, anak kecil itu.
"Kak, kalo kakak pengen nemuin jalur pendakian, besok pagi panggil aku aja, biar aku yang antar sampai tepi jalur, gimana?"
"Hah? mau, gimana cara aku manggil kamu?" dengan masih setengah sadar, aku menjawabnya.
"Panggil saja, namaku!"
"Siapa nama, mu?"
"Ragil, panggil namaku 44 kali!"
"Apa? sebanyak itu, mengapa?"
"Lakukan saja!"
"Ya, baiklah, baiklah"
Aku melanjutkan kembali, tidurku. Kini sang fajar, sudah terbit. saatnya kami bangun, dan kembali berjuang, untuk pulang.
"Bi, Fir, bangun udah pagi, aku tau tidur kalian nyenyak tapi, kita juga harus berjuang, lagi"
"Iya, kita udah bangun kok!"
"Huuu, dingin banget"
"Iyalah, kita kan lagi ada di Gunung, Fir" Zio, dan Bianca menertawakan, ku!
"Ahaha, iya jadi kangen bangun tidur dirumah"
"Ya, sabar sebentar lagi kita bakal pulang"
"Yuk, mulai jalan"
"Duh bentar, punggung aku sakit banget, apa gara-gara tidur ditanah ya?"
"Iya kali, aku juga sama kok"
"Oh ya udah, ayo mulai jalan"
"Bismillah!!!"
Kami memulai perjalanan, dengan berdoa.
Berharap, kali ini kami bisa keluar dari, semua ketakutan ini."Heum, semalam aku mimpi apa beneran yah?"
"Mimpi apa, Fir"
"Semalem, aku didatangin sama anak kecil, dia bilang kalo kita pengen nemuin jalurnya, panggil aja dia, dia yang bakal bantuin kita. tapi aku gak tau, itu mimpi atau bukan"
"Gimana cara manggilnya, siapa tau itu pertanda, apa salahnya kita nyoba"
"Iya bener kata, Bianca"
"Aku gak inget cara manggil dia, lagian aku setengah sadar gitu"
"Hadeuh, coba diingat-ingat, Fir"
"Bentar, ya"
Aku mencoba mengingat kejadian semalam, dan beruntung, aku bisa mengingat semuanya.
"Oh ya!"
"Aku inget!"
"Gimana, Fir?"
"Dia nyuruh buat manggil nama dia, 44 kali"
"Hah?banyak bener, siapa namanya?"
"Eh itu, namanya, ishh, Ragil!"
"Ayo kita coba, siapa tau beneran dia ngebantu!"
Namun, saat kita mulai memanggilnya, tiba-tiba angin berhembus kencang, suara cekikikan mulai terdengar, tidak peduli siang atau malam, mereka terus menggangu. keadaan begitu mencekam!
"Waduh, ada apa ini?"
"Ayo, kita berlindung aja"
"Gak, Fir, Zi, kita harus lakuin ini, kita harus manggil dia, mungkin mereka gak mau kalo anak kecil itu, bantu kita"
"Tapi Bi, angin kenceng banget"
"Tapi kita harus nyoba, kesempatan gak dateng dua kali, loh!"
Kami menuruti, kata Bianca. kami mulai memanggilnya, meskipun keadaan begitu menegangkan, namun kami berusaha kuat.
"Ragil, Ragil, Ragil, Ragil...."
Kami hanya fokus untuk memanggilnya.
Sampai sudah kami memanggilnya, sebanyak 44 kali. tiba-tiba suara cekikan mulai berhenti, dan keadaan kembali normal."Apa, ini mantra menghentikan semuanya?"
"Entahlah, dimana anak kecil itu?"
Kami sangat terkejut, anak yang semalam datang kepadaku, dia muncul dari bawah tanah, dengan wujud yang menakutkan.
"Semalam, wujudnya biasa seperti anak kecil pada umumnya, tapi mengapa sekarang begitu menakutkan" batinku.
"Hai, kalian memanggilku?!"
