Beranda / Urban / DENDAM GADIS PEWARIS / AMERTHA QUEENARA

Share

DENDAM GADIS PEWARIS
DENDAM GADIS PEWARIS
Penulis: Alnayra

AMERTHA QUEENARA

Hembusan angin dingin dan gulita malam menyapa pengendara mobil yang melintas di jalanan berbukit, dekat pantai. Di dalam mobil tersebut ada empat orang penumpang; satu supir, satu asisten pribadi yang duduk di kursi depan, juga sepasang suami istri yang merupakan majikan di dalam mobil itu duduk di kursi penumpang. Mereka telah menyelesaikan pekerjaan yang berada di kota seberang. Malam ini, niatnya adalah untuk kembali ke kota asal, karena banyaknya jadwal padat dari pemilik perusahaan terbesar di Asia, yang saat ini duduk santai di kursi penumpang.

Sepasang suami-istri itu tengah menikmati waktu santainya di mobil, sang istri tertidur pulas, begitu pula dengan sang suami. Sama-sama menikmati malam yang menyapa, jalanan cukup lenggang karena kondisi malam, dan juga rute perjalanan mereka yang jarang digunakan, tentu untuk mempersingkat waktu agar segera sampai di ibu kota.

Asisten pribadi itu masih terjaga, mengamati jalanan sekitar yang cukup sunyi. Hingga, selang beberapa menit, mobil yang dikendarai tiba-tiba oleng dan berakhir menerobos plang pembatas antara jalanan dan curam pantai di sisi jalan.

"Apa yang kamu lakukan!!" Asisten pribadi itu berseru, meneriaki si supir yang tiba-tiba saja melepas kendali mobil yang mereka tumpangi. Kini posisi mereka berada di antara pembatas, mobil itu belum sepenuhnya terjun menuju curam pantai. Masih terbelit dengan pembatas jalan, yang menahan berat kendaraan besi roda empat itu.

"Maafkan saya, Tuan. Maaf, tapi saya harus melakukan ini." Si supir berteriak dengan nada suara yang ketakutan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa kondisi badan mobil yang terbelit pembatas jalan itu tampak menegangkan jiwa. Apalagi jeritan keduanya sampai membangunkan sang majikan.

"Hah? Ada apa ini? Kenapa bisa jadi seperti ini?" tanya Ferdi, dia kaget saat tahu kaca mobil bagian depannya sudah pecah, bahkan kini sudah menampilkan pemandangan curam pantai yang dipenuhi bebatuan karang. Yang sayangnya langsung membuat si majikan melotot tak percaya dengan kondisinya saat ini.

"Suruhan siapa kamu?" Si Asisten pribadi masih mengintrogasi. Namun, sayangnya si supir hanya menangis. Entah menyesal melakukan hal ini pada majikannya, atau dia juga tengah ketakutan karena hidupnya juga sedang di ambang Kematian.

"Maaf, Tuan, Nyonya." Setelah mengucapkan hal itu, dia bukan lantas pergi dengan bala bantuan lainnya seperti apa yang dipikirkan oleh si Asisten pribadi itu. Namun, dia malah segera menerjunkan tubuh mobil dengan cara menginjak gas mobil dengan amat sangat kuat. 

Membuat badan mobil otomatis terlepas dari lilitan pembatas jalan. Dan terjun bebas menghantam bebatuan karang besar di bawah sana. Penghuni dalam mobil itu masih utuh, dan hanya menyisakan jeritan keras yang berbaur dengan deburan ombak laut di malam hari.

***

"Anda jahat sekali, Nona. Kenapa saya harus dihukum seperti ini?" Jevan terus saja berteriak. Dia bukan berpura-pura kesakitan atau menyesal telah menggoda Amertha. Dia benar-benar menyesal, ternyata teman masa kecil pria itu menyuruhnya untuk menggantikan orang-orangan sawah yang berada di ladang mereka sebagai ganti hukuman atas kelakuannya pada Amertha. Apalagi di tengah panas terik matahari yang mulai meninggi.

"Hei, kamu bilang aku apa? Aku tidak jahat, aku hanya menjalankan tugas menjadi majikan yang baik." Amertha tidak mau dikatain jahat.

"Anda bukan majikan baik, jika membiarkan pelayannya menjadi orang-orangan sawah seperti ini," balas Jevan. Kepalanya terus saja menunduk, menghindari sinar panas dan menyilaukan dari sang mentari.

