"Tolong! Jangan kau bunuh suamiku! Aku sedang hamil tua. Jika suamiku tiada, lalu bagaimana nasibku dan anakku nanti."
Seorang wanita yang tengah hamil tua, merangkak di bawah kaki seorang laki-laki yang sedang berdiri sembari menginjak dada suami wanita tersebut."Harnum, istriku," ucap laki-laki yang sedang sekarat tersebut.Wanita yang bernama Harnum itu beralih merangkak memeluk tubuh suaminya yang sudah berlumuran darah."Mas Reno, tolong bangun, Mas! Jangan tinggalkan aku." Harnum menangis seraya memeluk tubuh sang suami."Tuan, tolong jangan kau sakiti istriku dan anakku. Tolong kau lepaskan mereka," pinta Reno dengan penuh permohonan.Akan tetapi, laki-laki yang sedang menyiksanya itu bergeming. Laki-laki itu justru semakin menekan dada Reno."Uhuk! Uhuk!"Reno terbatuk-batuk dan batuk darah. Harnum langsung mengangkat kepala sang suami dan diletakkan di atas pahanya. Harnum membelai-belai kepala dan wajah Reno dengan berlinangan air mata."Harnum, Sayang, cepat kau pergi dari tempat ini, selamatkan dirimu dan anak kita!" titah Reno."Tidak, Mas. Aku tidak akan pergi kemanapun juga! Biarkan aku tetap di sini bersamamu. Kita akan mati bersama, Mas," ujar Harnum."Jangan berbicara seperti itu, Sayang. Setidaknya kau pikirkan anak kita karena masa depannya masih panjang.Albern Barnard, laki-laki yang tengah menyiksa Reno tersebut semakin dibuat naik pitam melihat perlakuan dan cinta Reno yang begitu besar terhadap Harnum.'Aku tidak akan membiarkan istri dan anakmu hidup dengan tenang, laki-laki keparat! Jika kau mati maka istrimu yang akan aku jadikan bahan untuk pelampiasan dendamku,' batin Albern.Albern merogoh pinggangnya yang terdapat senjata, yaitu sebuah pistol yang berjenis SIG Sauer P226. Pistol yang berkekuatan dan berkualitas tinggi tersebut langsung diarahkan ke dada Reno."Jangan! Aku mohon jangan lakukan itu pada suamiku! Lebih baik kau bunuh aku saja!" Harnum memeluk tubuh Reno dengan erat."Istriku, Sayang, tolong pergilah dari sini! Aku sangat mencintaimu dan buah cinta kita," ucap Reno dengan lirih."Tidak, Mas! Biarkan kita bertiga mati bersama!" sahut Harnum dengan tegas.Albern yang sedari tadi menahan emosinya langsung menendang tubuh Harnum hingga bergeser jauh. Harnum memekik menahan sakit di perutnya yang terasa kram.Dor! Dor! Dor!Suara tembakan sebanyak tiga kali menggema di ruangan kosong tersebut. Darah bercucuran keluar dari luka tembakan Reno hingga mengalir ke lantai. Harnum yang melihat pemandangan tersebut berteriak histeris."Maas Renoooo ..! Tidak ..! Mas, jangan tinggalkan aku, aku mohon!" Harnum meraung-raung seraya mengguncang-guncang tubuh Reno yang sudah tidak berkutik."Hahaha ... sekarang kau sudah berada di neraka, Reno! Seperti itulah yang dirasakan oleh Kakakku ketika ia mati bunuh diri akibat ulahmu!" teriak Albern.Telinga Harnum yang masih normal mendengar ucapan Albern tersebut. Ia langsung berdiri dan menghadap pada Albern. Matanya yang merah menatap nyalang dan penuh kebencian pada Albern.Plak! Plak!Harnum melayangkan tamparan pada wajah Albern. Albern merasa semakin emosi, ia mendorong tubuh Harnum hingga terjengkang."Aww! Perutku sakit sekali. Tolong ... tolong aku, s-sepertinya ... a-aku ... kontraksi. Aku akan melahirkan. Ahhh ... sakitt!! Tolong aku ...."Harnum memohon kepada Albern agar menolongnya, tetapi Albern seakan tuli, ia tidak menghiraukan permohonan Harnum. Ia melangkahkan kakinya menuju lantai atas dan meninggalkan Harnum serta mayat Reno.'Apa peduliku? Walaupun wanita itu serta anak di dalam kandungannya mati, aku tidak peduli. Biarkan mereka semua merasakan kesakitan dan penderitaan yang dulu dirasakan oleh Kakakku, Ameralda,' batin Albern."Mas Reno, suamiku. Perutku sakit sekali, Mas. Tolong aku dan anak kita," rintih Harnum.Darah semakin membanjiri lantai tersebut. Darah dari tubuh Reno dan juga darah yang keluar merembes dari pangkal paha Harnum. ***"Toloonnggg ...!"Harnum