Home / Lain / DENDAM / Pemakaman

Share

Pemakaman

Author: Rias Ardani
last update Last Updated: 2021-04-26 16:12:16

 

Dendam

Part2

 "Sudah, cukup! Jangan menambah sakit hati Mamah, tidak seharusnya kamu bersikap seperti ini di depan jenazah Alena." 

 Mamah berkata dengan tangan yang menunjuk-nunjuk ke arahku, serta mata melotot, yang seakan mau keluar dari tempatnya.

Aku menatap nanar wajah Mamahku, wanita yang melahirkan aku itu begitu marah kepadaku, pancaran matanya menyorotkan kebencian dan kekecewaan.

Sedangkan Ibu mertua, Beliau terus-menerus menyeka air matanya. 

Aku bersimpuh di depan Ibu mertua, memohon maafnya.

Namun Ibu mertua tidak merespon apapun, Ibu bahkan membuang wajah dari pandanganku.

 "Bu, maafkan saya! Saya memang salah."

 

"Kita tidak bisa mengubah garis takdir seseorang, mungkin inilah yang di namakan janji dirinya, sebelum dia lahir ke dunia." 

Aku semakin malu, mendengar ucapan Ibu mertua. 

Selama dua bulan ini, semenjak pertemuanku dengan Amira. 

Begitu banyak perlakuan tidak mengenakkan dariku untuk Alena.

Saat itu ....

"Mas, kapan kita jalan-jalan? Aku pengen ke kebun buah durian, belum pernah kesana. Pasti enak deh menikmati buahnya langsung di kebun."

"Aku sibuk! Lain kali saja." 

 Alena hanya diam, dia terlihat berusaha mengukir senyum. Aku melongos, meraih kunci lalu pergi.

Hari libur sekalipun, aku bukannya meluangkan waktu untuk jalan-jalan dengan Alena. Aku malah sibuk membahagiakan dahaga Amira yang haus berbelanja.

Dengan merangkul mesra pundak Amira, aku menyenangkan hatinya, dengan membayar semua belanjaan mahalnya.

Hal yang tidak pernah aku lakukan untuk Alena, namun aku tidak peduli.

Di tempat tidur, aku berbaring lelah bersama Amira.

"Mas, nanti kalau Alena tau tentang kita bagaimana?" tanya Amira. 

"Aku tidak akan mengakuinya."

"Mas nggak berani jujur? Mas tidak tulus sayang denganku." 

 Amira meraju.

"Sayang kok! Tapi mas juga nggak mau Alena sakit hati. Nanti ribet urusannya. Mamah dan Papah begitu menyayanginya."

"Ah, alasan."

"Beneran."

"Mau sampai kapan, aku jadi gundik kamu? Aku juga butuh kepastian."

"Sayang .... status itu tidak penting. Jika cinta, jiwa dan ragaku milikmu."

Aku mencoba merayunya.

"Ih, mending mati saja tuh Alena. Aku nggak mau hubungan tidak jelas, aku butuh kepastian." 

Amira merajuk, ia pun pergi begitu saja, setelah meminta sejumlah uang kepadaku.

Semenjak dekat dengan Amira, aku jarang pulang, bahkan pesan dan panggilan telepon Alena, sering kuabaikan.

"Mas, kalau pulang bawain rujak buah ya! Aku pengen banget." 

Pesan Alena, ketika aku berangkat ke kantor. Jika biasanya aku sebelum berangkat mencium keningnya, namun tidak lagi aku lakukan.

Kurasa, cintaku mulai pudar pada Alena, Amira lah cinta sejatiku kini, aku rasanya sangat tergila- gila pada Amira.

______

Selesai ngantor, aku tidak pulang ke rumah, melainkan ke Apartemen Amira, menyenangkan hati.

"Mas, tadi aku ke kantor. Kok bagian informasi namanya Amira juga."

 

Aku terkekeh mendengar protesnya.

"Ada lima karyawan wanita di kantor itu, yang namanya semua Amira." 

"Kok bisa?" tanyanya.

"Itu tandanya aku selalu mencintai kamu. Mereka karyawan wanita pilihan. Kalau namanya bukan Amira, aku tidak mau menerimanya bekerja di kantorku."

"Uhu .... so sweet banget sih. Makin sayang deh aku," kata Amira, dengan menempelkan tubuhnya di belakangku. Membuatku semakin terbuai, dan semakin lupa dengan Alena.

_______

"Mohon maaf, Nak Raka. Jenazah Ibu Alena, mau kami mandikan dulu." 

