Tuan Prabujaya memperhatikan putranya dengan seksama ketika Erlangga baru saja tiba di rumah.Er menghempaskan tubuhnya di sofa, di samping ayahnya yang sedang duduk santai seorang diri.Saat ini, kepala pelayan serta Nyonya Helen tengah berada di bagian belakang rumah.Tempat itu adalah sebuah sebuah bangunan terpisah yang disediakan oleh Prabujaya bagi seluruh pegawai yang bekerja di rumah besar."Bagaimana keadaannya? Aku dengar lukanya sangat parah," tanya Prabujaya penasaran."Hm ... itu benar. Tapi dia memaksa untuk bangun dan duduk saat aku datang tadi." Er menghela napasnya.Mendengar hal itu, Prabujaya lantas berdecak kesal."Ck ... untuk apa memaksakan diri seperti itu? Dia memang bodoh! Aku menyuruhnya untuk mengawasi dan juga menjagamu, justru sekarang malah harus terbaring karena kecerobohannya sendiri."Er terpana. Ayahnya sedikit pun tidak menunjukkan sikap empati pada orang yang begitu setia di sisinya."Pa, seberapa penting Paman Daniel untukmu?"Prabujaya tercengang.
Pukul 07.30 pagi.Erlangga mengenakan stelan jas hitam yang telah dipersiapkan oleh Nyonya Helen untuknya.Tidak seperti biasanya, hari ini Erlangga tampak lebih bersemangat untuk pergi ke kantor bersama ayahnya.Meskipun sebelumnya dia juga terlihat antusias, tapi hari ini terasa berbeda.Er merangkul Nyonya Helen saat keluar kamar. Mereka berjalan bersama hingga ke meja makan."Ada apa denganmu hari ini? Kamu seperti orang yang berbeda," kata Prabujaya."Benarkah? Tapi aku masih terlihat sama. Mungkin karena hari ini aku terlalu bersemangat untuk mulai belajar bagaimana nengelola Prabujaya Indistry," jawab Erlangga asal."Itu bagus. Pertahankan semangatmu!"Er menjawab, "Itu pasti." Senyum tipis membingkai wajahnya.Erlangga langsung melahap makanan di piringnya dalam sepuluh menit.Dia tidak ingin membuang waktu. Masih ada hal lain yang harus dia persiapkan.Sampel milik ayahnya.Er memutar otaknya, mencari cara untuk mendapatkan sesuatu sebagai dasar.Dia diam-diam memperhatikan P
"Ada apa ini? Kenapa kalian juga ada di sini? Apa yang sedang kalian rencanakan sebenarnya?" Liana tampak gelisah."Jangan pura-pura tidak tahu. Saat kau datang bersama Rangga, seharusnya kau sudah tahu apa tujuan kalian. Kenapa malah balik bertanya?" Prabujaya terlihat tidak senang. Dia merasa bahwa Liana sedang bersandiwara di depannya."Apa maksudmu? Aku memang tidak tahu apapun. Bisakah kalian memberitahu aku sekarang, untuk apa kita berkumpul di rumah sakit ini? Apa ada yang sakit?" Liana memutar bola matanya, menatap ketiga pria di depannya berharap akan ada penjelasan yang masuk akal.Lelah dengan tingkah Liana, Prabujaya memilih untuk pergi dari sana."Aku harus ke kantor sekarang. Selesaikan semuanya dengan cepat dan segera datang ke kantor. Kalian berdua harus segera kembali untuk bekerja." Prabujaya langsung berjalan pergi meninggalkan mereka. Dia tidak pernah menoleh ke belakang.Liana melirik putranya dan mulai bertanya padanya, "Ada apa ini, Rangga? Bisakah kau menjelask