"Baguslah, kau mengikuti apa kata ku, Kak!" suara anak itu, sangat imut, dia mulai tersenyum.
Senyum semua orang, begitu manis, namun tidak dengan anak kecil, itu. Saat raut wajahnya mulai tersenyum, daging-daging, darah, belatung mulai berjatuhan.
"Ya, kami sangat membutuhkan pertolongan, dari mu"
"Ayo, ikuti aku"
Anak kecil itu mulai berjalan. dan kami mulai mengikutinya. keadaan sangat sepi, tidak ada diantara kami, yang bicara sepatah kata pun.
Aku hanya terus memperhatikan anak kecil, itu. hatiku bertanya-tanya, sebenarnya siapa dia
Ditengah keheningan ini, aku memberanikan diri, untuk bertanya pada anak kecil itu.
"Apa perjalanannya masih lama?"
"Ya, kita memerlukan waktu sehari"
"Apa?, ku kira perjalanan ini hanya sebentar" batinku.
"Oh ya baiklah"
Yang mengherankan, keadaan benar-benar normal, tidak ada suara cekikan lagi, tidak ada sesuatu yang membuat kami takut.
Kami sangat menikmati perjalanan, karna sudah cukup lama, kami tidak merasa tenang seperti ini, hanya ada sedikit ketakutan karna wujud anak itu.
"Apa kita bisa beristirahat dulu? aku capek, apa kalian tidak merasa capek?" tanyaku, pada teman-teman.
"Baiklah, Fir. aku setuju denganmu, aku juga capek"
"Oh ya sudah, ayo kita beristirahat"
Anak kecil itu mulai membalikkan badannya, kami sebenarnya gak mau lihat wajahnya. bukan kenapa, tapi wajahnya sangat hancur, membuat kami tak nyaman.
"Apa itu capek?" Tanya-nya.
Anak itu mulai mendekatiku, aku benar-benar takut!
"Ehhh"
Beruntung, Zio sangat mengerti diriku, dia mengambil perhatian anak itu.
"Ragil, kamu mau tau apa itu capek?" Bianca, berbisik.
"Ya sama aku juga, tapi mau gimana lagi, dia jadi penolong kita saat ini"
kami mulai berjalan, lagi. sepanjang perjalanan, tak ada satupun dari kami yang berbicara. dan tak terasa, hari sudah mulai gelap kembali.
"Perjalanan untuk menemukan jalur, sedikit lagi, kita hanya perlu menunggu malam berlalu" terang Ragil, si anak kecil itu.
"Kalian tidur saja malam ini, aku akan menjaga kalian, termasuk kamu, kak Zio. Malam ini kamu gak perlu jaga, kak Bianca, sama Kak Fira"
"Heum baiklah, terima kasih banyak"
Kami bertiga mulai terbaring, hari yang sangat melelahkan.
"Selamat tidur, jangan lupa baca doa"
"Iya"
"Iya, kamu pun, Zio"
Fajar telah terbit kembali, betapa bahagianya kami. ya tentu saja, kami akan segera menemukan jalur pendakian, yuhu!
"Yuhu, kalian siap pulang?"
"Tentu saja Bi, aku sangat tidak sabar"
"Ahaha, cobalah bersabar sebentar ladies!"
Kami sesekali tertawa, mendengar ucapan Zio.
"Ngomong-ngomong, dimana Ragil?"
"Aku disini, apa tidur kalian nyenyak?"
"Ya, terima kasih banyak telah menjaga kami sepanjang malam"
"Tidak masalah, ayo ikuti aku"
Baru beberapa menit kami berjalan, tiba-tiba...
"Sudah sampai!"
"Kalian sudah sampai di Jalur pendakian, aku sudah memenuhi tugasku, silahkan kalian pulang, aku harap tidak ada yang menggangu kalian lagi"
"Apa benarkah? ya aku mengenal jalur ini, ini sungguhan, bukan mimpi!" Betapa bahagianya Bianca.