Ibu-ibu yang berjumlah empat orang itu meraih tubuh Alena. Dan membuyarkan lamunanku, semasa Alena masih bernyawa.

Alena dua bersaudara, namun satunya bersama Neneknya di Surabaya. Bahkan kematian Alena, tidak membuatnya memperlihatkan batang hidungnya, heran.

Hanya ada Ibu mertua, mereka merupakan orang perantau, yang mengadu nasib di Kalimantan. 

Kulihat wanita paru baya itu hanya terdiam, tatapannya sendu, air matanya terus-menerus mengalir.

Beda dengan Mamah yang terus terisak. Mamah dan Papah begitu menyayangi Alena, bagi mereka, Alena sudah seperti anak kandung sendiri.

Dari para pelayat, aku menangkap sosok Amira dari kejauhan, dengan mengenakan kaca mata hitam. Saat pandangan kami bertemu, Amira terlihat langsung menjauh pergi dengan mobil berwarna merah.

'Untuk apa Amira berkeliaran di kompleks rumahku, apakah dia sudah tahu, bahwa aku tengah berduka.' Aku bergumam dalam hati. 

Dengan langkah terseok, aku mengiri proses pemakaman jenazah Alena, yang telah usai di salatkan.

Rasa tidak kuasa aku mendengar bait demi bait lantunan ayat suci yang Ustadz Ahmad kumandangkan. Mengiringi proses pengantaran Alena ke tempat peristirahatan terakhirnya.

"Alena .... ya Allah, anakkku."

Teriakkan histeris dari suara Mamah begitu terdengar lirih, tubuhnya meluruh menggenggam tanah yang masih basah di atas pusaran, tempat peristirahatan terakhir, Alena Putri.

Tangisannya begitu pilu, menyayat hati. Ibu mertua yang merupakan Ibu kandung Alena hanya terdiam tanpa suara. Tiba-tiba dia pun jatuh ke tanah dan pingsan, membuat semua pelayat berhamburan membantu membopong tubuhnya ke bawah pohon.

Mamah tidak bergerak sama sekali, dia masih terus menangisi kepergian menantunya.

"Kenapa kamu pergi meninggalkan Mamah, Nak. Padahal kamu sudah berjanji, akan selalu ada untuk Mamah! Dan memberikan mamah cucu yang lucu dan banyak." 

"Mana janji kamu Alena? Mana, Nak ...." Mamah semakin terisak, membuat dadaku semakin sesak dan sakit hati mendengar ucapan-ucapan lirihnya.

Papah memeluk Mamah.

"Ma .... mamah harus ikhlas, kasihan Alena, dia pasti sedih melihat kondisi Mamah seperti ini." 

Papah mencoba menyabarkan Mamah yang begitu kalut.

"Tapi, Pah. Alena sudah berjanji sama Mamah, dia akan meramaikan rumah kita dengan kelucuan anak-anaknya, itu janji Alena. Tapi, tapi kenapa dia harus pergi, bahkan dengan cara tragis seperti ini." 

"Ya Allah .... anakku." 

Aku menyeka air mata, tidak kusangka Mamah akan terluka sedalam ini. Bagaimana jika dia tahu, bahwa aku berselingkuh di belakang Alena. Bisa saja, Mamah langsung mengutukku.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Hmmm apa jgn2 org suruhannya si amira selingkuhannya dia yah?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DENDAM   Hasil Autopsi

    DendamPart3 Semua pelayat pun telah pulang ke rumah masing-masing, aku memapah Ibu mertua yang tidak mampu berdiri.Tubuhnya lemah, teramat lemah, ia bahkan seolah hilang tenaga. Lantunan ayat suci berulang kali ia rapalkan dengan bibir gemetar, berdosanya aku, sungguh berdosa. Andai saja malam itu aku tidak ke apartemen Amira, andai saja aku memilih pulang. Mungkin Alena saat ini masih di rumah, bercengkrama bersama Mamah dan tersenyum riang menyambut kedatanganku pulang bekerja. Sesampainya kami semua di rumahku, yang bersebelahan dengan rumah Mamah. Aku merebahkan ibu mertua dalam kamarnya, ia memang tinggal bersama kami selama ini. Aku berjalan menuju dapur, dimeja makan tertata rapi berbagai hidangan yang terlihat begitu lezat. Namun kini telah basi, dan dihiasi beberapa bunga mawar merah yang amat cantik, serta lilin berwarna warni. Hatiku seakan di hantam pisau belati, perih dan sakit melihat betapa Alena begitu sempurna mempersiapkan segalanya. Ia pasti menyiapkan semua