terus merintih dan meminta tolong kepada suaminya yang sudah menjadi mayat. Harnum juga berteriak meminta tolong pada Albern, tetapi Albern tidak mempedulikannya. Pria itu sudah naik ke lantai atas."Toloonngg ...!" Harnum kembali merintih.Darah sudah memenuhi lantai di ruangan rumah kosong tersebut. Kaki Harnum sudah berlumuran darah."Tolong! Perutku sakit sekali, aku sudah tidak kuat rasanya. Mas Reno, suamiku ...."Sementara itu di lantai atas, Albern terlihat sedang menghubungi seseorang. Setelah itu, ia menatap sebuah foto yang ada di dalam dompetnya."Kakak, aku sudah membalaskan dendammu kepada Reno, laki-laki yang telah menyakitimu dan mengkhianatimu sehingga membuatmu bunuh diri. Dan kini, wanita yang telah merebutnya darimu itu sudah berada dalam genggamanku. Aku akan menyiksa hidupnya," monolog Albern."Toloonnggg ...."Suara teriakan Harnum kembali terdengar.Albern yang tengah melamun, sontak terkejut mendengar suara teriakan Harnum. Ia bergegas menyimpan kembali foto sang kakak ke dalam dompetnya. Lalu setelah itu, ia bergegas turun ke lantai bawah.Albern melihat Harnum yang sudah lemas tidak berdaya. Wanita itu sudah tergolek dengan wajah yang pucat pasi karena kebanyakan mengeluarkan darah."Hey! Bangun! Apa kau ingin menyusul suamimu itu untuk masuk neraka bersama, hah!" teriak Albern sembari menendang tubuh Harnum.Akan tetapi, Harnum tidak bergerak sedikitpun. Albern yang melihat itu mengernyitkan keningnya. Dengan berat hati dan penuh keterpaksaan ia berjongkok dan memeriksa nadi Harnum.'Dia masih hidup, berarti dia hanya pingsan. Aahh ... kau menjadi urusanku saja, segala pingsan. Kau sangat merepotkan!' batinnya.Tidak berapa lama kemudian, para anak buah Albern datang. Mereka yang tadi Albern hubungi."King, mayat ini akan dibuang di mana?" tanya Rully—salah satu anak buah Albern."Kalian buang saja mayatnya itu di laut! Dan ingat! Jangan sampai perbuatan kalian itu terendus oleh polisi!" ucap Albern dengan tegas."Baik, King!" jawab semua anak buah Albern dengan kompak."King, biar aku saja yang membawa tubuh wanita ini." Rully berjongkok dan hendak menyentuh tubuh Harnum."Jangan berani-berani kau menyentuhnya! Jika tidak ingin aku remukkan tanganmu itu!" bentak Albern dengan tegas.Rully langsung beringsut mundur."Maaf, King," ujar Ruly."Lebih baik kau ajak mereka untuk membuang mayat itu! Dan ingat! jangan sampai terendus polisi!" imbuh Albern sekali lagi."Baik, King!"Rully dan teman-temannya itu langsung menggotong tubuh Reno yang sudah dimasukkan ke dalam kantong mayat. Mereka langsung membawa mayat Reno menuju mobil.Sementara Albern, ia kembali menatap tubuh Harnum. Dengan raut wajah yang sangat kesal. ia terpaksa membopong tubuh Harnum.'Ah, sialan! Tubuh wanita ini sangat berat sekali. Kau menyusahkanku saja, huh!' umpat Albern di dalam hati.Albern langsung meletakkan tubuh Harnum di kursi belakang mobil. Ia tidurkan tubuh yang tidak berdaya itu. Setelah itu, ia segera mengendarai mobilnya menuju rumah sakit terdekat.Tidak butuh waktu lama, akhirnya Albern telah sampai di rumah sakit. Dia langsung membopong tubuh Harnum menuju ke dalam rumah sakit.Tim medis yang melihat itu langsung berlari dan membawakan brankar untuk Harnum. Albern meletakkan tubuh Harnum di brankar tersebut. Tim medis itu langsung membawa Harnum menuju ruangan IGD karena keadaan Harnum yang sudah sangat kritis.Sementara Albern, ia hanya menatap ke arah Harnum dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah itu, ia berbalik arah untuk pergi meninggalkan rumah sakit tersebut. Namun, saat ia akan melangkah pergi, tiba-tiba dirinya dipanggil oleh seorang suster."Tuan, tunggu!" panggil suster tersebut. TO BE CONTINUEDAlbern melangkahkan kakinya keluar, tetapi seorang suster memanggilnya."Tuan, tunggu!" panggil suster tersebut.Albern langsung menghentikan langkahnya, dan menatap suster yang memanggilnya itu."Ada apa?!" tanya Albern dengan ketus