[Apa, kamu minta uang lagi?]Della kembali mendapat teror dan ancaman dari Ibu Nini --bidan yang membantu kelahiran Amaliya. Ia kembali meminta sejumlah uang jika tidak ingin rahasia kejahatannya dan Eliza terbongkar.[Saya lagi butuh uang yang banyak Bu buat modal usaha saya.][Itu bukan urusan saya! Saya ini bukan Ibu kamu!][Ya terserah Ibu saja sih. Kalau tidak mau ngasih, ya tahu kan apa resikonya?][Berani kamu ya mengancam saya?][Tunggu. Saya akan cari uangnya dulu buat kamu!]Setelah mematikan teleponnya tiba-tiba Eliza datang ke kamar sang tante dengan wajah ketakutan."Tante, tolong aku. Tante harus cegah Mihran untuk membawa aku ke dokter ya," ujar Eliza. Ia takut jika semua rahasianya terbongkar."Aduh, Eliza! Masalah satu aja belum selesai, udah tambah lagi masalah baru!" pekik Della."Tante, ini emergency, Tante!" sahut Eliza."Tante harus bantu aku cegah Mihran bawa aku ke dokter. Kalau aku menolak, dia bisa curiga. Aku nggak mau, Tante!" pekik Eliza."Ok. Tante akan b
"Kamu ini kenapa sih?""Kamu bukan Eliza yang aku kenal baik loh," tutur Mihran."Ini salah kamu. Kamu yang selalu buat aku cemburu!" pekik Eliza.Pertengkaran itu terus berlanjut. Eliza tetap bersikeras jika yang dilakukannya tidak salah. Begitupun dengan Mihran sebagai suami, egonya mulai bermain."Sekarang kenapa kamu membela baby sitter hanya karena dia mirip sama Amaliya. Daripada aku, istri kamu!" pekik Eliza."Aku ini tidak membela siapa-siapa.Tapi aku juga tidak mungkin membela orang yang salah. Meskipun itu istri aku sendiri!" gertak Mihran. Eliza pun terdiam."Maaf, kalau karena saya Bapak dan Ibu jadi bertengkar. Daripada Bapak dan Ibu bertengkar terus, lebih baik saya mengundurkan diri saja. Saya permisi, Pak," pamit Ayu. Ayu pun langsung melangkah pergi."Pergi saja. Saya bisa dapat baby sitter yang lebih baik nanti!" teriak Eliza.Baru beberapa langkah Ayu berjalan, tiba-tiba ia nyaris jatuh, untungnya Mihran cepat menangkapnya."Ayo, kamu ikut saya ke rumah sakit!" tega
Ayu mulai berpikir. Rasa sayangnya pada Dhika tidak bisa dibohongi. Ayu pun akhirnya memilih mengiyakan. Akhirnya Mihran pun dapat bernapas dengan lega karena Ayu tidak jadi mengundurkan diri."Terimakasih ya, Ayu. Kalau gitu, saya permisi pulang dulu. Terimakasih. Assalamualaikum," pamit Mihran. Ridho pun mengantar Mihran hingga ke teras rumah. Namun, beberapa saat Ridho menghentikan langkahnya. Pertanyaan Ridho membuat Mihran terkejut."Pak Mihran, apa anda mencintai adik saya, Ayu?" tanya Ridho."Saya lihat, Bapak sangat perhatian dengan adik saya. Saya hanya nggak rela adik saya dicintai pria yang sudah memiliki istri," tutur Ridho."Kamu jangan khawatir. Saya kapok melakukan poligami. Bahkan sampai detik ini saya masih sangat mencintai istri pertama saya. Saya permisi," pamit Mihran."Ok."Mihran pun akhirnya pulang. Ayu pun keluar dan mempertanyakan pada Ridho mengapa ia berbicara pada Mihran agar menjauhinya. Lalu, bukannya Ridho yang memintanya membuat Mihran jatuh cinta pada