Liana tampak gusar. Sudah seharian dia mondar-mandir di kamarnya.Dia tidak melakukan apapun, bahkan tidak berniat untuk keluar dari kamarnya.Sejak pagi Jhon memperhatikan ketidakhadiran Liana di meja makan.Jhon tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan saat dia bertanya pada Rangga.Sudah satu minggu Rangga dan Liana tidak berbicara satu sama lain. Itu terjadi sejak keduanya keluar dari rumah sakit.Rangga tidak ingin diatur karena merasa terlalu tua untuk itu. Sementara Liana selalu ingin mendominasi hidupnya.Suara pintu diketuk terdengar dari luar.Liana menoleh untuk memastikan siapa yang orang yang telah berani mengusiknya.Suara ketukan itu terdengar lagi. Tetapi kali ini disertai suara berat seorang pria."Nyonya Liana, apa anda ada di dalam? Apa aku boleh masuk menemuimu?"Liana mendengus. Dengan malas dia berjalan ke pintu dan membukanya."Ada apa?" tanyanya ketus."Aku mengantarkan ini untukmu. Aku tahu anda pasti merasa lapar."Jhon membawa nampan berisi semangkuk sup dan
"Semua ini salahmu! Dasar bodoh! Andai saja kau bisa menyingkirkan Erlangga saat ini, aku tidak akan menggila seperti ini!" Liana berteriak kencang saat dirinya masuk ke dalam rumah.Wanita itu membanting pintu kemudian mulai melempar semua barang yang dapat digapainya ke atas lantai hingga hancur berantakan.Jhon yang berdiri mematung di depan ruang makan juga tak luput dari amukan Liana.Tubuh pria itu dipukuli dengan sekuat tenaga hingga Liana kelelahan dan mulai menangis histeris."Semua ini salahmu, Jhon! Kau sangat bodoh! Kau gagal melenyapkan anak itu bersama ibunya. Karena kebodohanmu, putraku akan disingkirkan oleh Prabujaya. Dan dia tidak akan pernah mendapatkan apapun karena anak sialan itu." Liana kembali berteriak di depan wajah laki-laki itu seperti orang yang sedang kesurupan.Jhon menatapnya nanar. Merasa kasihan saat melihat wajah Liana basah oleh air mata.Dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi dia tahu itu bukanlah hal baik.Jhon begitu ingin tahu apa y
Erlangga tersenyum puas saat Rangga menekuk wajahnya karena kesal.Ucapan Er cukup masuk akal baginya saat ini.Bagaimana tidak?Dia harus memenuhi tenggat waktu yang diberikan oleh Prabujaya untuk mengatasi kerugian yang dialami oleh perusahaan karena ulahnya sendiri.Selama tidak ada Daniel yang selalu datang mengawasinya, Rangga merasa seperti mendapatkan angin segar.Tidak disangka, orang tua itu ternyata masih berpikir untuk datang mengawasinya meski dengan berbagai alasan. Termasuk dengan memanfaatkan Erlangga.Rangga mendengus. Ia mengabaikan Erlangga dan mulai fokus dengan tugasnya.Melihat dia begitu serius, Erlangga memutar otaknya.Dia mencoba mencari cara lain untuk mengganggunya."Kenapa kau tidak mulai mengajariku hal lainnya? Aku ingin segera menghandle kantor cabang. Aku sudah memahami sistem management perusahaan. Sekarang aku ingin tahu tentang keuangan perusahaan. Bisa ajari aku juga?" cecar Erlangga."Rangga, Ajari aku bagaimana caranya aku bisa tahu jika mereka se
"Benda penting? Saya tidak menemukan apapun. Hanya ada ini saja." Ibu segera Helen merogoh saku bajunya, kemudian menunjukkan sebuah benda kecil kepada Erlangga.Wajah Er kembali bersinar.Seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru yang sangat didambakan."Ya, Tuhan ... benda ini yang aku cari sejak tadi. Seluruh hidupku bergantung pada benda ini."Er langsung menyambar benda itu dari tangan Nyonya Helen lalu memeluk wanita itu dengan erat karena terlalu girang.Dan tanpa sadar Erlangga mencium pipinya dan mengangkatnya hingga membuat Nyonya Helen menjerit karena terkejut."Terima kasih, terima kasih, Bu Helen. Ibu telah menyelamatkan hidupku. Aku akan selalu mengingatnya," ujar Erlangga girang.Dia lalu berlari menuju kamarnya dan meninggalkan Nyonya Helen yang masih terdiam karena merasa takjub dengan apa yang baru saja dia alami.Erlangga langsung menutup pintu dan menguncinya. Dia tidak ingin ada yang datang ke sana dan menginterupsinya.Er meletakkan benda kecil itu di atas
