Tatapan dingin serta raut wajahnya yang datar terlihat jelas ketika Erlangga meninggalkan ruangan pribadi asisten Prabujaya.Dia berjalan tegak dengan dagunya yang terangkat.Erlangga meletakkan gelas anggurnya di atas pantry, kemudian berbalik dan pergi menuju tangga.Matanya melirik ke sekeliling ruangan saat kakinya melangkah menyusuri anak tangga menuju lantai atas.Hanya ada beberapa lukisan mahal berukuran besar yang tergantung di dinding. Serta sebuah pigura berukuran besar yang cukup menarik perhatian."Anda memang orang yang egois Tuan Prabujaya. Sayangnya, anda adalah Papaku. Andai saja aku bisa memilih, aku tidak ingin dilahirkan sebagai putramu jika akhirnya aku harus kehilangan Mamaku."Erlangga mendengus pelan kemudian berpaling darinya.Dia melangkah naik menuju kamarnya. Tempat persembunyiannya dari dunia yang begitu kejam padanya.Namun, langkahnya tiba-tiba berhenti.Entah dapat dorongan darimana sehingga Erlangga berhenti tepat di depan ruangan kerja ayahnya.Napas
Pintu kamar itu didorong dengan kuat oleh sepasang tangan kekar Daniel.Dua orang wanita paruh baya berdiri di belakangnya saat mereka mencoba membuka paksa kamar Erlangga.Raut wajah ketiganya langsung berubah saat tak menemukan seorangpun di dalam kamar.Nyonya Helen segera berlari ke kamar mandi untuk mencari anak asuhnya itu. Sementara kepala pelayan langsung berlari menuju balkon.Akan tetapi hasilnya nihil.Erlangga tidak berada dimanapun.Nyonya Helen berjalan lunglai saat kembali menemui Daniel."Dia tidak ada di kamar mandi." Wajah Nyonya Helen berkerut. Dia sangat mencemaskannya sekarang."Tuan Daniel, Tuan Muda Erlangga juga tidak ada di balkon," lapor kepala pelayan padanya.Kening Daniel langsung berkerut dalam. Dia menarik napasnya dalam-dalam sambil berpikir dimana keberadaan Erlangga.Daniel menjadi gelisah saat mengingat percakapan antara dirinya dan Erlangga kemarin malam.Dia akhirnya menyadari sesuatu. Dengan tiba-tiba Daniel berlari keluar kamar dan pergi ke ruang
"Tuan Muda, kita harus --"Alex langsung bungkam saat Erlangga mengangkat tangannya."Aku tahu. Bawa aku ke kantor redaksi majalah sekarang!" titahnya.Mendengar permintaannya, Alex langsung mengendarai mobilnya dan pergi dari sana.Mereka tiba setelah satu jam perjalanan. Letak gedung redaksi majalah mode itu berada cukup jauh dari gedung kantor Prabujaya Industry.Hari masih pagi dan mereka memiliki cukup waktu untuk sarapan sebelum Erlangga bekerja. Karena itu, Alex mengajak Er menuju kantin perusahaan. Wajah pucatnya membuat Alex cukup khawatir padanya."Antriannya cukup panjang, sebaiknya kita langsung ke atas saja," keluh Erlangga."Jangan begitu, Tuan. Wajah anda begitu pucat, saya takut anda akan jatuh nanti," timpal Alex saat berusaha menghentikan niat Erlangga untuk keluar dari kantin.Dia kemudian berkata lagi dengan wajah memohon, "Sebaiknya anda duduk di sana saja dan saya akan mengambilkan makanan untuk anda. Ini tidak akan lama.""Baiklah, terserah kau saja." Erlangga l
Tuan Prabujaya langsung berdiri dan bertanya dengan tidak sabar saat melihat Daniel masuk ke dalam rumah."Apa kau berhasil menemukannya? Dimana dia sekarang? Apa dia baik-baik saja? Dengar, kau akan menerima hukuman dari ku kalau kau gagal melindunginya kali ini!" Kata-kata Tuan Prabujaya membuat Daniel terdiam. Dia tahu lelaki tua itu tidak sedang bermain-main dengannya."Kami sudah menemukannya. Tuan Muda berada di kantor redaksi majalah mode. Saya dengar ini adalah hari terakhir mereka bekerja sama. Anda jangan khawatir, Alex ada bersamanya." Suara Daniel begitu tenang dengan sorot matanya yang teduh.Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menenangkan hati lelaki paruh baya itu saat ini. Selain itu, dia harus segera membawa Erlangga kembali ke River Villa sebelum pemuda itu menyeret dirinya dalam masalah besar.Prabujaya menarik napasnya dalam-dalam. Dia terlalu mencemaskan keselamatan Erlangga."Apa menurutmu aku harus segera menetapkannya sebagai pewaris utama Prabujaya Industr