Della kini dapat bernapas lega. Setelah misinya selesai ia pun sejenak beristirahat. Della duduk di sebuah bangku di salah satu sudut taman."Akhirnya satu masalah selesai. Kini aku terbebas dari teror bidan Nini. Makanya, jangan main-main sama Della.""Sekarang tinggal kasih pelajaran ke Eliza biar dia tidak semakin bossy dan semakin kurang ajar sama aku."Ambulance dan polisi yang dihubungi Amaliya akhirnya sampai dan memeriksa lokasi dan bidan Nini yang sudah meninggal."Begitu saya sampai di sini, ibu itu sudah terkapar, Pak. Ibu itu korban tabrak lari," terang Amaliya."Baik, Bu. Terimakasih atas keterangan ibu. Jika kamu masih butuh keterangan tambahan, kami akan hubungi ibu lagi. Tolong nomornya selalu aktif ya," ujar salah satu seorang anggota polisi."Baik, Pak.""Kalau begitu, kami permisi dulu."Ketika para polisi dan ambulance itu pergi membawa jenazah bidan Nini, Amaliya pun kembali bingung."Apa yang dimaksud ibu itu tentang anak aku?" pikir Amaliya.Tiba-tiba ponsel Ama
"Bu Della, kenalkan ini kakak saya Ridho," ujar Ayu tertunduk."Maaf, Ibu siapa ya?" tanya Ridho."Saya majikannya."Ridho pun mulai paham dan akhirnya menjalankan 'aktingnya' agar Della tidak curiga lagi pada Amaliya alias Ayu."Oh, ya ya. Adik saya baru cerita kalau dia nggak betah kerja di rumah karena selalu ditekan. Sekarang saya bisa merasakannya," ucap Ridho. "Ayu, apa benar kamu nggak betah kerja di rumah?" tanya Della yang kini berubah kasihan pada Ayu."Bu Eliza nggak pernah suka sama saya, Bu. Saya tidak mungkin bertahan kalau ...." ucap Ayu terisak. Della pun semakin iba dengan baby sitter Dhika itu.Della pun mulai berpikir. Della pun teringat ketika Eliza mengatakan jika Ayu terbukti bukanlah Amaliya. "Ayu bukan Amaliya. Eliza keterlaluan. Karena kepanikannya dia jadi membenci Ayu. Padahal Ayu nggak salah apa-apa. Ayu juga baik selama ini sama aku. Hm, sepertinya aku juga butuh kaki tangan di rumah karena Eliza mulai membangkang sama aku," ucapnya dalam hati."Ayu, say
"Ngapain sih Mihran dari tadi di depan kamar Dhika?" gumam Eliza yang sejak tadi memperhatikan Mihran yang tidak beranjak dari kamar putranya.Eliza pun memutuskan mendekati kamar Dhika ketika suaminya itu pergi ke kamarnya. Sungguh terkejut ketika ada Ayu dan Alia di kamar putranya itu."Jadi dari tadi Mihran memperhatikan Ayu? Keterlaluan banget sih?!" gerutu Eliza.Eliza yang murka pun langsung masuk ke kamarnya. Ia menarik tangan Ayu dengan kasar. Alia sempat menahannya, tapi akhirnya Ayu berusaha tenang di depan Alia."Ibu mau ngomong apa sih? Tolong ya, jangan bersikap kasar di depan Alia," ujar Ayu."Enggak usah sok bela Alia!" gertak Eliza."Kasihan saya sama Alia yang punya ibu tiri kejam kayak ibu!" bentak Ayu. Eliza pun tidak terima. Ia melayangkan sebuah tamparan keras ke wajah Ayu, tapi Ayu berhasil menangkisnya."Jangan macam-macam sama saya!" ujar Ayu tegas."Ngapain sih kamu tebar pesona di rumah ini sampai semua orang membela kamu?" pekik Eliza."Saya nggak pernah te
Eliza dan Della yang sudah terpecah akhirnya saling serang. Saling berusaha menghancurkan satu sama lainnya."Tante, aku mohon jangan hubungi Mihran," pinta Eliza memelas.Tante Della yang dendam dan sakit hati karena Eliza yang coba menghabisinya akhirnya menghubungi Mihran dan memintanya datang ke rumah sakit.[Halo, Mihran. Kamu tolong segera ke rumah sakit Permata paviliun 3/B ya. Eliza butuh kamu.]Mihran yang bingung mendapat kabar soal Eliza yang berada di rumah sakit pun akhirnya memutuskan segera pergi.Eliza pun semakin panik. Dia berusaha memikirkan cara agar bisa lepas dari jebakan Tante Della.Ridho dan Amaliya pun melihat dari balik jendela kamar Eliza. Ridho pun senang akhirnya rencana memecah belah Della dan Eliza berhasil."Apa kita nggak keterlaluan ya, Dho?" tanya Amaliya yang merasa kasihan melihat pertengkaran Eliza dan Tante Della."Apa yang kita lakukan tidak sebanding dengan kekejaman yang mereka lakukan," sahut Ridho."Berkali-kali Mel mereka mau menghabisi ny
