Karena penasaran, Daniel meminta supir untuk mengantarnya."Ayo, cepat! Kita harus mengejar mobil Tuan Muda."Daniel meneriaki supir kemudian berlari masuk ke dalam mobil.Bersama dua orang pengawal, Daniel memerintahkan untuk mengejar mobil sedan hitam milik Erlangga.Supir itu berusaha mengejar mobil di depan mereka saat sedan hitam itu masuk ke jalan tol.Dia mempertahankan kecepatannya dan berusaha menjaga jarak agar Erlangga tidak menaruh curiga."Tuan, mereka keluar dari tol. Sepertinya mereka akan pergi ke kampung itu. Apa kita akan tetap mengikuti mereka?" tanya supir menunggu perintah."Hm ... tetap ikuti mereka. Sangat berbahaya bila aku membiarkan Tuan Prabujaya pergi ke sana tanpa pengawalan. Ini demi keselamatan mereka." Daniel berkata dengan tegas. Kedua matanya yang tajam mengunci sedan hitam itu dan tak membiarkannya hilang dari pandangan.Daniel akhirnya bisa bernapas dengan lega saat Erlangga menghentikan mobil itu di depan pintu gerbang pemakaman.Ketakutannya yang
Hari senin pagi, terdengar suara ketukan yang cukup keras dari pintu depan kediaman Liana.Wanita paruh baya itu sedang duduk di meja makan bersama Rangga.Dia merasa kesal karena ulah orang tak dikenal yang telah membuat keributan di depan rumahnya dan telah mengusik ketenangan paginya.Liana melotot kesal sambil meletakkan sendoknya dengan kasar."Jhon ... tolong lihat siapa yang datang mengganggu saat hari masih sepagi ini." Dia berteriak dengan marah. Nafsu makannya langsung lenyap."Siapa yang datang sepagi ini? Apa Mama ada janji dengan seseorang di rumah kita?" tanya Rangga. Ini terlalu aneh baginya sebab mereka tidak pernah kedatangan tamu dipagi hari kecuali Viona, tunangannya."Tidak ada. Mama tidak ada janji dengan siapapun. Mungkin saja Viona. Dia mengetuk kuat karena pintu masih terkunci," jawab Liana asal. Dia terlalu malas untuk berpikir disaat seperti ini.Baru saja Liana menenangkan pikirannya, Jhon tiba-tiba muncul di depannya dengan wajah panik."Ma-maaf, Nyonya ..
Rangga duduk termangu, tubuhnya bersandar di dinding yang dingin dengan hati gelisah.Dia masih tidak menyangka harus menghabiskan paginya di kantor polisi bersama Liana.Sementara Liana masih menangis lirih meratapi kesialan yang datang tiba-tiba.Harusnya dia mendengarkan ucapan Jhon. Seharusnya dia bersembunyi dan bukannya mencari ribut dengan putra wanita itu.Ya, seharusnya sejak awal dia tidak pernah terlibat dengannya. Daging tebal yang menutupi matanya telah membengkak, bahkan air mata enggang menetes karena hampir terkuras habis.Sudah lebih dari dua jam dia menangis sejak Liana sadar dari pingsannya."Pak, saya tidak bersalah. Bagaimana kalian bisa menangkap saya seperti ini? Kalian tidak punya bukti bahwa saya yang membunuh Olivia. Tidak! Saya tidak melakukannya ...." Liana berkata lirih, tetapi petugas yang memeriksanya mengabaikannya."Rangga, Mama tidak melakukannya ... Mama tidak berbohong padamu. Mama bukan pembunuh," katanya putus asa saat Rangga membuang wajahnya da
Tampaknya orang-orang yang sedang duduk di ruangan itu tidak menyadari sesuatu yang besar sedang terjadi.Erlangga masih terlihat tenang di kursinya sambil mengumbar senyumnya yang menawan.Mereka berpikir, setidaknya ini jauh lebih baik daripada harus melihat wajah tegang dan dingin Prabujaya beberapa saat yang lalu."Kalian tunggu di sini, aku akan lihat mereka sebentar. Kalian persiapkan saja materi rapat hari ini, aku akan segera kembali."Er lalu berdiri dan pergi menyusul Prabujaya.Saat dia baru sampai di depan pintu, Er mendengar suara percakapan serius antara Prabujaya dan Daniel tak jauh dari ruang pertemuan.Er mendekat dengan perlahan agar bisa mendengarnya dengan jelas."Bagaimana bisa anak bodoh itu tidak datang hari ini? Apa yang sedang dia hindari? Seharusnya dia sudah menyelesaikan tugas yang aku berikan padanya," kata Prabujaya. Wajahnya terlihat tegang."Pergilah! Aku ingin kau memeriksanya. Aku tidak ingin mendengar ada klien yang komplain dan menuntut ganti rugi k