"Aku adalah majikan baik hati, yang harus berlaku adil pada pelayannya yang telah menggoda majikannya. Kamu harus tahu itu, bahwa sikap kamu itu tidak baik, apalagi melarang majikannya melakukan hal yang disukainya," ucap Amertha dengan kedua tangan yang berada di atas dadanya. Gadis itu berada di lumbung, tempat istirahat yang terbuat dari bambu dan anyaman daun kelapa sebagai atapnya. Berbentuk seperti rumah kecil tanpa jendela dan pintu.

Jevan menghela nafas, terik dari sinar mentari seolah menarik daya tenaga tubuhnya secara berkala. Keringat sudah mulai membanjiri kaos hitam oblong yang ia pakai, juga celana Jeans-nya. Membuat pria itu bergerak tidak nyaman dengan pakaian yang melekat di tubuhnya, apalagi posisinya sekarang yang berada di tengah ladang, dengan kaos hitamnya yang melekat pada tiang bambu, tempat di mana biasanya orang-orangan sawah diletakkan.

"Ampun, Nona. Saya menyesal, saya sudah kelelahan." Jevan memohon, apalagi memang yang akan ia lakukan dengan tubuh tanpa daya? Tentu dia akan meminta belas kasih pada teman masa kecil, juga majikannya itu.

"Tunggu sebentar, Jevan. Sebentar lagi, hukuman akan selesai," jelas Amertha.

Pria itu kembali menghela nafas, bahkan dengan kasar. Seolah bahwa dia sudah tidak kuat lagi menanggung hukuman dari Tuan Putrinya ini. Namun, sebuah suara menginterupsi keduanya.

"Nona Amertha!"

"Pelayan Sisca, apa dia akan marah saat melihat putranya kuhukum seperti itu?" Amertha berbicara pada dirinya sendiri, saat melihat orang yang memanggil namanya adalah ibu dari pria yang kini sedang ia hukum menjadi orang-orangan sawah. Gadis itu segera bangkit dari duduknya di lumbung. Menatap cemas pada kondisi Jevan yang sudah tidak berdaya, jujur saja dia merasa takut kalau Pelayan Sisca memarahinya. Dengan segera Amertha membantu Jevan untuk lepas dari bambu tempat orang-orangan sawah.

"Haduh, semoga saja Pelayan Sisca tidak marah, karena anaknya aku hukum seperti itu. " Amertha jadi cemas sendirian, apalagi saat melihat Pelayan Sisca yang datang ke tempatnya dengan terburu-buru.

Sampai di tempat Amertha berada, Pelayan Sisca bukan memarahinya. Namun, lantas segera menarik Amertha untuk dibawa pulang.

"Nona, anda harus pulang sekarang!"

"Tapi--" Belum sempat melanjutkan ucapannya, Pelayan Sisca segera menyela. Mengatakan, bahwa ini adalah perintah dari orang tuanya. Bahkan, Jevan saja masih terbaring tak berdaya di atas ladang. Matanya menatap sayu saat tahu sang ibu menarik paksa Nona majikannya.

Pria itu masih menormalkan keadaan fisiknya, walau dalam hati terus saja bertanya-tanya perihal apa gerangan sehingga membuat sang ibu berlaku seperti itu pada Nona majikan mereka. Padahal, sebelumnya Pelayan Sisca sama sekali tidak pernah memaksa ataupun memotong ucapan Amertha.

***

"Berita liputan malam ini, merupakan HOT NEWS  yang cukup menggemparkan jagat industri perusahaan pangan di Indonesia. Kecelakaan yang terjadi di rute jalan tol Bali Mandara, ternyata kecelakan pertama di jalan tersebut. Kecelakaan itu menewaskan empat orang korban dalam sebuah mobil. Empat orang korban merupakan tiga orang pria dewasa dan satu orang perempuan.   Yang mengejutkan adalah, dua orang korban teridentifikasi merupakan sepasang suami istri keluarga konglomerat yang merajai bidang industri pangan di Asia. Mari kita simak, penjelasan rekan kami di tempat kejadian perkara. Saudara Herman Mulyono, silahkan." Pembawa acara berita mengalihkan anestesinya pada rekan kerjanya.

Tampak di layar televisi besar, seorang dengan menggunakan jas hujan, menatap tegas pada layar monitor yang menyorotnya. Hujan lebat ikut menjadi background berita malam ini, si penyiar mulai membuka suara saat merasa bahwa dia sudah tersambung dengan tempat pusat penyiaran berita televisi.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Cowok Inisial R
sadis banget jd orang2an sawah, teman masa kecil kok gitu. plot twist bgt pengemasannya, lom ketebak mau kmna..
goodnovel comment avatar
Inthary
kejam bgt itu cewek
goodnovel comment avatar
Nur Cahaya
Tulisan yg keren.... ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status