dan dingin."Maaf, Tuan. Anda dipanggil oleh Dokter yang sedang menangani istri Tuan," ucap sang suster.Suster tersebut mengira bahwa Albern adalah suami Harnum. Albern mengernyitkan keningnya mendengar ucapan sang suster."Wanita itu bukan i—" ucapan Albern terpotong."Maaf, Tuan. Tolong segera menghadap Dokter karena ini darurat," ucap suster tersebut yang memotong ucapan Albern.Albern tidak melanjutkan ucapannya. Ia mengikuti suster itu dari belakang. Mereka langsung masuk ke dalam ruangan IGD."Dok, ini suami pasien," ucap sang suster."Baik, Sus, terima kasih," sahut sang dokter."Ada apa?!" tanya Albern dengan ketus."Maaf, Tuan. Kondisi istri Anda sangat kritis. Pasien telah kehilangan banyak darah, dan kondisi janin di dalam kandungannya sudah sa
Albern benar-benar keluar dari ruangan operasi tersebut dan langsung pergi menuju ke suatu tempat."Dok, apa yang harus kita lakukan?" tanya sang suster."Sesuai perintah Tuan tadi bahwa kita harus melakukan yang terbaik pada istrinya dan bayinya," jawab Dokter Helda.Setelah itu, tim medis yang menangani Harnum langsung mengurus Harnum dan mayat bayinya untuk segera dimakamkan.Setelah operasi caesar dan pemberian anestesi umum maupun regional dihentikan, lalu tubuh Harnum dibawa menuju recovery room atau ruang pemulihan yang disebut juga dengan Post Anesthesia Care Unit ( PACU ). Harnum berada di ruangan pemulihan tersebut selama 60 menit. Setelah itu, ia dipindahkan ke ruang perawatan atau ruang intensif.Sementara Albern, laki-laki itu sudah pergi dari rumah sakit. Ia membawa mobilnya menuju ke sebuah pemakaman umum. Albern mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Terkadang ia terlihat sedang menyusut air matanya yang terus saja berjatuhan membanjiri pipinya.Tidak butuh wakt
Di rumah sakit, tempat Harnum dirawat. Harnum yang sudah siuman dari pingsannya itu langsung histeris ketika mengetahui bahwa bayi dalam kandungannya telah tiada.Seorang wanita yang ditugaskan oleh Albern untuk mengurus Harnum, merasa tidak tega melihatnya."Non, yang sabar dan ikhlas, ya. Ini semua merupakan musibah dan juga ujian dari Tuhan. Non harus tegar," ucap ibu tersebut yang bernama Iisda.Harnum menjerit dan menangis histeris. Rasa sakit dan nyeri di perutnya yang merupakan luka jahitan bekas operasi itu, tidak ia pedulikan lagi."Anakku ... kembalikan anakku dan suamiku ... kemarin kau membunuh suamiku dan sekarang kau membunuh anakku. Laki-laki iblis kau, aku membencimu!" teriak Harnum.Albern yang baru saja datang ke rumah sakit tersebut, mendengar semua ucapan Harnum. Ia berdiri di ambang pintu menatap Harnum dengan tajam.Harnum yang menyadari kedatangan Albern langsung berusaha menurunkan kakinya untuk menghampiri Albern, tetapi karena kondisi tubuhnya yang belum norma
"Cepat masuk!" teriak Albern kepada Harnum.Harnum hanya berdiam diri dan berdiri saja di pekarangan rumah tua milik Albern. Albern merasa sangat geram melihatnya. Lalu, ia menjambak rambut harnum dan diseret ke dalam rumah."Lebih baik bunuh saja aku!" teriak Harnum."Shut up! Atau aku pecahkan kepalamu!" Albern berteriak kencang.Bu Mira dan Pak Toni yang sedang berada di paviliun, bergegas berlari menuju rumah tua tersebut ketika mereka mendengar suara teriakan Albern."Pak, sepertinya Tuan Al pulang," ucap Bu Mira."Iya, Bu. Dan sepertinya Tuan Al sedang mengamuk," jawab Pak Toni."Ayo, Pak, kita segera ke rumah tua," ajak Bu Mira.Sementara Harnum tengah bersimpuh di hadapan Albern. Dia menangis tergugu, tubuhnya berguncang hebat."Aku mohon lebih baik kau bunuh saja aku. Aku tidak sanggup jika kau akan menyiksaku setiap harinya," mohon Harnum.Albern tersenyum tipis mendengar permohonan Harnum tersebut. Jiwa gilanya semakin meronta-ronta untuk menyiksa Harnum.'Memang itulah yang
