Home / Lainnya / DENDAM / Hasil Autopsi

Share

Hasil Autopsi

Author: Rias Ardani
last update Last Updated: 2021-04-26 16:13:15

Dendam

Part3

Semua pelayat pun telah pulang ke rumah masing-masing, aku memapah Ibu mertua yang tidak mampu berdiri.

Tubuhnya lemah, teramat lemah, ia bahkan seolah hilang tenaga.

 Lantunan ayat suci berulang kali ia rapalkan dengan bibir gemetar, berdosanya aku, sungguh berdosa. Andai saja malam itu aku tidak ke apartemen Amira, andai saja aku memilih pulang. Mungkin Alena saat ini masih di rumah, bercengkrama bersama Mamah dan tersenyum riang menyambut kedatanganku pulang bekerja.

Sesampainya kami semua di rumahku, yang bersebelahan dengan rumah Mamah. Aku merebahkan ibu mertua dalam kamarnya, ia memang tinggal bersama kami selama ini.

Aku berjalan menuju dapur, dimeja makan tertata rapi berbagai hidangan yang terlihat begitu lezat. Namun kini telah basi, dan dihiasi beberapa bunga mawar merah yang amat cantik, serta lilin berwarna warni.

Hatiku seakan di hantam pisau belati, perih dan sakit melihat betapa Alena begitu sempurna mempersiapkan segalanya.

Ia pasti menyiapkan semuanya dengan tersenyum mengembang, namun aku malah mengabaikannya.

Kutinggalkan dapur, berjalan gontai menuju kamar kami. Kamar yang selalu wangi dan rapi, Alena begitu pandai membersihkan kamar, agar pemiliknya selalu merasa nyaman berada di dalam.

Bau wangi tubuhnya masih terasa di atas bantal, yang ia kenakan untuk tidur.

Kubuka laci yang berada tepat di samping tempat tidurnya. 

Sebuah buku diari, aku tersenyum simpul. Sejak kapan dia memiliki benda jadul ini, entahlah.

Aku mulai membuka halaman pertama.

"Selamat Alena, kini kamu sudah menikah."

Aku masih bisa tersenyum membaca tulisannya.

"Sedih, sudah lima bulan menikah, namun aku tidak kunjung hamil. Aku pengen membahagiakan Mamah, Ibu, Papah dan Mas Raka."

Mataku terasa memanas, deburan ombak menganak sungai di pelupuk mata. Dadaku seakan ditindih batu besar, sesak.

"Sebentar lagi aku akan merayakan hari jadi pernikahan kami."

Lembar demi lembar aku buka, dia hanya menulis sedikit di setiap lembarnya.

"Seseorang mengirim pesan kepadaku, bahwa Mas Raka berselingkuh. Ia juga mengirimkan foto mesra, yang di dalamnya ada wajah suamiku, bersama perempuan lain."

Deg .... selama ini ia sudah tahu, tapi kenapa dia hanya diam, dan seolah tidak tahu apa-apa.

"Malam ini yang aku tunggu, memberikan kejutan indah untuk suamiku. Semoga dengan ini, dia akan kembali setia, dan hanya mencintaiku, istrinya."

"Lelah, mas Raka sedari tadi tidak bisa kuhubungi. Padahal aku ingin dia tahu, di hari jadi pernikahan kami ini, aku memberikannya sebuah kado. Kado yang amat berharga, yaitu posifitnya kehamilanku."

Aku tercengang, Alenaku hamil, dia hamil anakku. Ya Allah.

Benar saja, di dalam laci kedua, ada sebuah kado yang terbungkus rapi dan cantik.

Dengan derai air mata, aku membuka kotak kado itu.

Sebuah testpack garis dua, dan sebuah foto hasil USG serta secarik kertas putih yang bertuliskan. 

"SELAMAT, CALON PAPAH." 

Ya Allah, bukan cuma Alena yang berpulang, ternyata anakku juga.

Aku mendekap erat foto Alena yang berada di atas nakas, kupeluk foto itu seraya merebahkan diri dan menutup mata.