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Nomor tanpa nama

    DendamPart4Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Mamah kembali sadar, namun Mamah teramat membuat aku dan Papah semakin khawatir.Mamah terus meracau dan menyebut-nyebut nama Alena, perasaan hati ini semakin tidak karuan."Alena ..., Alena, jangan tinggalkan Mamah, Nak. Jangan ..., Mamah tidak kuat, tidak kuat jika harus kehilangan kamu, Nak." Kata-kata itu berulang kali ia ucapkan, membuatku semakin frustasi dan tertekan, tidak henti-hentinya aku merutukki diri sendiri yang bodoh ini.Sepanjang perjalanan itu pula, Amira terus-menerus menghubungiku. Sesampainya di rumah sakit, aku meminta Papah untuk duluan masuk ke dalam membawa Mamah."Raka mengangkat telepon dulu, soalnya tadi pagi meninggalkan kantor begitu saja! Mana tau ada masalah." Papah mengangguk, dan menggandeng Mamah yang begitu lemah masuk ke dalam rumah sakit.Aku menghubungi balik nomor Amira."Kamu kemana saja sih, Mas? Susah banget di hubungi, aku kan kangen." Amira berkata di sebrang telepon dengan suara yang

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Kedatangan

    Part5Aku mengusap kasar wajahku. Begitu banyak yang Alena pendam seorang diri, aku sebagai suami merasa sangat tidak berguna.Aku kembali teringat Amira, selama ini tidak ada satu pun musuh Alena, apa mungkin ini perbuatan Amira? Agrh .... rasanya aku benar-benar tidak kuasa, jika semua ini benar perbuatan Amira.Kupandangi wajah pucat Mamah, betapa menderitanya Mamah, kehilangan Alena.Kuseka pelan air mata, aku tetap harus berusaha kuat.---------Menghilangkan rasa jenuh, aku berselancar di aplikasi berwarna biru.Terlihat beberapa akun menshare berita tentang pembunuhan yang di alami istriku.Dering panggilan masuk, dari nomor tidak di kenal. Aku pun menerima panggilan itu."Hallo," ucapku, dengan menempelkan benda pipih itu ke telinga."Hallo, dengan Bapak Raka Sebastian.""Benar, saya

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Hal Aneh

    Part6"Ibu, bibirnya miring dan tangannya sedikit bengkok, seperti orang yang terserang stroke, Pak.""Astagfirullah." Aku langsung mematikan telepon.'kenapa Ibu mendadak tiba-tiba begini.'"Ada apa?" tanya Papah."Ibu Alena, katanya seperti terserang gejala stroke. Raka mau membawanya ke rumah sakit, dulu."Papah mengangguk, aku berlari cepat meninggalkan ruangan menuju parkiran.Kupacukan mobil dengan kecepatan tinggi, hingga sampai di depan rumah dengan cepat.Aku memarkirkan mobil di teras depan, lalu keluar dan mendorong kasar pintu.Aku dengan sigap membuka kamar Ibu, aku takut ia benar-benar stroke.Saat aku membuka kamar, Alia dan bibi menatap ke arahku.Aku tercekat, melihat kondisi Ibu yang begitu memprihatinkan."Al, kamu ikut saya! Kita bawa ibu ke rumah sakit."Alia m

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Curiga

    Part7Aku tidak tahu masa lalu wanita ini, yang jelas, sorot matanya menampakan amarah yang terpendam.Namun masih tertutup oleh wajah cantiknya."Masuk dan istirahatlah, nanti kamu juga ikutan sakit kalau begini."Alia mengangguk, namun ia tidak berkata apapun lagi. Aku masuk mengekor Alia, memperbaiki selimut Ibu, dan menggenggam telapak tangannya."Bu, jangan terlalu banyak pikiran, nanti Ibu tambah sakit, disini sudah ada Alia. Ibu harus sehat lagi, Alia butuh ibu."Aku berkata pelan, namun pancaran mata Ibu menyorotkan kepanikan dan ketakutan, sulit untuk aku pahami."Bu, jangan khawatirkan apapun, Raka janji, akan menjaga Alia untuk Ibu. Cukup kita kehilangan Alena, Raka akan menjaga Alia untuk Ibu."Aku berusaha menenangkannya, mungki saja Ibu takut Alia mengalami hal yang serupa, seperti yang di alami Alena.