"Aku tidak butuh pengawal karena aku akan pergi sendiri." Erlangga berbicara pada pengawal yang berjaga di pintu depan ketika pengawal itu hendak mengikutinya.Erlangga kemudian berpesan padanya, "Jika Papa mencariku, katakan saja aku pergi menemui teman lama. Saat urusanku sudah selesai, aku akan langsung kembali ke kantor.""Tapi, Tuan --""Sudahlah, aku sedang buru-buru," katanya lalu masuk ke dalam mobil.Sebelum pergi, Erlangga mengirimkan sebuah pesan teks pada seseorang.[Aku dalam perjalanan. Kita akan bertemu di sana dua jam lagi.]Erlangga menyimpan ponselnya kemudian membawa mobilnya pergi dari sana.Dia tidak sabar untuk mengungkap kasus kejahatan besar itu. Tidak perduli walaupun dia akan menyeret banyak orang untuk mendapatkan keadilan atas kematian Olivia, mamanya.Seperti yang telah dikatakannya, Erlangga akhirnya tiba di kantor polisi dimana awal mula kasus itu dimulai.Seorang pria paruh baya dengan kaca mata menempel di hidungnya sedang berdiri di samping pintu masu
"Apa kau sudah dapatkan apa yang aku perintahkan padamu?" Prabujaya bertanya tanpa menoleh. Pria paruh baya itu terus berjalan menuju meja kerjanya.Asistennya, Daniel, mengikutinya dan berhenti tepat di depan meja kerja Prabujaya."Putri Ilham Samudera datang untuk mendengar hasil putusan pengadilan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui kabar itu, tapi seseorang pasti telah memberi gadis itu informasi. Dan saya yakin ini adalah ulah Tuan Muda Erlangga," jawab Daniel tegas."Apa kau telah memeriksanya dengan jelas?" Ada tekanan di dalam suara Prabujaya."Tentu saja, Tuan. Saya bisa memastikan semua itu benar," jawab Daniel tegas. "Tapi ada hal yang lebih penting yang harus saya sampaikan. Ini mungkin sedikit mengejutkan, tapi anda harus mengetahuinya." Daniel berusaha memperjelas situasinya."Hal penting apa?" Raut wajah Prabujaya langsung berubah. Matanya menyipit tajam."Ternyata Tuan Muda telah beberapa kali bertemu dengan putri Ilham Samudera dan berusaha untuk mendekat
Pukul tujuh tiga puluh pagi, Komplek River Villa.Erlangga terlihat turun dari kamarnya dengan pakaian rapi. Senyum di wajahnya mengembang, membuatnya terlihat menawan pagi ini.Hari ini sudah diputuskan bahwa Erlangga akan kembali ke perusahaan, melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Tetapi haris ditinggalkan dengan setumpuk alasan yang cukup masuk akal.Er sudah bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Namun, bukan berarti dia telah melupakan obsesinya untuk mendapatkan Viona. Gadis itu tetaplah menjadi maskot kemenangannya."Selamat pagi semuanya." Er menyapa semua orang di ruang makan. Wajahnya sangat cerah pagi ini, membuat Prabujaya berdehem pelan karenanya.Nyonya Helen yang berdiri tak jauh dari Prabujaya juga menatapnya heran penuh curiga. Rasanya sangat aneh dan sulit untuk dipercaya bahwa anak asuhnya akan berubah hanya dalam satu malam. Seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi kepadanya."Ehem ... sepertin