"Ya, lihat, disana ada tas yang kita bawa. sepertinya masih lengkap"
"Syukurlah, terima kasih Ya Allah, terima kasih juga Ragil, kau mau mengantar kami sampai sini"
Kami sangat bahagia, setelah sekian lama kami tersesat, akhirnya kami bisa pulang di jalur yang benar.
"Baiklah, kami pamit" ucapa Zio berpamitan pada Ragil, kami pun mulai berjalan turun.
Sesekali aku melihat ke belakang, tampak Ragil berubah menjadi anak yang sangat manis, sama seperti saat ia datang dimimpiku!
Ia tersenyum, lalu mengarahkanku agar fokus kedepan. aku heran, sebenarnya siapa dia?
Perjalanan semakin jauh, sosok itu tidak terlihat lagi. setelah sosok itu tidak terlihat, aku hanya fokus pada jalan. begitu juga dengan Zio, dan Bianca.Saat kami tengah berjalan, kami melihat ada sekumpulan pendaki lain, yang sedang beristirahat. kami pun mendatangi mereka, dengan harapan mereka bisa membantu kami.Kami yakin mereka pendaki asli, maksudnya mereka benar-benar manusia."Lihat, ada banyak pendaki disana!""Apa mereka benar-benar, pendaki?""Aku merasa iya, soalnya kita udah ada di Jalur pendaki yang bener""Iya juga sih, yuk kita samperin"Aku berjalan duluan, Bianca, dan Zio, mereka berjalan dibelakangku."Fir, kamu kenapa?""Kenapa apa?""Itu, kenapa banyak darah di bahu mu?!""Apa darah?""Iya banyak banget, kamu gak ngerasain sakit?"Mendengar ucapan Bianca, aku terkejut sekaligus heran."Enggak kok!""Ayo cepet di obatin""Kita bisa minta obat me
Seharusnya kami turun sekarang. tapi karna Bianca hilang, kami menunda perjalanan pulang."Takutnya Bianca, dia disesatin sama mereka""Mereka siapa?""Heum, ngerti kan?""Oh iya, ngerti""Masuk tenda aja yuk, disini dingin!""Ayo""Teman-teman!"Ketika kami hendak masuk tenda, terdengar suara teriakan, suaranya tak asing."Loh, Alfa? kok balik? apa Bianca udah ketemu?""Belum, tapi tenang mereka bakal nemuin Bianca segera, kok!""Aku ditugasin jaga kalian, takutnya ada hewan buas, atau hewan kecil beracun yang ganggu kalian" jelasnya."Oh, yaudah masuk tenda aja, soalnya diluar dingin banget""Diliat dari cuaca, kayaknya bakal hujan""Iya nih, takut banget. mana Bianca belum ketemu, lagi""Berdoa aja, semoga cepet ketemu"Aku hanya diam, tidak menghiraukan mereka. mereka juga sesekali bertanya padaku, namun tidak aku jawab. karna kini pikiranku hanya tertuju pada Bianca,
"Sumpah Bianca mau sampe kapan ngeselin, gini""Ngapain ngomong sendiri""Eh enggak""Sans aja kali. boleh minta tolong gak bawain sampah, disana?""Oh iya boleh, ayo"Kami semua membersihkah sampah plastik dari kemasan mie instan, dan kopi. kecuali, Bianca dan Zio. tampaknya ada percakapan penting diantara mereka."Zio, kok kamu gini sih?""Gini apa? udah cukup sabar aku sama kamu, Bi. sekarang mending kamu bantu beresin sampah""Tapi Zi?""Apaan sih, bahas ini nanti aja""Ya ampun, salah apa aku?"Zio hanya menatap malas padaku, lalu pergi menjauh....."Udah beres semua, yuk kita mulai perjalanan""Faisal sama aku didepan, terus belakang ku Fira sama Bianca, nah malik ditengah barisan. selanjutnya disambung sama Aulia, Mia, sama Rara. sisanya Zio, Bryan paling belakang""Okey, gini kan aman""Pastiin senter nyala, gantian ya nyalain nya""Iya, yuk Bismillah
