Alice terus memberanikan diri untuk mengintip keluar, ia penasaran dengan suara itu.
Namun akhirnya ia bisa bernapas lega, saat ia tahu yang ada di balik dinding rumah kayunya itu, hanyalah seekor burung hantu yang sangat besar.
***
Tujuh belas tahun kemudian ...
"Hiiiiyaaaa ... pintar kamu, Jessy! Ayo coba kejar aku!” Sepasang kaki indah terlihat berlarian di atas hamparan rumput hijau tanpa alas kaki. Sedang seekor kuda berwarna putih terus mengejarnya.
“Kita istirahat dulu, Jessy. Aku lelah ...” Gadis bermata coklat yang mengenakan gaun vintage berwarna putih itu kemudian terlihat merebahkan tubuhnya di atas hamparan rumput hijau.
Jessy dengan setia ikut-ikutan menjatuhkan diri di dekatnya.
“Ayolah, Jessy, sekarang kamu bisa makan sepuasnya! Dan sekarang tinggalkan aku! Aku ingin tidur sebentar.” Jessy menatap tuannya, lalu bangkit dan mulai melahap rumput hijau yang ada di dekatnya. Musim semi yang baru tiba, membuat rumput-rumput di sepanjang hutan menjadi hijau kembali. Jessy semakin rakus mengunyah rumput-rumput tersebut.
Dari balik semak, seekor kelinci terlihat melompat-melompat mendekat pada tubuh Putri Kimberley. Kedua telinganya yang panjang ikut-ikutan bergerak saat ia melompat.
“Jangan ganggu aku, Jessy nakal!” Tangannya menepis saat Rury, si kelinci gendut naik ke atas punggungnya.
“Heeeiii?!” Sepasang mata indah itu terbelalak saat ia tahu yang menyentuh punggungnya tadi ternyata bukanlah Jessy, melainkan Rury yang melompat-lompat di atas punggungnya.
“Kamu ya, Rury?! Dasar kelinci gendut yang nakal!” Putri Kimberley langsung meraih tubuh Rury dan menciumnya.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang memanggil nama ketiganya, "Kim, Jessy, Rury, kembalilah! Hari mulai gelap!”
“Kalian dengar suara itu? Ayo bersiaplah kita pulang!” Gadis itu berdiri dan bergegas meninggalkan tempat itu. Dari belakang, Jessy dan Rury berlari mengejarnya.
Sampai di sebuah pohon yang sangat besar, langkahnya terhenti dan menoleh ke belakang.
“Kalian di sini dulu, aku mau naik.” Putri Kimberley dengan lincahnya menaiki anak tangga menuju ke rumah pohonnya.
Selanjutnya, gadis itu menghabiskan malam panjangnya hanya berdua saja dengan sang ibu, Permaisuri Alice.
“Kim, apakah kau ingin bertemu dengan orang-orang?” Alice tampak sedang menyisir rambut pirang panjang milik putrinya itu.
“Orang-orang?” Gadis itu menatap heran ke arah ibunya.
“Ya, besok kita akan ke pasar!” Alice menganggukkan kepalanya.
“Apa itu tidak berbahaya, Bu?” Mata indahnya membesar dan terus menatap wajah ibunya.
“Dulu, ya! Tapi sekarang, tidak!” Tangan Alice terus menyisir rambut putrinya.
“Lalu?”
“Besok, pagi-pagi kita ke sana!”
“Benarkah, Bu?”
“Ya!” Alice tersenyum, saat dilihatnya putrinya itu terlihat sangat bahagia.
“Besok boleh aku membawa sahabatku, Jessy dan Rury?” Mata itu terlihat penuh harap.
Alice tertawa mendengar pertanyaan putrinya itu.
“Kau jangan bodoh, Kim! Tempat mereka itu di hutan, bukan di pasar.”
Putri Kimberley kemudian ikut-ikutan tertawa.