"Bukankah Erlangga pergi ke persidangan hari ini? Untuk apa gadis itu mencarinya? Sejak kapan mereka dekat? Apa kau mengetahui sesuatu?"Nyonya Helen tidak berharap Prabujaya akan bertanya tentang hal itu padanyaMeski pria tua itu memaksanya untuk bicara, Nyonya Helen juga tidak tahu harus menjawab apa padanya."Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona Viona hanya mengatakan ingin bicara dengan Tuan Muda. Tapi dia tidak menjelaskan alasannya. Bahkan saat saya memintanya pulang, dia menolaknya.""Apa mereka sudah bertemu tadi? Apa yang mereka bicarakan?""Maaf, Tuan ... saya tidak mendengarnya karena saat itu Tuan Muda minta untuk dibuatkan minuman hangat. Dan saat saya kembali, Nona Viona sudah pergi."Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut pria tua itu.Prabujaya tidak percaya sepenuhnya pada wanita itu, tetapi dia juga tidak dapat memaksanya untuk bicara sekarang."Apa Elangga ada di kamarnya?"Wanita itu mengangguk. "Ya, Tuan. Tuan Muda ada di kamarnya."Prabuajaya berdiri. Dia me
"Tuan Muda, boleh saya masuk?"Suara panggilan Nyonya Helen bergema diikuti oleh suara ketukan di pintu kamar Erlangga. Namun, tidak ada jawaban.Wanita paruh baya itu mendorong pintu kamarnya dengan lembut lalu masuk ke dalam kamar dengan hati-hati.Saat ini, Erlangga baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Cuaca dingin ditambah suhu kamarnya yang dingin sama sekali tidak berpengaruh padanya.Dia mengeringkan rambutnya kemudian melempar handuk berwarna putih itu dengan asal di atas ranjang. Dan ketika Erlangga berbalik, dia terkesiap ketika melihat Nyonya Helen sedang berdiri menatapnya. Kehadiran Nyonya Helen di kamarnya membuat jantungnya berdegup kencang."Kapan ibu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" "Saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban. Karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa," jawab Nyonya Helen.Er mengusap dadanya seraya menyentak napasnya kuat."Ada apa?" tanya Erlangga kesal."Saya hanya ingin bertanya untuk memastikan sesuatu. Apa and
"Apa kau melihat gadis tadi? Bukankah itu Viona, tunangan Rangga?" tanya Prabujaya. "Kenapa dia lari terburu-buru?"Daniel langsung menoleh ke belakang dan melihat gadis yang dimaksud oleh Prabujaya sedang berlari keluar rumah sambil menangis.Dia langsung mengenali gadis itu sebagai putri dari Ilham Samudera dan Delia."Itu memang Nona Viona, putri dari Tuan Ilham. Tapi untuk apa dia datang ke sini?" ucap Daniel. Dia mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi ketika mereka sedang tidak berada di rumah.Prabujaya menoleh pada asistennya sambil berkata, "Itu adalah tugas untukmu. Cari tahu apa yang terjadi pada gadis itu!""Baik, Tuan," jawab Daniel.Tanpa membuang waktu, Daniel segera meninggalkan rumah itu. Dia segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar Viona yang telah berada cukup jauh di depan.Hujan lebat tak membatasi gadis itu untuk mengemudikan mobilnya. Suasana hatinya yang buruk telah menyulapnya menjadi raja jalanan secara mendadak.Viona dengan sengaja menyeret d
Ada apa? Untuk apa Ibu Helen menelponmu?""Ada wanita yang datang ke rumah mencari anda?""Wanita? Siapa?" Sepasang alis hitam milik Erlangga tertarik ketika keningnya berkerut."Entahlah, saya juga tidak tahu. Nyonya Helen tidak mengatakan apapun tadi."Erlangga memutar matanya, menebak-nebak sosok wanita yang sedang menunggu kedatangannya.Sejauh ini, Er hanya mengenal dua orang wanita saja sejak dirinya kembali ke negaranya."Sylvia? Tidak mungkin! Dia sama sekali belum mengetahui siapa aku sebenarnya. Bagaimana mungkin dia tahu aku tinggal di sana?" Erlangga berbicara pada dirinya sendiri."Apa mungkin wanita itu adalah Nona Viona?" celetuk Alex dari kursi depan.Pikiran Erlangga langsung teralihkan.Ketika mendengar Alex menyebut nama gadis itu, Erlangga teringat kembali pada percakapan antara dirinya dan Viona sehari sebelumnya.Er tidak menyangka, hati gadis itu akan tergerak karena perkataannya."Ayo, buruan! Kita harus tiba lebih dulu dari mereka. Aku tidak ingin Papa bertemu