"Hey hentikan!" teriak Alfa kebingungan melihat Zio menghajar Bryan.Tampaknya Zio tak menghiraukan sekitar, ia terus menghajar Bryan tanpa ampun.Kami berusaha memisahkan keduanya, tapi amarah Zio begitu tak terkendali."Zio, hentikan!""Zio tolong jangan salah paham, aku tidak bermaksud untuk-" Bryan terus membela diri."Berhenti! lepaskan!" dengan susah payah Alfa dan Faisal akhirnya mampu memisahkan keduanya."Apa alasanmu menghajar Bryan, hah?" tanya Alfa dengan sedikit kesal."Kau tanyakan saja pada di brengsek itu!" sentak Zio, lalu pergi menghampiri Bianca yang sedang terbaring pingsan.Kami juga terkejut melihat Zio menghampiri Bianca, yang sedang pingsan."Itu Bianca kenapa, Zi?""Kalian tolong beri dia air, dan jaket hangat" ucap Zio."Baik, tunggu" aku lalu mengambil jaket dan memberikannya pada Zio."Ini!""Makasih"Dengan sangat lembut Zio memeluk Bianca, dan menghangatkan
"Pendapat kalian apa? mau kayak gimana? aku ikut aja, bingung" ucap Malik pasrah pada keadaan."Sama, bingung. Tapi pendapatku mending kita tinggalin aja. Bukannya aku gak tega sama Faisal, tapi mau gimana lagi. Ini satu-satunya solusi" ucap Zio.Mereka semua saling mengajukan pendapat, hanya aku saja yang diam menyimak mereka."Fira, semua orang udah ngasih pendapat. Kamu gimana?" tanya Malik, kini giliranku memberi pendapat."Hm, ya aku setuju kalo emang harus ninggalin jasad Faisal disini""Sekarang kita cuma perlu meyakinkan Rara supaya setuju, dan ngertiin keadaan" kami semua pun berusaha membuat Rara mengerti, dan syukurlah Rara mengerti keadaan dan setuju meninggalkan jasad Faisal."Ya, aku ngerti sekarang aku setuju buat ninggalin jasad Faisal disini. Tapi kita gak boleh meninggalkan jasadnya kayak gini doang, kan?""Maksudnya kita kubur, gak tega banget kalo jasadnya harus dimakan hewan buas" lanjutnya."Bener, k
"Hahaha, gak asik bawa-bawa kesesat." "Bro, tolong kayak ada yang ngendaliin tubuh aku." tutur Malik, mendengar itu kami semua kaget. Kami kira Malik kesurupan "Eh, jangan bercanda kamu." "Malik, serius kamu?" "Gak lucu, deh." "Bacain ayat kursi."kami membaca beberapa doa, dan kesalnya kami ketika Malik tiba-tiba tertawa "Ahaha, mau aja kalian dikibulin sama aku." "Ish, gak lucu!" "Iya deh, iya, maaf." "Hadeuh, udah banyak candaan buat ngilangin keresahan. Tapi, kabut ini belum hilang juga" "Iya, nih. Gimana ya?" "Ada makanan gak? laper banget" "Ada nih roti, tapi cuma setengah" "Ya, gapapa" "Aul, kamu laper banget ya?" "Iya, kita udah gak makan berapa hari coba?" "Entahlah" "Nih, ada roti satu kantong lagi. Kira-kira cukup gak buat stok makan kita selama digunung?" "Kalo di gunung itu cukup, cuma sekarang kita entah lagi dimana" "Iy