"Saya nggak gila. Saya nggak gila. Tolong bebaskan saya. Saya nggak gila!" teriak Tante Della histeris.Tante Della akhirnya sampai di rumah sakit jiwa. Ia pun langsung dibawa perawat menuju kamarnya. Karena kondisi Tante Della yang sangat histeris pun membuatnya harus masuk ke ruang isolasi. Hanya seorang diri."Tolong percaya sama saya. Saya ini nggak gila!" teriaknya ketika para petugas mengunci kamar."Eliza, ini pasti semua perbuatan kamu. Kamu yang sudah membuat tante seperti ini. Kamu jahat, Eliza!" teriak Tante Della.Ayu dan Ridho akhirnya datang ke rumah sakit. Ke salah satu petugas yang membawa Tante Della, Ayu dan Ridho berusaha agar bisa membebaskan Tante Della. Namun, usahanya gagal. Ayu dan Ridho hanya diijinkan melihatnya.Ayu bersama Ridho akhirnya berjalan menuju kamar isolasi. Di ruang isolasi Della terus berteriak histeris. Bahkan memaki sang keponakan."Eliza, kamu jahat. Dasar keponakan kurang ajar. Awas kamu El, aku akan balas. Aku akan bongkar semua kejahatan k
Permintaan Eliza untuk pindah ke Amerika membuat Mihran dilema. Di satu sisi, ia ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Eliza.Mihran tidak ingin gagal. Terlebih harus kehilangan Dhika jika ia tidak bisa menuruti semua keinginan istrinya itu. Hanya berserah pada Allah dan berdoa, tempatnya mencurahkan semua kegelisahannya."Ya Allah, Engkaulah yang lebih tahu apa yang terbaik buat kami. Jika kepindahan kami ke Amerika itu yang terbaik menurutmu, mudahkanlah ya Allah. Tapi jika itu bukan yang terbaik untuk kami, berikanlah jalan lain agar kami bisa hidup dengan tenang, aamin ...."Mihran menyelesaikan doanya, walau ia belum juga bergerak dari sajadah. Hatinya cemas. Perasaannya tidak menentu. Membayangkan harus tinggal jauh dari Jakarta. "Selama ini aku tinggal di Jakarta, aku selalu teringat Amaliya. Aku nggak bisa move on darinya. Apalagi sekarang ada Ayu yang sangat mirip dengan Amaliya.""Aku nggak boleh tergoda sama Ayu. Aku kapok. Aku nggak mau mengkhianati istriku lagi.
Arumi mencoba membujuk suaminya. Ia berharap jika sang suami mengubah keputusannya untuk mengajukan gugatan perceraian me pengadilan agama."Mas, tolong pikirkan lagi keputusan kamu, Mas," pinta Arumi memelas. Namun, sepertinya keputusan Taher sudah tak bisa diubah."Maafkan aku, Arumi. Keputusanku sudah bulat. Aku akan mengurus arsip perceraian kita agar aku juga bisa mengesahkan pernikahan aku dan Della," tutur Taher tegas.Jawaban suami yang telah didampingi puluhan tahun itu membuat Arumi syok. Ia tidak menyangka, jika suaminya itu lebih memilih cinta masa lalunya."Tega kamu, Mas. Tega kamu melakukan ini sama aku. Bunuh aja aku, Mas. Kamu bunuh aja aku sekalian. Bunuh, Mas!" teriak Arumi histeris.Teriakan Arumi yang terdengar nyaring akhirnya membuat Oma Siska bersama Malik dan Indah masuk ke dalam kamar Arumi. Terlihat pertengkaran itu membuat Arumi telah banjir air mata."Ada apa ini?"Oma Siska pun akhirnya menarik paksa anak lelakinya keluar dari kamar. Sedangkan Indah berus