Di rumah tua milik Albern yang terletak di tengah hutan itu, di sebuah gudang yang berada di belakang rumah, terlihat Harnum sedang beristirahat. Karena ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya membersihkan gudang tersebut. Kondisi Harnum yang baru melahirkan dengan operasi caesar itu, terlihat sangat lemah. Karena saat dia baru pulang dari rumah sakit dengan kondisinya yang masih lemah itu, dia terpaksa harus bekerja berat, yaitu harus membersihkan sebuah gudang untuk tempat tidurnya. Wajah Harnum sudah pucat pasi dan dia sudah dehidrasi juga kelaparan.'Ah ... aku sangat haus sekali. Jika aku meminta minum pada Bu Mira, apakah laki-laki iblis itu akan menghukumku, atau bahkan menyiksaku? Tetapi aku sangat haus sekali,' batin Harnum.Lalu, Harnum pun memberanikan diri untuk keluar dan menuju dapur. Ia berjalan dengan perlahan dan menemui Bu Mira yang sedang berada di dapur."Bolehkah aku meminta air minum segelas saja? Aku sangat haus," ucap Harnum dengan suara pelan.Bu Mira yang mel
Dor! Dor! Dor!Suara tembakan terdengar begitu nyaring. Harnum memejamkan matanya karena merasa terkejut dan merasa takut. Harnum menyangka, bahwa dirinya sudah mati menyusul sang suami dan sang anak, tetapi dia tidak merasakan apa-apa. Perlahan, Harnum membuka matanya, dan seketika matanya bersirobok dengan mata elang Albern yang sudah berdiri tegap di depannya.Mata Harnum terbelalak lebar ketika melihat ular piton yang tadi berada di tubuhnya, tapi kini sudah tergeletak di bawah dengan berlumur darah. Pikiran Harnum kembali teringat bahwa tadi sebelum terdengar suara tembakan, ular itu sudah mulai melilit tubuhnya dan siap untuk memangsanya. Akan tetapi, ternyata Albern justru membunuh ular itu dan dia tidak membunuhnya. Harnum menelan ludahnya dengan susah payah, pikirannya sedang menerawang jauh memikirkan mengapa Albern malah membunuh ular peliharaannya yang akan memangsanya? Mengapa bukan menembak dirinya saja? Karena tadi Harnum sudah menduga bahwa dirinya akan ditembak oleh A
Pagi hari pun tiba, Harnum yang masih terikat di belakang rumah tua itu terlihat sangat pucat. Tangannya masih terikat dan punggungnya sudah berlumuran darah kering.Bu Mira yang saat itu sedang membersihkan halaman rumah bagian belakang, seketika berhenti ketika melihat keadaan Harnum yang sangat mengenaskan. Dia ingin sekali membantu, tetapi dia takut jika Albern akan memarahinya bahkan menghukumnya.Sementara Pak Toni, dia sedang membawa gunting rumput, dia akan membersihkan rumput-rumput yang ada di sekitaran belakang rumah tersebut. Pak Toni pun merasa sangat iba ketika melihat keadaan Harnum yang sangat memprihatinkan itu. Dia pun ingin membantu Harnum, tetapi dia tidak berani karena takut Albern akan menghukumnya."Bu, kasihan sekali 'Non Harnum, semalaman dia diikat di sini. Dan lihatlah keadaannya sangat mengenaskan sekali. Bagaimana ini, Bu? Jika kita menolongnya, nanti kita yang akan dihukum oleh Tuan Al," ucap pak Toni."Entahlah, Pak, aku juga bingung. Aku kasihan melihat
Albern terus saja menatap ke arah Harnum sembari membatin.'Nyawamu ada di dalam genggamanku, perempuan jalang! Aku akan menyiksa keseluruhan hidupmu!' Prang!Albern terkejut ketika mendengar suara benda jatuh dan pecah yang berasal dari depan paviliunnya, lalu ia segera keluar. Dan ternyata, Harnum lah yang tanpa sengaja menabrak patung naga miliknya sehingga menjadi hancur berkeping-keping.Emosi Albern yang memang selalu tidak stabil jika berhadapan dengan Harnum tersebut, langsung melampiaskan amarahnya tersebut kepada Harnum. Dia menjambak rambut Harnum dan diseretnya menuju belakang paviliun."Kau memang benar-benar wanita laknat! Sialan kau! Kau selalu saja membuat masalah denganku! Kau memang benar-benar selalu menguji kesabaranku! Dasar wanita jalang tidak tahu diri!" teriak Albern dengan lantang.Albern terus menyeret tubuh Harnum menuju ke belakang paviliun. Dan ternyata, di sana terdapat sebuah hutan yang sengaja dipelihara oleh Albern. Di sana terdapat banyak hewan peliha
Tanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai