Malik akhirnya sampai di rumahnya bersama Oma Siska dan Indah. Malik pun mempertanyakan kebenaran apa yang dikatakan Eliza di telepon."Indah, apa benar kamu tadi berantem sama Eliza?" tanya Malik."Iya. Kok kamu tahu?" tanya balik Indah."Iya, tadi Eliza telepon waktu aku di kantor. Katanya kamu marah-marah dan bertindak kasar sama dia?" pekik Malik."Dia pantas menerima itu. Tadi dia mengusir aku, Oma dan Alia dari rumahnya," sahut Indah."Malik!""Apa yang dikatakan Indah itu benar. Seharusnya kamu membela istri kamu bukan membela istri orang," jawab Oma ketus."Kamu nih ya, keterlaluan kamu, Mas. Aku ini istri kamu tapi ...." sahut Indah yang langsung dipotong suaminya."Iya setidaknya kamu hargai dia sebagai tuan rumah. Bisa nggak sih kamu nurut sama suami? Ngelawan terus!" bentak Malik. Malik pun langsung pergi meninggalkan Oma dan Indah di ruang tamu."Oma, lihat tuh. Mas Malik masih mencintai Eliza. Dia nggak terima aku marah sama Eliza," gerutu Indah."Malik memang keterlalua
Ridho melangkah pulang dengan senyum kepuasan. Rencananya pun berhasil. Terlihat jelas kecemburuan di mata Mihran. Mihran telah jatuh cinta pada Ayu."Aku berhasil. Sebenarnya tadi cuma ngetes aja sih. Tapi, ternyata tidak sulit membuat Mihran jatuh cinta sama Ayu. Baguslah. Eliza akan cemburu dan semua kejahatan mereka akan terbongkar," gumam Ridho tersenyum puas.-----Ayu sedang membuat teh di dapur ketika Mihran tiba-tiba datang dan mengagetkannya."Kamu suka teh juga?" tanya Mihran."Eh, Pak. Iya, Pak," jawab Ayu tertunduk."Istri saya Amaliya juga suka teh. Dia selalu minum teh sebelum tidur seperti ini," jawab Mihran."Sebaiknya Bapak segera move on agar bisa bahagia dengan Bu Eliza," sahut Ayu."Wajah Ayu bukan hanya mirip. Tapi dia sifat dan kelakuannya sama dengan Amaliya. Dia juga baik. Bahkan sering disakiti Eliza pun dia juga tetap baik dengan Eliza," ucap Mihran dalam hatinya. Tatapannya tidak pernah lepas dari Ayu yang ada di hadapannya."Ke mana sih Mihran?" gerutu Eli
"Apa mungkin Tante Della sejahat itu sama Amaliya?" ucap Mihran dalam hatinya."Saya nggak bisa menuduh tanpa bukti. Tapi masalah ini akan saya selidiki," jawab Mihran tegas pada kedua asisten rumah tangganya.Akhirnya karena sudah malam Mihran kembali ke kamarnya. Begitupun dengan kedua asistennya, Tarjo dan Ani yang kembali ke kamarnya masing-masing. Sedangkan Eliza, ia menemui Tante Della di kamarnya."Udah dong, Tante. Jangan menggali terus. Nanti mengundang kecurigaan Mihran," kata Eliza saat duduk ditepi ranjang menemani sang Tante."Tapi Tante nggak halu, El. Foto-foto itu memang ada di sini!" ujar Della yakin."Aku nggak bisa nih membiarkan Tante Della terus-menerus ngehalu. Bisa-bisa malah membongkar kejahatan yang kita lakukan pada Amaliya. Aku harus menghentikannya," gumam Eliza."Ya udah, Tante istirahat di sini ya. Aku buatkan teh dulu biar Tante bisa istirahat," ujar Eliza yang langsung beranjak ke dapurnya.Eliza akhirnya membuatkan secangkir teh buat Tante Della agar b
Mihran yang terlanjur emosi langsung menarik paksa Eliza. Kemarahannya sudah memuncak ketika mengetahui kebohongan istrinya itu yang sudah terbongkar."Mihran, lepasin!" gertak Eliza ketika Mihran menarik tangannya dengan kasar."Tante, Tante harus tanggungjawab atas semua ini!" bentak Eliza menunjuk ke arah Della."Ini semua ide dia, Mihran!" pekik Eliza."Dia biang keladinya!"Della pun mendekati Mihran dan seng keponakan yang sudah saling serang dengannya."Tega kamu ya sama Tante kamu sendiri. Mihran itu nggak bodoh. Dia tahu siapa yang paling diuntungkan dari kematian Amaliya!" tekan Della. "Kamu kan? Bukan Tante!" pekik Tante Della.Mihran sudah muak dengan pertengkaran Eliza dan Tante Della. Ia langsung menarik istrinya itu pergi."Rasain kamu Eliza. Itu akibatnya kalau kamu berani macam-macam sama Tante!" gumam Tante Della."Aaaaaaa ...."Eliza tersadar dari lamunannya. Lamunan yang menjadi mimpi buruk baginya. Ia pun langsung mengatur napasnya."Enggak. Ini tidak boleh terja