Berharap semua ini hanya mimpi, mimpi.

Terdengar ketukan pintu, pintu kamar di dorong pelan dari luar. Sosok Mamah berdiri tegak diambang pintu, dia menatap lekat wajahku.

"Raka, ayo keluar! Kita sekeluarga ke kantor Polisi. Hasil autupsi sudah keluar, penyidik akan menjelaskan hasilnya."

Aku pun bergegas keluar dan meraih kunci mobil. 

Aku meminta Bi Ijam, asisten rumah tangga Mamah untuk menemani Ibu mertua di rumah. 

Aku, Mamah dan Papah menuju kantor Polisi.

______ 

"Team kita masih memburu para pelaku, dan ini kronologi kejadian di lokasi, tertangkap kamera yang ada di depan jalan." 

Satpam membukakan pagar, motor Alena memasuki halaman kantor, dia terlihat begitu riang dan bersemangat.

Mamah meringis dan terisak, melihat senyum Alena yang membawa buket bunga dan kue. Ia berkali-kali terlihat seperti menelpon. 

"Ya Allah, Alenaku." Kata-kata Mamah terdengar begitu pilu menyayat hati.

Ketika Satpam berlari ke belakang kantor menuju wc umum karyawan. Dua laki-laki berjalan cepat mendekat ke arah Alena, wanitaku itu, dia berusaha lari namun di cekal.

Alena berontak ketika di seret ke samping gedung kantor. Tanpa menunggu lama, terlihat kedua laki-laki itu membanting tubuhnya ke lantai, dan menginjak perutnya.

Mamah memekik, air matanya semakin deras membanjiri wajah. Aku menutup mulut, ketika dua laki-laki itu berulang kali, menginjak perutnya.

Membuat Alena tergeletak tidak berdaya, dan kedua laki-laki itu berniat pergi. Salah satunya mengambil handphone Alena, namun terlihat terjadi perdebatan yang membuat mereka melempar benda pipih itu ke semak-semak dekat kantor.

Satpam kantor yang keluar dari wc, hanya kebingungan menatap Alena yang bersimbah darah, ia terlihat ketakutan dan berlari meninggalkan kantor.

"Disini yang masih kita selidiki, tidak ada barang Ibu Alena yang mereka ambil, motif pembunuhan ini belum jelas."

Tepat seperti yang aku pikirkan, ini murni pembunuhan, bukan perampokan.

"Dan ini hasil autopsi jenazah Ibu Alena." Penyidik memperlihatkan catatan hasil autopsi.

"Ditemukan banyak memar di tubuhnya, tulang dada retak dan Ibu Alena mengalami keguguran di lokasi kejadian."

"Apa? Menantu saya hamil? Keguguran?" tanya Mamah yang begitu terkejut. Bukan hanya terkejut, kini Mamah terlihat semakin syok.

Penyidik menggangguk, membuat Mamah menjadi histeris kembali.

"Tangkap kedua bajingan itu! Kalau perlu siksa mereka, dan berikan hukuman mati." 

Mamah berkata dengan wajah memerah, emosi yang berapi-api.

"Mah, tenangkan diri, jangan begini," ucap Papah mengingatkan.

"Jangan begini bagaimana? Papah lihat sendiri kan! Betapa kejamnya kedua bajingan itu menyiksa Alena, hingga ajal menjemputnya di tempat luka itu."

"Saya tidak bisa tenang! Sebelum kalian menangkap kedua setan itu, mereka tidak pantas di anggap manusia." 

"Bu, tolong tenang! Kami pasti akan menangkap mereka, ibu tenang dulu." 

Penyidik pun terlihat hati-hati berkata dengan Mamah yang kini tersulut emosi, dan begitu amat terluka.

"Semua ini gara-gara kamu! Raka. Kamu gila bekerja, kamu abai dengan istrimu sendiri, untuk apa tangan besar dan kekar, namun gagal jadi pelindung."

Mamah benar, aku gagal dalam segala hal.

"Mah, sudah cukup! Kasihan Alena, kalau Mamah begini." 