Arumi yang mulai membaik akhirnya diijinkan pulang. Ditemani anak dsn menantunya, Arumi pulang ke rumah Oma Siska. Sesampainya di rumah, Oma pun menyambut hangat kedatangan anak perempuannya.Walau sudah ditalak oleh Taher, Arumi tetap tinggal di kediaman Oma Siska. Itu demi memenuhi keinginan mama mertuanya itu, setelah puluhan tahun menikah dengan Taher, Arumi telah dianggap anak oleh Oma Siska."Ma, mama istirahat di kamar dulu ya," ujar Indah. Indah pun memapah mama mertuanya untuk masuk ke kamarnya."Mama istirahat di sini dulu ya, Indah mau ambilkan makanan buat mama dulu," ujar Indah. Namun, belum saja melangkah Arumi langsung menarik tangan menantu perempuannya itu."Enggak usah, Indah. Mama enggak mau makan," sahut Arumi."Tapi mama harus makan, biar keadaan mama cepat pulih," bujuk Indah."Untuk apa, Indah? Toh mama sakit, papa kamu tidak perduli sama sekali. Sekalipun tidak mau menjenguk mama di rumah sakit," jawab Arumi dengan tatapan mata yang kosong.Indah pun terdiam. I
"Mel, kamu kok ke sini nggak bilang-bilang dulu?" ucap Ridho yang kaget melihat kedatangan Amaliya ke kantornya.Amaliya yang emosi mengetahui mamanya di celakai oleh Eliza pun mendatangi kantor Ridho dan ingin mengakhiri semuanya."Penyamaran ini harus segera di akhiri. Ini sudah terlalu lama, Ridho!" ucap Amaliya emosi."Kamu kenapa, Mel?""Eliza berusaha mencelakai mamaku. Kalau dia nekat, bisa aja dia membunuh mama sama seperti yang dia lakukan padaku. Aku nggak mau itu terjadi. Lebih baik kita akhiri semua penyamaran ini," tutur Amaliya."Enggak, Mel. Kamu harus bersabar. Sekarang ini aku sedang menyelidiki siapa Dhika sebenarnya. Karena aku yakin, Dhika bukan anak kandung Eliza," sahut Ridho.Ridho berusaha meyakinkan Amaliya. Menyusun kembali rencana agar mamanya bisa selamat tanpa harus membongkar penyamaran ini."Kamu harus sabar. Semua yang kita lakukan akan sia-sia kalau kita bongkar sekarang, Mel!" tegas Ridho.Della akhirnya sampai di rumah yang ditinggalinya. Rumah milik
Bayangan itu kembali datang dalam ingatannya. Bagaimana menderitanya Oma Alia dan Mama Ainun saat harus terusir dari kehidupan Opa. Oma Siska sudah membuat keluarganya hancur berantakan. Bahkan. harus merasakan pedihnya terusir ke sana dan ke sini."Tidak. Dendam ini harus tetap ku lanjutkan. Aku enggak boleh menghentikan semua ini demi cintaku pada Amaliya. Aku harus tetap menjalankan semua rencana yang sudah ku susun," gumam Ridho.Indah akhirnya mencoba menghubungi suaminya untuk memberitahu soal kondisi mama mertuanya.[Halo, Mas. Mas, kamu di mana? Papa sudah menjatuhkan talak sama mama.][Papa talak mama, Indah?][Iya, Mas. Sekarang mama syok banget. Kamu cepat pulang ya, Mas. Kasih kekuatan sama mama. Aku nggak tega lihat kondisi mama sekarang.]Malik langsung mematikan teleponnya. Ia bergegas mendatangi ruangan papanya.Di ruangannya Taher sedang memandangi bingkai foto. Foto dirinya dan Arumi di saat masih bahagia."Sebenarnya aku berat harus berpisah dari Arumi. Sudah belasa
Della akhirnya sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan hasilnya baik. Taher pun bersama Eliza terpaksa membawa Della ke rumah Taher yang lainnya. Itu karena Della masih meyakini jika ia istri Taher."Sementara ini biar tante kamu tinggal di sini. Tapi sebisa mungkin kamu nggak tinggal serumah. Setelah dua tertidur, saya akan pulang ke rumah yang lain. Pokoknya kamu tenang saja, tante kamu akan aman di sini," seru papa Amaliya itu."Baik, Om. Saya percayakan semuanya sama om ya," jawab Eliza tersenyum."Saya harus balik ke kantor dulu. Saya titip Della ya," pamit Taher yang bergegas pergi ke kantornya.Setelah Taher pergi, Della pun keluar dari kamarnya. Eliza tentu saja mengambil kesempatan yang ada. Hilangnya ingatan sang tante selain membuatnya aman, Eliza juga menyusun sebuah rencana baru."Aku ngerti perasaan tante. Tante yang sabar ya. Aku juga menjadi istri kedua, sama seperti tante," ujar Eliza. Della pun terkejut mendengar pengakuan sang keponaka