“lompat!” teriak Zio mengarahkan agar semua orang lompat ke jurang itu.Ketika melompat rasanya nyawa dan tubuh kami terpisah. Kami ingin segera mendarat di tanah, tapi ketinggiannya begitu dalam. Jadi tak mungkin kami bisa cepat-cepat mendarat di tanah. Setengah sadar, aku melirik ke arah Bianca, terlihat diwajahnya penuh ketakutan.Brugh, suara tabrakan tubuh kami terjatuh ke tanah. Aku merasa sangat lega, meskipun tubuh ku terasa sangat sakit, beruntung kami berada dibawah bantuan sosok itu. Jika tidak, mungkin kami akan tewas karna terjatuh dari jurang yang sangat tinggi.Kami tak sadarkan diri beberapa menit namun, sebelum itu aku melihat seorang pria berlari, aku tak tahu dia siapa. Karna aku melihatnya setengah tak sadar. Dan setelah itu aku pun tak sadarkan diri.Setelah beberapa lama aku terbangun dari pingsan karna Bianca membangunkanku, ia menepuk pelan pipiku, dan aku akhirnya bangun.“Fira, gimana rasa sakitmu?” tan
-BAB 1 "Fira, bangun nak" "Cepet mandi, abis itu sarapan" sambut ibuku di pagi hari. "Iya bu, bentar lagi Fira turun" jawabku. "Tumben, bangunnya pagi, dibangunin sama temen khayalannya, ya" ejek adikku, dia masih sangat kecil, namun sudah pandai mengejek. "Bisa gak diem, masih kecil kok gitu" jawabku sedikit menyentak. "Kakak gak boleh gitu sama adik, kan itu juga emang bener" papah tiba- tiba nyaut. "Apa sih, kalian kok gitu sama Fira, sakit hati tau" aku pergi, meninggalkan meja makan, dan pergi ke sekolah. "Tuh papah, jadi Fira marah. mana dia belum sarapan" kata ibuku. "Fira, makan dulu" teriaknya, mencegah aku pergi. Tapi aku menghiraukannya, dan terus berjalan ke Sekolah. Setibanya Di Sekolah, aku disambut dengan hinaan, yang di ucapkan oleh siswa-siswa disana. Tentu saja aku geram, tapi apa boleh buat? Aku le
“lompat!” teriak Zio mengarahkan agar semua orang lompat ke jurang itu.Ketika melompat rasanya nyawa dan tubuh kami terpisah. Kami ingin segera mendarat di tanah, tapi ketinggiannya begitu dalam. Jadi tak mungkin kami bisa cepat-cepat mendarat di tanah. Setengah sadar, aku melirik ke arah Bianca, terlihat diwajahnya penuh ketakutan.Brugh, suara tabrakan tubuh kami terjatuh ke tanah. Aku merasa sangat lega, meskipun tubuh ku terasa sangat sakit, beruntung kami berada dibawah bantuan sosok itu. Jika tidak, mungkin kami akan tewas karna terjatuh dari jurang yang sangat tinggi.Kami tak sadarkan diri beberapa menit namun, sebelum itu aku melihat seorang pria berlari, aku tak tahu dia siapa. Karna aku melihatnya setengah tak sadar. Dan setelah itu aku pun tak sadarkan diri.Setelah beberapa lama aku terbangun dari pingsan karna Bianca membangunkanku, ia menepuk pelan pipiku, dan aku akhirnya bangun.“Fira, gimana rasa sakitmu?” tan
"Hahaha, gak asik bawa-bawa kesesat." "Bro, tolong kayak ada yang ngendaliin tubuh aku." tutur Malik, mendengar itu kami semua kaget. Kami kira Malik kesurupan "Eh, jangan bercanda kamu." "Malik, serius kamu?" "Gak lucu, deh." "Bacain ayat kursi."kami membaca beberapa doa, dan kesalnya kami ketika Malik tiba-tiba tertawa "Ahaha, mau aja kalian dikibulin sama aku." "Ish, gak lucu!" "Iya deh, iya, maaf." "Hadeuh, udah banyak candaan buat ngilangin keresahan. Tapi, kabut ini belum hilang juga" "Iya, nih. Gimana ya?" "Ada makanan gak? laper banget" "Ada nih roti, tapi cuma setengah" "Ya, gapapa" "Aul, kamu laper banget ya?" "Iya, kita udah gak makan berapa hari coba?" "Entahlah" "Nih, ada roti satu kantong lagi. Kira-kira cukup gak buat stok makan kita selama digunung?" "Kalo di gunung itu cukup, cuma sekarang kita entah lagi dimana" "Iy