Papah masih berusaha menenangkan Mamah.

Mamah tidak lagi histeris, ia diam mematung, seraya menarik lepas napasnya.

Tiba-tiba Mamah menegang, sambil memegang dadanya. 

Kami semua panik, beberapa detik kemudian Mamah pingsan. 

Aku dan Papah membawanya masuk ke dalam mobil. Kulajukan mobil menuju rumah sakit, sepanjang jalan aku terus berdoa, semoga Mamah tidak kenapa-kenapa.

'Ya Allah, jangan ambil Mamahku, aku mohon.'

Pikiran kalut menghantui perjalananku, menuju rumah sakit.

Disaat Mamah histeris tadi, aku mengambil kesempatan untuk meraih ponsel Alena, dan menyimpannya ke dalam saku celana. Siapa yang tega melakukan ini pada istriku yang begitu baik?

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, bayangan kejadian pembunuhan itu masih terngiang di ingatanku.

Aku mengepalkan tinju. "Awas saja jika pelakunya tertangkap, aku tidak akan mengampuni mereka?" batinku.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Bkn gila kerja tp gila selingkuh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DENDAM   Nomor tanpa nama

    DendamPart4Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Mamah kembali sadar, namun Mamah teramat membuat aku dan Papah semakin khawatir.Mamah terus meracau dan menyebut-nyebut nama Alena, perasaan hati ini semakin tidak karuan."Alena ..., Alena, jangan tinggalkan Mamah, Nak. Jangan ..., Mamah tidak kuat, tidak kuat jika harus kehilangan kamu, Nak." Kata-kata itu berulang kali ia ucapkan, membuatku semakin frustasi dan tertekan, tidak henti-hentinya aku merutukki diri sendiri yang bodoh ini.Sepanjang perjalanan itu pula, Amira terus-menerus menghubungiku. Sesampainya di rumah sakit, aku meminta Papah untuk duluan masuk ke dalam membawa Mamah."Raka mengangkat telepon dulu, soalnya tadi pagi meninggalkan kantor begitu saja! Mana tau ada masalah." Papah mengangguk, dan menggandeng Mamah yang begitu lemah masuk ke dalam rumah sakit.Aku menghubungi balik nomor Amira."Kamu kemana saja sih, Mas? Susah banget di hubungi, aku kan kangen." Amira berkata di sebrang telepon dengan suara yang

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Kedatangan

    Part5Aku mengusap kasar wajahku. Begitu banyak yang Alena pendam seorang diri, aku sebagai suami merasa sangat tidak berguna.Aku kembali teringat Amira, selama ini tidak ada satu pun musuh Alena, apa mungkin ini perbuatan Amira? Agrh .... rasanya aku benar-benar tidak kuasa, jika semua ini benar perbuatan Amira.Kupandangi wajah pucat Mamah, betapa menderitanya Mamah, kehilangan Alena.Kuseka pelan air mata, aku tetap harus berusaha kuat.---------Menghilangkan rasa jenuh, aku berselancar di aplikasi berwarna biru.Terlihat beberapa akun menshare berita tentang pembunuhan yang di alami istriku.Dering panggilan masuk, dari nomor tidak di kenal. Aku pun menerima panggilan itu."Hallo," ucapku, dengan menempelkan benda pipih itu ke telinga."Hallo, dengan Bapak Raka Sebastian.""Benar, saya

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Hal Aneh

    Part6"Ibu, bibirnya miring dan tangannya sedikit bengkok, seperti orang yang terserang stroke, Pak.""Astagfirullah." Aku langsung mematikan telepon.'kenapa Ibu mendadak tiba-tiba begini.'"Ada apa?" tanya Papah."Ibu Alena, katanya seperti terserang gejala stroke. Raka mau membawanya ke rumah sakit, dulu."Papah mengangguk, aku berlari cepat meninggalkan ruangan menuju parkiran.Kupacukan mobil dengan kecepatan tinggi, hingga sampai di depan rumah dengan cepat.Aku memarkirkan mobil di teras depan, lalu keluar dan mendorong kasar pintu.Aku dengan sigap membuka kamar Ibu, aku takut ia benar-benar stroke.Saat aku membuka kamar, Alia dan bibi menatap ke arahku.Aku tercekat, melihat kondisi Ibu yang begitu memprihatinkan."Al, kamu ikut saya! Kita bawa ibu ke rumah sakit."Alia m

