Share

PULANG

Harum hangat menyapa hidung. Rasanya sangat nyaman dan tenang. Begitu empuk dan hangat. Lebih dari cukup membuat Farel menggeliat betah, enggan membuka mata.

Agam memukul Farel dengan bantalnya kesal. "Bangun, anjir! Malah lanjut molor."

Farel mengerjap, membuka matanya yang terasa berat. Menerima uluran segelas air putih yang Agam berikan.

"Gimana badan lo? Mendingan ga?"

Farel meneguk air putih, melihat sekeliling ruangan empat kali empat meter. Ia mengangguk. "Lumayan."

Agam mengangguk. "Syukur deh."

Farel melihat Agam lemas. "Ini kost lo?"

Agam mengangguk. "Gue ga bisa bawa lo ke rumah sakit, kejauhan. Lagian di kampus juga udah sepi banget, pos satpam ga ada yang jaga tadi."

Farel menganga. "Sumpah?"

Agam mengangguk. "Intinya karna lo udah sadar, sekarang lo mending pulang."

Farel berdecak. "Dih ngusir, marah ya gue ledekin anak mami?" Ujarnya melihat Agam sembari terkekeh.

Agam berdecak. "Ketawa-tiwi deh lo, gue juga mau balik kampung. Udah gih sana, keburu siang nih nanti."

Enggan membatah, Farel berdiri. Raut wajahnya terlihat senang dan tubuhnya membaik, seperti tidak ada yang terjadi semalam. Ia melihat jam dinding yang terpajang di kost Agam.

"Buset, udah jam sembilan aja." Ujar Farel bingung, ia melihat Agam yang tengah berkemas.

Perlahan tapi pasti, Farel mengamati Agam dan seisi kost. Baru sadar mengapa ia bangun di kost Agam.

Agam menoleh setelah merapihkan baju, melihat Farel yang bingung. Kedua alis Agam mengkerut. "Apa?"

Farel menunjuk dirinya. "Kok gue bisa-"

"Ngga usah diinget." Sergah Agam kesal, mendorong Farel untuk keluar dari kostnya. "Sana pulang, gue mau balik kampung."

"Semalem gue..." Farel berjalan terpaksa karna dorongan Agam, masih berusaha mengingat.

"Rapat anggota..." Farel bergumam sambil mengingat.

"Jangan diinget, anjing!" Ucap Agam marah.

Wajah Farel berubah pucat, mirip seperti malam kemarin. Ia melihat Agam dengan tatapan takut.

"Gam..."

Agam menepuk keningnya. "Lo tuh kenapa sih? Udah dibilang jangan diliat, jangan diinget. Nakal banget, asu!" Ujar Agam kesal.

Farel bersimpuh, jantungnya kembali berdetak di sisi tubuhnya lemas. Dirinya kembali diselubungi rasa takut.

"Lo liat juga, Gam?" Farel bertanya lemas, memegangi kaki Agam dramatis.

Agam berdecak, menarik kakinya kesal tetapi Farel memegang kaki Agam lebih erat.

"Lo liat juga, kan?" Tanya Farel dengan nada memohon.

Agam menarik kakinya kasar, lelah dengan drama yang Farel buat. Membuat Farel berlutut kaku, masih takut dengan kejadian semalam.

"Iya gue liat juga, tapi gue ga pingsan. Lo tuh sengaja gue bawa kost biar bisa gue obatin, udah bener lupa malah diinget lagi." Omel Agam beralih pada ransel besarnya.

Farel berlutut saat Agam beranjak. Masih membeku, enggan bergerak.

"Obatin? Maksud lo?" Farel bertanya, masih dengan posisi berlutut.

Agam memasukan botol air ke dalam tas. "Lo ngga papa, pulang sana jangan diinget kejadian semalem. Drama banget sih." Gerutu Agam kembali kesal.

Farel berdiri. "Jadi, lo orang pinter? Bisa liat begituan? Bisa sembuhin orang juga?"

Agam menoleh, kedua alisnya menekuk kesal. "Apasih, goblok? Iya gue orang pinter, lo orang tolol."

Farel berdecak. "Gue serius, Agam."

"Ya gue juga serius." Balas Agam ikut berdecak. Ia kembali membereskan barang bawaannya. "Udahlah, Rel. Lo tuh cuma liat kepalanya doang, dia juga cuma ngasih salam sapa. Ngga akan kenapa-napa juga."

Farel melongo. "Cuma!!?"

Agam tersenyum meledek. "Ya emang dia ngapain? Masuk ke tubuh lo?"

"Anjing!" Gerutu Farel menggigil. "Hati-hati lo kalo ngomong."

Agam terkekeh. "Yaudahlah, mau ngapain juga lo di sini lama-lama? Gue mau pulang. Ga akan muncul lagi tu setan." Ujar Agam meledek.

Farel enggan keluar, di luar mendung dan gelap. Ia takut kembali ke kost, terlebih lagi teman-teman kostnya sudah pulang ke rumah.

"Gue takut, Gam. Sumpah."

Agam tertawa geli. "Anjir ya lo, apasih yang ditakutin? Mending lo pulang ke rumah lo sana."

Farel bimbang, ia melihat Agam yang dengan beraninya berkemas dan ingin pulang ke rumahnya. Bertingkah seakan-akan tidak ada hal menakutkan yang telah terjadi.

"Kok lo berani sih, Gam?"

Agam mengangkat bahunya. "Udah dari kecil, biasa hal begitu bagi gue."

Farel terdiam.

"Santai aja sih, semalem tuh lo kecapean makanya rentan. Belum solat isya juga kan lo? Ngeskip solat magrib juga dari kemarin." Agam berujar santai.

Farel tahu Agam selalu mengajaknya solat, mereka teman sekelas. Naasnya kepanitian kemarin benar-benar membuat Farel lelah, memilih tidur di kelas saat rapat dipending daripada solat dengan Agam yang selalu mengajak.

"Udah jangan dipikirin, mending lo-"

"Gue mau ikut lo boleh ga?"

Kalimat Agam terpotong, ia menoleh ke arah Farel dengan wajah serius.

"Gue ngga tau liburan kali ini harus ke mana, gue ngga punya temen." Ujar Farel sedih. "Gue ikut lo, ya?"

Agam menyipitkan matanya tidak percaya. "Lo beneran mau ikut gue atau emang terlalu takut sendirian?"

Farel mengeluh, merebahkan dirinya lagi di kasur Agam. "Iya gue takut, anjir!"

Agam menggeleng. "Orang gila."

"Itung-itung liburan, Gam. Gue main ya ke rumah lo?" Farel bertanya memohon.

Agam tersenyum, senyum yang tidak bisa dideskripsikan. "Tapi kampung gue serem, lhoo."

Farel berdecak. "Ga papa, gue juga mau berani kayak lo. Gue mau liat setan yang banyak biar ga penakut lagi kayak gini."

Agam tertawa pecah, terbungkuk menepuk pahanya geli. "Hahahahaa... Sumpah lo?" Ia memegangi perutnya. "Lo kira segampang itu liat setan?"

Farel terdiam melihat Agam yang tertawa. Ia memang terlalu takut sendirian lagi untuk beberapa waktu, tapi entah tepat atau tidak keputusannya ikut ke kampung Agam.

Agam teman dekatnya. Agam pun sering berkunjung ke kampung ataupun kost Farel, tapi untuk sebaliknya, ini baru kali pertama Farel.

Farel ingin berani seperti Agam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status