"Pendapat kalian apa? mau kayak gimana? aku ikut aja, bingung" ucap Malik pasrah pada keadaan."Sama, bingung. Tapi pendapatku mending kita tinggalin aja. Bukannya aku gak tega sama Faisal, tapi mau gimana lagi. Ini satu-satunya solusi" ucap Zio.Mereka semua saling mengajukan pendapat, hanya aku saja yang diam menyimak mereka."Fira, semua orang udah ngasih pendapat. Kamu gimana?" tanya Malik, kini giliranku memberi pendapat."Hm, ya aku setuju kalo emang harus ninggalin jasad Faisal disini""Sekarang kita cuma perlu meyakinkan Rara supaya setuju, dan ngertiin keadaan" kami semua pun berusaha membuat Rara mengerti, dan syukurlah Rara mengerti keadaan dan setuju meninggalkan jasad Faisal."Ya, aku ngerti sekarang aku setuju buat ninggalin jasad Faisal disini. Tapi kita gak boleh meninggalkan jasadnya kayak gini doang, kan?""Maksudnya kita kubur, gak tega banget kalo jasadnya harus dimakan hewan buas" lanjutnya."Bener, k
"Hey hentikan!" teriak Alfa kebingungan melihat Zio menghajar Bryan.Tampaknya Zio tak menghiraukan sekitar, ia terus menghajar Bryan tanpa ampun.Kami berusaha memisahkan keduanya, tapi amarah Zio begitu tak terkendali."Zio, hentikan!""Zio tolong jangan salah paham, aku tidak bermaksud untuk-" Bryan terus membela diri."Berhenti! lepaskan!" dengan susah payah Alfa dan Faisal akhirnya mampu memisahkan keduanya."Apa alasanmu menghajar Bryan, hah?" tanya Alfa dengan sedikit kesal."Kau tanyakan saja pada di brengsek itu!" sentak Zio, lalu pergi menghampiri Bianca yang sedang terbaring pingsan.Kami juga terkejut melihat Zio menghampiri Bianca, yang sedang pingsan."Itu Bianca kenapa, Zi?""Kalian tolong beri dia air, dan jaket hangat" ucap Zio."Baik, tunggu" aku lalu mengambil jaket dan memberikannya pada Zio."Ini!""Makasih"Dengan sangat lembut Zio memeluk Bianca, dan menghangatkan
"Sumpah Bianca mau sampe kapan ngeselin, gini""Ngapain ngomong sendiri""Eh enggak""Sans aja kali. boleh minta tolong gak bawain sampah, disana?""Oh iya boleh, ayo"Kami semua membersihkah sampah plastik dari kemasan mie instan, dan kopi. kecuali, Bianca dan Zio. tampaknya ada percakapan penting diantara mereka."Zio, kok kamu gini sih?""Gini apa? udah cukup sabar aku sama kamu, Bi. sekarang mending kamu bantu beresin sampah""Tapi Zi?""Apaan sih, bahas ini nanti aja""Ya ampun, salah apa aku?"Zio hanya menatap malas padaku, lalu pergi menjauh....."Udah beres semua, yuk kita mulai perjalanan""Faisal sama aku didepan, terus belakang ku Fira sama Bianca, nah malik ditengah barisan. selanjutnya disambung sama Aulia, Mia, sama Rara. sisanya Zio, Bryan paling belakang""Okey, gini kan aman""Pastiin senter nyala, gantian ya nyalain nya""Iya, yuk Bismillah