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Curiga

    Part7Aku tidak tahu masa lalu wanita ini, yang jelas, sorot matanya menampakan amarah yang terpendam.Namun masih tertutup oleh wajah cantiknya."Masuk dan istirahatlah, nanti kamu juga ikutan sakit kalau begini."Alia mengangguk, namun ia tidak berkata apapun lagi. Aku masuk mengekor Alia, memperbaiki selimut Ibu, dan menggenggam telapak tangannya."Bu, jangan terlalu banyak pikiran, nanti Ibu tambah sakit, disini sudah ada Alia. Ibu harus sehat lagi, Alia butuh ibu."Aku berkata pelan, namun pancaran mata Ibu menyorotkan kepanikan dan ketakutan, sulit untuk aku pahami."Bu, jangan khawatirkan apapun, Raka janji, akan menjaga Alia untuk Ibu. Cukup kita kehilangan Alena, Raka akan menjaga Alia untuk Ibu."Aku berusaha menenangkannya, mungki saja Ibu takut Alia mengalami hal yang serupa, seperti yang di alami Alena.

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Curiga2

    Part8"Amira .... lepas! Sini duduk." Aku menyentak kedua tangannya, lalu menyeretnya pelan ke arah sofa. Amira terheran-heran menatapku."Ada apa sih? Mas."Aku menatap dingin wanita di depanku ini."Amira, kamu tau bukan, bahwa Alena mati di bunuh?" ucapku. Amira mengatupkan kedua telapak tangannya ke mulut.Ia seolah tengah terkejut mendengar ucapanku. Aku menatap lekat mata hitamnya, berusaha melihat kejujuran. Namun ia seakan benar-benar terkejut."Kamu jujur sama Mas. Kemaren ngapain kamu berkeliaran di kompleks tempat tinggal mas, dan berdiri melihat rumah yang riuh para pelayat.""Apa? Jadi rumah mas? Bukan rumah teman?" tanya Amira, ia malah nampak kebingungan.Aku mendesah berat, menahan gejolak amarah yang seakan ingin meledak."Kamu jangan main-main Amira, bukankah kamu senang mendengar berita kematian Alena."

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Curiga3

    Part9"Bi, bersikaplah seolah tidak ada apa-apa, namun tetap waspada."Bibi mengangguk, ia pun berpamitan untuk melanjutkan pekerjaannya.Aku pun berjalan cepat, menuju ke dalam kamar kami.Kurebahkan tubuh yang terasa lelah ini, sambil memejamkan mata, berharap Alenaku datang, walau hanya di alam mimpi.__________Ketukan di pintu kamar, membuatku terbangun dari alam mimpi, namun rasa kantuk masih melekat hebat di mata, membuatku sulit untuk bangun.Aku beringsut turun, berjalan gontai, menuju kedaun pintu kamar.Kutarik gagang pintu, dengan mengerjap-ngerjapkan mata.Aku terkejut, melihat Alia berdiri tepat di depanku."Alia, ada apa?" tanyaku, sebiasa mungkin aku bersikap, agar ia tidak berpikir aneh tentangku.Alia tersenyum kecil, sorot matanya terlihat begitu dingin dan sulit kupahami pandangannya itu.

    Last Updated : 2021-04-26
  • DENDAM   Ditampar

    Part10Sudah dua minggu Ibu di rawat, aku pun sesekali menjenguknya ke rumah sakit.Dokter mengatakan, kondisi Ibu Mumun tidak ada perubahan.Mamah menghubungiku, untuk menjemput mereka pulang.Ia memutuskan membawa Ibu pulang, katanya lebih baik rawat di rumah, ia bahkan berniat mempekerjakan seorang perawat, yang akan bertanggung jawab mengurus Ibu.Aku melajukan mobil ke rumah sakit, sementara Papah masih di kantornya. Papah memiliki perusahaan sendiri, yang terbilang masih baru, dan bergerak di bidang property.Sedangkan aku sendiri, bekerja di perusahaan bonafide. Aku memiliki jabatan yang cukup penting di perusahaan raksasa tersebut.Masih dalam masa cuti, yang tinggal sehari lagi. Aku melajukan mobil, menuju rumah sakit.Aku mengurus biaya administrasi, kemudian menunggu Alia keluar bersama Mamah.Alia mendorong pelan kursi roda ibu, sedangka

    Last Updated : 2021-05-02
  • DENDAM   Datang Ortu Amira

    Part11Pak Arman menghubungiku melalui sambungan telepon, ia memintaku untuk segera datang ke kantor.Aku pun bergegas menuju ke sana seorang diri.Sesampainya aku di kantor, Pak Arman pun mulai menjelaskan kronologi penangkapan Amira."Apakah benar, jika saudara Amira itu kekasih gelap Pak Raka?" selidik Pak Arman.Mati kutu aku, mau tidak mau aku harus mengakuinya, demi kelancaran proses penyelidikan kasus pembunuhan Alenaku.Aku mengangguk lemah, rasanya mendadak ingin pingsan."Kemungkinan besar, saudara Amira lah dalang di balik pembunuhan ini. Semua bukti mengarah kepadanya, kami juga menemukan handphone yang Amira gunakan untuk meneror Alena, dan berkomunikasi dengan dua pembunuh itu."Pak Arman menyodorkan handphone jadul itu.Aku melihat isi percakapannya dengan Alena, sama seperti yang aku temukan di gawai Alena saat itu.

    Last Updated : 2021-05-02

Latest chapter

  • DENDAM   TAMAT

    Bab26Alia terisak, dan Mama langsung memeluk wanita itu. Mama menatap tajam wajah Aisyah, dan meminta kami menjauh dari mereka berdua."Kurang ajar! Menjauh kalian dari putriku!" pekik Mama.Aisyah menangis, melihat Mama begitu menyayangi Alia, dan mengabaikan Aisyah, yang jelas-jelas menantunya kini.Aisya pun menjauh, dan masuk ke kamar kami. Aku pun menyusulnya dan mempertanyakan sikap Aisyah tadi."Apa yang terjadi? Mengapa kamu begitu bar-bar tadi?" tanyaku, sambil duduk di sampingnya. Aisyah masih terisak, nampaknya dia begitu sakit hati, dengan perlakuan Mama tadi."Aku ingin kita bercerai, Mas!" pinta Aisyah."Tidak, Mas nggak mau cerai sama kamu. Mas sayang kamu dan anak kita.""Tapi aku merasa tidak aman, Mas. Wanita itu, dia menerorku terus," jelas Aisyah.Kupegang kedua pipinya, dan kutatap lekat wajah istriku itu."Apa yang dia lakukan?""Wanita itu terus mengirimku bangkai binatang,

  • DENDAM   Marah

    DendamBab25"Maaf," lirihku.Aisyah mendengkus. "Aku ingin bercerai, Mas!" ungkap Aisyah. "Aku tidak ingin diteror lagi, aku tidak mau, anakku dalam bahaya!" papar Aisyah.Aku menggeleng. "Tidak mau!" kataku dengan suara lemah."Mas ...." suara Aisyah meninggi. "Wanita itu bisa membahayakan anak kita, juga aku.""Aku akan melindungi kalian," sahutku cepat. Tidak akan kubiarkan, Alia menyakiti keluargaku.Namun kemana Mama? Ya Allah, mengapa Alia begitu terobsesi menghancurkan hidupku?Aisyah terisak, tubuhnya lunglai, dia bersandar di dinding kayu rumah, dan terus terisak. Sedangkan anak kami, dia terdiam membeku."Kita ke rumahku saja!" kata Aisyah, sambil bangkit dari duduknya. Aku menatap keluar jendela."Kita tetap di rumah ini, aku yakin, Mama pasti akan pulang.""Mas ...." Aisyah kembali berteriak, aku berbalik dengan wajah sengit."D

  • DENDAM   Emosi

    Part24Usai perjumpaanku dan Amira, kami pun bertukar kembali nomor handphone. Sulit kusadarkan diri ini, tapi untuk sekedar menjalin silaturahmi, kurasa tidak ada salahnya.Aku dan Niara pulang, terlihat di muara pintu, Istriku tengah berdebat dengan seseorang, saat aku mendekat, ternyata orang itu tetangga kami."Ehem, ada apa ini?" tanya, pada Aldi, yang terlihat canggung."Tadi mau pinjam wajan, punyaku bocor," jawabnya."Oh, kenapa tidak beli? Kan di toko klontong pasti banyak," kataku."Maaf." Aldi hanya menyahut seperti itu, dan berniat meninggalkan muara pintu rumahku."Aldi." Aku memanggil namanya. "Lain kali, tolong jangan bertamu, di saat aku tidak ada di rumah! Tidak baik," lanjutku.Aldi yang semula menghentikan langkahnya, ketika mendengar seruanku pun berbalik, dan menoleh ke arahku, sembari menarik bibir atasnya."Tenang saja, kamu tidak perlu khawatir," jawabnya. Kemudian

  • DENDAM   Pertemuan

    Part23Enam tahun berlalu.Kini, hasil dari pernikahanku dan Aisyah, aku memiliki seorang anak perempuan, yang kini berusia lima tahun."Dek, aku dapat kerjaan lagi di Ibu Kota. Kamu nggak apa-apa kan kutinggal dulu? Kalau aku sudah ngontrak rumah! Kalian aku jemput.""Iya, nggak apa-apa mas."Aku terseyum menatap istri cantikku itu. Aku pasti sangat merindukannya, jika nanti aku jauh dari wanitaku ini.Sebulan aku di Ibu kota, aku mencari kontrakan rumah, namun sedikit sulit. Akhirnya, aku menyewa rumah susun.Kuboyong istri, dan anakku. Sedangkan Mama, beliau memelih menemani Nenek di kampung.Aku bekerja di Perusahaan yang bonafide, dan bergaji lumayan besar."Sebulan lagi, mas akan cari kontrakan yang lebih bagus! Sementara kita di sini dulu," kataku pada Istri."Di sini pun enak.""Kamu yakin? Kalau kamu merasa nyaman! Maka kita tetap di sini," kataku

  • DENDAM   MENIKAH

    Part22 Papah terbangun, mengusap pelan puncak kepala Mamah, yang tertidur diatas kedua tangan yang ia letakkan di atas bibir kasur pasien. Mamah terbangun, kemudian menatap sendu wajah Papah. "Mamah capek? Pulang ya sama Bibi, biar Raka yang jagain Papah disini." "Nggak, biar Mamah disini saja! Jagain Papah," jawabnya pelan. "Nanti Mamah sakit, kalau Mamah sakit, Papah yang akan sedih. Tidak bisa ngurus Mamah." "Makanya Papah sehat dong! Biar ada yang manjain Mamah lagi," sahut Mamah, dengan mata mengerling nakal. Aku hanya tersenyum simpul, menatap tingkah laku mereka. "Mah, papah minta maaf, jika selama ini, Papah banyak salah." "Papah ngomong apa sih, nggak usah gitu ah, Mamah nggak suka." Papah hanya tersenyum kecil, menatap Mamah penuh c