Eliza terus mengalihkan agar Mihran membatalkan rencananya pergi ke rumah sakit. Namun, Mihran tetap bersikeras pergi menjenguk Tante Della."Mihran, kayaknya kita besok aja ya. Badanku lagi nggak enak dari tadi," dalih Eliza."Enggak usah. Sekarang aja ya. Kamu siap-siap!" pungkas Mihran. Eliza pun tidak dapat berkata apapun. Ia hanya bisa menggerutu dalam hati dsn berpikir bagaimana caranya agar rahasia itu tetap aman."Gimana ini, kalau Mihran ketemu Tante Della, bisa gawat. Kacau semuanya!" gumam Eliza dalam hati.Ani pun mencoba diam-diam mendatangi kamar Ayu. Ia harus menyelinap memberitahu sebuah informasi tentang sadarnya Tante Della."Yu, aku ada berita penting," ungkap Ani."Info apa?" tanya Ayu penasaran."Tante Della udah sadar. Sekarang Pak Mihran dan Bu Eliza sedang menuju rumah sakit. Yu, udah dulu ya. Ani mau kerja lagi, takut Ijah tahu bisa ngadu dia nanti," ujar Ani yang langsung meninggalkan kamar Ayu.Setelah memastikan Ani keluar dari kamarnya, Amaliya pun mengam
Seperti dugaan Eliza, Mihran memang mencurigainya dan mulai menginterogasinya. Bahkan tekanan Mihran membuatnya sulit menutupi kepanikannya."Kamu curiga kalau Dhika itu bukan anak aku, sama seperti kakaknya Ayu?" pekik Eliza."Siapapun yang melihat kamu, pasti akan berkata yang sama. Kamu itu nggak bisa dekat dengan anak kandung kamu sendiri," cecar Mihran."Jadi mulai sekarang, kamu dekati Dhika. Ambil hatinya," suruh Mihran. Mihran pun bergegas masuk ke dalam kamarnya.Eliza pun mulai geram. Karena kata-kata Mihran, ia jadi dicurigai suaminya sendiri."Enggak adiknya, enggak kakaknya, sama saja bikin kesal!" gerutu Eliza."Semua rencana aku jadi berantakan!"-------Setelah berada di dalam kamarnya, Amaliya pun mencoba menghubungi Ridho untuk mempertanyakan soal kata-katanya yang justru semakin membuat Eliza akan membencinya.[Halo, Ridho. Maksud kamu apa sih tadi ngomong gitu sama Eliza?][Oh, aku sengaja ngomong gitu biar Mihran curiga. Aku juga ingin memancing emosi Eliza. Biar
Amaliya terus berpikir caranya keluar dari kamar sempit dan pengap ini. Memperhatikan sekeliling hingga akhirnya ia melihat sebuah jendela kecil. Amaliya akhirnya menggunakan sebuah meja kecil yang ada di dalam kamar untuk naik dan berusaha keluar melalui jendela kecil itu.Karena suara berisik dari dalam kamar, membuat kedua anak buah Eliza curiga dan akhirnya membuka pintu kamar yang terkunci."Heh, jangan kabur, luh!" teriak seorang pria bertubuh tinggi besar itu.Amaliya pun berhasil loncat keluar dan kabur meninggalkan rumah sempit tempat penyekapan. Namun, kedua anak buah Eliza tidak begitu saja menyerah. Keduanya pun mengejar Amaliya yang berlari sekuat tenaga. Sayangnya mereka pun berhasil menarik paksa Amaliya kembali."Lepaskan saya!"Amaliya terus berontak ketika kedua preman itu membawa paksa untuk kembali ke rumah penyekapan. Tiba-tiba ada 2 pria bertubuh tinggi besar datang menyelamatkannya. Kedua anak buah Eliza pun dibuat kocar-kacir setelah kalah baki hantam."Kalian