Seharusnya kami turun sekarang. tapi karna Bianca hilang, kami menunda perjalanan pulang."Takutnya Bianca, dia disesatin sama mereka""Mereka siapa?""Heum, ngerti kan?""Oh iya, ngerti""Masuk tenda aja yuk, disini dingin!""Ayo""Teman-teman!"Ketika kami hendak masuk tenda, terdengar suara teriakan, suaranya tak asing."Loh, Alfa? kok balik? apa Bianca udah ketemu?""Belum, tapi tenang mereka bakal nemuin Bianca segera, kok!""Aku ditugasin jaga kalian, takutnya ada hewan buas, atau hewan kecil beracun yang ganggu kalian" jelasnya."Oh, yaudah masuk tenda aja, soalnya diluar dingin banget""Diliat dari cuaca, kayaknya bakal hujan""Iya nih, takut banget. mana Bianca belum ketemu, lagi""Berdoa aja, semoga cepet ketemu"Aku hanya diam, tidak menghiraukan mereka. mereka juga sesekali bertanya padaku, namun tidak aku jawab. karna kini pikiranku hanya tertuju pada Bianca,
Perjalanan semakin jauh, sosok itu tidak terlihat lagi. setelah sosok itu tidak terlihat, aku hanya fokus pada jalan. begitu juga dengan Zio, dan Bianca.Saat kami tengah berjalan, kami melihat ada sekumpulan pendaki lain, yang sedang beristirahat. kami pun mendatangi mereka, dengan harapan mereka bisa membantu kami.Kami yakin mereka pendaki asli, maksudnya mereka benar-benar manusia."Lihat, ada banyak pendaki disana!""Apa mereka benar-benar, pendaki?""Aku merasa iya, soalnya kita udah ada di Jalur pendaki yang bener""Iya juga sih, yuk kita samperin"Aku berjalan duluan, Bianca, dan Zio, mereka berjalan dibelakangku."Fir, kamu kenapa?""Kenapa apa?""Itu, kenapa banyak darah di bahu mu?!""Apa darah?""Iya banyak banget, kamu gak ngerasain sakit?"Mendengar ucapan Bianca, aku terkejut sekaligus heran."Enggak kok!""Ayo cepet di obatin""Kita bisa minta obat me
"Inget ya, kita gak boleh nyerah, kita kesini bareng, pulang juga harus bareng""Iya siap, kita harus nguatin satu sama lain!""Semangat nih aku, hahaha""Harus dong, yaudah tidur besok kita pulang!"Satu persatu dari kami, mulai terlelap tidur. kami tidur hanya beralaskan daun, dan beberapa kain bekas, yang kami temukan.Saat aku sudah tertidur, tiba-tiba saja ada anak kecil, yang membangunkan ku."Kak, kakak bangun""Ehh, apa? kamu siapa?" Aku, memaksakan membuka mata.Aku belum sadar kalo ada, anak kecil itu."Kak, kalo kakak pengen nemuin jalur pendakian, besok pagi panggil aku aja, biar aku yang antar sampai tepi jalur, gimana?""Hah? mau, gimana cara aku manggil kamu?" dengan masih setengah sadar, aku menjawabnya."Panggil saja, namaku!""Siapa nama, mu?""Ragil, panggil namaku 44 kali!""Apa? sebanyak itu, mengapa?""Lakukan saja!""Ya, baiklah, baiklah"Aku
"Entah sampai kapan, mereka terus menganggu, kita""Sudah berapa lama, kita turun?""Kita belum juga menemukan jalur, pendakian""Benar, sepertinya kita disesatkan""Ya, aku pikir mereka hanya akan, meneror, ternyata sampai menyesatkan"Kami berbincang-bincang, dengan suara pelan. agar suasana, tidak begitu menakutkan."Oh iya, kalian jangan sampe bengong""Nanti, bisa di rasuki"Lalu terdengar, suara langkah kaki, kami merasakan dua hal, antara takut, dan senang. disatu sisi kami, takut kalo suara itu, bukanlah langkah kaki manusia. disisi lain kami, senang berfikir bahwa itu pendaki, petugas setempat"Ada suara langkah kaki, apa mereka para penghuni, atau para petugas?""Entahlah, sebaiknya kita sembunyi dulu"Kami sembunyi dibalik pepohonan, yang rimbun dengan, daun-daun."Jangan ada suara,jangan sampai terlihat, kita gak tau mereka itu manusia, atau bukan""Setidaknya, kalo m