  • DENDAM   Malang

    Part21"Mengapa mereka tega meninggalkanku, Mah? Mengapa Ibu kandungku sendiri, tega menyia-nyiakanku?" tangis Alia.Wanita yang biasanya hanya terdiam, bahkan kadang tidak menyahut mau pun bereaksi itu kini menangis tersedu. Alia mulai menumpahkan segala sesak dalam dadanya, di pelukan Mamah."Sayang, lupakan masa lalu, Nak. Sepedih apapun itu lupakan dan lepaskan. Sejauh ini kamu sudah terlalu kuat dan hebat melewati cobaan hidup! Mamah bangga sama kamu, Nak."Alia menatap getir wajah Mamah. "Mah, mamah bangga denganku? Bahkan di saat aku kuat, demi membalaskan sakit hatiku pada mereka?""Alia, sayang ...." Mamah mencium kedua pipi Alia. "Mamah bangga kamu kuat bertahan melewati semua itu, hanya kamu salah langkah Nak. Mamah nggak mau terpisah untuk selamanya, Mamah mohon kamu buang buruknya, ambil hikmah dari semua ini, Nak."Alia menunduk malu. "Aku pendos

  • DENDAM   Tertangkap dalangnya

    Part20Aku bergegas pulang ke rumah, dan menitipkan Anita kepada suster.Mobilku kini memasuki pekarangan rumah, ketiga penyidik itu tengah menungguku, di ambang pintu.Aku pun membuka pintu rumah, dan mempersilahkan mereka untuk menyelidiki barang-barang bukti, yang akan menyeret Alia lebih dalam lagi, ke dalam neraka dunia itu.Para penyidik itu mengawali penggeledahannya dari kamar Alia, namun tidak ada satupun barang bukti yang mereka temukan.Kemudian ke kamar Ibu Mumun. Ia mereka menemukan tumpukan baju kotor berlumur darah kering, juga bau. Baju milik Ibu Mumun.Kemudian beberapa mata pisau, selanjutnya, mereka menuju kamarku.Aku syock. Ketika melihat foto-foto yang sebelumnya ada di kamar Alia, kini malah tersimpan rapi di dalam lemariku."Ini fitnah," kataku. Mamah menatap tajam ke arahku. Apalagi, ketika ia melihat beberapa lembar foto Alena,

  • DENDAM   Kebebasan

    Part19Lumayan berat, selama enam bulan ini aku lalui, di penjara. Bukan hanya menjadi babu para napi, aku juga menjadi bulan-bulanan mereka. Parahnya lagi, aku mendapatkan pelecehan seksual.Rasanya aku jera setengah mati, semoga setelah keluar dari neraka dunia ini, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki disana lagi.Tiba hari kebebasanku, Papah menjemputku di depan gerbang.Mobil meluncur pelan, menuju rumah."Pah, bagaimana keadaan rumah?" tanyaku."Mamah sih sehat, semua normal. Tapi, keadaan Bu Mumun, semakin memprihatinkan.""Memperihatinkan bagaimana?" tanyaku penasaran."Bu Mumun semakin kurus, bahkan kini terlihat hanya kulit keriput yang membalut tubuhnya.""Astagfirullah, yang ngasih makan, obat dan vitamin siapa?" tanyaku."Alia, pernah Papah carikan perawat, sudah tiga perawat yang tiba-tiba men

  • DENDAM   Sudut pandang Alia

    Part18▪Pov Alia▪Aku kembali teringat, Bu Nunung yang tiba-tiba mati gantung diri di belakang rumah, membuatku semakin hancur dan sakit hati. Lagi-lagi aku harus sendiri, aku benci."Bu ..., kenapa Alia di tinggal dengan cara seperti ini? Bukankah ibu sudah berjanji, tidak akan meninggalkan Alia juga."Aku menangis tersedu, di depan jenazah Bu Nunung."Sepertinya, dia anak pembawa sial.""Iya, Ibunya saja meninggalkannya. Neneknya mati terbakar dan Bu Nunung mati bunuh diri. Hiiiyy.""Jangan dekat-dekat kitanya, takut sial juga."Terdengar bisik-bisik para tetangga, yang menggunjingku. Mereka seakan menabur garam di luka basahku.Suami dari Bu Nunung datang, ia pun sama, memarahiku dan menyalahkanku.Ia bahkan bejat, datang dengan perempuan barunya, yang kini hamil tua.Aku benci laki-laki,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status