"Siapa?""Pak Hamdan. Apa anda mengenalnya, Pak?" Pak Hasan balik bertanya. Matanya menelusuri setiap perubahan raut di wajah Alex ketika keningnya mulai berkerut."Pak Hamdan? Tentu saja saya kenal dengannya. Dia adalah orang yang telah membantu Tuan Muda kami, tanpa dia mungkin kasus ini akan tetap tersimpan rapat-rapat. Tidak perduli meskipun kami memiliki banyak bukti untuk membuat mereka mendekam di penjara, tanpa bantuannya semua akan sia-sia." Alex berbicara dengan suara rendah untuk menghindari orang yang ingin mencuri dengar.Dia lantas menghembuskan napasnya kuat ke udara, sementara pikirannya melayang membayangkan saat-saat dimana dirinya melakukan banyak hal bersama tuannya untuk mendapatkan semua bukti yang mereka miliki sekarang."Akhirnya ... Tuan Muda Erlangga bisa lebih tenang menjalani hidupnya sekarang," ucap Alex dengan perasaan lega."Syukurlah. Tidak disangka Erlangga mampu melewati semuanya dengan sabar ya, Pak. Jika saja Olivia masih hidup, dia pasti akan sanga
Kemunculan keluarga Pak Hasan bersama beberapa warga desa berhasil mencuri perhatian beberapa pencari berita yang telah menunggu di depan pintu ruang sidang.Rombongan warga desa itu terlihat turun dari sebuah mobil keluaran lama dan berdiri menunggu di depan pintu untuk dipersilahkan masuk.Akan tetapi, tak seorang pun dari wartawan itu bergerak untuk mengejar mereka karena berpikir bahwa keluarga Pak Hasan hanyalah warga biasa seperti yang lainnya.Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Hasan. Laki-laki itu dan istrinya pelan-pelan berpisah dari rombongan untuk mencari Erlangga."Permisi, Pak. Kapan sidangnya akan dimulai, ya?"Pak Hasan mendekati seorang petugas berseragam coklat yang baru saja keluar dari sebuah ruangan di samping ruang sidang untuk bertanya padanya."Mungkim sekitar satu jam lagi," jawab petugas itu.Saat dia akan pergi, Pak Hasan menahannya dan kembali bertanya padanya."Tunggu, Pak. Apa Erlangga sudah tiba di sini?""Erlangga? Maaf, Pak ... saya tidak kenal.
Daniel mencoba mengabaikan wajah sendu Vionaà sebelum suasana di ruangan itu terkena imbasnya.Dengan suara tegas, Daniel kembali bertanya pada gadis itu. "Bisa beri tahu saya lebih detail apa yang dia katakan pada anda, Nona?"Mata VIona melebar.Entah mengapa Viona merasa bahwa asisten Tuan Prabujaya tidak mempercayai ucapannya.Karena itu, Viona melempar ponselnya dengan kesal di atas meja."Kau bisa baca sepuasnya!"ucap gadis itu lantang, kemudian berlalu dari ruangan itu untuk bersembunyi di kamarnya yang tenang.Semua orang di ruangan itu tercengang dengan aksi Viona yang tiba-tiba.Mereka menatap kepergiannya hingga tubuh Viona perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan."Saya minta maaf, Tuan Ilham. Saya harus lakukan ini demi kebaikan Nona Viona." Daniel segera mencari alasan sebelum kedua orang tua gadis itu mulai menyalahkannya."Jangan diambil hati. Putriku sangat sensitif akhir-akhir ini. Lakukan saja apa yang harus kau lakukan."Daniel mengangguk.Dengan perasaan be