Mihran terus membawa laju kendaraannya tanpa tahu ke mana arah yang hendak ia tuju. Rasa kecewanya membuat ia seolah tidak lagi mempunyai tujuan hidup. Harapannya sudah pupus.Mihran yang berharap jika Amaliya masih hidup akhirnya harus menerima kenyataan jika usahanya kini sia-sia. Mungkin inilah saatnya ia mengikhlaskan kepergian istri yang sangat dicintainya itu."Rasanya aku belum ikhlas melepas kepergian kamu, Mel. Aku berharap kalau kamu masih hidup," lirihnya."Jika kamu memang masih hidup, kembalilah. Tunjukkanlah jalanku menuju kamu. Aku akan selalu menunggu kamu selamanya ...." ucap Mihran yang menghentikan mobilnya di sebuah pinggiran jalan ibukota.------Della dan Eliza berjalan mendekati lokasi Amaliya yang terjatuh dari gerobak yang dinaikinya. Terlihat jika istri pertama Mihran sedang merintih kesakitan seperti hendak melahirkan bayinya.Eliza memutuskan bersembunyi. Dia tidak ingin menunjukkan dirinya di hadapan mantan sahabatnya itu. Eliza justru memiliki rencana lai
Della akhirnya sampai di rumah. Ia pun mulai menyusun strategi agar semua ART-nya maupun Mihran tidak mencurigai kehadiran bayi Amaliya yang diakui Eliza nanti."Tarjo, Ijah, Ani, ke sini kalian!" panggil Della berteriak."Iya, Bu."Ijah, kamu ke supermarket belanja semua barang di dapur yang sudah habis. Ani, kamu ambil pakaian di laundry ya. Oh ya Tarjo, kamu temani Ani ya ke laundry. Udah, sekarang kalian cepat pergi!" pekik Della."Baik, Bu."Akhirnya ketiga asisten rumah tangga Mihran itupun bergegas pergi. Walau sempat terjadi perdebatan antara Tarjo dan Ani serta Ijah, mereka pun akhirnya pergi ke tujuannya masing-masing.Setelah memastikan ketiga asistennya pergi, Della pun langsung menghubungi Eliza dan memastikan keadaan rumah kosong.[Halo, El. Situasi di rumah sudah aman. Kamu sudah bisa pulang sekarang.][Ok, Tante.]Ani dan Tarjo akhirnya pergi sesuai perintah Tante Della. Begitupun dengan Ijah. Namun, Ani menarik Tarjo ke sebuah taman untuk mengajaknya bicara."Ada apa
Diam-diam Ani menghubungi Oma Siska untuk mengabarkan soal kelahiran bayi istri kedua Mihran itu. Namun, Oma merasakan sebuah kejanggalan.[Bayinya sudah lahir?][Iya, Oma. Tapi ada yang aneh. Sebelumnya Tante Della menyuruh Ani, Tarjo sama Ijah pergi ke tempat yang jauh. Setelah kami pulang, Bu Eliza sudah melahirkan.][Aneh!][Bayinya laki-laki atau perempuan? Mihran senang nggak atas kelahiran bayinya?][Bapak sepertinya senang, Oma.][Ya sudah, makasih ya Ani atas informasinya.]"Apa ya yang sebenarnya terjadi?" gumam Oma Siska.-----Mihran kembali mendatangi makam Amaliya. Makam yang selalu didatanginya setiap hari. Hatinya memang hancur. Mihran seperti kehilangan arah dan tujuan hidupnya."Mel, aku tuh kangen banget sama kamu. Aku seperti nggak punya pegangan saat kamu nggak ada lagi. Aku butuh kamu, Amaliya ...." ucap Mihran terisak."Kamu pasti tahu kan, kalau anakku dari Eliza sudah lahir? Sejujurnya aku sedih, kenapa aku nggak bisa mendapat anak dari kamu. Apa semua ini sal
"Amaliya, Amaliya ...." teriak Mihran.Mihran yang menyakini jika itu Amaliya pun akhirnya panik saat melihat sosok itu menghilang dari rumahnya. Sepertinya dia marah karena diperlakukan buruk oleh Eliza."Mel, Amaliya! Aku tahu itu kamu, Mel!" pekik Mihran. Dia terus berkeliling sekitar rumahnya untuk mencari keberadaan wanita yang sangat mirip dengan Amaliya itu."Amaliya, jangan pergi lagi dari aku. Aku kangen sama kamu, Amaliya ...." rintih Mihran. Namun, panggilannya pun tidak dipedulikan. Amaliya memilih mengumpat di balik semak."Maafkan aku, Mihran. Aku juga kangen sama kamu ...." ucap Amaliya terisak.Amaliya mulai ragu, apakah penyamarannya akan berhasil. Mihran yakin Ayu adalah Amaliya. Eliza pun tadi sempat mencurigainya."Apa ini akan berhasil?"Amaliya kembali mengingat siang itu. Ridho memberitahunya jika Eliza sedang mencari donor ASI untuk Dhika -- anaknya bersama Mihran. Dari situlah muncul ide Ridho agar Amaliya bisa kembali masuk ke rumahnya dan melakukan penyamara
"Ya Allah, Mel. Alhamdulillah ya Allah, akhirnya kamu kembali. Iya, kamu Amaliya, cucu Oma ...." ucap Oma Siska."Amaliya, anakku ...." ucap Arumi.Amaliya gamang. Hatinya menahan perih. Ingin rasanya memeluk Alia, melepas kerinduan pada Oma dan Mamanya. Namun, semua rencananya akan gagal jika itu dilakukannya."Alia kangen sama Mama ...." ucap Alia terisak. Pelukannya begitu erat pada Ayu hingga sulit dilepaskannya.Eliza yang masih mencurigai jika Ayu adalah Amaliya, mengintip dari kejauhan untuk melihat reaksi Ayu saat bertemu Oma dan anak Amaliya itu."Aku yakin, dia Amaliya!" batin Eliza."Maaf, tapi saya bukan Amaliya. Saya Ayu," jawab Ayu tertunduk.Amaliya terpaksa berbohong. Bukan sekarang waktunya jujur pada keluarganya. Eliza yang curiga pasti selalu memperhatikan gerak-geriknya."Maaf, saya Ayu bukan Amaliya.""Enggak, ini Bunda!""Jangan bohong kamu, Mel. Kamu ini cucuku," ujar Oma Siska terisak."Lihat anak kamu. Sejak kabar kamu meninggal, dia tidak mau makan. Tidak bis
Della merasa gelisah. Merasakan kantuk yang hebat tetapi matanya tidak bisa terpejam. Saat baru saja terlelap, tiba-tiba Della bangun karena mimpi buruk."Astaghfirullah."Della menghela napas panjang. Keringat pun mengucur di wajahnya. Bayangan tentang detik-detik terakhir sebelum kematian Amaliya pun terbayang lagi. Kata-kata terakhirnya saat Amaliya memohon belas kasihan pun kembali terngiang."Duh! Kenapa jadi kebayang Amaliya terus sih? Enggak. Ini cuma mimpi aja. Aku minum obat tidur ajalah biar bisa tidur." Della akhirnya memutuskan pergi ke dapur untuk mengambil minum. Saat baru membuka kulkas, tiba-tiba sekelebat ia melihat seperti bayangan melintas di belakangnya."Apa itu? Siapa yang lewat?" gumam Della .Della yang panik pun langsung berlari ke arah jendela rumah. Ia membuka tirai dan seketika ia melihat Amaliya berdiri tepat di depan jendela."Amaliya?" Tirai itu akhirnya ditutup kembali. Della kemudian membuka tirai itu kembali dan Tante Della yang ketakutan pun langsu
"Enggak!""Aku nggak mau minta maaf. Aku nggak salah sama sekali!" pekik Eliza yang tetap menolak meminta maaf pada Amaliya.Amaliya mengajukan sebuah syarat pada Mihran untuk tetap bekerja di rumahnya. Eliza harus meminta maaf dan tidak lagi menuduhnya macam-macam. "Syarat itu saya ajukan pada Pak Mihran. Saya memang butuh pekerjaan ini, Bu. Tapi, saya juga mau dihargai. Saya ingin bekerja dengan tenang, Bu," dalih Amaliya yang sudah membuat Dhika tertidur dalam gendongannya."Eliza, ayo dong minta maaf!" pinta Mihran. Eliza tetap diam dengan wajah yang menahan kesal."Kamu yang benar aja dong, Mihran. Masa aku harus minta maaf sama baby sitter. Aku enggak mau!" pekik Eliza."Kamu itu harus minta maaf. Masa kamu nggak mau berkorban sebagai Ibu. Aneh deh kamu," pekik Mihran."Ok, aku minta maaf!" jawab Eliza ketus tanpa mau menatap wajah Ayu."Saya terima maaf Ibu," jawab Ayu."Saya pamit ke dalam dulu, mau menyusui Dhika," pamit Ayu.Ani dan Tarjo pun mengucap syukur setelah Ayu gag
Malik akhirnya sampai di rumahnya bersama Oma Siska dan Indah. Malik pun mempertanyakan kebenaran apa yang dikatakan Eliza di telepon."Indah, apa benar kamu tadi berantem sama Eliza?" tanya Malik."Iya. Kok kamu tahu?" tanya balik Indah."Iya, tadi Eliza telepon waktu aku di kantor. Katanya kamu marah-marah dan bertindak kasar sama dia?" pekik Malik."Dia pantas menerima itu. Tadi dia mengusir aku, Oma dan Alia dari rumahnya," sahut Indah."Malik!""Apa yang dikatakan Indah itu benar. Seharusnya kamu membela istri kamu bukan membela istri orang," jawab Oma ketus."Kamu nih ya, keterlaluan kamu, Mas. Aku ini istri kamu tapi ...." sahut Indah yang langsung dipotong suaminya."Iya setidaknya kamu hargai dia sebagai tuan rumah. Bisa nggak sih kamu nurut sama suami? Ngelawan terus!" bentak Malik. Malik pun langsung pergi meninggalkan Oma dan Indah di ruang tamu."Oma, lihat tuh. Mas Malik masih mencintai Eliza. Dia nggak terima aku marah sama Eliza," gerutu Indah."Malik memang keterlalua