Mobil SUV hitam itu melaju meninggalkan komplek River Villa.Rombongan pengawal itu bertemu dengan segerombolan orang yang sedang mengelilingi sebuah mobil yang tampak terguling di tengah jalan.Letaknya tidak begitu jauh dan jarak mereka hanya sekitar dua kilometer dari pintu masuk menuju kompek River Villa. Namun, pengawal itu hanya melihat semuanya dari dalam mobil dan tidak berniat untuk memeriksanya.Mereka pikir itu hanyalah seorang pengemudi mabuk yang menyetir dengan ugal-ugalan.Oleh karena itu, mereka memilih untuk tidak ikut campur di dalamnya.Supir membawa mobil SUV hitam itu segera pergi dari sana.***Daniel tersadar dan merasa dia tidak sedang baik-baik saja sekarang.Dia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya ketika mendapati dirinya terjepit di kursi pengemudi. Sementara orang ramai bergerombol di luar dan melihatnya dengan wajah panik.Beberapa orang laki-laki berusaha untuk membuka pintu mobil dengan paksa.Saat mereka telah berhasil membukanya, orang-orang itu se
Tuan Prabujaya memperhatikan putranya dengan seksama ketika Erlangga baru saja tiba di rumah.Er menghempaskan tubuhnya di sofa, di samping ayahnya yang sedang duduk santai seorang diri.Saat ini, kepala pelayan serta Nyonya Helen tengah berada di bagian belakang rumah.Tempat itu adalah sebuah sebuah bangunan terpisah yang disediakan oleh Prabujaya bagi seluruh pegawai yang bekerja di rumah besar."Bagaimana keadaannya? Aku dengar lukanya sangat parah," tanya Prabujaya penasaran."Hm ... itu benar. Tapi dia memaksa untuk bangun dan duduk saat aku datang tadi." Er menghela napasnya.Mendengar hal itu, Prabujaya lantas berdecak kesal."Ck ... untuk apa memaksakan diri seperti itu? Dia memang bodoh! Aku menyuruhnya untuk mengawasi dan juga menjagamu, justru sekarang malah harus terbaring karena kecerobohannya sendiri."Er terpana. Ayahnya sedikit pun tidak menunjukkan sikap empati pada orang yang begitu setia di sisinya."Pa, seberapa penting Paman Daniel untukmu?"Prabujaya tercengang.
Pukul 07.30 pagi.Erlangga mengenakan stelan jas hitam yang telah dipersiapkan oleh Nyonya Helen untuknya.Tidak seperti biasanya, hari ini Erlangga tampak lebih bersemangat untuk pergi ke kantor bersama ayahnya.Meskipun sebelumnya dia juga terlihat antusias, tapi hari ini terasa berbeda.Er merangkul Nyonya Helen saat keluar kamar. Mereka berjalan bersama hingga ke meja makan."Ada apa denganmu hari ini? Kamu seperti orang yang berbeda," kata Prabujaya."Benarkah? Tapi aku masih terlihat sama. Mungkin karena hari ini aku terlalu bersemangat untuk mulai belajar bagaimana nengelola Prabujaya Indistry," jawab Erlangga asal."Itu bagus. Pertahankan semangatmu!"Er menjawab, "Itu pasti." Senyum tipis membingkai wajahnya.Erlangga langsung melahap makanan di piringnya dalam sepuluh menit.Dia tidak ingin membuang waktu. Masih ada hal lain yang harus dia persiapkan.Sampel milik ayahnya.Er memutar otaknya, mencari cara untuk mendapatkan sesuatu sebagai dasar.Dia diam-diam memperhatikan P
"Ada apa ini? Kenapa kalian juga ada di sini? Apa yang sedang kalian rencanakan sebenarnya?" Liana tampak gelisah."Jangan pura-pura tidak tahu. Saat kau datang bersama Rangga, seharusnya kau sudah tahu apa tujuan kalian. Kenapa malah balik bertanya?" Prabujaya terlihat tidak senang. Dia merasa bahwa Liana sedang bersandiwara di depannya."Apa maksudmu? Aku memang tidak tahu apapun. Bisakah kalian memberitahu aku sekarang, untuk apa kita berkumpul di rumah sakit ini? Apa ada yang sakit?" Liana memutar bola matanya, menatap ketiga pria di depannya berharap akan ada penjelasan yang masuk akal.Lelah dengan tingkah Liana, Prabujaya memilih untuk pergi dari sana."Aku harus ke kantor sekarang. Selesaikan semuanya dengan cepat dan segera datang ke kantor. Kalian berdua harus segera kembali untuk bekerja." Prabujaya langsung berjalan pergi meninggalkan mereka. Dia tidak pernah menoleh ke belakang.Liana melirik putranya dan mulai bertanya padanya, "Ada apa ini, Rangga? Bisakah kau menjelask