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Curiga2

    Part8"Amira .... lepas! Sini duduk." Aku menyentak kedua tangannya, lalu menyeretnya pelan ke arah sofa. Amira terheran-heran menatapku."Ada apa sih? Mas."Aku menatap dingin wanita di depanku ini."Amira, kamu tau bukan, bahwa Alena mati di bunuh?" ucapku. Amira mengatupkan kedua telapak tangannya ke mulut.Ia seolah tengah terkejut mendengar ucapanku. Aku menatap lekat mata hitamnya, berusaha melihat kejujuran. Namun ia seakan benar-benar terkejut."Kamu jujur sama Mas. Kemaren ngapain kamu berkeliaran di kompleks tempat tinggal mas, dan berdiri melihat rumah yang riuh para pelayat.""Apa? Jadi rumah mas? Bukan rumah teman?" tanya Amira, ia malah nampak kebingungan.Aku mendesah berat, menahan gejolak amarah yang seakan ingin meledak."Kamu jangan main-main Amira, bukankah kamu senang mendengar berita kematian Alena."

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Curiga3

    Part9"Bi, bersikaplah seolah tidak ada apa-apa, namun tetap waspada."Bibi mengangguk, ia pun berpamitan untuk melanjutkan pekerjaannya.Aku pun berjalan cepat, menuju ke dalam kamar kami.Kurebahkan tubuh yang terasa lelah ini, sambil memejamkan mata, berharap Alenaku datang, walau hanya di alam mimpi.__________Ketukan di pintu kamar, membuatku terbangun dari alam mimpi, namun rasa kantuk masih melekat hebat di mata, membuatku sulit untuk bangun.Aku beringsut turun, berjalan gontai, menuju kedaun pintu kamar.Kutarik gagang pintu, dengan mengerjap-ngerjapkan mata.Aku terkejut, melihat Alia berdiri tepat di depanku."Alia, ada apa?" tanyaku, sebiasa mungkin aku bersikap, agar ia tidak berpikir aneh tentangku.Alia tersenyum kecil, sorot matanya terlihat begitu dingin dan sulit kupahami pandangannya itu.

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Ditampar

    Part10Sudah dua minggu Ibu di rawat, aku pun sesekali menjenguknya ke rumah sakit.Dokter mengatakan, kondisi Ibu Mumun tidak ada perubahan.Mamah menghubungiku, untuk menjemput mereka pulang.Ia memutuskan membawa Ibu pulang, katanya lebih baik rawat di rumah, ia bahkan berniat mempekerjakan seorang perawat, yang akan bertanggung jawab mengurus Ibu.Aku melajukan mobil ke rumah sakit, sementara Papah masih di kantornya. Papah memiliki perusahaan sendiri, yang terbilang masih baru, dan bergerak di bidang property.Sedangkan aku sendiri, bekerja di perusahaan bonafide. Aku memiliki jabatan yang cukup penting di perusahaan raksasa tersebut.Masih dalam masa cuti, yang tinggal sehari lagi. Aku melajukan mobil, menuju rumah sakit.Aku mengurus biaya administrasi, kemudian menunggu Alia keluar bersama Mamah.Alia mendorong pelan kursi roda ibu, sedangka

    Last Updated : 2021-05-02

Latest chapter

  • DENDAM   TAMAT

    Bab26Alia terisak, dan Mama langsung memeluk wanita itu. Mama menatap tajam wajah Aisyah, dan meminta kami menjauh dari mereka berdua."Kurang ajar! Menjauh kalian dari putriku!" pekik Mama.Aisyah menangis, melihat Mama begitu menyayangi Alia, dan mengabaikan Aisyah, yang jelas-jelas menantunya kini.Aisya pun menjauh, dan masuk ke kamar kami. Aku pun menyusulnya dan mempertanyakan sikap Aisyah tadi."Apa yang terjadi? Mengapa kamu begitu bar-bar tadi?" tanyaku, sambil duduk di sampingnya. Aisyah masih terisak, nampaknya dia begitu sakit hati, dengan perlakuan Mama tadi."Aku ingin kita bercerai, Mas!" pinta Aisyah."Tidak, Mas nggak mau cerai sama kamu. Mas sayang kamu dan anak kita.""Tapi aku merasa tidak aman, Mas. Wanita itu, dia menerorku terus," jelas Aisyah.Kupegang kedua pipinya, dan kutatap lekat wajah istriku itu."Apa yang dia lakukan?""Wanita itu terus mengirimku bangkai binatang,