“Besok, jangan lupa kenakan gaun tercantik yang pernah aku berikan waktu itu!” Alice menyentuh wajah putih milik Putri Kimberley dengan lembut.
“Marun! Gaun itu cantik sekali di kulitmu yang putih bersinar seperti mutiara.”
“Baik, Bu!” Wajah cantiknya tampak semakin berseri-seri. Karena besok adalah hari pertamanya berkunjung ke pasar.
“Katakan, kau adalah Wilona bukan Kimberley!” Alice memandang penuh arti pada wajah putrinya.
“Kenapa, Bu?” Putri Kimberley kembali menatap heran pada ibunya.
"Karena belum saatnya orang-orang tahu kalau kau adalah Putri Kimberley , Putri Raja Rehard penguasa di negeri ini.” Alice menatap tajam pada Putri Kimberley.
Gadis itu hanya mengangguk patuh.
“Tapi, Bu ...”
***
“Kim, jangan berlari!”
“Biarkan aku berlari, Bu, karena aku bahagia sekali hari ini! Aku membayangkan sebentar lagi bisa bertemu dengan banyak orang, aku bisa menyapa dan aku bisa bernyanyi-nyanyi dengan mereka!”
“Ingat di sana namamu Wilona, mengerti?”
Putri Kimberley hanya mengangguk dan menghentikan larinya, menunggu sang ibu.
Alice terlihat membawa sebuah kantung kecil yang terbuat dari kain berwarna merah, yang isinya adalah beberapa logam koin emas. Alice berniat akan membelikan sebuah gaun baru dan sepasang sepatu untuk putri cantiknya itu. Selama ini putrinya tak pernah mengenakan alas kaki saat bermain di dalam hutan. Jose selalu lupa saat Alice memintanya untuk membawakan sepatu untuk Putri Kimberley.
Sepanjang perjalanan keduanya selalu bergandengan tangan. Beberapa orang yang mereka jumpai ada yang menatap heran pada mereka. Sesekali Alice mengingatkan pada putrinya itu untuk tidak bersikap bodoh.
“Ibu, lihat banyak orang-orang di sana!” Tangannya menunjuk ke kerumunan orang.
“Itu pasar, Kim! Kita sudah sampai pasar.” Alice menarik tangan Putri Kimberley mengajaknya menuju kesebuah lapak yang terlihat memajang gaun-gaun indah.
“Hai Nyonya, apa yang kau cari?”
“Gaun untuk Wilona, Putriku!” Alice menjawab dingin pertanyaan seorang lelaki yang mengenakan topi bundar berwarna abu-abu.
“Coba kau pilih saja! Putrimu sangat cantik, jadi aku yakin saat ia mengenakan gaun apa saja pasti pantas di tubuhnya.
“Terima kasih!” jawab Alice sambil memilih gaun-gaun yang tergantung di lapak itu.
“Halo, Wilona! Bantu ibumu mencari gaun untukmu!”
“A-a-aku Kim ...” Alice langsung menutup mulut Putri Kimberley, sambil berbisik pada putrinya itu untuk mengingatkan bahwa namanya adalah Wilona.
Semua mata menatap pada keduanya, mereka seperti berusaha mengenali mereka.
"Kau …?!" Seseorang datang menghampiri Alice dan Kimberley.
“Hai, Nyonya! Kenapa kau tutup mulut putrimu?’' Seorang pria paruh baya bertanya padanya. “Maaf, Tuan, putriku suka sekali memaki, jadi aku minta dia untuk diam saja.” Alice beralasan. Lelaki itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil tertawa mendengar jawaban Alice. “Gadis secantik dia bagaimana bisa mengeluarkan kata-kata makian? Ha ...ha ... ha ... ini kedengarannya lucu sekali!” Lelaki bernama Deke itu terus tertawa, membuat Alice dan Kimberley tertunduk malu, wajah mereka terlihat merona. “Berarti dia sama seperti Putri Juliette, anak raja kita, Tuan Rehard” Samantha mendengus kesal. “Halo, Samantha, Putri Juliette bukan putri raja, tapi dia hanya seorang anak dari seorang pelayan wanita yang dijadikan selir oleh raja kita. Setelah Permaisuri Alice terusir bersama bayinya, Putri Kimberley, karena dituduh menjalin hubungan gelap dengan pengawaln
"Pengumuman! Pengumuman! Kami dari Kerajaan Strong saat ini sedang mencari seorang perawat kuda untuk merawat kuda-kuda Pangeran Alden, Putra Mahkota Kerajaan Strong. Ini tak terbatas untuk siapapun, pria atau wanita, tua atau muda, yang terpenting adalah ia memiliki keahlian merawat kuda dengan baik. Mulai besok akan dimulai test untuk itu. Upah yang akan diberikan pihak kerajaan adalah sebesar 20 koin emas setiap bulannya untuk siapa yang menjadi perawat kuda Pangeran Alden. Sekian dan terima kasih!” Lalu rombongan utusan dari Kerajaan Strong langsung meninggalkan pasar. Keriuhan pun mulai terjadi. “Aku akan mencobanya!” Lelaki tua berhidung bulat berteriak lantang dengan penuh percaya diri kepada orang-orang di sekitarnya. “Kau bisa apa, Jerry? Urus saja daganganmu!” Wanita tua berambut keriting terlihat kesal terhadap lelaki itu. “Aku juga ingin menco
"Tidak usah membantahku!" teriak Alice. *** “Jessy, antarkan Putri Kimberley sampai ke tepian hutan! Baru setelah itu kau harus kembali!” Alice mengelus-elus punggung kuda putih itu. “Ngiiiiiikkkk ... ngiiiiikkkk ...” Jessy meringkik seolah mengerti perintah Alice. Meski berat, akhirnya Putri Kimberley naik ke punggung Jessy, kuda putih yang manis, yang selalu setia padanya. Putri Kimberley pun melambaikan tangan pada Alice. Alice membalas lambaian tangan putrinya itu sambil matanya tampak berkaca-kaca. Haaaap ... haaaaap ... haaaaap ... si gendut Rury pun ikut mengejar tuannya. Sampai di tepi hutan, Jessy menghentikan larinya, Putri Kimberley pun langsung melompat turun dari punggung kuda itu. “Terima kasih Jessy, Sayang! Doakan aku bisa berhasil menjadi perawat kuda Pang
“Wilona!” “Hm, ya, Nyonya Dorothy?!” Putri Kimberley tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari foto yang terpasang di dinding ruangan itu. “Wilona, maaf, kau harus lama menungguku!” “Tidak masalah, Nyonya Dorothy!” Wilona kembali duduk. “Hei, Nona cantik, ayo ke meja makan dulu!” “Tunggu sebentar, Nyonya Dorothy!”, “Ada apa lagi, Wilona?” Nyonya Dorothy heran saat dilihatnya mata Wilona tak berkedip memandang foto yang ada di dinding ruangan itu. “Ada yang salah dengan foto itu?” tanyanya lagi dengan nada penasaran. “Oh, tidak Nyonya. Aku hanya ingin bertanya tentang itu!” tangan Putri Kimberley menunjuk ke arah foto yang dari tadi mencuri perhatiannya itu. “Itu foto! Itu namanya foto, Wilona. Itu fotoku bersama keluarga kerajaan White Tiger. Itu aku yang berdiri paling
“Wilona, inilah Istana Kerajaan Strong. Aku hanya bisa mengantarkanmu sampai di sini, karena orang yang tidak berkepentingan tidak bisa masuk ke dalamnya. Jaga dirimu baik-baik Wilona. Suatu saat datanglah ke rumah kami lagi!” Lalu Fredy menghentakkan cemeti kudanya, lalu kuda itu pun berlari membawa kereta yang ditumpanginya itu dan meninggalkan Putri Kimberley sendirian. Putri Kimberley lalu memberanikan diri melangkah menuju pintu gerbang istana itu. “Nona, ada kepentingan apa kau datang ke istana ini?” Seorang pengawal kerajaan yang sedang berjaga di pintu itu mendekati Putri Kimberley. “A-a-a-aku ingin mengikuti tes untuk menjadi seorang perawat kuda Pangeran Alden. Apa aku bisa masuk?” Putri Kimberley menunduk tak berani menatap wajah pengawal itu. “Apa kau yakin? Semua yang mengikuti tes tadi adalah lelaki. Tak ada satu orang pun yang wanita.” Pengawal itu menatap heran
"Sabar dulu …" jawab Chaiden sambil mendengus. Lalu kembali berucap. “Siapa namamu gadis kumal?” “Wilona, Tuan!” “Wah, namamu indah sekali! Seindah paras wajahmu!” Wilona menatap tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ternyata lelaki bermulut besar itu bisa juga memuji dirinya. “Terima Kasih, Tuan!” “Wilona coba kau masuk ke kandang! Bawa Ruby dan Daren keluar. Buat mereka tidak ketakutan saat kau menyentuhnya!” Kali ini tanpa ragu Putri Kimberley langsung masuk ke kandang kuda itu. Kemudian dengan penuh kasih sayang ia mengelus-elus tubuh kedua kuda itu bergantian. Ruby dan Daren langsung menggesek-gesekkan kepala mereka ke pipi Putri Kimberley yang putih mulus. Putri Kimberley bukannya jijik, ia malah tertawa hangat sambil terus mengelus-elus tubuh kedua kuda itu. Lalu perlahan-la
"Ayo, kita segera pergi dari tempat ini, Tuan Putri!" Tangan kekar Gavin mengajak perempuan yang sedang dikuasai oleh amarah itu untuk segera keluar dari Istana Kerajaan Strong. “Sial, bukankah gadis itu terlalu cantik untuk menjadi seorang perawat kuda Pangeran Alden, Gavin?” Putri Juliette memukul-mukul pahanya. Gavin dengan hidung tomat dan pipi bulatnya hanya menggeleng. Di dalam kereta kudanya ia terus memaki-maki Putri Kimberley. Di matanya Putri Kimberley terlalu cantik, meski Putri Kimberley telah menyembunyikan kecantikannya di balik gaun lusuh dan sepatu kebesaran milik ibunya. “Aku takut kekasihku tertarik dan jatuh cinta padanya. Aku tak bisa membiarkan ini! Gavin, ayo kencangkan lari kudamu! Aku ingin lebih cepat bisa sampai di istanaku!” “Baik, Putri Juliette yang cantik!" Lalu Gavin hentakkan cemeti kudanya dengan sangat keras sekali.
"Maaf, Permaisuri Zelena, apakah kau memanggilku?" Emilly menunduk dengan penuh rasa hormat. "Emilly, aku tidak memanggilmu. Atau jangan-jangan kau sedang mencuri dengar percakapan kami?!" Zelena membesarkan matanya, ia takut kalau pembicaraannya dengan sang putri didengarnya. Zelena tahu di dalam istana Kerajaan White Tiger banyak sekali dinding-dinding yang bisa mendengar pembicaraannya. Zelena tak ingin ada penyusup dalam istana ini yang bisa membuat dirinya dan putrinya, Juliette tersingkir dari dalam istana. "Tidak, Permaisuri. Saya hanya mendengar nama saya tadi di panggil dari arah kamar ini." Wajah gadis itu terlihat tegang seperti sedang menahan ketakutannya. Justru itu membuat Zelena dan Putri Juliette semakin heran. "Ibu, aku curiga dengan dia! Aku yakin dia sedang memata-matai kita," ujar Putri Juliette sambil berkeliling di tempat Emilly berdiri. &nbs