Komplek River Villa.Tuan Prabujaya duduk bersandar di ruang tamu. Urat di wajahnya terlihat tegang.Asistennya, Daniel, duduk tak jauh darinya dengan suasana hati yang suram.Hari ini mereka hanya berdiam diri di rumah menanti kepulangan Erlangga.Berita tentang pertemuan para petinggi Prabujaya Industry yang akan berlangsung dalam beberapa hari lagi telah tersiar di seluruh kantor, membuat Daniel tak berhenti melayani panggilan telepon masuk. Termasuk panggilan dari Rangga.Daniel harus mencari alasan yang tepat untuk membuat Rangga bungkam dan berhenti bertanya padanya.Ini jelas-jelas bukan rencananya. Tetapi dia terpaksa harus menerima keluhan putus asa dari putra sulung Prabujaya itu.Bukan hanya Rangga, mantan istri Prabujaya juga ikut serta menyalahkan dirinya, meski mereka belum mengetahui dengan pasti tujuan dari pertemuan itu.Nyonya Helen dan kepala pelayan segera berlari menuju pintu depan saat sebuah mobil terdengar berhenti di depan pelataran rumah.Sementara Prabujaya
Erlangga mematung, berdiri tegak tanpa menoleh.Ingin rasanya menghiraukan wanita itu demi menjaga harga dirinya dan mendiang mamanya.Namun, sulit rasanya melupakan kenyataan bahwa merekalah yang telah membuatnya terpisah dari Mama Olivia.Wajah Er memerah. Entah karena marah atau karena menahan kesedihan di hatinya.Dia mengepal tangannya dengan kuat.Hatinya kembali bergemuruh saat perkataan tajam Liana kembali menggema di ruang tamu."Dasar anak haram! Kau tidak punya hak apapun di rumah ini. Semua harta Prabujaya adalah milik putraku. Pergi kau dari sini!" Liana berteriak lantang."Diam! Jaga mulutmu!"Suara Prabujaya langsung membuat Liana terkejut. Kedua mata lentiknya membelslak lebar. "Usir mereka keluar!"Liana berkedip tak percaya saat mendengar Prabujaya mengusir mereka dari rumah itu."Apa-apaan ini, Pa? Kenapa Papa malah mengusir kami? Secara hukum aku dan Mama berhak ada di rumah ini." Rsngga berteriak tidak terima saat Daniel maju untuk mengusir mereka.Prabujaya mend
"Ada apa? Apa telah terjadi sesuatu pada Nyonya Liana?"Jhon datang dari arah dapur dan langsung menyela keduanya tepat ketika Liana hendak meraih botol anggurnya kembali."Aku juga tidak mengerti. Mama tiba-tiba berubah setelah bertemu dengan Erlangga," keluh Rangga sambil membuang napasnya. "Entah apa yang dibisikkan hingga Mama seperti ini."Jhon langsung menegang. "Erlangga?" gumamnya pelan.Dia langsung berpaling pada Liana, tetapi wanita itu hanya menggeleng pelan.Mendengar ucapan putranya, Liana berusaha berkelit. Liana takut Rangga akan membencinya jika sampai rahasia mereka terbongkar."Dia tidak mengatakan apapun. Berhentilah mengadu seperti bayi. Jhon tidak ada hubungannya dengan semua ini." Wajah Liana berkerut masam."Jangan berbohong padaku karena aku bukan anak kecil lagi! Aku melihat semuanya dan aku bisa menilainya. Aku yakin Erlangga mengatakan sesuatu pada Mama tadi." Rangga meninggikan suaranya saat mereka kembali berdebat hingga membuat Liana terkejut.Selama i
"Menurut Papa? Apakah aku tidak pantas untuk marah padanya? Dia menghinaku di depan kalian dan kalian hanya diam saja. Lalu ... untuk apa bertanya padaku lagi?" Erlangga berkata dengan dingin. Prabujaya terpaku. Kata-kata Erlangga memberikan pukulan yang hebat untuknya."Papa minta maaf, Er. Papa tidak bisa menahannya.""Tentu saja! Itu karena aku memang bukan siapa-siapa buat Papa. Aku memang anak haram! Ya, aku ini anak haram! Aku sudah dengar itu sejak dulu." Erlangga tiba-tiba meledak. Dia tidak mampu untuk menahan rasa sakit di hatinya.Dulu dia tidak perduli dengan kalimat itu karena tidak memahami artinya.Kini, saat dirinya sudah mengetahui segalanya dengan jelas, kalimat itu adalah sebuah penghinaan baginya.Wajah jika dia marah!Hati Prabujaya teriris mendengar kata--katanya."Maafkan Papa, Er. Papa akan menebus semua kesalahan Papa padamu," ucap Prabujaya dengan tulus. "Katakan saja apa yang harus Papa lakukan untuk menebusnya."Erlangga memutar bola matanya sambil terseny