[Apa, kamu minta uang lagi?]Della kembali mendapat teror dan ancaman dari Ibu Nini --bidan yang membantu kelahiran Amaliya. Ia kembali meminta sejumlah uang jika tidak ingin rahasia kejahatannya dan Eliza terbongkar.[Saya lagi butuh uang yang banyak Bu buat modal usaha saya.][Itu bukan urusan saya! Saya ini bukan Ibu kamu!][Ya terserah Ibu saja sih. Kalau tidak mau ngasih, ya tahu kan apa resikonya?][Berani kamu ya mengancam saya?][Tunggu. Saya akan cari uangnya dulu buat kamu!]Setelah mematikan teleponnya tiba-tiba Eliza datang ke kamar sang tante dengan wajah ketakutan."Tante, tolong aku. Tante harus cegah Mihran untuk membawa aku ke dokter ya," ujar Eliza. Ia takut jika semua rahasianya terbongkar."Aduh, Eliza! Masalah satu aja belum selesai, udah tambah lagi masalah baru!" pekik Della."Tante, ini emergency, Tante!" sahut Eliza."Tante harus bantu aku cegah Mihran bawa aku ke dokter. Kalau aku menolak, dia bisa curiga. Aku nggak mau, Tante!" pekik Eliza."Ok. Tante akan b
"Kamu ini kenapa sih?""Kamu bukan Eliza yang aku kenal baik loh," tutur Mihran."Ini salah kamu. Kamu yang selalu buat aku cemburu!" pekik Eliza.Pertengkaran itu terus berlanjut. Eliza tetap bersikeras jika yang dilakukannya tidak salah. Begitupun dengan Mihran sebagai suami, egonya mulai bermain."Sekarang kenapa kamu membela baby sitter hanya karena dia mirip sama Amaliya. Daripada aku, istri kamu!" pekik Eliza."Aku ini tidak membela siapa-siapa.Tapi aku juga tidak mungkin membela orang yang salah. Meskipun itu istri aku sendiri!" gertak Mihran. Eliza pun terdiam."Maaf, kalau karena saya Bapak dan Ibu jadi bertengkar. Daripada Bapak dan Ibu bertengkar terus, lebih baik saya mengundurkan diri saja. Saya permisi, Pak," pamit Ayu. Ayu pun langsung melangkah pergi."Pergi saja. Saya bisa dapat baby sitter yang lebih baik nanti!" teriak Eliza.Baru beberapa langkah Ayu berjalan, tiba-tiba ia nyaris jatuh, untungnya Mihran cepat menangkapnya."Ayo, kamu ikut saya ke rumah sakit!" tega
Ayu mulai berpikir. Rasa sayangnya pada Dhika tidak bisa dibohongi. Ayu pun akhirnya memilih mengiyakan. Akhirnya Mihran pun dapat bernapas dengan lega karena Ayu tidak jadi mengundurkan diri."Terimakasih ya, Ayu. Kalau gitu, saya permisi pulang dulu. Terimakasih. Assalamualaikum," pamit Mihran. Ridho pun mengantar Mihran hingga ke teras rumah. Namun, beberapa saat Ridho menghentikan langkahnya. Pertanyaan Ridho membuat Mihran terkejut."Pak Mihran, apa anda mencintai adik saya, Ayu?" tanya Ridho."Saya lihat, Bapak sangat perhatian dengan adik saya. Saya hanya nggak rela adik saya dicintai pria yang sudah memiliki istri," tutur Ridho."Kamu jangan khawatir. Saya kapok melakukan poligami. Bahkan sampai detik ini saya masih sangat mencintai istri pertama saya. Saya permisi," pamit Mihran."Ok."Mihran pun akhirnya pulang. Ayu pun keluar dan mempertanyakan pada Ridho mengapa ia berbicara pada Mihran agar menjauhinya. Lalu, bukannya Ridho yang memintanya membuat Mihran jatuh cinta pada
Della kini dapat bernapas lega. Setelah misinya selesai ia pun sejenak beristirahat. Della duduk di sebuah bangku di salah satu sudut taman."Akhirnya satu masalah selesai. Kini aku terbebas dari teror bidan Nini. Makanya, jangan main-main sama Della.""Sekarang tinggal kasih pelajaran ke Eliza biar dia tidak semakin bossy dan semakin kurang ajar sama aku."Ambulance dan polisi yang dihubungi Amaliya akhirnya sampai dan memeriksa lokasi dan bidan Nini yang sudah meninggal."Begitu saya sampai di sini, ibu itu sudah terkapar, Pak. Ibu itu korban tabrak lari," terang Amaliya."Baik, Bu. Terimakasih atas keterangan ibu. Jika kamu masih butuh keterangan tambahan, kami akan hubungi ibu lagi. Tolong nomornya selalu aktif ya," ujar salah satu seorang anggota polisi."Baik, Pak.""Kalau begitu, kami permisi dulu."Ketika para polisi dan ambulance itu pergi membawa jenazah bidan Nini, Amaliya pun kembali bingung."Apa yang dimaksud ibu itu tentang anak aku?" pikir Amaliya.Tiba-tiba ponsel Ama