Liana tampak gusar. Sudah seharian dia mondar-mandir di kamarnya.Dia tidak melakukan apapun, bahkan tidak berniat untuk keluar dari kamarnya.Sejak pagi Jhon memperhatikan ketidakhadiran Liana di meja makan.Jhon tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan saat dia bertanya pada Rangga.Sudah satu minggu Rangga dan Liana tidak berbicara satu sama lain. Itu terjadi sejak keduanya keluar dari rumah sakit.Rangga tidak ingin diatur karena merasa terlalu tua untuk itu. Sementara Liana selalu ingin mendominasi hidupnya.Suara pintu diketuk terdengar dari luar.Liana menoleh untuk memastikan siapa yang orang yang telah berani mengusiknya.Suara ketukan itu terdengar lagi. Tetapi kali ini disertai suara berat seorang pria."Nyonya Liana, apa anda ada di dalam? Apa aku boleh masuk menemuimu?"Liana mendengus. Dengan malas dia berjalan ke pintu dan membukanya."Ada apa?" tanyanya ketus."Aku mengantarkan ini untukmu. Aku tahu anda pasti merasa lapar."Jhon membawa nampan berisi semangkuk sup dan
"Semua ini salahmu! Dasar bodoh! Andai saja kau bisa menyingkirkan Erlangga saat ini, aku tidak akan menggila seperti ini!" Liana berteriak kencang saat dirinya masuk ke dalam rumah.Wanita itu membanting pintu kemudian mulai melempar semua barang yang dapat digapainya ke atas lantai hingga hancur berantakan.Jhon yang berdiri mematung di depan ruang makan juga tak luput dari amukan Liana.Tubuh pria itu dipukuli dengan sekuat tenaga hingga Liana kelelahan dan mulai menangis histeris."Semua ini salahmu, Jhon! Kau sangat bodoh! Kau gagal melenyapkan anak itu bersama ibunya. Karena kebodohanmu, putraku akan disingkirkan oleh Prabujaya. Dan dia tidak akan pernah mendapatkan apapun karena anak sialan itu." Liana kembali berteriak di depan wajah laki-laki itu seperti orang yang sedang kesurupan.Jhon menatapnya nanar. Merasa kasihan saat melihat wajah Liana basah oleh air mata.Dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi dia tahu itu bukanlah hal baik.Jhon begitu ingin tahu apa y
Erlangga tersenyum puas saat Rangga menekuk wajahnya karena kesal.Ucapan Er cukup masuk akal baginya saat ini.Bagaimana tidak?Dia harus memenuhi tenggat waktu yang diberikan oleh Prabujaya untuk mengatasi kerugian yang dialami oleh perusahaan karena ulahnya sendiri.Selama tidak ada Daniel yang selalu datang mengawasinya, Rangga merasa seperti mendapatkan angin segar.Tidak disangka, orang tua itu ternyata masih berpikir untuk datang mengawasinya meski dengan berbagai alasan. Termasuk dengan memanfaatkan Erlangga.Rangga mendengus. Ia mengabaikan Erlangga dan mulai fokus dengan tugasnya.Melihat dia begitu serius, Erlangga memutar otaknya.Dia mencoba mencari cara lain untuk mengganggunya."Kenapa kau tidak mulai mengajariku hal lainnya? Aku ingin segera menghandle kantor cabang. Aku sudah memahami sistem management perusahaan. Sekarang aku ingin tahu tentang keuangan perusahaan. Bisa ajari aku juga?" cecar Erlangga."Rangga, Ajari aku bagaimana caranya aku bisa tahu jika mereka se
"Benda penting? Saya tidak menemukan apapun. Hanya ada ini saja." Ibu segera Helen merogoh saku bajunya, kemudian menunjukkan sebuah benda kecil kepada Erlangga.Wajah Er kembali bersinar.Seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru yang sangat didambakan."Ya, Tuhan ... benda ini yang aku cari sejak tadi. Seluruh hidupku bergantung pada benda ini."Er langsung menyambar benda itu dari tangan Nyonya Helen lalu memeluk wanita itu dengan erat karena terlalu girang.Dan tanpa sadar Erlangga mencium pipinya dan mengangkatnya hingga membuat Nyonya Helen menjerit karena terkejut."Terima kasih, terima kasih, Bu Helen. Ibu telah menyelamatkan hidupku. Aku akan selalu mengingatnya," ujar Erlangga girang.Dia lalu berlari menuju kamarnya dan meninggalkan Nyonya Helen yang masih terdiam karena merasa takjub dengan apa yang baru saja dia alami.Erlangga langsung menutup pintu dan menguncinya. Dia tidak ingin ada yang datang ke sana dan menginterupsinya.Er meletakkan benda kecil itu di atas