  • DENDAM   Marah

    DendamBab25"Maaf," lirihku.Aisyah mendengkus. "Aku ingin bercerai, Mas!" ungkap Aisyah. "Aku tidak ingin diteror lagi, aku tidak mau, anakku dalam bahaya!" papar Aisyah.Aku menggeleng. "Tidak mau!" kataku dengan suara lemah."Mas ...." suara Aisyah meninggi. "Wanita itu bisa membahayakan anak kita, juga aku.""Aku akan melindungi kalian," sahutku cepat. Tidak akan kubiarkan, Alia menyakiti keluargaku.Namun kemana Mama? Ya Allah, mengapa Alia begitu terobsesi menghancurkan hidupku?Aisyah terisak, tubuhnya lunglai, dia bersandar di dinding kayu rumah, dan terus terisak. Sedangkan anak kami, dia terdiam membeku."Kita ke rumahku saja!" kata Aisyah, sambil bangkit dari duduknya. Aku menatap keluar jendela."Kita tetap di rumah ini, aku yakin, Mama pasti akan pulang.""Mas ...." Aisyah kembali berteriak, aku berbalik dengan wajah sengit."D

  • DENDAM   Emosi

    Part24Usai perjumpaanku dan Amira, kami pun bertukar kembali nomor handphone. Sulit kusadarkan diri ini, tapi untuk sekedar menjalin silaturahmi, kurasa tidak ada salahnya.Aku dan Niara pulang, terlihat di muara pintu, Istriku tengah berdebat dengan seseorang, saat aku mendekat, ternyata orang itu tetangga kami."Ehem, ada apa ini?" tanya, pada Aldi, yang terlihat canggung."Tadi mau pinjam wajan, punyaku bocor," jawabnya."Oh, kenapa tidak beli? Kan di toko klontong pasti banyak," kataku."Maaf." Aldi hanya menyahut seperti itu, dan berniat meninggalkan muara pintu rumahku."Aldi." Aku memanggil namanya. "Lain kali, tolong jangan bertamu, di saat aku tidak ada di rumah! Tidak baik," lanjutku.Aldi yang semula menghentikan langkahnya, ketika mendengar seruanku pun berbalik, dan menoleh ke arahku, sembari menarik bibir atasnya."Tenang saja, kamu tidak perlu khawatir," jawabnya. Kemudian

  • DENDAM   Pertemuan

    Part23Enam tahun berlalu.Kini, hasil dari pernikahanku dan Aisyah, aku memiliki seorang anak perempuan, yang kini berusia lima tahun."Dek, aku dapat kerjaan lagi di Ibu Kota. Kamu nggak apa-apa kan kutinggal dulu? Kalau aku sudah ngontrak rumah! Kalian aku jemput.""Iya, nggak apa-apa mas."Aku terseyum menatap istri cantikku itu. Aku pasti sangat merindukannya, jika nanti aku jauh dari wanitaku ini.Sebulan aku di Ibu kota, aku mencari kontrakan rumah, namun sedikit sulit. Akhirnya, aku menyewa rumah susun.Kuboyong istri, dan anakku. Sedangkan Mama, beliau memelih menemani Nenek di kampung.Aku bekerja di Perusahaan yang bonafide, dan bergaji lumayan besar."Sebulan lagi, mas akan cari kontrakan yang lebih bagus! Sementara kita di sini dulu," kataku pada Istri."Di sini pun enak.""Kamu yakin? Kalau kamu merasa nyaman! Maka kita tetap di sini," kataku

  • DENDAM   MENIKAH

    Part22 Papah terbangun, mengusap pelan puncak kepala Mamah, yang tertidur diatas kedua tangan yang ia letakkan di atas bibir kasur pasien. Mamah terbangun, kemudian menatap sendu wajah Papah. "Mamah capek? Pulang ya sama Bibi, biar Raka yang jagain Papah disini." "Nggak, biar Mamah disini saja! Jagain Papah," jawabnya pelan. "Nanti Mamah sakit, kalau Mamah sakit, Papah yang akan sedih. Tidak bisa ngurus Mamah." "Makanya Papah sehat dong! Biar ada yang manjain Mamah lagi," sahut Mamah, dengan mata mengerling nakal. Aku hanya tersenyum simpul, menatap tingkah laku mereka. "Mah, papah minta maaf, jika selama ini, Papah banyak salah." "Papah ngomong apa sih, nggak usah gitu ah, Mamah nggak suka." Papah hanya tersenyum kecil, menatap Mamah penuh c