Liana membuang napasnya gusar, sementara pikirannya tertutup lamunan.Dia menatap kosong ke arah jendela di sampingnya. Melihat deretan bangunan yang berjejer di sepanjang jalan, serta kerumunan orang yang lalu lalang di atas trotoar.Liana masih tidak menyangka bahwa dirinya akan mengalami semua ini.Diam-diam Rangga terus memperhatikan mamanya sejak mereka pergi meninggalkan kantor polisi itu.Dia sangat mencemaskan keadaannya. Liana masih terlihat syok atas peristiwa itu.Rangga mencoba mengambil kesempatan untuk mengajaknya berbicara untuk mengalihkan pikiran Liana yang sedang kacau.Dia berdehem pelan, lalu dengan perlahan mengusap punggung tangan Liana yang mulai tampak keriput dimakan usia."Ma, ada apa?" tanya Rangga lembut. Liana diam. Dia hanya menggelengkan kepalanya tanpa menoleh.Rangga mencoba untuk berbicara padanya sekali lagi."Mama masih punya aku di sini. Jangan menyimpannya senditi kalau Mama tidak mampu untuk menahannya. Katakan apa saja agar aku jangan khawatir,
Liana memeluk Rangga erat seakan enggan untuk melepasnya.Tak ketinggalan, dia juga tersenyum manis di sepanjang pagi dan selalu bersemangat.Liana membantu merapikan lipatan dasi putranya itu dan menepuk jasnya pelan.Liana bahkan mengantarnya hingga Rangga masuk ke mobilnya dan menunggu hingga mobil itu keluar melewati gerbang sambil melambaikan tangannya.Satu hal yang hampir tidak pernah dia lakukan sebelumnya.Setelah kepergian Rangga, Liana bergegas masuk ke dalam rumah.Dia berlari masuk ke dalam kamarnya dan mulai melepaskan pakaian tidurnya lalu masuk ke kamar mandi.Liana membersihkan tubuhnya dengan terburu-buru, setelah itu dia keluar untuk berpakaian.Tiga puluh menit kemudian dia keluar dengan pakaian rapi serta riasan tipis dan kacamata hitam.Setelah menunggu selama sepuluh menit, taksi yang dipesan olehnya akhirnya tiba.Liana memutuskan untuk pergi menemui Jhon secara diam-diam. Dia khawatir Rangga akan marah padanya bila mengetahui Liana pergi menemui supir pengkhia
"Bagimu Mamamu adalah malaikat pelindung, tetapi bagi orang lain dia tidak lain adalah malaikat pencabut nyawa! Kau tidak sepenuhnya mengenal Liana, jadi kau akan terus berusaha untuk membelanya. Tapi bukan berarti kau bisa menuduh Erlangga sesuka hatimu.Dia ada bersamaku dan selalu berada di kantor ini. Dan aku telah meminta Daniel untuk selalu mengawasinya bahkan saat dia berada di rumah. Bagaimana bisa dia melaporkan Liana tanpa bukti? Dia bahkan belum lama kembali ke negara ini, bagaimana mungkin dia bisa mengumpulkan banyak bukti untuk melaporkan mereka pada polisi? Apa kau sudah tidak punya akal?" bentak Prabujaya. "Kau harus tahu, Rangga, Erlangga adalah putra Papa. Jadi jangan pernah berpikir untuk mengganggunya hanya karena kau merasa cemburu padanya," katanya dengan dingin.Dia tidak bisa menerima Rangga yang mencoba memprovokasinya untuk membenci putranya sendiri.Sudah cukup dia menantang Erlangga untuk melakukan test DNA demi membuktikan kebenaran jati dirinya."Pa, aku
"Aku harus pergi sekarang," kata Rangga. Viona menatapnya bingung."Kenapa buru-buru? Kamu belum lama di sini. Apa terjadi sesuatu?" tanya gadis itu akhirnya. Dia mengikuti Rangga sampai di pintu depan.Rangga menghela napas. Dia ingin mengatakannya, tetapi khawatir gadis itu akan meninggalkannya saat tahu.Rangga berpikir sejenak, mencari alasan agar tidak membuatnya kecewa. Namun, dia tak menemukannya.Viona pasti telah mendengar percakapan mereka. Itu sebabnya dia bertanya."Mm ... seandainya ada seseorang yang tidak kamu kenal mengatakan sesuatu tentang keluargaku, apakah kamu akan mempercayainya?" Rangga menunggunya dengan tatapan bimbang.Sepasang alis hitam gadis itu berkerut. Dia lantas balik bertanya padanya, "Apakah ada orang yang sedang mencoba menyebarkan rumor jelek tentang keluargamu?""Aku pikir begitu. Entahlah ....""Ini tidak baik. Kalian harus mencari tahu agar bisa melaporkannya," kata Viona gusar."Itu hanya naluriku saja, karena belakangan ini Mama seperti sedang