  • DENDAM   Malang

    Part21"Mengapa mereka tega meninggalkanku, Mah? Mengapa Ibu kandungku sendiri, tega menyia-nyiakanku?" tangis Alia.Wanita yang biasanya hanya terdiam, bahkan kadang tidak menyahut mau pun bereaksi itu kini menangis tersedu. Alia mulai menumpahkan segala sesak dalam dadanya, di pelukan Mamah."Sayang, lupakan masa lalu, Nak. Sepedih apapun itu lupakan dan lepaskan. Sejauh ini kamu sudah terlalu kuat dan hebat melewati cobaan hidup! Mamah bangga sama kamu, Nak."Alia menatap getir wajah Mamah. "Mah, mamah bangga denganku? Bahkan di saat aku kuat, demi membalaskan sakit hatiku pada mereka?""Alia, sayang ...." Mamah mencium kedua pipi Alia. "Mamah bangga kamu kuat bertahan melewati semua itu, hanya kamu salah langkah Nak. Mamah nggak mau terpisah untuk selamanya, Mamah mohon kamu buang buruknya, ambil hikmah dari semua ini, Nak."Alia menunduk malu. "Aku pendos

  • DENDAM   Tertangkap dalangnya

    Part20Aku bergegas pulang ke rumah, dan menitipkan Anita kepada suster.Mobilku kini memasuki pekarangan rumah, ketiga penyidik itu tengah menungguku, di ambang pintu.Aku pun membuka pintu rumah, dan mempersilahkan mereka untuk menyelidiki barang-barang bukti, yang akan menyeret Alia lebih dalam lagi, ke dalam neraka dunia itu.Para penyidik itu mengawali penggeledahannya dari kamar Alia, namun tidak ada satupun barang bukti yang mereka temukan.Kemudian ke kamar Ibu Mumun. Ia mereka menemukan tumpukan baju kotor berlumur darah kering, juga bau. Baju milik Ibu Mumun.Kemudian beberapa mata pisau, selanjutnya, mereka menuju kamarku.Aku syock. Ketika melihat foto-foto yang sebelumnya ada di kamar Alia, kini malah tersimpan rapi di dalam lemariku."Ini fitnah," kataku. Mamah menatap tajam ke arahku. Apalagi, ketika ia melihat beberapa lembar foto Alena,

  • DENDAM   Kebebasan

    Part19Lumayan berat, selama enam bulan ini aku lalui, di penjara. Bukan hanya menjadi babu para napi, aku juga menjadi bulan-bulanan mereka. Parahnya lagi, aku mendapatkan pelecehan seksual.Rasanya aku jera setengah mati, semoga setelah keluar dari neraka dunia ini, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki disana lagi.Tiba hari kebebasanku, Papah menjemputku di depan gerbang.Mobil meluncur pelan, menuju rumah."Pah, bagaimana keadaan rumah?" tanyaku."Mamah sih sehat, semua normal. Tapi, keadaan Bu Mumun, semakin memprihatinkan.""Memperihatinkan bagaimana?" tanyaku penasaran."Bu Mumun semakin kurus, bahkan kini terlihat hanya kulit keriput yang membalut tubuhnya.""Astagfirullah, yang ngasih makan, obat dan vitamin siapa?" tanyaku."Alia, pernah Papah carikan perawat, sudah tiga perawat yang tiba-tiba men

  • DENDAM   Sudut pandang Alia

    Part18▪Pov Alia▪Aku kembali teringat, Bu Nunung yang tiba-tiba mati gantung diri di belakang rumah, membuatku semakin hancur dan sakit hati. Lagi-lagi aku harus sendiri, aku benci."Bu ..., kenapa Alia di tinggal dengan cara seperti ini? Bukankah ibu sudah berjanji, tidak akan meninggalkan Alia juga."Aku menangis tersedu, di depan jenazah Bu Nunung."Sepertinya, dia anak pembawa sial.""Iya, Ibunya saja meninggalkannya. Neneknya mati terbakar dan Bu Nunung mati bunuh diri. Hiiiyy.""Jangan dekat-dekat kitanya, takut sial juga."Terdengar bisik-bisik para tetangga, yang menggunjingku. Mereka seakan menabur garam di luka basahku.Suami dari Bu Nunung datang, ia pun sama, memarahiku dan menyalahkanku.Ia bahkan bejat, datang dengan perempuan barunya, yang kini hamil tua.Aku benci laki-laki,

DMCA.com Protection Status